KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS
UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI
KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA,
KALIMANTAN SELATAN
(PRODUCTIYIY OF ALABIO DUCKS AT AGRIBUSINESS
DEVELOPMENT CENTRE IN HULU SUNGAI UTARA
DISTRICT, SOUTH KALIMANTAN)
Eni Siti Rohaenil) dan A. R. Setiokoz)
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru
jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru
2)
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT
A total number of 1.188 Alabio ducks, 1080 female and 108 males, aged 5 - 6 months, were divided into three groups, A, B, and C. Each group was given different diet and raised by different farmers . Each group was further divided into 12 pens that consists of 30 females and three males. Production performance such as percentage of egg production, feed consumption, feed conversion, and mortality rate were observed for a period of 10 months. Simple economic analyses were also observed during the study. Results of this study showed that the average percentage of egg production for group A, B and C were 58.91%, 61.%% and 64.63% respectively. The average feed consumption (in wet basis) were 226.36, 205.15, and 226.67 grams/duck/day for group A, B and C. The highest percentage of mortality was found in Group C, 5.56 %, while in group A, and B the mortality rate were 1.01 and 1.26 % respectively and the best R/C ratio was found in ducks kept at group B with the value of 1.29 compared to that of group A and C, 1.07 and 1.25. This was due to the feed consumption at group B was significantly lower than that of group A and C. The cost of feed that can be saved in group B varied from 9.37 to 9.49 % compared to group A and C.
Key words: Alabio duck, local ingredients, egg production
ABSTAAK
Sebanyak 1.188 ekor yang terdiri atas 1.080 ekor itik betina dan 108 ekor itik jantan Alabio yang berumur sekitar 5-6 bulan (siap bertelur) dibagi dalam 3 kelompok (A, B, dan C). Masing-masing kelompok diberi ransum yang berbeda dan dipelihara oleh orang yang berbeda pula. Setiap kelompok dibagi dalam 12 petak kandang yang masing-masing berisi sekitar 30 ekor itik betina dan 3 ekor itik jantan. Keragaan produksi berupa produksi telur, konsumsi ransum, konversi ransum, dan mortalitas diamati selama 10 bulan. Analisis ekonomi berupa analisa usaha juga diamati selama penelitian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan produksi telur untuk kelompok A, B dan C masing-masing 58,91%, 61,96% dan 64,63%. Rata-rata konsumsi ransum basah kelompok A, B dan C berturut-turut 226,36, 205,15, dan 226,67 gram/ekor/hari. Mortalitas tertinggi terjadi pada itik kelompok C sebesar 5,56% sedang pada kelompok A dan B masing-masing hanya 1,01% dan 1,26% dan nilai R/C terbaik yang dihasilkan dari pemeliharaan itik Alabio yaitu pada kelompok kandang B dengan nilai 1,29 dibandingkan itik pada kelompok A dan C yaitu 1,07 dan 1,25. Itik yang dipelihara pada kelompok B menghasilkan nilai R/C yang terbaik karena konsumsi
ransumnya tidak setinggi pada itik kelompok A dan C. Nilai biaya ransum yang dapat dihemat dari itik pada kelompok Bsekitar 9,37%9,49% dari kelompok Adan C.
Kata Kund:ItikAlabio, pakan lokal, produksi telur
PENDAHULUAN
Itik Alabio (Anas platyrhincos Borneo) merupakan salah satu ternak komoditas unggulan di daerah Kalimantan Selatan. Populasinya pada tahun 1998 sekitar 1,5 juta ekor (Dings Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan, 1999). Sistem pemeliharaan yang dilaksanakan beragam antara tradisional sampai intensif. Produksi yang dihasilkan dari itik Alabio sangat beragam tergantung dari sistem pemehharaan yang dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja produksi yaitu dari faktor genetis dan non genetis dengan atau tanpa interaksinya . Faktor non genetis yang mempengaruhi di antaranya yaitu ransum yang diberikan, sistem pemeliharaan, umur itik, dan bangsa itik (Setioko et. al., 1997 dan Gunawan,1990).
SPAKU merupakan salah satu alternatif pengelolaan usaha dalam skala hamparan dengan menitik beratkan pada satu jenis usaha agribisnis. Pemilihan komoditas didasarkan pada nilai keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah. Dan untuk di daerah Kalimantan Selatan komoditas dari SPAKU adalah itik Alabio.
Kehadiran SPAKU itik di kabupaten Hulu Sungai Utara diharapkan sebagai wahana untuk meningkatkan volume usaha ternak itik dalam satu kawasan tertentu dengan visi agribisnis dan agroindustri . Kegiatan utamanya adalah peningkatan produksi dan pelayanan secara terpadu berskala ekonomi, berkelanjutan, mandiri dan berorientasi agribisnis . Kegiatan SPAKU tersebut diarahkan untuk mengembangkan sentra-sentra produksi ternak itik yang berorientasi agribisnis (Kanwil Pertanian Popinsi Kalimantan Selatan,1998).
Secara umum tujuan dari SPAKU itik Alabio yaitu untuk meningkatkan produksi bibit dan daging, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan skala usaha, mengembangkan skala ekonomi hamparan, terbentuknya sentra-sentra pengembangan sehingga memudahkan dalam pengaturan pelayanan sarana produksi peternakan dan pemasaran hasil, terbentuknya lembaga petani, pasar dan koperasi.
Tujuan dari tuhsan ini adalah untuk melihat keragaan produksi dari kegiatan SPAKU itik Alabio yang dilaksanakan di kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pads TA. 1998/1999.
MATERI DAN METODE
Kegiatan ini dilakukan di desa Teluk Baru, kecamatan Amuntai Selatan, kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sebagai daerah sentra produksi di Kalimantan Selatan.
Ternak itik Alabio yang dipelihara pada kegiatan ini sebanyak 1.188
ekor yang terdiri atas 1.080 ekor itik betina dan 108 ekor itik jantan yang
berumur sekitar 5-6 bulan (siap bertelur). Jumlah ternak di atas dibagi dalam
3 kelompok (A, B, dan C) yang masing-masing kelompok diberi ransum dan
dipelihara oleh orang yang berbeda pula. Pada setiap kelompok, ternak itik
dibagi dalam 12 petak kandang yang berisi masing-masing sejumlah 30 ekor
itik betina dan3 ekor itikjantan.
Pemberian ransum dilakukan dengan frekuensi 3 kali/hari. Ratio seks
antara jantan dan betina 1 : 10. Tempat makan yang digunakan berupa tampah
(niru) yang terbuat dari bambu, tempat minum terbuat dari pralon, dan
ukuran petak kandang 2,8 x 1,9 meter. Susunan ransum yang diberikan
ditampilkan pada Tabel 1, ransum yang diberikan dalam keadaan basah
terutama untuk bahan pakan sagu dan ganggang.
Tabel 1. Susunan ransum untuk kegiatan SPAKUItik Alabio TA. 1998/1999
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang diamati yaitu produksi telur, konsumsi ransum, dan
mortalitas selama 10 bulan pengamatan serta analisa usaha. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 bulan diketahui
bahwa rataan produksi pada kelompok A, B dan C masing-masing 58,92%;
61,96% dan 64,63% (Tabel 2).
NoBahan pakan
A (%)
Kelompok itik
B (%)
C (%)
1. BP - 24
21,23
19,20
20,05
2. Konsentrat
0,39
0,44
0,40
3. Dedak
33,98
35,30
36,77
4. Ikan asin
12,87
17,73
16,04
5. Pa d I
7,08
5,17
6,69
6. Sa gu
14,81
11,08
10,03
7. Mineral
0,%
1,11
1,00
8. Grit
0,%
1,11
1,00
9. Ganggang
7,72
8,86
8,02
10. Protein (%)
15,40
20,20
19,60
11. Energi metabolisme (kkal/ kg)
2.250
2.250
2.250
Tabel 2. Keragaan produksi, konsumsi dan mortalitas itik Alabio pada kegiatan SPAKUTA. 1998/ 1999
No Parameter
Berdasarkan analisis diketahui bahwa itik pada kelompok C menghasilkan rataan produksi telur yang nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok A. Rataan produksi yang dihasilkan pada itik SPAKU bila dibandingkan dengan laporan penelitian Gunawan (1988) relatif tidak berbeda yaitu sebesar 64% . Namun pada laporan penelitian lainnya Gunawan et al. (1994) melaporkan bahwa rataan produksi telur itik Alabio selama setahun yang dilakukan secara intensif sebesar 56,66%, penelitian lain yang dilaporkan oleh Rohaeni (1996) produksi itik Alabio yang dihasilkan sebesar 58,03% . Konsumsi ransum harian per ekor itik diketahui nyata lebih rendah dihasilkan pada itik kelompok B dibandingkan itik kelompok A dan C. Konsumsi ransum yang dihasilkan pada kegiatan ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan konsumsi ransum itik Alabio yang dilaporkan oleh Gunawan (1988), hal ini karena ransum dihitung dalam keadaan basah terutama bahan pakan seperti sagu dan ganggang. Mortalitas pada itik dari kelompok A dan B nyata lebih rendah dibandingkan kelompok C. Kematian ini disebabkan karena lumpuh, perubahan cuaca clan akibat terjepit.
Tabel 3. Rataan persentase produksi telur pads itik alabio kegiatan SPAKU TA. 1998/1999
Kelompok
A B C
Bila ditinjau berdasarkan masing-masing petak/unit kandang diketahui bahwa produksi telur terendah yaitu dihasilkan dari itik yang berada pada petak 1 kandang A sebesar 27,64%, produksi tertinggi dihasilkan oleh itik pada petak 2 kandang B yaitu 77,19% (Tabel 3). Pada Gambar 1 ditampilkan grafik
K(pk Rataan produksi telur (%) pada petak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A 27,64 68,13 52,25 66,12 62,66 63,05 62,66 60,66 60,58 57,65 64,16 61,58
B 59,93 77,19 57,17 60,37 65,04 68,71 68,30 65,69 57,76 56,14 63,27 43,97
C 66,64 57,07 60,01 68,89 59,67 69,88 65,82 72,73 61,27 62,18 66,56 56,56
1. Rataan produksi telur (%) 58,92 a 61,96 ab 64,63 b
2. Rataan konsumsi ransum (g/ekor/hr) 226,36 a 205,15 b 226,67 a
rataan produksi telur itik setiap bulan produksi. Produksi telur mulai
meningkat pada bulan produksi ketiga dan puncaknya terjadi pada bulan
kelima.
W 0d
v
0a
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Bulan produksiGambar 1. Rataan produksi telur itik bulanan yang dihasilkan itik Alabio
Tabel 4. Analisa usaha pada itik SPAKU TA. 1998/1999
Kelompok Itik
No
Uraian
Fisik
A
Nilai (Rp)
Fisik
B
Nilai (Rp)
Fisik
C
Nilai (Rp)
1 . Input (1)
" Itik betina
360
7.200.000
360
7.200.000
360
7.200.000
" Itik jantan
36
360.000
36
360.000
36
360.000
" Ransum (kg)
26.892 34.503 .512 24.372
31 .351 .166 26.929 34.886.251
" Obat-obatan
10 bulan
594.000 10 bulan
594.000 10 bulan
594.000
" Tenaga kerja
10 OB
1 .500.000 10 OB
1 .500.000
10 OB
1 .500.000
" Penyusutan
10 bulan
360.000 10 bulan
360.000 10 bulan
360.000
kandang
J u m I a h
44.517.512
41 .365.166
44.900.251
2. Output (o)
" Telur(butir)
63 .600 44.520.000 66.900 50.175.000 69.800 52.350.000
" Itik afkir
392
3.136.000
391
3 .128.000
373
3.730.000
J u m I a h
47.656.000
53 .303.000
56.080.000
3 . Pendapatan (O-I)
3 .138.488
11 .937.834
11 .179.749
4. R/C atau 0/1
1,07
1,29
1,25
Pada Tabel 4 diuraikan hasil analisa usaha dari pemeliharaan itik Alabio dengan asumsi harga telur tetas Rp. 750,- per butir, harga itik per ekor untuk itik betina siap bertelur Rp. 20.000,-, itik jantan Rp. 10.000,-, dan itik afkir jantan atau betina adalah Rp. 8.000, per ekor. Dari hasil perhitungan
diketahui bahwa itik Alabio yang diberi pakan pada kelompok B menghasil-kan keuntungan yang lebih besar dan nilai R/C yang lebih tinggi dibanding-kan itik pada kelompok lain. Hal ini disebabdibanding-kan karena tingkat konsumsi ransum pada itik kelompok B lebih rendah sehingga biaya produksi yang dikeluarkan untuk ransum dapat ditekan sebesar 9,37% dibandingkan kelompok A dan 9,49% bila dibandingkan pada kelompok C.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 bulan pads Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) Itik Alabio di Hulu Sungai Utara disimpulkan bahwa:
1 . Itik pada kelompok C menghasilkan rataan produksi telur sebesar 64,63% nyata lebih tinggi dibandingkan itik pada kelompok A dan B.
2. Konsumsi terbaik atau efisien dihasilkan itik pada kelompok B yaitu sebesar 205,15 gram/ekor/hari.
3. Nilai R/C terbaik dihasilkan itik pada kelompok B dengan nilai 1,29. 4. Puncak produksi pada itik kelompok A dan B terjadi pada bulan kelima,
dan itik kelompok C puncaknya terjadi pada bulan keempat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Marvendri, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Drh. Suyadi, Staf Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan In Danu Ismadi Saderi, Kepala BPTP Banjar Baru Kalimantan Selatan atas partisipasi mereka dalam pelaksanaan penelitian di lapang. Juga ucapan terima kasih disampaikan kepada penanggung jawab Proyek SPAKU itik Alabio di Desa Teluk Baru, Kecamatan Amuntai, Kabupaten HSU, staf pengelola kandang, dan seluruh karyawan proyek SPAKU, yang telah membantu dalam pengumpulan data produksi harian, dan pencatatan data lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. 1999. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru .