182 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Disertasi ini telah melalui tahap penyusunan Pendahuluan (Bab I),
penyusunan Telaah Pustaka dan Pengembangan Model Penelitian (Bab II),
penyusunan Metode Penelitian (Bab III) dan penyusunan Hasil dan Pembahasan
(Bab IV). Saat ini, penyusunan Disertasi telah memasuki bagian terakhir, yaitu
Bagian Penutup atau Bab V. Peragaan sub bab dan uraian-uraian yang terdapat di
Bab V disajikan dalam gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1
Alur Proses Sub Bab dan Uraian pada Bab Simpulan dan Saran (Bab V)
5.1 Simpulan
Studi ini berangkat dari pemasalahan penelitian mengenai belum
terkonseptualisasikannya peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan dan SIMPULAN DAN SARAN
(BAB V)
5.1 Simpulan
5.2 Saran
183
menguji peubah yang terkonseptualisasikan secara terpilih pada aras individual,
interaksional, dan keorganisasian secara empiris. Proses kajian empiris dan
teoritis yang dilakukan studi ini, telah berhasil mengkonseptualisasikan peubah
luaran perilaku berbagi-pengetahuan terpilih pada aras individual, yaitu
pemerekan diri; pada aras interaksional, yaitu pengayaan kognitif bersama serta
pada aras keorganisasian, yaitu organisasi-cerdas. Hasil kajian secara empiris pada
ketiga peubah luaran tersebut menunjukkan bahwa perilaku berbagi-pengetahuan
secara statistik terbukti dapat menjelaskan pemerekan diri, pengayaan kognitif
bersama dan organisasi cerdas. Dari ketiga peubah yang dijelaskan, pemerekan
diri merupakan peubah luaran paling besar yang dapat dijelaskan oleh perilaku
berbagi-pengetahuan.
Model yang dikembangkan dalam studi ini tidak dapat dilepaskan dari teori
utama yang memayungi. Jurnal-jurnal terdahulu yang telah dikaji dalam studi ini
menggunakan Teori Perilaku Terencana sebagai teori utama yang memayungi
model yang dikembangkan dan diuji. Namun, di dalam studi ini, diasumsikan
bahwa ketika individu menunjukkan suatu perilaku tertentu maka akan ada tujuan
atau luaran yang akan dicapai. Asumsi ini tentunya memengaruhi pada
pengembangan model penelitian. Keterpengaruhan perilaku dan tujuan individu
dijelaskan dengan menggunakan Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan. Hasilnya
menunjukkan bahwa tujuan atau luaran ditentukan oleh perwujudan perilaku.
Luaran perilaku tersebut dapat diperoleh pada aras individual, interaksional dan
keorganisasian yang dalam studi ini telah ditentukan, yaitu pemerekan diri,
184
Merujuk pada hasil studi ini, maka Teori Perilaku Terencana saja tidak
cukup untuk menjelaskan model perilaku berbagi-pengetahuan. Hal ini demikian
karena model penelitian tidak berhenti pada peubah perilaku berbagi-pengetahuan.
Model penelitian ini juga memasukkan luaran dari perilaku khususnya perilaku
berbagi-pengetahuan yang dijelaskan oleh Teori Penetapan Tujuan Berkelanjutan.
Oleh sebab itu, apa yang telah dibuktikan dan dihasilkan dari studi ini diperlukan
perpaduan antara Teori Perilaku Terencana dan Teori Penetapan Tujuan
Berkelanjutan untuk dapat menjelaskan model penelitian. Berpijak pada hal
tersebut maka studi ini mengajukan sebuah teori, yaitu Teori Perilaku Bertujuan
Terencana untuk dapat menjelaskan model yang dikembangkan dalam studi ini.
Teori Perilaku Bertujuan Terencana ini menggantikan Teori Perilaku
Terencana yang oleh penelitian terdahulu digunakan sebagai teori utama untuk
memayungi atau menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Teori Perilaku
Bertujuan Terencana digunakan untuk menjelaskan tidak hanya pada perilaku
berbagi-pengetahuan tetapi hingga luaran perilaku berbagi-pengetahuan yang
dapat dikaji dari aras individual, interaksional dan keorganisasian.
5.2 Saran
Salah satu alasan empiris yang mendasari perilaku berbagi-pengetahuan
adalah temuan mengenai rendahnya peta publikasi hasil penelitian Indonesia
dibandingkan Malaysia dan Thailand. Fenomena tersebut dapat menjadi indikasi
masalah perilaku berbagi-pengetahuan. Oleh sebab itu, temuan studi ini yang
185
merumuskan sara manajerial terkait peubah pemerekan diri, pengayaan kognitif
bersama, dan organisasi-cerdas. Perumusan saran manajerial yang diajukan
merujuk pada kesimpulan masalah penelitian dan hasil analisis deskriptif. Berikut
ini saran manajerial yang diajukan:
1. Saran Normatif
Studi ini telah memetakan peubah luaran terpilih perilaku
berbagi-pengetahuan pada aras individual, yaitu pemerekan diri; aras interaksional,
yaitu pengayaan kognitif bersama serta aras keorganisasian, yaitu
organisasi-cerdas. Tidak berhenti sampai di situ, penelitian ini juga telah menguji secara
empiris perilaku berbagi-pengetahuan terhadap peubah luaran yang
dikonseptualisasikan. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku
berbagi-pengetahuan terbukti dapat menjelaskan pemerekan diri, pengayaan kognitif
bersama serta organisasi-cerdas. .
2. Saran Manajerial
a. Peubah Kerekatan Sosial-Emosional
Kerekatan sosial-emosional yang diuji bersama peubah kesediaan
dan perilaku berbagi-pengetahuan merupakan peubah dominan yang
menjelaskan peubah kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahuan. Oleh
sebab itu, ketika persepsi responden terhadap kesediaan dan perilaku
berbagi-pengetahuan termasuk dalam kategori cukup maka hal ini dapat
dijelaskan oleh kerekatan social-emosional yang juga dipersepsikan
netral oleh responden. Artinya, responden tidak menyediakan loloh balik
186
berperilaku berbagi-pengetahuan, responden tidak menyediakan masukan
yang konstruktif terhadap kemungkinan kesediaan dan perilaku
berbagi-pengetahuan, serta kurangnya dukungan responden terhadap
pengembangan pengetahuan yang dilakukan insan intelektual lainnya.
Masukan atau saran pada kegiatan orasi ilmiah, diseminasi pengetahuan
lebih bersifat kritik dan menjatuhkan, masukan yang diberikan pada
penelitian lebih bersifat destruktif, hal ini dilihat dari kritik yang
dilontarkan dan minim saran, rekan sejawat sulit untuk diajak berdialog
atau berdiskusi, rata-rata sibuk dengan urusan masing-masing merupakan
tanggapan-tanggapan yang berhasil dirangkum dalam penelitian ini
terkait dengan kerekatan sosial-emosional.
Mengingat, bahwa kerekatan sosial-emosional memiliki peran
dominan dalam membangun kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahuan
maka diperlukan upaya untuk memperkuat kerekatan sosial-emosional.
Hilirisasi kerekatan sosial-emosional dapat diperkuat melalui
pengelolaan kecerdasan emosional. Oleh sebab itu, saat ini kecerdasan
intelegensia tidak lagi mampu berdiri sendiri. Diperlukan kecerdasan
lainnya, yaitu kecerdasan emosional yang menjadi modal hubungan
interaksional. Kecerdasan emosional dosen perlu dikelola agar tumbuh
suatu empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, pengendalian
amarah, kemandirian, kemampuan memecahkan masalah pribadi,
Kemampuan-187
kemampuan inilah yang nantinya akan menentukan tingkat kerekatan
sosial-emosional.
b. Peubah Kebergairahan Pembelajar
Peubah kebergairahan pembelajar bersama dengan peubah
kerekatan sosial-emosional telah diuji kemampuannya dalam
menjelaskan kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahun. Meskipun
pengaruhnya tidak dominan, namun kebergairahan pembelajar terbukti
dapat menjelaskan kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahuan. Studi ini
menemukan bahwa persepsi responden pada peubah kebergairahan
pembelajar hanya termasuk pada kategori netral. Ini artinya, insan
intelektual kurang memiliki komitmen intelektual, integritas, keikhlasan,
keberanian, pencurahan pengetahuan seutuhnya dan pelibatan diri
sepenuhnya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
seorang ilmuwan untuk mentransformasikan, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui
pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Temuan ini
diperkuat dengan tanggapan responden yang disampaikan secara terbuka
dalam kuesioner penelitian seperti alasan bekerja sebagai dosen lebih
karena ketersediaan peluang kerja, moralitas dan totalitas menjadi
pendidik masih rendah, kegiatan Tri Dharma masih menjadi rutinitas dan
tuntutan profesi belum menjadi kegiatan yang dilakukan dengan
keikhlasan, kesadaran dan tanggung jawab, penelitian yang dilakukan
188
dilakukan dengan setengah hati hanya sebagai pemenuhan tanggung
jawab, dosen masih menggunakan penelitian-penelitian mahasiswa untuk
memenuhi kewajiban penelitiannya serta dosen lebih suka pada jam
mengajar yang tinggi, penciptaan dan pengembangan pengetahuan
melalui penelitian belum dilakukan dengan penuh kesadaran. Oleh sebab
itu, untuk menguatkan kesediaan berbagi-pengetahuan yang kemudian
terefleksi dalam perilaku berbagi-pengetahuan, maka perlu kebijakan
manajerial yang mengarah pada penguatan kebergairahan pembelajar.
Kebergairahan pembelajar merupakan faktor yang terdapat dalam
diri individu. Kebergairahan pembelajar erat kaitannya dengan
kecerdasan jiwa. Namun hal ini dapat dibangun dan dikuatkan. Hal yang
dapat dilakukan adalah dengan memfungsikan kecerdasan emosional dan
spiritual individu. Kecerdasan emosional dan spiritual merupakan elemen
esensial bagi seorang pemimpin. Kecerdasan emosional merupakan
kecerdasan yang memungkinkan seorang pemimpin untuk membangun
hubungan yang positif dengan orang yang dipimpinnya. Kecerdasan
spiritual akan mengarahkan seseorang untuk senantiasa menjalankan
kecerdasan intelektual dan spiritualnya pada kebaikan. Kecerdasan
intelektual dan emosional yang tidak didasari oleh kecerdasan spiritual
berpotensi untuk menggunakan kecerdasannya tersebut pada jalan yang
189 c. Peubah Iklim Pembelajar
Pengujian peubah iklim pembelajar sebagai pemoderasi pengaruh
kesediaan berbagi-pengetahuan terhadap perilaku berbagi-pengetahuan
menunjukkan bahwa dengan adanya iklim pembelajar yang kondusif
akan memperkuat kesediaan berbagi-pengetahuan menjadi perilaku
berbagi-pengetahuan. Iklim pembelajar yang kondusif ini ditunjukkan
dari komitmen organisasi yang kuat pada pengembangan pengetahuan,
perbaikan secara berkelanjutan dan memiliki sikap keterbukaan pada
lingkungan. Oleh sebab itu, untuk memperkuat agar kesediaan
berbagi-pengetahuan menjadi perilaku berbagi-berbagi-pengetahuan, merumuskan
implikasi manajerial untuk memperbaiki iklim pembelajar merupakan
suatu keniscayaan untuk dilakukan.
Proses pembelajaran memerlukan suatu iklim pembelajaran yang
kondusif agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat berjalan dan
diperbaiki secara terus menerus. Mengembangkan humanistic education
di lingkungan perguruan tinggi dapat menjadi alternatif untuk
membangun iklim pembelajar, memberlakukan kontrak sosial terhadap
190
5.3 Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang 5.3.1 Keterbatasan Penelitian
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini tentu bukanlah model yang
sempurna, masih terdapat beberapa keterbatasan yang ditemukan dalam studi ini,
yaitu:
1. Nilai GFI dan AGFI pada pengujian model penelitian termasuk dalam
kategori marginal.
2. Nilai Squared Multiple Correlation pada peubah pengayaan kognitif bersama
dan organisasi cerdas masih di bawah 50% sedangkan nilai Squared Multiple
Correlation pada peubah pemerekan diri melebihi 50%. Temuan ini dapat
menjadi indikasi bahwa antara peubah individual, interaksional dan
keorganisasian tidak dapat disejajarkan.
5.3.2 Agenda Penelitian Mendatang
Merujuk pada keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini maka
agenda penelitian mendatang adalah:
1. Untuk meningkatkan nilai GFI dan AGFI pada pengujian kelayakan model
penelitian dilakukan dengan meningkatkaan kriteria nilai standardized
regression weight pada analisis konfirmatori.
2. Peubah individual digunakan sebagai peubah yang menjelaskan peubah pada