• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT

TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU

PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )

The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam on Butt Joint Connection

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

WAYAN HERI SUSANTO

I 1107511

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT

TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU

PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )

The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam on Butt Joint Connection

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

WAYAN HERI SUSANTO

I 1107511

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan:

Dosen Pembimbing I

Purnawan Gunawan, ST, MT. NIP. 197312091998021001

Dosen Pembimbing II

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH PRYDA CLAW NAIL PLATE DAN PEREKAT

TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU

PADA SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )

The Influence of Pryda Claw Nail Plate and Adhesive For Flexural Strength of Beam

on Butt Joint Connection

SKRIPSI

Disusun Oleh :

WAYAN HERI SUSANTO

I 1107511

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Kamis 21 januari 2010

1. Purnawan Gunawan, ST, MT __________________

NIP. 197312091998021001

2. Agus Setiya Budi, ST, MT __________________ NIP. 197009091998021001

3. Ir. Budi Utomo, MT __________________ NIP. 196006291987021002

4. Achmad Basuki, ST, MT __________________ NIP. 197109011997021001

Disahkan,

Ketua Program S1 Non Reguler Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 195708141986011001

Mengetahui, Disahkan,

a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

(4)

iv

M ot t o

J angan pernah menyerah selama kit a meyakini sesuat u yang sudah

past i kebenar annya dan pernah dicont ohkan walaupun it u har us dilalui

dengan kepahit an, keget ir an dan sesuat u yang t idak disukai, yakinlah

ada sesuat u yang Manis unt uk diperoleh kelak dan insya Allah kit a

akan menikmat i j erih payah apa yang t elah kit a lakukan it u. Yakinlah !

Persembahan

Kuper sembahkan karyaku ini kepada :

Bapak, I bu dan adik- adikku yang t idak hent i2nya memberikan doa dan

dukungannya kepadaku.

Teman t eman seperj uangan : Adik, Andr e, Aris dan wahyu.

Teman t eman kampus ku yang t idak bisa aku sebut kan sat u persat u,

hanya bisa aku ucap t er ima kasih at as dukungan dan doa nya.

(5)

v

Wayan Heri Susanto. 2009. “PENGARUH JUMLAH PRYDA CLAW NAIL

PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA

SAMBUNGAN VERTIKAL HORISONTAL ( BUTT JOINT )”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penggunaan kayu untuk pembangunan, saat ini membutuhkan penyediaan kayu dengan panjang yang sesuai dengan pemakaian, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Masalah mengenai bentang kayu yang cukup panjang ini dapat diatasi dengan menyambung beberapa balok kayu menjadi satu kesatuan bentang yang utuh dan panjang sesuai dengan bentang kayu yang direncanakan sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat lentur dan modulus elastisitas sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan pryda claw nail plate dan perekat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Dalam Penelitian ini dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika kayu kruing. Uji pendahuluan meliputi uji : kadar air, uji lentur dan uji geser. Kemudian dari hasil uji pendahuluan dapat digunakan untuk menentukan panjang kritis (Lcr) benda uji. Jumlah benda uji kuat lentur adalah 12 buah balok kayu dengan tiga variasi, masing-masing variasi dibuat 3 balok uji yaitu balok tanpa sambungan dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1, 2 dan 3. Pengujian balok dilakukan dengan pembebanan statik untuk kondisi pada jarak sepertiga bentang. Pembebanan dihentikan apabila balok telah mengalami kerusakan.

Hasil pengujian kuat lentur kayu tanpa sambungan dan kuat lentur dengan sambungan vertikal horisontal (butt joint)1, 2 dan 3 adalah berturut turut sebagai berikut : 720,19 kg/cm2 ; 44,21 kg/cm2 ; 206,29 kg/cm2 ; 232,19 kg/cm2. Hasil dari analisis modulus elastisitas kayu tanpa sambungan dan modulus elastisitas dengan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 ; 2 dan 3 adalah berturut turut sebagai berikut : 132680,83 kg/cm2 ; 88591,47 kg/cm2 ; 80968,48 kg/cm2 ; 118483,61 kg/cm2. Dengan melihat hasil kuat lentur diatas disimpulkan bahwa nilai kuat lentur dari sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1, sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2 dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3 mengalami peningkatan. Meningkatnya kuat lentur dipengaruhi oleh jumlah Claw Nail Plate pada sambungan, sehingga mengakibatkan semakin besar nilai kuat lentur yang diperoleh. Jumlah Claw Nail Plate yang semakin banyak, aksi komposit dan transformasi penampang menjadi lebih besar sehingga kuat lentur yang diperoleh juga semakin besar.

Kata kunci : kuat lentur, sambungan vertikal horisontal (butt joint), modulus elastisitas.

KATA PENGANTAR

(6)

vi

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1.Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2.Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Non Reguler Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4.Bapak Purnawan Gunawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Agus Setya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II. 6. Bapak Ir. Sumardi M.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7.Tim Penguji Pendadaran Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8.Segenap Staf Pengajar dan Staf Administrasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9.Teman-teman seperjuangan yang selalu menemani saat susah maupun senang. 10.Seluruh Teman-teman Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

11.Bapak, Ibu dan Adik-adik tercinta yang sudah memberi motivasi dan doa dalam penyusunan skripsi.

12.Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi.

(7)

vii

Surakarta, Desember 2009

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….………... i

HALAMAN PERSETIJUAN ……….………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

(8)

viii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.1.1. Sifat Fisik Kayu ... 5

2.1.2. Sifat Mekanik Kayu ... 6

2.1.3. Macam Penggunaan Kayu ... 9

2.1.4. Alat Sambung ... 10

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Pengertian Kayu ... 11

(9)

ix

2.2.3. Pryda Claw Nail Plate ... 12

2.2.4. Kriteria Perencanaan Balok ... 12

2.2.5. Panjang Kritis Balok ... 14

2.2.6. Kadar Air . ... 14

2.2.7. Berat Jenis . ... 14

2.2.8. Kerapatan ... 15

2.2.9. Modulus Elastisitas ... 15

2.2.10.Lendutan Balok ... 17

2.2.11.Kuat Lentur ... 17

2.2.12.Balok Komposit ... 18

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum ... 20

3.2. Bahan Penelitian ... 21

3.2.1 Kayu ... 21

3.2.2 Alat Sambung ... 21

3.3. Peralalatan Penelitian ... 22

(10)

x

3.3.2 Peralatan Pengujian Balok Sambungan ... 24

3.4. Benda Uji ... 27

3.5. Tahapan Metodologi Penelitian ... 28

3.6. Kerangka Pikir . ... 34

BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Perhitungan Data Pengujian ... 36

4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air ... 36

4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis ... 37

4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Pada Uji Pendahuluan ... 38

4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur ... 40

4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas ... 44

4.1.5.1 Perhitungan Modulus Elastisitas Berdasarkan Pengujian .. 44

4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi Kuat Acuan ... 49

4.1.5.3 Perhitungan Momen Inersia Tertransformasi Akibat Komposit ... 49

4.2. Pembahasan... 52

(11)

xi

4.2.2 Berat Jenis ... 53

4.2.3 Kuat Lentur . ... 53

4.2.4 Modulus Elastisitas . ... 54

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(12)

xii

DAFTAR NOTASI

V = gaya geser

σ = tegangan normal akibat lentur (Mpa) M = momen lentur (Nmm)

Y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral (mm) I = momen inersia penampang (mm4)

τ = tegangan geser akibat lentur (Mpa)

Q = Luas penampang yang ditinjau terhadap garis netral (mm3) Lcr = Panjang kritis balok (mm)

W (m) = kadar air benda (%)

m1 = masa benda uji sebelum dikeringkan (g) m2 = masa benda uji setelah dikeringkan (g) Gm = berat jenis ( gr/cm3 )

 = kerapatan kayu ( gr/cm3 ) w

= kerapatan pada benda uji pada kadar air w (gr/cm³) mw = massa benda uji pada kadar air w (g)

Vw = volume benda uji pada kadar air w (cm³) MOE (E) = modulus elastisitas (Mpa)

L = panjang balok (mm)

δ = lendutan balok (mm)

Ls = jarak tumpuan (cm)

q = berat sendiri sampel (kg/m)

It = momen inersia total penampang (cm4)

δmak = lendutan maksimum (mm) MOR (Fb) = kuat lentur benda uji (MPa)

Pmak = beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N) b = lebar benda uji (mm)

t = tebal benda uji (mm).

a = jarak tumpuan terhadap beban (mm)

(13)

xiii Ls = jarak tumpuan (cm) A = luas penampang (mm2) Gb = berat jenis dasar ( gr/cm3 )

E = modulus elastisitas rumus estimasi (Mpa)

DAFTAR TABEL

(14)

xiv

Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Balok . ... 28

Tabel 4.1 Hasil perhitungan kadar air kayu kruing ... 37

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berat jenis kayu kruing ... 38

Tabel 4.3 Hasil perhitungan kuat geser kayu kruing uji pendahuluan ... 39

Tabel 4.4 Hasil perhitungan kuat lentur kayu kruing uji pendahuluan ... 40

Tabel 4.5 Hasil perhitungan kuat lentur kayu kruing ... 42

Tabel 4.6 Perubahan kuat lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan vertikal horisontal.. ... 43

Tabel 4.7 Hasil perhitungan modulus elastisitas kayu kruing . ... 45

Tabel 4.8 Data pembacaan beban dan lendutan balok tanpa sambungan

sampel 1 . ... 47

Tabel 4.9 Perubahan modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan

sambungan vertikal horisontal (butt joint).. ... 48

Tabel 4.10 Pembacaan lendutan akibat beban pada BJ 1

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kondisi Pembebanan ... 13

Gambar 2.2 Diagram Tegangan dan Geser ... 13

Gambar 2.3 Pengujian Modulus Elastisitas ... 17

Gambar 2.4 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen ... 19

Gambar 3.1 Oven ... 23

Gambar 3.2 Timbangan Elektrik ... 23

Gambar 3.3 Universal Testing Machine ... 24

Gambar 3.4 Loading Frame... 24

Gambar 3.5 Dial Gauge... 25

Gambar 3.6 Load Cell ... 25

Gambar 3.7 Hidraulik Pump ... 26

Gambar 3.8 Transducer ... 26

Gambar 3.9 Benda uji kadar air kayu kruing ... 29

Gambar 3.10 Benda uji pendahuluan kuat lentur ... 29

Gambar 3.11 Benda uji pendahuluan kuat geser ... 30

(16)

xvi

Gambar 3.13 Benda uji sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan Pryda Claw Nail Plate dan Perekat ... 31

Gambar 3.14 Diagram bidang momen dan bidang geser ... 32

Gambar 3.15 Bagan alur kerangka pikir penelitian ... 35

Gambar 4.1 Grafik kuat lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan alat sambung Pryda Claw Nail Plate dan Perekat ... 43

Gambar 4.2 Grafik hubungan beban dan lendutan proporsional pada balok tanpa sambungan 1 . ... 46

Gambar 4.3 Grafik modulus elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan

sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan alat sambung Pryda Claw Nail Plate dan Perekat. ... 48

Gambar 4.2 Grafik hubungan beban dan lendutan proporsional pada sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1 dengan alat sambung Pryda Claw Nail Plate dan Perekat

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Hasil Uji Pendahuluan Lampiran B : Hasil Uji Kuat Lentur

Lampiran C : Hasil Analisa Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas Lampiran D : Dokumentasi Penelitian

Lampiran E : Berkas Kelengkapan Skripsi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara tropis yang wilayahnya banyak terdapat area perhutanan. Dari hutan-hutan tersebut didapatkan berbagai macam hasil hutan, salah satunya adalah kayu. Kayu merupakan material yang diperoleh dari pohon. Di Indonesia kayu banyak digunakan untuk komponen-komponen bangunan karena kayu mempunyai kekuatan yang tinggi, lebih ringan dan mudah didapatkan. Semakin banyaknya penggunaan kayu sebagai bahan struktur mendorong masyarakat untuk melakukan penebangan liar guna memperoleh keuntungan pribadi. Dengan adanya penebangan liar, mengakibatkan kelangkaan batang kayu dengan bentang panjang dan ukuran besar. Hal ini terjadi karena penebangan liar dilakukan tanpa ada pertanggungjawaban untuk menanam pohon baru sebagai ganti dari pohon yang telah ditebangnya.

Seiring dengan berkurangnya persediaan kayu yang yang dihasilkan dari hutan, penggunaan kayu sebagai bahan struktur saat ini menuntut disediakannya panjang bentang kayu yang sesuai dengan pemakaian dalam konstruksi. Hal ini merupakan masalah yang perlu ditindak lanjuti mengingat terbatasnya panjang bentang kayu yang dibutuhkan pada saat ini.

(18)

xviii

penyambungan, sehingga akan didapat komponen struktural yang sesuai dengan kebutuhan. Sambungan pada struktur kayu adalah bagian yang paling lemah, sehingga banyak kerusakan struktur akibat gagalnya sambungan. Untuk menghindari kegagalan dalam sambungan perlu dikaji lebih dalam tentang teknik penyambungan untuk mendapatkan struktur yang baik.

Teknik penyambungan adalah teknik penggabungan bahan yang mempunyai bentang pendek dan terbatas menjadi bahan yang mempunyai bentang panjang. Teknik seperti ini mampu digunakan untuk membentuk dimensi bahan bangunan yang digunakan sebagai bahan kontruksi. Penelitian penyambungan balok kayu dengan perekat dan alat sambung pryda diharapkan menjadi salah satu alternatif teknik penyambungan guna menghasilkan bahan konstruksi yang lebih kuat dan bermutu tinggi.

Penelitian ini menitikberatkan masalah teknik penyambungan. Untuk mendapatkan bentang yang panjang, balok-balok kayu dihubungkan dengan beberapa bentuk sambungan yaitu : finger joint, butt joint, scarft joint, fingerbutt joint, sambungan ekor merpati. Sambungan yang akan diteliti adalah sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan penyambung perekat penol epoxy dan pryda Claw nail plate. Kombinasi kedua bahan penyambung tersebut bertujuan untuk meningkatkan kuat lentur sambungan kayu dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Tri Joko pada sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan perekat penol epoxy. Dengan teknik penyambungan tersebut diharapkan dapat menghasilkan sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan kuat lentur tinggi.

1.2 Perumusan Masalah

(19)

xix

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian maka perlu dibatasi dengan lingkup permasalahan sebagai berikut :

a. Kayu yang dipakai adalah kayu kruing.

b. Perekat yang digunakan adalah jenis Penol Epoxy.

c. Jenis alat sambung yang dipakai adalah Pryda dengan jenis Claw Nail Plate dengan tipe 6C2 berukuran panjang 15,28 cm, lebar 5,14 cm dan tebal 0,1 cm. d. Sambungan yang akan diteliti adalah sambungan vertikal horisontal (butt

joint) dengan panjang sambungan 4h.

e. Pembuatan sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan alat manual. f. Dimensi pengujian kuat lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint)

dengan tampang ( 6 cm x 10 cm x 200 cm ).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat lentur dan modulus elastisitas balok kayu kruing tanpa sambungan dan balok kayu kruing sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan alat sambung pryda jenis Claw nail plate dan perekat Penol Epoxy.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Memperoleh sambungan kayu yang berkekuatan tinggi dari pengujian kuat lentur sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan Claw nail plate dan perekat Penol Epoxy.

b. Memberi alternatif dalam penggunaan alat sambung kayu yang menghasilkan kekuatan optimum.

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

(20)

xx

Kayu merupakan material alam yang mudah didapat dan juga mudah dikerjakan, sehingga kayu banyak digunakan untuk berbagai macam industri meubel dan konstruksi. Sedangkan pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal.

Menurut Benny Puspantoro (2002), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifat yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu adalah : a. Mudah didapat dan relatif murah harganya dibandingkan bahan bangunan lain. b. Mudah dikerjakan tanpa alat-alat berat khusus, misalnya mudah dipotong,

dihaluskan, diukir ataupun disambung sabagai suatu konstruksi.

c. Bentuknya indah alami sehingga sering diexpose serat-seratnya sebagai hiasan ruang

d. Isolasi panas, sehingga rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan terasa sejuk nyaman.

e. Tahan zat kimia, seperti asam atau garam dapur.

f. Ringan, mengurangi berat sendiri dari bangunan, sehingga dapat menghemat ukuran fondasinya.

g. Serba guna, artinya dapat dipakai sebagai konstruksi bangunan, seperti kuda-kuda atap, langit-langit, pintu jendela, tiang atau dinding, selain itu dapat juga untuk alat bantu kerja sementara seperti bekesting untuk cor beton, bouwplank, tangga kerja dan lain sebagainya.

Sedangkan sifat yang merugikan dari kayu yaitu: a. Mudah terbakar dan menimbulkan api.

b. Kekuatan dan keawetan kayu sangat tergantung dari jenis dan umur pohonnya, sedang kayu yang ada diperdagangan sulit ditaksir umurnya.

c. Cepat rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepat lapuk, panas matahari menyebabkan kayu retak-retak.

(21)

xxi

Selain sifat-sifat diatas, ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu yaitu :

a. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan

susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).

b. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan tangensial).

c. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.

d. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama dalam keadaan kering.

2.1.1. Sifat Fisik Kayu

a. Berat dan Berat Jenis

Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya. Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, kayu ringan mempunyai BJ lebih kecil dari 0,6; kayu agak berat mempunyai BJ 0,6-0,75 ; kayu berat mempunyai BJ 0,75-0,9 dan kayu sangat berat mempunyai BJ lebih besar dari 0,9. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.

b. Keawetan

Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.

c. Warna

(22)

xxii

d. Tekstur

Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh: kempas, meranti dll).

e. Arah Serat

Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).

f. Higroskopis

Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content).

2.1.2. Sifat Mekanik Kayu

a. Keteguhan Tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu : 1) Keteguhan tarik sejajar arah serat dan

2) Keteguhan tarik vertikal horisontal arah serat.

Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik vertikal horisontal arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.

b. Keteguhan Tekan / Kompresi

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :

1) Keteguhan tekan sejajar arah serat dan

(23)

xxiii

Pada semua kayu, keteguhan vertikal horisontal serat lebih kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat.

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di dekatnya. Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu :

1) Keteguhan geser sejajar arah serat

2) Keteguhan geser vertikal horisontal arah serat dan 3) Keteguhan geser miring

Keteguhan geser vertikal horisontal serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser sejajar arah serat.

d. Keteguhan lengkung (lentur)

Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan yaitu :

1) Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan.

2) Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

e. Kekakuan

Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas. f. Keuletan

Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian. g. Kekerasan

(24)

xxiv

kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan kayu.

h. Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah tangensial.

Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat kekuatan kayu atau sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :

1) Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu.

2) Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.

2.1.3. Macam Penggunaan Kayu

Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-sifat kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis kayu yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain dapat dikemukan sebagai berikut :

a. Bangunan (Konstruksi)

Persyaratan teknis : kuat, keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan alam yang tinggi.

Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur, kempas, kruing, lara, rasamala.

b. Veneer biasa

(25)

xxv

Jenis kayu : meranti merah, meranti putih, nyatoh, ramin, agathis, benuang. c. Industri Kertas

Persyaratan teknis : lunak, mudah dikerjakan.

Jenis kayu : bambu, cemara, firs, pinus dan tumbuhan berdaun jarum lainnya. d. Mebel

Persyaratan teknis : berat sedang,dimensi stabil, dekoratif, mudah dikerjakan, mudah dipaku, dibubut, disekrup, dilem dan dikerat.

Jenis kayu : jati, eboni, mahoni, rengas, ramin, meranti, sonokeling. e. Lantai

Persyaratan teknis : keras, daya abrasi tinggi, tahan asam, mudah dipaku dan cukup kuat.

Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, bintangur, bongin, bungur, jati, kuku.

2.1.4 Alat Sambung

Alat sambung adalah bahan atau alat untuk menyatukan dua buah permukaan bahan dengan ikatan pada permukaan bahan.. Berdasarkan jenisnya alat penyambung dapat di golongkan sebagai berikut :

a. Perekat :

1) Perekat alam, contoh perekat alam seperti:glutin dan gassein. 2) Perekat sintesis terdiri dari :

 PVA-resinoid dispersion atau lem putih.

 Perekat kondensasi, terdiri dari cairan dan zat pengeras 3) Epoxy –Resin

4) Perekat kontak

5) Perekat Termoplastis, yaitu : Cellulose Adhesive, Acrylie Resin Adhesive, Polyvinyl Adhesive.

6) Perekat Termosetting, yaitu Urea Formaldehyde Resin, Phenolic Resin, Resorsiol Resin.

b. Paku, keuntungan paku sebagai alat sambung : 1). Efisiensi sambunganya cukup besar

(26)

xxvi 3). Cepat dalam perkerjaan

4). Tidak membutuhkan tenaga ahli 5). Harga paku relatif murah c. Baut

Baut banyak dipakai sebab mudah dalam pelaksanaanya, tersedia banyak ukuran, mudah didapat, dan dapat dibongkar pasang. Kelemahan baut adalah efisiensinya rendah dan deformasi besar.

d. Pasak

Beberapa jenis pasak adalah :

a.) Pasak kayu, yang modern yaitu pasak kubler, keuntunganya adalah pasak dapat memindahkan gaya yang lebih besar, dan deformasi sambungan relatif kecil. b.) Pasak cincin bergigi

c.) Kokot buldog e. Pryda

Pada konstruksi kuda-kuda saat ini banyak menggunakan alat sambung paku, baut dan pelat baja penyambung (pelat konektor). Banyak ragam pelat baja, paku dan sejenisnya seperti ”gang nail” oleh J. Celvit Juriet pada tahun 1955, dan dipatenkan pertama kali pada tahun 1959. Dipasaran saat ini beredar plat baja konektor yang diproduksi oleh Pryda Australia yaitu Pryda Nailplate, yang merupakan pelat baja galvanis berpaku dan bergerigi. Ada dua macam plat baja ini yaitu Nail On Plates yang pemasanganya cukup dipaku, dan Claw Nailplate yang pemasanganya dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan khusus.

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Kayu

(27)

xxvii

2.2.2 Pengertian Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint)

Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dibuat dengan mengurangi bagian kayu secara vertikal dan horisontal. Dalam pembuatan

sambungan vertikal horisontal, kayu dihilangkan 0,5h dari dua potong kayu dengan ukuran sama, sedang pengurangan bagian kayu secara

horisontal diambil sebesar 2h-3h. Dalam penelitian ini panjang sambungan diambil 4h. Pengambilan panjang sambungan ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tri Joko pada tahun 2009 tentang pengaruh panjang sambungan vertikal horisontal terhadap kuat lentur balok kayu. Dalam penelitian tersebut didapatkan kuat lentur

tertinggi pada panjang sambungan 4h. 2.2.3 Pryda Claw Nail Plate

Pryda Australia merupakan pabrik industri dibidang konstruksi atap bangunan yang berasal dari Australia. Pryda telah mengembangkan teknologi rangka atap baja ringan dan penggunaan pelat baja galvanis bergigi runcing yang disebut Pryda Claw Nailplate sebagai alat sambung balok kayu.

Dalam Pryda Training Manual (2008). Ukuran claw nailplate untuk sambungan batang kayu lurus tersedia dalam 30 ukuran, yang disajikan dalam bentuk kode angka dan huruf. Misalnya 4C3 ; 4 (empat) menyatakan panjang 4 inch ; C merupakan kode dari claw nailplate ; dan 3 (tiga) menyatakan lebar 3 inch.

Pryda Claw Nail Plate dipasang pada sambungan kayu di bagian tinggi atau samping, penempatan ini mengacu pada standar pryda. Pemasangan Pryda Claw Nail Plate diatas dan dibawah bertujuan untuk memperkuat sambungan.

Keunggulan dari pelat ini adalah :

a. Dipasang pada kayu tidak mengurangi luasan kayu karena menggunakan paku sebagai pengikat, sehingga perlemahan akibat sambungan relatif kecil dan dapat diabaikan.

b. Beban pada penampang lebih merata.

c. Konstruksi lebih kaku.

d. Mempunyai kekuatan tinggi karena terbuat dari baja galvanis.

e. Tahan lama dan tidak memerlukan perawatan khusus.

2.2.4. Kriteria Perencanaan Balok

Berdasarkan teori mekanika untuk tegangan geser balok tampang segi empat yang dibebani gaya tranversal statik akan timbul tegangan dan regangan internal. Sebagai bentuk perilaku perlawanan balok (Timoshenko dan Gere,1996).

(28)

xxviii

pembebanan. Gambar 2.1 berikut ini menggambarkan bidang geser dan bidang momen yang terjadi pada saat pembebanan.

Gambar 2.1 Kondisi pembebanan

Gambar 2.2 Diagram Tegangan lentur dan Geser (a) Penampang balok

(b)Diagram tegangan lentur (c) Diagram tegangan geser

Perhitungan kesetimbangan statis balok bertumpu sederhana untuk kondisi pembebanan seperti pada Gambar 2.1 menggunakan Persamaan 2.1-2.6.

RA = DA = 1/2P dan RB = DB 1/2P ……….…………...(2.1) Mmaks = 1/6.P.L .………...(2.2) Hubungan tegangan-regangan terhadap perilaku balok yang dibebani beban dengan arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh :

I

Tegangan geser dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut :

(29)

xxix dengan:

V = gaya geser

σ = tegangan normal akibat lentur (Mpa) M = momen lentur (Nmm)

Y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm) I = momen inersia penampang (1/12 bh3) (mm4)

τ = tegangan geser akibat lentur (Mpa)

Q = Luas penampang yang ditinjau terhadap garis netral (mm3) = b . ½ h . ½ y = b ½ h . ¼ h = 1/8 b h2

b = lebar balok (mm)

2.2.5. Panjang Kritis Balok

Untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan maka perhitungan panjang kritis balok terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan ditentukan dengan Persamaan 2.7.

. 8

. .

6 h

Lcr  ………...………...(2.7)

dengan Lcr = panjang kritis balok terjadi lentur dan geser (mm), σ = tegangan lentur (Mpa), h = tinggi balok (mm), dan τ = tegangan geser (Mpa).

2.2.6 Kadar Air

Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada didalam sepotong kayu dinyatakan sebagai porsentase dari berat kayu kering oven. Kadar air berdasarkan Tata cara Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung menggunakan Persamaan 2.8.

W = 00

2 2 1

100 x m

m m

...………....……...(2.8) Dengan:

W = kadar air benda uji (%)

m1 = masa benda uji sebelum dikeringkan (g) m2 = masa benda uji setelah dikeringkan (g)

2.2.7. Berat Jenis

(30)

xxx

Setiap jenis kayu mempuyai berat yang berbeda, berkisar antara 0,2-1,28. Berdasarkan Tata cara Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung menggunakan Persamaan 2.9.

Gm =

Kerapatan adalah perbandingan berat kadar air awal dengan volume. Berdasarkan Tata cara Perencanaan Stuktur Kayu Untuk Bangunan Gedung dihitung menggunakan Persamaan 2.10.

w

= kerapatan pada benda uji pada kadar air w (g/cm³) mw = massa benda uji pada kadar air w (g)

Vw = volume benda uji pada kadar air w (cm³)

2.2.9. Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting sebagai ukuran ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu mengalami tarikan, atau pemndekan apabila kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur adalah besaran modulus elastisitas. Nilai modulus elastisitas (MOE) dapat dihitung dengan Persamaan 2.11.

I

MOE (E) = modulus elastisitas (Mpa)

P = beban maksimum (N)

L = panjang balok (mm)

(31)

xxxi

Gambar 2.3 Pengujian Modulus Elastisitas

Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi di tengah bentang dan untuk mencari modulus elastisitas berdasarkan defleksi maksimum, sehingga modulus elastisitas dapat dicari menggunakan Persamaan 2.12.

Modulus Elastisitas (E)

Perhitungan modulus elastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus empiris. Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan Persamaan 2.13-2.16 yaitu rumus estimasi kuat

acuan:

2.2.10.Lendutan Balok

Pembebanan lateral pada balok mengakibatkan terjadinya lendutan. Besarnya lendutan maksimum yang terjadi akibat pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan, ditinjau dalam Persamaan 2.17.

(32)

xxxii

E = modulus elastisitas balok (Mpa) I = momen inersia (mm4)

2.2.11. Kuat Lentur

kuat lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk manahan beban-baban mati maupun hidup selama beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. (Dumanauw, 1990).

Kuat lentur (MOR) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.18-2.19 untuk kondisi pembebanan terpusat ditengah bentang :

2 Untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari tumpuan :

2

a = jarak tumpuan terhadap beban (mm)

(33)

xxxiii

Gambar 2.4 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen

Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa momen mencapai maksimum pada tengah bentang, kuat lentur yang dicari merupakan kuat lentur yang terjadi pada momen maksimum, sehingga digunakan Persamaan 2.20.

Kuat Lentur ( Fb )

2.2.12 Balok Komposit

Balok komposit merupakan gabungan dari beberapa bahan dengan jenis yang berbeda. Sebagai contoh, balok sandwich yang terdiri atas dua muka tipis dari bahan berkekuatan relatif tinggi yang dipisahkan oleh sebuah inti tebal dari bahan berkekuatan relatif rendah. Karena pada bagian muka mempunyai jarak terbesar dari sumbu netral ( dimana tegangan lentur terbesar ), maka bagian tersebut berfungsi seperti flens pada balok I. Inti berfungsi sebagai pengisi dan memberikan dukungan pada muka serta menstabilkan terhadap kerut atau tekuk.

(34)

xxxiv

Perhitungan tegangan tertransformasi pada balok komposit dapat menggunakan Persamaan 2.21 berikut ini :

n I

y M

T

. .

...(2.21)

dengan:

σ = tegangan lentur (MPa) M = momen lentur (Nmm)

y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm) IT = momen inersia tertransformasi (mm4)

n = rasio modulus elastisitas bahan ( ) 1 2 E E

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tinjauan Umum

Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan pada sambungan vertikal horisontal (butt joint) menggunakan perekat penol epoxy didapatkan kuat lentur yang terbesar pada panjang sambungan 4h, maka pada penelitian ini digunakan panjang sambungan 4h. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kuat lentur dari sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan perekat penol epoxy dan alat sambung pryda Claw nail plate. Untuk mengetahui kuat lentur optimal maka digunakan variasi pemasangan pryda seperti : balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu (BJ 1), balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2), balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3)

(35)

xxxv

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu Variabel Terikat dan Variabel bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah nilai kuat lentur dari balok, sedangkan Variabel bebasnya adalah jumlah pryda.

3.2. Bahan Penelitian 3.2.1. Kayu

Kayu yang digunakan untuk penelitian adalah kayu kruing. Kayu kruing ini mudah didapat dipasaran dengan harga yang terjangkau dan permukaan kayunya memiliki karakteristik halus. Kayu kruing yang digunakan sebagai sampel penelitian berukuran 6/10 x 220 cm, dengan jarak antar tumpuan 200 cm.

3.2.2. Alat Sambung

Dalam penelitian ini digunakan dua macam bahan penyambung : a. Perekat

Bahan perekat yang digunakan adalah penol epoxy. Penol epoxy ini terdiri dari dua macam komponen yaitu komponen perekat (resin) dan komponen pengeras (hardener). Komponen resin adalah cairan bening tidak berbau lebih cair dibandingkan dengan komponen hardener yang berwarna kuning transparan dan liat.

b. Plat penyambung

Alat sambung yang digunakan adalah pelat baja yang diproduksi oleh Pryda Australia jenis Claw Nail Plate yang terbuat dari baja galvanis. Pelat ini merupakan lempengan pelat baja yang bergerigi sebagai pencengkeram atau pengikat agar sambungan kayu tidak lepas dan mampu menahan gaya yang bekerja pada sambungan. Cara pemasangan Claw Nail Plate adalah dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan khusus.

3.2.2.1. Teori Sambungan Pryda

(36)

xxxvi

a. Pemasangan secara mekanik, cara ini digunakan untuk memasang pelat konektor jenis Pryda Claw Nail plate, yaitu dengan memberi tekanan pada pelat baja menggunakan mesin tekan.

b. Pemasangan secara manual, yaitu pemasangan pelat konektor tanpa mesin khusus, cukup dengan memaku pelat dengan menggunakan paku dan palu, cara ini digunakan untuk pemasangan pelat konektor jenis nail on plate.

3.2.2.2. Langkah Penyambungan

Kayu dipotong dan dibentuk sesuai dengan ukuran panjang dan besar yang telah direncanakan. Kemudian bagian dalam sambungan kayu diberi perekat penol epoxy secara merata. Permukaan kayu yang akan disambung dengan Pryda diikat menggunakan strapluss kayu. Kayu yang telah diikat harus rapat dan lurus agar pembebanan dapat merata dan kayu tidak mengalami kerusakan. Pemasangan plat Pryda jenis Claw Nail plate dengan cara memberikan tekanan pada pelat baja tersebut hingga gerigi terbenam secara merata pada kedua permukaan kayu yang disambung, yaitu dengan menggunakan mesin tekan khusus.

3.3. Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: Peralatan Pembuatan benda uji dan peralatan pengujian sifat fisika dan mekanika balok.

3.3.1. Peralatan pengujian sifat Fisika dan Mekanika balok

a. Oven

(37)

xxxvii

Gambar 3.1 Oven kapasitas 200οC

b. Timbangan elektrik

Timbangan yang dipakai pada penelitian ini mempunyai ketelitian sampai 1 gram. Alat ini digunakan untuk mengukur berat benda uji dalam pengukuran kerapatan dan kadar air benda uji pendahuluan. Timbangan elektrik dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Timbangan Elektrik

c. Universal Testing Machine (UTM)

(38)

xxxviii

Gambar 3.3 Universal Testing Machine

3.3.2. Peralatan untuk pengujian balok sambungan

a. Loading Frame dan Hidraulik jack

Alat ini digunakan untuk menguji kuat lentur benda uji kayu. Loading Frame berupa portal segi empat yang terbuat dari baja dan ketinggiannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada Loading Frame terdapat tempat kedudukan pengujian sambungan balok butt joint dengan tumpuan sendi-rol.

Hidraulik jack merupakan alat yang memberi beban pada benda uji. Kapasitas beban maksimal yang mampu dihasilkan Hidraulik jack adalah 25 ton. Loading Frame dan Hidraulik jack pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Loading Frame

b. Dial gauge

(39)

xxxix

kayu. Ketelitian alat ini sampai 0,01 mm dengan kapasitas 30 mm. Dial gauge dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Dial Gauge

c. Load cell

Load cell digunakan untuk mengetahui interval penambahan beban yang diberikan pada benda uji. Alat ini dihubungkan dengan transducer untuk membaca penambahan beban yang terjadi. Kapasitas alat ini adalah 50 ton. Load cell dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Load Cell

d. Hidraulic pump

Alat ini digunakan untuk memberikan tekanan pada hidraulic jack saat pengujian lentur balok. Cara kerja alat ini adalah dengan cara memompa untuk memberikan tekan pada hidraulic jack. Hidraulic Pump dapat dilihat pada Gambar 3.7.

(40)

xl

Gambar 3.7 Hidraulic Pump

e. Transducer

Alat ini digunakan untuk membaca secara digital data interval penambahan beban yang diterima load cell. Untuk mendapatkan data penambahan beban secara digital alat ini dihubungkan dengan load cell. Besarnya interval penambahan beban dapat diatur sesuai kebutuhan. Transducer dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Transducer

3.4. Benda Uji

3.4.1. Benda Uji Pendahuluan

Ukuran dan bentuk benda uji untuk pengujian sifat fisika dan mekanika kayu mengikuti standar ISO (Internasional Standard Organization), meliputi benda uji kerapatan dan kadar air, kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan vertikal horisontal serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur (MOR) dan Modulus elastisitas (MOE). setiap pengujian dilakukan perulangan sebanyak 3 kali sehingga jumlah total pengujian beban adalah 12 spesimen, seperti terlihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Benda Uji Pendahuluan

No Jenis pengujian Jumlah

1 Kerapatan dan Kadar air 3

(41)

xli

3 Kuat Geser 3

4 Kuat Lentur (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE) 3

Jumlah 12

3.4.2. Benda Uji Balok Kayu

Benda uji balok kayu dibuat sebanyak 12 buah dengan empat macam variasi dan masing-masing variasi dibuat 3 buah balok uji., yaitu: balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu (BJ 1), balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2), balok sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3) dan balok tanpa sambungan (BTS)

Dalam penelitian ini perlu pembanding, pembanding tersebut adalah balok tanpa sambungan, hal ini perlu untuk mengetahui perbedaan kuat lentur antara balok sambungan dengan tanpa sambungan. Penamaan-penamaan atau kode balok sudah disebutkan diatas. Untuk mengetahui jumlah benda uji kuat lentur dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jumlah benda uji balok

Jenis Balok Kode Benda Uji

Dimensi cm

Jumlah Benda Uji

Balok tanpa sambungan BTS 6 x 10 3

Balok Butt Joint 1 BJ 1 6 x 10 3

Balok Butt Joint 2 BJ 2 6 x 10 3

Balok Butt Joint 3 BJ 3 6 x 10 3

Keterangan :

BTS : Balok Tanpa Sambungan

BJ 1 : Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu.

BJ 2 : Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar.

(42)

xlii

3.5. Tahapan Metodologi Penelitian

Tahapan metodologi penelitian merupakan urutan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, logis dengan mempergunakan alat bantu ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran suatu objek permasalahan.

Secara garis besar pelaksanaan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Tahap 1 : Tahap persiapan awal

b. Tahap 2 : Tahap pemilihan bahan dan peralatan c. Tahap 3 : Tahap uji pendahuluan

d. Tahap 4 : Tahap pembuatan benda uji kayu

e. Tahap 5 : Tahap pengeringan benda uji sambungan jari f. Tahap 6 : Tahap pengujian

g. Tahap 7 : Tahap analisis pengujian

3.5.1Tahap Persiapan Awal

Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih dahulu, antara lain bahan, peralatan, maupun program kerjanya sehingga penelitian yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Peralatan yang akan digunakan diperiksa sebelumnya untuk mengetahui kelayakan alat dalam pelaksanaan penelitian

3.5.2 Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan

Bahan utama penelitian ini adalah balok kayu kruing yang telah dipilih batang yang lurus, tidak mempunyai cacat fisik dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukuran yang disyaratkan. Peralatan yang digunakan adalah gergaji, serut kayu, mistar siku, palu serta pensil atau spidol.

3.5.3Tahap Uji Pendahuluan

(43)

xliii

T am pak A tas

2 0 m m

20m m

2 0±5 m m

Gambar 3.9 Benda Uji kadar air kayu kruing

1 3 5 m m 1 3 5 m m

P

Gambar 3.10 Benda Uji Pendahuluan Kuat Lentur

2 0 - 2 5 m m 2 0 - 2 5 m m

20-25 mm

Gambar 3.11 Benda Uji Pendahuluan Kuat Geser Kayu

3.5.4Tahap Pembuatan Benda Uji Kayu

(44)

xliv

Gambar 3.12 Benda Uji Sambungan Vertikal Horizontal (Butt Joint)

Gambar 3.13 Benda Uji Sambungan Vertikal Horisontal ( Butt Joint ) menggunakan Pryda Claw Nail Plate dan Perekat

3.5.5Tahap Pengeringan Benda Uji Sambungan Vertikal horisontal

Setelah permukaan sambungan kayu disambung dengan perekat dan pelat baja, benda uji didiamkan kurang lebih 7 hari pada kondisi suhu kamar untuk menjamin kayu benar-benar kering. Sambungan kayu perlu dikeringkan dalam ruangan sampai tercapai kondisi kering udara pada kadar lengas 12-18% (Indonesia).

3.5.6Tahap Pengujian Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas

Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Loading Frame beserta perlengkapannya untuk mengetahui adanya lentur pada balok yang terjadi akibat adanya beban luar.

Beban luar tersebut mengakibatkan balok mengalami deformasi dan regangan sehingga menimbulkan retak lentur di sepanjang bentang balok, pada pengujian lentur kayu ini pembebanan yang dilaksanakan merupakan pembebanan bertahap. Secara sederhana pembebanan pada pengujian lentur dapat dijelaskan pada Gambar 3.14.

(45)

xlv

Gambar 3.14 Diagram Bidang Momen dan Bidang Geser

Perhitungan kuat lentur dan modulus elastisitas menggunakan persamaan 2.12 dan persamaan 2.20 berikut ini :

Modulus Elastisitas (E)

(46)

xlvi

Pembebanan yang dilakukan merupakan pembebanan yang bertahap untuk mengetahui kuat lentur kayu maksimum dari perbandingan sambungan Vertikal horisontal ( butt joint).

Tahapan pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut: a. Setting alat, meliputi:

a) Menyiapkan alat-alat pengujian yang terdiri atas dial gauge, load cell, transducer dan hidraulic jack.

b) Memasang benda uji kayu pada loading frame

c) Memasang alat-alat pengujian dengan langkah sebagai berikut:

 Memasang hidraulic jack pada loading frame, dipastikan stabil dan tidak bergoyang

 Memasang load cell diantara kayu dan hidraulic jack, dipastikan kedudukan alat stabil dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas

 Memasang transducer yang sudah terpasang dengan trafo step-down dan dihubungkan dengan load cell.

 Memasang 2 buah dial gauge di tengah balok.

b. Pengujian kuat lentur

Langkah pengujian adalah sebagai berikut:

a) Pembebanan benda uji dilakukan secara perlahan-lahan dengan hidraulic pump. Diatur kenaikan beban sebesar 50 kg secara teratur. Pencatatan terhadap lendutan yang terjadi dengan membaca dial gauge pada tiap penambahan beban

b) Pencatatan beban maksimum yang mampu ditahan benda uji hingga benda uji mengalami keruntuhan dan tidak mampu menahan beban lagi.

3.5.7Tahap Analisis Hasil Penelitian

(47)

xlvii

benda uji dan pola keruntuhannya sehigga dapat ditentukan jenis sambungan yang efektif.

Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode yang sesuai guna menentukan: 1. Kuat lentur yang paling tinggi antara balok yang menggunakan pelat baja pryda

claw nailplate.

2. kuat lentur yang paling tinggi antara sambungan vertikal horisontal dengan perbedaan perletakan dan jumlah pelat baja claw nailplate 2,3, dan 4.

3.6 Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan penyederhanaan dari tahapan-tahapan jalannya penelitian. Dengan adanya kerangka pikir, penelitian yang dilakukan akan berjalan sesuai dengan tahapan yang direncanakan. Penjelasan kerangka pikir dapat dilihat pada tahapan-tahapan penelitian diatas. Secara garis besar bagan Kerangka Pikir tahapan metode penelitian dapat dilihat dalam Gambar 3.15.

Pemilihan kayu:

o Batang lurus, tidak cacat fisik dan tidak ada mata kayu

o Jenis kayu

(48)

xlviii

Tidak

Ya

Gambar 3.15 Bagan alur kerangka pikir penelitian

3.7. Pengujian Balok

Pengujian balok dilakukan pada tumpuan sederhana sendi-rol dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas. Diatas balok dipasang 2 buah dial gauge pada tengah bentang kanan dan kiri. pengujian balok dimulai dengan memberikan beban awal dari 0-10 % perkiraan beban maksimum yang dapat dicapai masing-masing balok, kemudian diturunkan kembali perlahan-lahan keposisi 0 hal ini dilakukan untuk mengontrol apakah pembacaan dial gage, posisi tumpuan dan benda uji balok serta komponen pembebanan berfungsi dengan baik.

Uji Pendahuluan:

o Kadar air

o Uji lentur

o Uji geser

Pembuatan benda uji

o Menentukan panjang balok Lcr

pengujian

pembahasan Analisis data

(49)

xlix

1 0

7

9

2

5

3

4

1

6

8

Gambar 3.3 Alat Pengujian Balok keterangan :

1. Loading Frame 6. Balok kayu 2. Load cell 7. Perata beban 3. Tranducer 8. Penyalur beban 4. Hydraulic jack 9 .Perletakan rol 5. Dial gauge 10.Perletakan sendi

pembebanan selanjutnya dilakukan secara bertahap dengan kenaikan beban sampai benda uji retak atau runtuh. setiap tahap pembebanan pada transduserindikator dan lendutan pada dial gauge dicatat, serta pola kerusakan harus diamati dan diberi tanda, demikian seterusnya sampai benda uji mengalami keruntuhan.

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Data Pengujian

Data hasil pengujian benda uji yang dilakukan di laboratorium, kemudian di analisis dengan ketentuan yang disyaratkan dalam SNI Kayu 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu. Sehingga di dapat hasil perhitungan sebagai berikut: a. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kadar Air Kayu Kruing.

b. Hasil Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis Kayu Kruing.

c. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Uji Pendahuluan. d. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur Kayu Kruing Tanpa Sambungan,

(50)

l

sisi tinggi kayu (BJ 1), Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2) dan Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan Claw Nail Plate pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3).

e. Hasil Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas Kayu Kruing Tanpa Sambungan, Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu (BJ 1), Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan satu sisi lebar (BJ 2) dan Sambungan Vertikal horisontal dengan pemasangan pryda pada kedua sisi tinggi kayu dan kedua sisi lebar (BJ 3).

4.1.1 Perhitungan Data Pengujian Kadar Air

Nilai kadar air kayu kruing yang didapat merupakan nilai kadar air dari 3 (tiga) buah benda uji. Nilai kadar air kayu kruing dianggap dapat mewakili seluruh balok kayu meranti yang akan dibuat sambungan pada penelitian ini. Dari hasil pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta didapat data kadar air kayu kruing seperti tercantum pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Perhitungan kadar air kayu kruing menggunakan Persamaan (2.8), di bawah ini contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.

Diketahui data : l (panjang) = 2,4 cm

Selanjutnya data perhitungan kadar air kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Air Kayu Kruing.

(51)

li

1 2,4 2,4 3,6 18,00 16,00 12,5

13,54

2 2,5 2,5 3,6 18,00 16,00 12,5

3 2,6 2,7 3,8 18,50 16,00 15,63

4.1.2 Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis

Nilai berat jenis kayu meranti yang didapat merupakan nilai berat jenis dari 3 (tiga) buah benda uji. nilai berat jenis kayu meranti dianggap dapat mewakili seluruh balok kayu meranti yang akan dibuat sambungan pada penelitian ini. Dari hasil pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, didapat data berat jenis kayu meranti seperti tercantum pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Perhitungan berat jenis kayu kruing menggunakan Persamaan (2.9), di bawah ini contoh perhitungan benda uji ke-1 kayu kruing.

Diketahui data : l (panjang) = 2,4 cm

Selanjutnya data perhitungan berat jenis kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Berat Jenis Kayu Kruing.

(52)

lii

4.1.3 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur dan Kuat Geser Pada Uji Pendahuluan

Sebelum menentukan panjang balok dan jarak tumpuan pada pengujian kuat lentur terlebih dahulu dilakukan pengujian pendahuluan. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi uji kuat lentur dan uji geser sejajar serat. Dari hasil pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, didapat data kuat geser dan kuat lentur kayu kruing seperti tercantum pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 di bawah ini.

a. Berikut ini contoh perhitungan kuat geser benda uji ke-1 kayu kruing. Diketahui data : t (tebal) = 28 mm

Selanjutnya data perhitungan kuat geser kayu kruing dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kuat Geser Kayu Kruing.

No Kode

Keterangan benda uji MBK GS x M : Uji Mekanik

BK : Balok Kayu GS : Geser Sejajar Serat x : Benda Uji ke

b. Berikut ini contoh perhitungan kuat lentur benda uji ke-1 kayu kruing. Diketahui data : t (tebal) = 28 mm

(53)

liii

Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kruing dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.

No Kode

benda uji

Ukuran penampang Beban

maksimum

Keterangan benda uji MBK LT x M : Uji Mekanik

BK : Balok Kayu LT : Lentur x : Benda Uji ke

c. Perhitungan panjang kritis balok (Lcr)

Balok kayu kruing yang digunakan untuk pengujian kuat lentur berukuran 6/10, maka panjang kritis balok tersebut adalah :

Lcr =

4.1.4 Perhitungan Data Pengujian Kuat Lentur

(54)

liv

defleksi/lendutan yang diderita oleh balok kayu kruing. Dengan data tersebut dan dengan data-data lain dapat dihitung nilai kuat lentur dari balok kayu kruing tersebut.

Perhitungan kuat lentur kayu kruing menggunakan Persamaan (2.11), di bawah ini contoh perhitungan benda uji ke-1.

(55)

lv

Selanjutnya data perhitungan kuat lentur kayu kruing tercantum pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Kayu Kruing.

No Kode

(56)

lvi

Gambar 4.1 Grafik Kuat Lentur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan Vertikal horisontal (Butt Joint) dengan Alat Sambung Pryda Claw

Nailplate dan Perekat.

Dari Gambar 4.1. Kemudian dianalisa berapa persen besar perubahan kekuatan yang terjadi antara balok tanpa sambungan dan ketiga jenis sambungan vertikal horisontal (butt joint). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perubahan Kuat Letur balok kayu tanpa sambungan dan sambungan Vertikal horisontal.

No Kode Sampel Kekuatan Lentur Rata-rata (kg/cm2)

Perubahan kuat Lentur (%)

1 BTS 720,20 0

2 BJ 1 44,21 93,86

3 BJ 2 206,29 71,36

4 BJ 3 232,19 67,76

4.1.5 Perhitungan Data Pengujian Modulus Elastisitas

(57)

lvii

Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data-data berupa beban bertahap dan defleksi/lendutan yang diderita oleh balok kayu kruing. Dengan data tersebut dan dengan data-data lain dapat dihitung nilai modulus elastisitas dari balok kayu kruing tersebut.

Perhitungan modulus elastisitas kayu kruing menggunakan Persamaan (2.12), di bawah ini contoh perhitungan modulus elastisitas Balok Tanpa Sambungan.

Diketahui data : l (panjang balok) = 221,40 cm

Untuk menghitung nilai modulus elastisitas digunakan beban proposional dan lendutan proposional.

Modulus Elastisitas (E)

Selanjutnya untuk data perhitungan modulus elastisitas kayu kruing tercantum pada Tabel 4.7 sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Kayu Kruing.

(58)

lviii

Sampel Prop. prop. rata-rata

(cm) (cm) (cm) (kg/cm) (kg) (mm) (kg/cm2

) (kg/cm2) 1 BTS-1 9,80 5,80 200 0,06 1250 38,62 101770,54

132680,83 2 BTS-2 10,00 5,80 200 0,07 1800 38,52 138047,67

3 BTS-3 9,50 5,60 200 0,06 1500 33,85 158224,28

4 BJ 1-1 10,00 5,70 200 0,06 - - -

-

5 BJ 1-2 10,00 5,50 200 0,07 - - -

6 BJ 1-3 10,60 5,40 200 0,06 - - -

7 BJ 2-1 9,80 5,70 200 0,06 350

12,99 87731,93

80968,48 8 BJ 2-2 9,80 5,60 200 0,06 350

11,68 99115,07

9 BJ 2-3 9,90 5,50 200 0,06 350

20,42 56058,43

10 BJ 3-1 9,90 6,00 200 0,07 350

9,48 111002,56

118483,61 11 BJ 3-2 9,80 5,50 200 0,06 350

8,83 133666,57 12 BJ 3-3 10,10 6,20 200 0,07 400

9,88 110781,70

(59)

lix

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Beban dan Lendutan Proporsional pada Balok Tanpa Sambungan 1.

(60)

lx

(61)

lxi

Gambar 4.3 Grafik Modulus Elastisitas balok kayu tanpa sambungan dan Sambungan vertikal horisontal (butt joint) dengan Alat Sambung

Pryda Claw Nailplate dan Perekat.

Dari Gambar 4.3. Kemudian dianalisa berapa persen besar perubahan kekuatan yang terjadi antara Balok Tanpa Sambungan dan ketiga jenis Sambungan vertikal horisontal (butt joint). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Perubahan Modulus Elastisitas Balok Kayu Tanpa Sambungan dan Sambungan Vertikal Horisontal (Butt Joint).

No Kode Sampel Modulus Elastisitas Rata-rata (kg/cm2)

Perubahan Modulus Elastisitas (%)

1 BTS 132680,83 0

2 BJ 1 - -

3 BJ 2 80968,48 38,97

4 BJ 3 118483,61 10,70

4.1.5.2 Perhitungan Modulus Elastisitas dengan Rumus Estimasi Kuat Acuan

132680,83

0

80968,48

(62)

lxii

Perhitungan modulus elastisitas lentur (Ew) dilakukan dengan rumus estimasi kuat acuan:

Dari hasil pengujian diperoleh data: m = 13,54 %

Jadi berdasarkan rumus estimasi kuat acuan didapat nilai modulus elastisitas lentur: Ew = 123399,77 kg/cm2

4.1.5.3 Perhitungan Momen Inersia Tertransformasi Akibat Komposit

a. Momen inersia tertransformasi sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1-1

Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 1-1 Diketahui data :

(63)

lxiii

b. Momen inersia tertransformasi sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2-1

Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 2-1

Diketahui data :

(64)

lxiv

c. Momen inersia tertransformasi vertikal horisontal (butt joint) 3-1

Sambungan vertikal horisontal (butt joint) 3-1

Diketahui data :

Gambar

Gambar 2.1 Kondisi pembebanan
Gambar 2.3 Pengujian Modulus Elastisitas
Gambar 2.4 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen
Gambar 3.2 Timbangan Elektrik
+7

Referensi

Dokumen terkait

kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu meningkatkan metoda penyaluran dana denga cara peningkatan nilai pinjaman dengan mengukur nilai kebutuhan/ volume usaha dalam

Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah berhenti memberikan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan

Number of Headmasters and Teachers 10 Jumlah Kepala Sekolah dan Guru Menurut 16 by Sex, Status of School and Province Jenis Kelamin dan Status Sekolah Tiap Provinsi. Number

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat profit distribution management yang mengacu pada

Keterampilan berpikir kritis pada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Remap RT lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Dampak Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan yang termasuk dalam Jakarta Islamic Index di Bursa

Penelitian yang dilakukan oleh Munira, Merawati dan Astuti (2018) dengan menguji pengaruh return on equity (ROE) dan debt to equity ratio (DER) terhadap harga saham perusahaan