• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Contamination of Enterobacteriacea on Alabio duck eggs in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Contamination of Enterobacteriacea on Alabio duck eggs in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JHECDs, 2 (2), 2016, hal. 52-58

52

Penelitian

Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio di

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan

Contamination of Enterobacteriacea on Alabio duck eggs in Hulu

Sungai Utara District, South Kalimantan

Ika Setianingsih1*, Yayan Saputra 2, dan Dwi Candra Arianti1

1. Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Tanah Bumbu, 2. Puskesmas Bahaur Hilir, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah

Jl. Lokalitbang, Gunung Tinggi, Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia *Korespondensi: ikasetianingsih59@gmail.com

DOI : 10.22435/jhecds.v2i2.5626.52-58

Tanggal diterima 24 Oktober 2016, Revisi pertama 30 Desember 2016, Revisi terakhir 30 Desember 2016, Disetujui 01 Februari 2017, Terbit daring 27 Maret 2017

Abstract: Alabio duck egg is a major poultry product from South Kalimantan especially district Hulu Sungai Utara. As poultry

product, Alabio duck eggs have high risk to contamination, especially by Enterobacteriacea. This research objectives were to determine the possibility of contamination of Enterobacteriaceae on Alabio duck eggs and identifying the causing factors. The research method was survey method with interviews and questionaires on hygienic behavior in managing duck breeders. The survey was followed by simple random sampling performed in two periods. Seven eggs were taken from each breeder totaling 10 persons, then subjected to bacteriological tests with conventional methods by growing isolate in selective media. Some biochemical and serological tests were done to support identification. Escherichia coli was found in period I and II sampling at 80% and 60%. Salmonella typi. was found only in period II at 30% of 10 samples. Other Enterobacteriaceae were not found. In this study we found that major factor causing the egg contamination were dirty hatching site and witg contact to the floor of the cage.

Keyword: Alabio duck egg, Enterobacteriaceae, Hulu Sungai Utara

Abstrak: Telur itik Alabio merupakan produk ternak unggulan Kalimantan Selatan khususnya Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sebagai produk ternak, telur itik Alabio sangat rentan terhadap kontaminasi terutama oleh Enterobacteriacea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio, sekaligus mengidentifikasi faktor yang mungkin berpengaruh. Penelitian dilakukan dengan metode survei baik wawancara atau kuesioner tentang perilaku higienis peternak dalam mengelola ternak itik, disertai dengan pengambilan sampel telur dilakukan secara acak pada dua periode. Sebanyak tujuh butir telur diambil dari masing-masing peternak yang berjumlah 10 orang, kemudian dilakukan uji bakteriologi dengan metode konvensional yaitu menumbuhkan isolat pada media pengaya dan selektif dilanjutkan dengan uji biokimia dan serologi. Escherichia coli ditemukan pada sampel periode I dan II masing-masing sebesar 80% dan 60%. Salmonella sp. hanya ditemukan pada periode II sebanyak 30% dari 10 sampel. Enterobacteriaceae lainnya tidak ditemukan. Tempat bertelur khusus yang kotor dan kontak dengan lantai kandang merupakan faktor yang diduga kuat menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Kata Kunci: Telur Itik Alabio, Enterobacteriaceae, Hulu Sungai Utara

DOI

Cara sitasi : : 10.22435/jhecds.v2i2.5626.52-58 Setianingsih I, Saputra Y, Arianti DC. Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. J.Health.Epidemiol. Commun.Dis. 2016;2(2): 52-58.

(2)

53

Pendahuluan

Itik Mamar atau itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) merupakan salah satu plasma nutfah atau kearifan lokal yang dimiliki Provinsi Kalimantan Selatan, dan memiliki keunggulan dalam keragaman genetiknya.1 Budidaya itik Alabio memiliki prospek ekonomi yang sangat menjanjikan karena kapasitas produksi telurnya yang cukup tinggi yakni 67,11 sampai 76,48% atau 200 sampai 250 butir per tahun per ekor.2

Populasi terbesar itik Alabio berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, khususnya di Desa Sungai Durait Tengah, karena hampir seluruh masyarakatnya beternak itik sebagai salah satu mata pencaharian utamanya. Pengembangan ternak itik Alabio hingga kini terus diupayakan dengan memanfaatkan keragaman sifat baik kualitatif maupun kuantitatifnya, sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan telur untuk keperluan bibit dan konsumsi.3

Telur itik umumnya sangat diminati masyarakat, terutama untuk memenuhi kecukupan gizi dan protein, karena telur itik diketahui memiliki kandungan kalori, protein, lemak, dan vitamin A lebih tinggi dibandingkan telur unggas lainnya.4 Namun, sejumlah laporan penelitian menyebutkan bahwa kontaminasi bakteri pada telur seringkali ditemukan. Diantara sejumlah agen kontaminan adalah Salmonella.5,6,7 Salmonella diketahui menyebabkan penyakit Salmonellosis yang sangat umum terjadi pada unggas dan telah diketahui berpotensi zoonosis. Salmonella menjadi agen kontaminan yang utama pada bahan pangan dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan angka insiden mencapai 16,45 per 100,000 populasi dan terus meningkat setiap tahunnya.8 Agen kontaminan lainnya yang juga ditemukan mengkontaminasi telur adalah Escherichia coli.

Kedua bakteri tersebut termasuk dalam familia Enterobacteriaceae dan kejadian kontaminasi tersebut dikaitkan erat dengan tingkat higienis para peternak dalam mengelola peternakannya,9,10,11,12 namun hingga saat ini data atau informasi mengenai kontaminasi pada telur itik lokal Alabio oleh E.coli masih nihil, begitu pula informasi mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi masih belum ada.

Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio dan mencari faktor resiko yang mungkin menjadi penyebab.

Metode

Pengambilan sampel

Sampel penelitian berupa telur diperoleh dari 10 peternak yang bermukim di Desa Sungai Durait Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yang memenuhi kriteria inklusi yakni ternaknya mampu memproduksi lebih dari 650 butir telur per hari dan bersedia ikut serta dalam penelitian sebagai responden dengan mengisi inform consent.

Pengambilan sampel dilakukan dalam dua periode (I dan II). Periode I pada minggu ke-3 bulan Juni 2011 sedangkan periode II pada minggu ke-4 bulan Juni 2011. Tujuh butir telur diambil dari setiap peternak secara acak, dan ditempatkan pada kantong plastik steril. Responden diwawancarai berdasarkan pertanyaan pada kuisioner seputar perilaku atau kebiasaan peternak dalam mengelola peternakannya. Wawancara dilakukan bersamaan pada saat pengambilan sampel.

Identifikasi Bakteri Kontaminan

Identifikasi dilakukan berdasarkan hasil uji bakteriologis, biokimia, dan serologi dengan menggunakan metode standar Evaluation and Standard Laboratory Centre for Infection, UK. tahun 200713 dan tetap berpedoman pada kunci identifikasi Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology edisi tahun2000.14

Uji bakteriologis

Telur itik yang telah dibersihkan dari kotoran yang menempel, dimasukkan dalam larutan alkohol 70% selama 10 menit dan dikeringkan pada suhu kamar. Uji bakteriologis telur itik dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Analis Kesehatan Poltekkes, Kementerian Kesehatan, Kalimantan Selatan. Sebanyak 7 sampel telur dari masing-masing peternak dipecah dan dimasukkan ke dalam satu tabung Erlenmeyer steril, kemudian dihomogenkan. Sampel telur yang telah homogen diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer steril lainnya, kemudian ditambahkan masing-masing 50 mL media pengaya yaitu Tryptic Soy Broth atau TSB dan Selenit Broth atau SB (Oxoid, Germany), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk media TSB dan 48 jam untuk media SB. Apabila koloni tidak tumbuh pada media hingga 48 jam, maka sampel dinyatakan negatif kontaminasi.

(3)

54 media selektif tersebut kemudian diambil dengan menggunakan inoculating needle/ transfer needle untuk diinokulasikan pada media miring Triple Sugar Iron Agar (Oxoid, Germany) dengan metode gores dan ditusukkan hampir ke dasar tabung, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Uji Biokimia

Koloni yang tumbuh pada media selektif diambil sebanyak 1-2 ose untuk diuji pada media gula-gula dan uji reaksi indol, Methyl Red-Vogues Proskauer atau MRP, serta Simmon Citrate Agar atau SCA (Oxoid, Germany). Uji ini dilakukan untuk mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri berdasarkan sifat biokimianya.

Uji Serologi

Koloni yang diduga Enterobacteriaceae diambil sebanyak 1 ose dan disuspensikan dengan 1 tetes NaCl fisiologis pada kaca objek. Suspensi

kemudian ditetesi dengan antisera polivalen O, H, V1 (Bio Farma, Indonesia) dan dihomogenkan dengan menggoyangkan kaca objek atau menggunakan ose. Pengamatan dilakukan selama 5 menit. Enterobacteriaceae positif bila terjadi aglutinasi atau penggumpalan.

Hasil

Identifikasi bakteri Enterobacteriaceae

Hasil pemeriksaan bakteriologi terhadap sampel pada periode I hanya menemukan E. coli yang mengkontaminasi sampel telur dari 8 (80%) peternak, sedangkan pada periode II ditemukan E. coli pada sampel telur dari 6 (60%) peternak dan Salmonella typhi hanya pada sampel telur dari 3 (30%) peternak. Satu peternak yang diketahui telur itiknya terkontaminasi baik oleh E. coli maupun Salmonella typi yakni peternak B. Peternak E telur itiknya tidak ditemukan terkontaminasi baik pada periode I maupun II.

Tabel 1. Tingkat Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio

Keterangan : E.coli = Escherichia coli; Sty= Salmonella typhi; SPA= Salmonella paratyphiA; SPB= Salmonella paratyphi B; SPC= Salmonella paratyphi C; Shdy= Shigella dysentriae

Faktor resiko terjadinya kontaminasi

Kebiasaan atau perilaku peternak dalam mengelola ternak itiknya yang diduga beresiko terhadap kejadian kontaminasi terutama oleh E. coli yang diketahui cukup tinggi pada penelitian ini ditampilkan pada tabel 2.

Faktor yang konsisten tinggi mempengaruhi kejadian kontaminasi baik pada periode I maupun II adalah adanya tempat bertelur khusus namun kotor dan telur yang sering kontak dengan lantai kandang, sehingga diduga kuat mempengaruhi tingkat kontaminasi pada telur itik Alabio.

Tabel 2. Kebiasaan atau perilaku peternak dihubungkan dengan jumlah kasus kontaminasi E. Coli

Peternak Periode I Periode II

E.coli Sty SPA SPB SPC Shdy E.coli Sty SPA SPB SPC Shdy

A + - - - + - - - - -

B - - - + + - - - -

C + - - - -

D + - - - + - - - -

E - - - -

F + - - - + - - - -

G + - - - + - - - - -

H + - - - + - - - - -

I + - - - + - - - - -

J + - - - + - - - - -

Tingkat

kontaminasi 80% 0 0 0 0 0 60% 30% 0 0 0 0

No. Perilaku atau Kebiasaan

Jumlah kasus kontaminasi E. coli (%)* Periode I

(n = 8)

Periode II (n = 6)

1. Tidak mengisolasi itik yang sakit 7 (87,5) 5 (83,3)

2. Telur tidak dibersihkan ketika diambil 7 (87,5) 6 (100)

3. Pengambilan telur ≥ semalam 8 (100) 5 (83,3)

4. Ada tempat khusus bertelur namun kotor 8 (100) 6 (100)

5. Telur kontak dengan lantai kandang 8 (100) 6 (100)

(4)

55

Pembahasan

Kontaminasi pada telur unggas oleh familia Enterobacteriaceae seperti Salmonella spp. dan E. coli telah banyak dilaporkan. Kedua bakteri tersebut merupakan penyebab utama penyakit food-borne bacterial zoonotic yaitu penyakit yang ditransmisikan melalui makanan dan dapat ditularkan pada manusia.15Salmonella spp. maupun E. coli merupakan flora normal pada saluran pencernaan unggas, tetapi pada beberapa strain tertentu dan dalam kondisi yang memungkinkan dapat bersifat patogen.15

Diketahui bahwa pada penelitian ini kontaminasi oleh bakteri E. coli lebih banyak ditemukan (80%) daripada Salmonella typhi. (30%), sedangkan Enterobacteriaceae lainnya tidak ditemukan. Gole et al.16 juga melaporkan hal yang sama, bahwa E. coli ditemukan mendominasi Enterobacteriacea lainnya sebesar 60,78% sedangkan Salmonella spp hanya 9,15%. Penelitian lainnya oleh Al-Ashmawy10 menemukan kontaminasi oleh Enterobacteriacea diantaranya E.coli hanya sebesar 4%, sedangkan Salmonella spp tidak ditemukan, begitupula penelitian El-Kholi et al.11 menemukan E. coli sebesar 11,76% sedangkan Coliform dan Fecal Coliform ditemukan masing-masing sebesar 47,06% dan 20,59% sedangkan Salmonella spp tidak ditemukan pula.

Tingginya tingkat kontaminasi E. coli pada penelitian ini menunjukkan kemampuan penetrasi, invasi, dan adapatasinya pada telur lebih baik dari Enterobacteriaceae lainnya, selain sebaran atau distribusinya yang juga sangat luas di lingkungan sekitar kita. Bagaimanapun juga telur diketahui memiliki struktur cangkang yang kompleks untuk dapat bertahan dari berbagai gangguan yang ada dilingkungan sekitar termasuk bakteri, begitupula dalam albumen mengandung enzim lisozim yang dapat merusak dinding sel atau melisiskan sel bakteri.17,18

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa dari beragam sampel produk ternak yang terkontaminasi, telur itik justru bebas dari kontaminasi.5,6,19 Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan tujuan dan metode penelitian yang digunakan, seperti El-Kholy et al.11 dalam penelitiannya memberikan perlakuan terhadap telur yang akan diuji dengan membersihkannya terlebih dahulu menggunakan air hangat 32 0C, kemudian disikat dan diberi sabun, baru kemudian diberi alkohol 70%, sedangkan sejumlah penelitian lainnya hanya dengan menggunakan alkohol 70% tanpa perlakuan apapun.10,12 Jenis perlakuan yang

berbeda akan berpengaruh terhadap penurunan angka kuman.

Lokasi pengambilan sampel dan jumlah sampel yang diuji juga berbeda, seperti pada studi yang dilakukan Shi, et al.6 dimana sampel diambil dari tempat perbelanjaan, telur-telur itik yang sudah sampai ke tempat perbelanjaan kemungkinan besar sudah dalam kondisi yang bersih dari berbagai kontaminan. Begitupula pada penelitian Badouei et al.5 yang menyebutkan bahwa tidak ditemukannya bakteri kontaminan pada penelitiannya dikarenakan oleh sampel yang sedikit dan tingkat kontaminasi yang masih sangat rendah sehingga kurang sensitif dalam pengujiannya.

Manajemen pengelolaan ternak dan produknya sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi. Setiap peternak memiliki tingkat manajemen yang berbeda-beda. Skala dan lokasi produksi juga sangat berpengaruh.9,20 Diketahui bahwa peternakan itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara menggunakan agrosistem lahan rawa yang saat hujan genangan air bisa mencapai ≥ 200 meter dpl.3 Kondisi tersebut kurang mendukung sanitasi lingkungan yang baik bagi ternak. Penelitian Harsha et al.,21 mengemukakan bahwa itik umumnya hidup di air yang derajat kontaminasinya cukup tinggi, hal tersebut mengindikasikan terjadinya transmisi bakteri kontaminan.

Beberapa peneliti memfokuskan penelitiannya pada bakteri tertentu, seperti penelitian yang dilakukan oleh Shi et al.6 hanya untuk mengetahui keberadaan Salmonella pada sampel telur atau Faiza et al.19 untuk mengetahui kontaminasi oleh Campylobacter spp. dan Salmonella spp. baik pada itik maupun telur itiknya, sehingga belum bisa memastikan apakah telur atau produk ternak yang diuji memang bebas dari kontaminasi.

Uji mikrobiologi kini telah banyak menggunakan metode molekuler dikarenakan memiliki tingkat sensitifitas dan spesifitas cukup tinggi dengan waktu yang singkat dan sampel yg dibutuhkan sedikit, namun memiliki kelemahan diantaranya perlu optimasi untuk memperoleh hasil yang baik, lebih rentan terhadap kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil dan tidak dapat memberi gambaran karakteristik mikroorganisme yang kita uji berdasarkan morfologi maupun biokimianya seperti pada metode konvensional.22,12 Oleh karenanya, metode konvensional seperti pada penelitian ini masih digunakan untuk membantu dalam melakukan identifikasi.

(5)

56 higienis peternak dan sanitasi lingkungan peternakan. Pada penelitian ini diketahui bahwa seluruh peternak mengaku telah membersihkan kandangnya secara rutin, namun menariknya bahwa kontaminasi masih tetap terjadi. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tingkat pengetahuan peternak mengenai cara membersihkan kandang dengan benar masih kurang. Suryana dan Yasin3 pada Simposium Nasional 2013 mengungkapkan bahwa 75% masyarakat HSU mengelola ternaknya secara turun menurun sehingga memiliki pengalaman yang sangat lama meskipun tidak didukung dengan tingkat pendidikan tinggi hanya sampai Sekolah Dasar (SD).

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh peternak dalam membersihkan kandang adalah kondisi lantai kandang, saluran air minum, dan pembuangan, karena hal tersebut akan berpengaruh pada kelembaban dan suhu. Kelembaban kandang sebaiknya kurang dari 60% dengan suhu yang tidak lebih dari 40 0C.23 Kelembaban dan suhu yang tinggi memungkinkan mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik serta dapat mempengaruhi permeabilitas membran dan densitas pori cangkang yang memungkinkan masuknya agen kontaminan dengan mudah.18

Lantai kandang hendaknya harus selalu bersih terutama dari feses itik. Kontaminasi lebih sering terjadi akibat kontak dengan lingkungan kandang yang kotor.19 Adegunloye dan Adejumo24 melaporkan bahwa E. coli dan bakteri lainnya seperti Bacillus cereus, Proteus vulgaris, dan Staphylococcus ditemukan pada feses itik, karena bagaimanapun juga sebagian Enterobacteriacea merupakan flora normal dalam saluran pencernaan unggas yang sewaktu-waktu keluar bersama feses.14

Kebiasaan dalam memisahkan ternak yang sakit dengan ternak lainnya yang sehat juga harus tetap dilakukan, karena kontaminasi pada telur itik dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ternak yang sakit25,17, terutama jika ternak yang sakit maupun sehat dalam masa bertelur. Itik yang sakit akan membawa agen penyakit dalam tubuhnya yang dapat ditransmisikan secara trans-ovarial ke embrio saat perkembangan sel telur. Bakteri akan bermigrasi dari organ yang terinfeksi seperti ovarium maupun oviduk ke yolk atau kuning telur.17 Proses penetrasi ke dalam telur lebih mudah saat membran telur belum berkembang sempurna atau telur masih dalam saluran oviduk dan belum terjadi pembentukan cangkang18, sehingga seringkali ditemukan kasus kematian embrio atau kerusakan telur akibat bakteri.26 Transmisi dapat terjadi pula secara

horizontal, melalui kontaminasi feses yang membawa agen patogen atau infeksi.24

Faktor lainnya adalah para peternak sebagian besar tidak membersihkan telur-telur yang diambilnya, sehingga kotoran atau agen kontaminan akan terus menempel pada cangkang. Apabila dibiarkan lama, bakteri akan terus berkembangbiak sehingga memiliki kemampuan berpenetrasi ke dalam telur. Telur dikeluarkan melalui kloaka yang merupakan saluran akhir pencernaan dan E. coli maupun Salmonella seringkali ditemukan sebagai deposit pada kloaka, sehingga telur yang kontak dengan kloaka secara langsung akan kontak pula dengan agen kontaminan tersebut. Oleh karenanya, cangkang telur perlu dibersihkan ketika diambil mempergunakan alkohol 70% maupun disinfektan lainnya. Upaya desinfeksi tersebut bertujuan untuk meminimalisir agen kontaminan yang menempel pada cangkang. Desinfeksi telur berpengaruh signifikan pada berkurangnya jumlah bakteri aerobik, termasuk Enterobacteriaceae.27,28 Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Gole et al.16 yang menemukan tidak ada perbedaan signifikan pada kemampuan penetrasi S. typimurium strain tertentu dari telur yang telah dibersihkan dengan yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian tersebut dapat berbeda dikarenakan metode uji yang digunakan berbeda. Gole et al.,16 dalam penelitiannya membiarkan telur kontak dengan S.typimurium selanjutnya dibersihkan menggunakan larutan Hidroksida dan Hipoklorit dengan konsentrasi tertentu, pH 12, dan suhu 40 0C , sedangkan Hannah et al.,27 tidak memberikan

perlakuan, selain menggunakan larutan khusus atau egg-washing solution (80 mL/26.5 L of Liquid Egg Wash 101, BioSentry, Stone Mountain, GA) untuk membersihkan telur dengan pH 11 dan pada suhu 50 0C.

Para peternak juga memiliki kebiasaan membiarkan telur-telur itiknya hingga lebih dari semalam di kandang atau tempat bertelur, selanjutnya dikumpulkan. Stanley et al.29 dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sebaiknya telur diambil atau dikumpulkan sebelum 4 jam setelah dihasilkan untuk dapat meminimalisir akumulasi kontaminan. Hal ini terkait pula dengan waktu penyimpanan telur sebelum didistribusikan, terutama jika suhu penyimpanan tidak sesuai akan memungkinkan pertumbuhan bakteri secara optimal sehingga telur akan rusak dan mengalami penurunan nilai gizi, dan telur tidak aman untuk dikonsumsi.

(6)

57 lantai kandang yang kotor terutama dengan feses yang mengandung bakteri kontaminan akan memberikan kesempatan pada bakteri untuk menempel pada cangkang telur hingga terakumulasi menjadi deposit yang semakin lama semakin memberi kemampuan pada bakteri berpenetrasi ke dalam telur.18 Kontak dengan lantai juga memungkinkan telur mengalami benturan atau retakan yang mengakibatkan rusaknya pori atau membran vitelin, sehingga memungkinkan agen kontaminan dapat masuk ke dalam telur.29

Para peternak juga memiliki kebiasaan menyimpan telur hingga ≥ 7 hari sebelum didistribusikan. Aktifitas bakteri kontaminan dalam rentang waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh faktor intrinsik yakni kemampuan bakteri bertahan hidup pada berbagai kondisi dan faktor ekstrinsik yakni kondisi lingkungan baik itu ketersediaan nutrisi, suhu, dan kelembaban selama penyimpanan.30,31 Penelitian sebelumnya yang dilakukan Pysniac30 juga menunjukkan bahwa kejadian kontaminasi bakteri pada telur dipengaruhi oleh sumber dan kondisi penyimpanan. Kontaminasi E.coli pada Albumin telur ditemukan pada peternakan skala besar setelah 28 hari dengan suhu penyimpanan 4 0C, sedangkan di tempat perbelanjaan pada hari

ke-14 pada suhu 210C. Hal ini berbeda dengan kontaminasi E. coli pada yolk atau kuning telur ditemukan baik pada peternakan besar maupun rakyat pada hari ke-14 dengan suhu 4 0C dan 210C.

Telur-telur yang diambil tidak memiliki tempat khusus penyimpanan. Telur yang ditempatkan dalam wadah akan mengurangi intensitas kontak dengan agen kontaminan. Wadah tempat penyimpanan juga hendaknya harus bebas dari berbagai kontaminan dengan cara membersihkannya menggunakan disinfektan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa telah ditemukan kontaminan pada telur itik Alabio. Perilaku atau kebiasaan higienis peternak sangat diperlukan untuk menjamin keamanan telur dan hasil ternak itik lainnya sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Kesimpulan dan Saran

Escherichia coli dan Salmonella typi ditemukan mengkontaminasi telur itik Alabio di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan dan faktor yang diduga sangat berpengaruh terhadap kejadian kontaminasi adalah adanya tempat bertelur namun kotor dan telur yang kontak langsung dengan lantai.

Saran/Rekomendasi

Peternak diharapkan lebih memperhatikan manajemen pengelolaan ternaknya, mulai dari penanganan kandang dan lingkungan sekitarnya, upaya pencegahan penyakit dan penanganan terhadap itik yang sakit, serta pengelolaan telur dan hasil ternak lainnya yang dilakukan secara benar dan tepat sesuai prosedur standar yang berlaku.

Kepada pihak terkait seperti Dinas Peternakan setempat diharapkan untuk berpartisipasi memberikan perhatian pada para peternak terkait upaya pencegahan atau mengatasi permasalahan kontaminasi yang terjadi pada telur itik Alabio, melalui pelatihan atau penyuluhan kepada para peternak.

Penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kontaminasi pada telur itik Alabio perlu dilakukan dan dikembangkan untuk dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan komprehensif.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Politeknik Kesehatan Banjarmasin yang telah memfasilitasi kegiatan penelitian yang dilakukan dan Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu yang telah memberikan kesempatan untuk bisa mempublikasikan hasil penelitian. Demikian pula kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten HSU, dan Kepala Desa Sungai Durait Utara, serta seluruh wargan khususnya para peternak yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan pula kepada Dr. Bambang F. Suryadi, M.Si dan dr. Paisal, M.Biomed atas segala masukan beliau demi penyusunan artikel yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1. Suryana. Pemanfaatan keragaman Genetik untuk meningkatkan produktifitas itik alabio. Journal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2013;32:100– 11.

2. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak. Itik Alabio. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesi. 2015. 3. Suryana, Yasin M. Profil usaha peternakan itik Alabio

(Anas platyrhynchos Borneo) di Kalimantan Selatan. In: Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. 2013. p. 22–38.

4. Liezl A., Mary GRD., Delia R., Melody G., Carmelita R. Food Safety Study of Duck Eggs Produced Along Laguna Lake Areas, Philippines. Journal Nutrition Food Sciences S3. 2015. p.1–5.

(7)

58 6. Shi Q, Wang Q, Zhang Y, Chen C, Fang H, Yuan Z, et

al. Situation of Salmonella contamination in food in Hebei Province of China in 2009 - 2010. African Journal Microbiology Research. 2012;6(2):365–70. 7. Nugroho S, Purnawarman T, Indrawati A. Deteksi

Salmonella spp . pada Telur Ayam Konsumsi yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Tenau Kupang. Acta Veterinaria Indonesiana. 2015;3(1):16–22.

8. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Foodnet 2011 Surveillance report. 2011.

9. Safaei HG, Jalali M, Hosseini A, Narimani T, Sharifzadeh A, Raheimi E. The prevalence of bacterial contamination of table eggs from retails markets by Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Campylobacter jejuni and Escherichia coli in Shahrekord, Iran. Jundishapur Journal Microbiology. 2011;4(4):249–53.

10. Al-Ashmawy MAM. Prevalence of enterobacteriaceae in table eggs with particular reference to enterovirulent Escherichia coli strains. International Journal Poultry Sciences. 2013;12(7):430–5.

11. El-Kholy, A.M, Hassan, G.M., and Dalia M. Microbiological Quality of Poultry Farm Table Eggs in Beni-Suef. Assiut Veterinary Medicine Journal. 2014;60(142):10–3.

12. Elafify M, Elsherbini M, Abdelkhalek A, Al-ashmawy M, Elafify M, Elsherbini M, et al. Prevalence and molecular characterization of enteropathogenic Escherichia coli isolated from table eggs in Mansoura , Egypt. Journal Advances Veterinary Animal Research. 2016;7710(March):1–7.

13. Thoendel M, Horswill AR. Identification of enterobacteriaceae. Journal Biology Chemical. 2009;284(33):21828–38.

14. Holt J., Krieg N., Sneath PH., Stanley J., Williams S. Group 5. Facultatively anaerobic Gram-negative rods. Bergey’s manual of determinative bacteriology. ninth. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins, Inc; 2000. 175-183 p.

15. Bisi-Johnson M a, Obi CL, Vasaikar SD, Baba K a, Hattori T. Molecular basis of virulence in clinical isolates of Escherichia coli and Salmonella species from a tertiary hospital in the Eastern Cape, South Africa. Gut Pathogen.2011;3(9):2-8

16. Gole VC, Chousalkar KK, Roberts JR, Sexton M, May D, Tan J, et al. Effect of Egg Washing and Correlation between Eggshell Characteristics and Egg Penetration by Various Salmonella typhimurium Strains. International Journal Environment Research Public Health. 2014;9(3):161–5.

17. Hincke M., Gautron J, Rodriguez-navarro A., Nys Y. The eggshell: structure , composition and mineralization. Front Biosciences. 2012;17(January):1266–80.

18. Spitzer H. An Analysis of Bacterial Contamination of Chicken Eggs and Antimicrobial Resistance An Analysis of Bacterial Contamination of Chicken Eggs and

Antimicrobial Resistance. Coll Saint Benedict Saint John’s Univ Digit Com. 2015;

19. Faiza S., Saleha AA, Jalila A, Fauziah N. Occurrence of Campylobacter and Salmonella in ducks and duck eggs in Selangor, Malaysia. Tropical Biomedicine. 2013;30(1):155–8.

20. Higenyi J, Kabasa J. Microbial contamination load of hatching eggs in Butaleja, eastern Uganda. Animal Veterinary Sciences. 2014;2:22–30.

21. Harsha H., Reshmi R, Varghese R, Ps D, Km MR, Aa MH. Prevalence and antibiotic resistance of Salmonella from the eggs of commercial samples. Journal Microbiology Infection Disease. 2011;1(3):93–100. 22. Adzitey F, Huda N, Rusul G, Ali R. Molecular

techniques for detecting and typing of bacteria , advantages and application to foodborne pathogens isolated from ducks. Biotech. 2013;3:97–107.

23. Dinas Peternakan. Panduan lengkap ternak itik petelur [Internet]. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. 2014. Available from: www.disnak.kalselprov.go.id

24. Adegunloye DV, Adejumo FA. Microbial Assessment of Turkey (Meleagris ocellata L .) and Duck ( Anas platyrhynchos L .) Faeces ( Droppings ) in Akure Metropolis. Advances Microbiology. 2014.p.774–9. 25. Gomez-Aldapa CA and T-VMR. The role of foods in

Salmonella infections. Microbiology Parasitology Epidemiology (Bucur). 2012;12(2):127–33. Available from: http://www.intechopen.com/books/salmonella-a- dangerous-foodborne-pathogen/the-role-of-foods-in-salmonella-infections

26. Babaca ZA. Epidemiological and bacteriological studies on dead-in-shell embryos. Journal Veterinary Science Technology. 2014;5(2):170.

27. Hannah JF, Wilson JL, Cox NA, Cason JA, Bourassa D V, Musgrove MT, et al. Comparison of shell bacteria from unwashed and washed table eggs harvested from caged laying hens and cage-free floor-housed laying hens 1. Poultry Sciences. 2015;1586–93.

28. Musgrove MT, Stephens CB, Bourassa D V., Cox NA, Mauldin JM, Berrang ME, et al. Enterobacteriaceae and Salmonella recovered from nonsanitized and sanitized broiler hatching eggs. Journal Applied Poultry Research. 2014;23(3):516–22.

29. Stanley VG, Nelson D, Daley MB. Agrotechnology Evaluation of Two Laying Systems (Floor vs Cage) on Egg Production, Quality, and Safety. Agrotechnology. 2013;2(1):2–4.

30. Stepien-Pysniak D. Occurrence of Gram-negatif bacteria in hen’s eggs depending on their source and storage conditions. Polish Journal Veterinary Sciences. 2010;13:507–13.

31. Gavril R, Usturol M. Effect of storage time and temperature on hen egg qualityle. Univercity Agriculture Sciences Veterinary Medicine lasi. 2012;57.p.221–9.

Gambar

Tabel 1. Tingkat Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, karunia, dan anugrah-Nya, penyusun telah dapat menyelesaikan kegiatan serta laporan Dasar

Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Illahi Rabbi, berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi

Penanganan pasca panen merupakan segala kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan kualitas produk baik sayur maupun buah sebelum sampai pada konsumen. Penanganan pasca

Perbedaan Pengaruh Intervensi Ultrasound Menggunakan Aquasono Gel dibandingkan dengan Diclofenac Terhadap Penurunan Nyeri pada Kondisi “Golfer’s Elbow Syndrome”.. Jurnal

Identifikasi Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Penentuan Massa Atom Relatif dan Penentuan Massa Molekul Relatif di Sekolaha. Penyusunan Instrumen Penelitian:

Yang membedakan keduanya adalah dari macam macam kasa ada yang steril akan tetapi  perban belum kami temui sampai saat ini perban yang steril.pada pemakaiannya

Hal ini menandakan bahwa angkutan Ojek Sepeda Motor dan Cidomo dalam posisi yang kuat dan berpeluang, Sehingga rekomendasi strategi yang diberikan adalah

Manajer Investasi wajib memastikan kesiapan sistem elektronik yang disediakan oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang ditunjuk oleh Manajer