1357
Sugiyono1 & Joko Sutrisno2
1sugiyonopacitan@gmail.com, 2jokosutrisno1945@gmail.com 1Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2Pendidikan Bahasa Inggris
STKIP PGRI Pacitan
Abstract:
Humans are the individual, social being, and social interaction in their lives as a must-have. Individuals who interacted in a long time would imitate behavior reciprocally. Therefore, to respond the phenomenon, this research was aimed at 1) revealing the extent of the imitation behavior of PGSD STKIP PGRI Pacitan students in the learning activities, 2) revealing the model imitation of the students in the learning activities. It was kind of a qualitative research. Further, the data collection was by questionnaires, interviews, observation, and documentation techniques. The subject of this research, using purposive sampling technique, was the second-semester student of PGSD STKIP PGRI Pacitan academic year 2015/2017. The next, the descriptive qualitative analysis technique of Miles and Huberman models were employed. What was interesting in the data findings that: 1) the imitation behavior of the students in learning activities was divided into three, namely copying (50.68%), matched-dependent behavior (35.62%), and behavioral (13, 70%); 2) The models of the imitation done by the PGSD students of STKIP PGRI Pacitan were as follows; direct imitation, indirect imitation, combined imitation, limited imitation, and infinite imitation.
Keywords: Social, Interaction, Model, Imitation
Abstrak:
Manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk sosial, dalam hidupnya pasti mengalami interaksi sosial. Individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang ada kecenderungan melakukan peniruan/imitasi perilaku secara timbal balik. Tujuan penelitian ini anatara lain: 1) untuk mengetahui sejauh mana perilaku imitasi mahasiswa PGSD STKIP PGRI Pacitan pada kegiatan pembelajaran, 2) untuk mengetahui model imitasi mahasiswa PGSD STKIP PGRI Pacitan pada kegiatan pembelajaran. Penelitian ini merupakan jenis penelitan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester 2 Program Studi PGSD STKIP PGRI Pacitan tahun akademik 2016/2017. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposif sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Perilaku imitasi yang dilakukan mahasiswa PGSD STKIP PGRI Pacitan dalam kegiatan pembelajaran terbagi menjadi tiga, yaitu Copying dengan persentse 50,68%, Matched-dependent bahavior sebesar 35,62% melakukan, dan behavioral dengan persentase
13,70%; 2) Model imitasi mahasiswa PGSD STKIP PGRI Pacitan meliputi lima jenis yaitu; imitasi langsung, imitasi tidak langsung, imitasi gabungan, imitasi terbatas, dan imitasi tidak terbatas.
Penyelesaian masalah secara matematis memerlukan tahapan-tahapan yang harus di-lakukan, setidaknya ada empat tahapan yaitu memahami masalah, mencari formula yang tepat, mengerjakan tahapan penyelesaian masalah, dan menemukan jawaban. Tahapan ini diharapkan dapat mengarahkan mahasiswa untuk tidak berfikir pragmatis dalam menghadapi segala permasalahan. Mahasiswa pada program studi PGSD memiliki kemampuan pemecahan masalah yang bervariasi. Kemampuan pemecahan masalah ini tentunya dibawa sejak masa sekolah pada jenjang sebelumnya. Setiap individu mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang dalam mema-hami permasalahan. Namun demikian, ber-dasarkan pengamatan lembar jawaban tes pada mahasiswa PGSD banyak yang memiliki unsur kesamaan pada tahapan penyelesaian soal. Kesamaan-kesamaan inilah yang diindikasi sebagai peniruan/modeling atau imitasi. Menurut Bandura (Aini, 2012: 7) bahwa modeling tidak berlangsung begitu saja, tetapi melibatkan fungsi kognitif. Oleh karena itu perilaku sederhana cenderung mudah ditiru dan perilaku kompleks tidak mudah ditiru.
Lebih lanjut menurut Gabriel Tarde (Ahmadi, 2007 : 52) perilaku imitasi adalah seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja. Dengan demikian semua orang memiliki potensi untuk menandingi (me-nya mai atau bahkan melebihi) tindakan orang disekitarnya. Individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang ada kecenderungan melakukan peniruan perilaku secara timbal balik. Perilaku imitasi juga memungkinkan terjadi pada saat proses pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran melibatkan fisik dan psikis dalam jangka waktu tertentu.
METODE
Penelitian ini termasuk penelitian des-kriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Menurut Sukmadinata (2010:64) metode pen-elitian studi kasus adalah suatu penpen-elitian yang dilakukan terhadap suatu “kesatuan sistem”. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Pada penelitian ini kasus yang akan diteliti
dan dideskripsikan merupakan situasi khusus yaitu kegiatan mahasiswa selama mengikuti pembelajaran. Pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah maha siswa Program Studi PGSD STKIP PGRI Pacitan semester II tahun akademik 2016/2017. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposif sampling (Sugiyono, 2011). Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (2009: 20), yang mengemukakan bahwa analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus yang meliputi; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku Imitasi
norma-norma kelompok dan norma-norma susila, karena kebanyakan orang mengadaptasi tingkah lakunya pada orang lain tanpa pertimbangan yang matang, 3) Identifikasi, identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik/sama dengan orang lain. Pada masa pubertas, umumnya remaja melepas identifikasinya dengan orang tua dan mencari norma-norma kehidupannya sendiri, 4) Simpati, merupakan perasaan tertarik pada orang lain. Proses simpati menghendaki hubungan kerjasama dengan orang lain.
Lebih lanjut menurut Watson (Sella, 2013), perilaku yang terbentuk merupakan hasil suatu pengondisian. Hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respon yang membentuk rangkaian kompleks perilaku. Rang-kaian kompleks meliputi pemikiran, motivasi, kepribadian, emosi, dan pembelajaran. Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Sedangkan menurut Sarwono (2009 : 8) perilaku mempunyai arti yang lebih kongkret dari pada “jiwa“. Karena lebih kongkret itu, maka perilaku lebih mudah dipelajari dari pada jiwa dan melalui perilaku kita tetap akan dapat mempelajari jiwa. Termasuk dalam perilaku disini adalah perbuatan-perbuatan yang terbuka (overt) maupun yang tertutup (covert). Perilaku
yang terbuka adalah perilaku yang kasat mata, dapat diamati langsung oleh pancaindera, seperti cara berpakaian, atau cara berbicara. Perilaku yang tertutup hanya dapat diketahui secara tidak langsung, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut, dan sebagainya.
Menurut Gabriel Tarde (Ahmadi, 2007 : 52) perilaku imitasi adalah seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja. Walaupun pendapat ini berat sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi social itu tidak, juga berpendapat bahwa semua orang memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau bahkan melebihi) tindakan orang disekitarnya. Ia berpendapat bahwa mustahil bagi dua individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak menunjukan peningkatan dalam peniruan perilaku secara timbal balik. Perilaku imitasi itu terjadi karena adanya tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru. Ketika keterpesonaan sekedar menjadi sarana melepaskan diri dari kenyataan
menuju impian yang termanifestasikan pada diri seseorang, maka kita masih berada pada wilayah kewajaran. Tapi, manakala dalam keter-pesonaan tersebut, kita menyingkirkan batas antara kenyataan dan impian, dan berupaya mencampuradukan keduanya, itulah awal mala petaka dari sebuah keterpesonaan proses peng-imitasian diri itu sendiri berlangsung lebih dalam.
Peniruannya tidak cukup sebatas aspek-aspek penampilan simbolis, tapi meliputi totalitas kepribadiannya, termasuk hal-hal yang secara prinsi perlu dihindari. Meniru perilaku destruktif berupa
hedonis (pemuasan diri diluar batas kepatutan),
memamerkan kemewahan, merongrong sendi-sendi moralitas, mempertontonkan keberanian yang tidak diperlukan, maupun tindakan yang mengarah kepada keinginan melakukan hal-hal negatif merupakan bentuk kekaguman yang membahayakan.
Model Imitasi Dalam Pembelajaran
Peniruan atau imitasi dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun tanpa ada interaksi secara langsung. Miller dan Dolland (Sella, 2013) memerinci kerangka teori tentang
instrumentalconditioning, adapun model imitasi
tersebut antara lain: a) Copying, seseorang
individu berusaha mencocokkan perilakunya sedekat mungkin dengan perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi respon terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang dijadikannya model, b)
Matched-dependent bahavior, seorang individu
belajar untuk menyamai tindakan orang lain (model atau si pemimpin) karena amat sederhana, ia memperoleh imbalan dari perilaku tiruan (imitatifnya) itu.
Selain teori di atas salah satu teori yang terkenal dalam menjelaskan tentang intensi berperilaku adalah Theory of Reasoned Action
(TRA). Dalam TRA ini, Ajzen (Richard, 2011:
13) menyatakan bahwa niat seseorang yang melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukanya atau tidak dilakukanya perilaku tersebut. Niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (Attitude towards behavior) dan yang
norma subjektif (Subjective norms). Dalam upaya
mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (Beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap
perilaku (Behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan normative (Normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti skema di gambar berikut.
Normative Beliefs
Gambar 1. Teori Intensi Berperilaku Mengacu teori-teori tersebut, dalam
pe-nelitian ini membedakan perilakun imitasi men-jadi tiga yaitu a) Copying, perilaku seseorang
yang mencocokkan sedekat mungkin dengan perilaku orang lain, b) Matched-dependent
bahavior, perilaku untuk menyamai tindakan
orang lain dengan mengharap penilaian tertentu orang yang ditirunya, c) behavioral, sikap yang
dilakukan seseorang berdasarkan keyakinan berperilaku dan norma yang berlaku.
Lebih lanjut berkaitan dengan jenis-jenis peniruan dalam dalam hal ini mengacu teori Bandura (Aini, 2012) antara lain: a) Peniruan Langsung, adanya modeling, yaitu suatu fase di
mana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu keterampilan itu dilakukan; b) Peniruan tak langsung, melalui imajinasi atau pemerhatian
secara tidak la ngsung. Misalnya meniru watak yang dibaca dalam buku, memerhati seorang guru mengajar rakannya; c) Peniruan gabungan,
dengan cara menggabung tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Sebagi contoh, pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarna daripada buku yang dibacanya. d) Peniruan terbatas,
tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contohnya meniru fasion pakaian di TV, tapi tidak boleh dipakai di sekolah; e) Peniruan tak terbatas, tingkah laku
yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi dan kondisi apapun. Contohnya pelajar meniru gaya bahasa, sika, dan tingkah laku gurunya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase model imitasi yang dilakukan mahasiswa PGSD tergolong tinggi. Hasil penelitian ini model imitasi mahasiswa dibedakan menjadi tiga yaitu Copying, Matched-dependent
bahavior, dan behavioral. Hasil tersebut
menunjukan bahwa model imitasi behavioral
melengkapi teori Miller dan Dolland (Sella, 2013) yang memerinci kerangka model imitasi menjadi dua yaitu Copying dan Matched-dependent
bahavior. Adapun hasil penelitiian ini secara rinci dicantumkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Persentase Model Imitasi Mahassiwa Model Imitasi Persentase
Copying 50,68
Matched-dependent bahavior 35,62
Behavioral 13,70
Model Copying yang dilakukan mahasiswa
terlihat dari pola jawaban pada lembar jawaban tes, model jawaban sama dengan materi dan contoh yang diberikan pada waktu kegiatan pembelajaran tidak ada perbedaan yang terlihat. Berikutnya model Matched-dependent bahavior
terlihat dari model jawaban yang hampir sama dengan dengan materi dan contoh yang ada. Sementara itu, model behavioral hanya dilakukan
pada sebagian kecil mahasiswa saja, hal ini terlihat dari pola jawaban yang berbeda dan menunjukkan keaslian jawabannya sendiri.
yaitu 1) model copying, mahasiswa berusaha
mencocokkan perilakunya sedekat mungkin dengan perilaku orang lain dalam hal ini materi dan contoh yang diberikan dosen. Mereka mampu untuk memberi respon terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang dijadikannya model; 2) model
Matched-dependent bahavior, mahasiswa belajar untuk
menyamai tindakan orang lain (dosen), mereka berharap memperoleh nilai baik dari perilaku
tiruan (imitatifnya) itu. Sedangkan perbedaannya pada behavioral, mahasiswa berani tampil
berbeda dari contoh yang sudah ada, mereka yakin dengan jawabannya sendiri.
Berdasar pada deskripsi hasil penelitian tersebut dan mengacu pada teori Imitasi Miller dan Dolland dan Theory of Reasoned Action
(TRA) oleh Ajzen, model imitasi dalam penelitian
ini menunjukkan gabungan kedua teori tersebut yang tergambar pada model perilaku imitasi berikut.
Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen (Richard, 2011)
Penentu dasar sikap (Attitude towards behavior)
Pengaruh sosial yaitu norma subjektif (Subjective norms) Sikap berasal dari
keyakinan terhadap
Gambar 2. Model Perilaku Imitasi
Selanjutnya berkaitan dengan jenis-jenis peniruan, penelitian ini mengacu teori Bandura (Aini, 2012) antara lain: peniruan langsung, peniruan tak langsung, peniruan gabungan, peniruan terbatas, dan peniruan tak terbatas. Adapun persentase secara rinci tercantum pada tabel berikut.
Tabel 2. Persentase Jenis-jenis Peniruan Jenis Peniruan Persentase
Peniruan Langsung 21,33
Peniruan Tak Langsung 17,33 Peniruan Gabungan 28,00 Peniruan Terbatas 10,67 Peniruan Tak Terbatas 22,67
Hasil penlitian ini menunjukkan bahwa peniruan langsung yang dilakukan mahasiswa nampak pada saat mahasiswa melakukan persentasi, gaya kominikasi dan cara mahasiswa dalam menyampaikan ulasan materi terlihat menyamai dosennya. Selanjutnya peniruan tak langsung, terlihat dari hasil jawaban mahasiswa yang dituliskan pada lembar jawaban sama dengan contoh yang ada pada buku, mulai dari langkah awal, menuliskan formula, langkah penyelesaian, dan menyimpulkan jawaban. Untuk
peniruan gabungan, mayoritas dilakukan oleh mahasiswa, nampak dari cara mahasiswa dalam menyelesaikan soal pada papan tulis, disatu sisi mahasiswa terlihat menyamai dosen, disisi lain pada prosesnya mahasiswa menyamakan proses jawabannya pada buku yang dipelajarinya.
Berikutnya peniruan terbatas, terlihat dari hasil jawaban mahasiswa yang hanya menyamai bagian tertentu saja baik menyamai dosen maupun menyamai buku yang dipelajarinya. Yang terakhir peniruan tak terbatas, terlihat bahwa beberapan mahasiwa hanya meniru hal-hal yang sederhana dan ungkapan yang mudah diingat dari dosennya serta menirua bagian penting dari buku yang dipelajarinya. Mahasiswa tidak menampilkan semua tiruan yang dilakukan, mereka hanya mengungkapkan ucapan dan tindakan dosen yang penting dan khas, serta meniru point penting dari
buku yang dipelajarinya.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Copying dengan persentse 50,68%, Matched-dependent bahavior sebesar 35,62% melakukan,
dan behavioral dengan persentase 13,70%,
model imitasi tersebut merupakan gabungan teori Imitasi dengan Theory of Reasoned Action
(TRA); 2) Model imitasi mahasiswa PGSD
STKIP PGRI Pacitan meliputi lima jenis yaitu; imitasi langsung, imitasi tidak langsung, imitasi gabungan, imitasi terbatas, dan imitasi tidak terbatas, dari kelima jenis imitasi tersebut kecenderungannya pada imitasi gabungan.
Saran
Behavioral merupakan perilaku imitasi positif yang semestinya dapat dijadikan untuk memacu kepercayaan diri mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak serta merta melakukan imitasi yang mengikis rasa percaya diri. Selanjutnya, mahasiswa dapat diarahkan untuk melakukan seleksi pada jenis peniruan terbatas, dengan harapan mahasiswa memiliki orisinalitas pekerjaan dan terbebas dari plagiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aini Mahabbati. 2012. Analisa Teori Belajar Sosial Bandura Mengenai Gangguan Perilaku Agresif pada Anak. Jurnal Pendidikan Khusus IX, No 2, Nopember 2012.
Ariefa Efianingrum. 2006.Wacana Kekerasan dalam Interaksi Remaja Kasus Perkelahian Pelajar di Yogyakarta. http://staff.uny. ac.id/sites/default/files/Artikel%20 Humaniora%202006.pdf
Jean Richard. 2011. Pengaruh Imitasi Terhadap Intensi Pembelian Pada Konsumen Produk Minuman Bersoda Baru Big Cola:
Perspektif Theory Of Planned Behavior. Tesis IU Program Studi : Magister Manajemen.
Lexy J. Moloeng. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Miles, M. B. dan Huberman, A. M. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. 2009. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. jakarta: UIPress. Nana Syaodih Sukmadinata. 2010. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sunhaji. 2008. Strategi Pembelajaran: Konsep
dan Aplikasinya. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan (INSANI) P3M STAIN Purwokerto. Vol. 13 No. 3, 1 Sep-Des 2008 ISSN 474-492.