• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL WAHYU DEWANTI LESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL WAHYU DEWANTI LESTARI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA

SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL

WAHYU DEWANTI LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kebiasaan Makan dan Persepsi Body Image Pada Siswa SMP Berstatus Gizi Lebih dan Normal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Wahyu Dewanti Lestari

(3)
(4)

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL

(Food Habit and Body Image Perceptions of Overweight and Normal Nutritional

Status Pre-Adolescent Boys)

Wahyu Dewanti Lestari1, Cesilia Meti Dwiriani2 1

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email: wahyudewanti.2013@yahoo.com

2

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

Abstract

The purpose of this study was to analyze the differences between food habits and body image perception and the correlation between the two variables observed in overweight and normal nutritional status of junior high school boys students. This research used cross sectional design involved 100 students, 50 overweight and 50 normal status from two schools in Bogor. The data consist of individual and family characteristic, food habits, nutritional knowledge, body image perceptions, and healthy status. Most of the subject of 12 years old, with family members in the middle category, dan almost all parents are college graduates. Subjects have middle category of nutritional knowledge, and topic about healthy and safe food is answered correctly only by one third of the subjects.. The result found no difference in food habit (p>0.05), but significant difference (p=0.000) in body image perception. Was found no correlation (p>0.05) was between food habits and body image perception, but was found significant correlation exist (p=0.027) between nutritional knowledge and body image perception.

Keyword: food habit, body image, adolescent, boys. Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan kebiasaan makan dan persepsi body image dan hubungan antar keduanya pada siswa SMP berstatus gizi lebih dan normal. Penelitian menggunakan desain cross sectional study melibatkan 100 siswa, terdiri dari 50 siswa gizi lebih dan 50 siswa gizi normal dari dua SMP di Kota Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik individu dan keluarga, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image, dan status kesehatan. Contoh umumnya berusia 12 tahun, dengan jumlah anggota keluarga pada kategori sedang, dan hampir seluruh orang tua merupakan lulusan perguruan tinggi. Contoh memiliki pengetahuan gizi kategori sedang, dan topik pertanyaan makanan yang sehat dan aman hanya mampu dijawab dengan benar oleh sepertia contoh. Hasil analysis menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan makan (p>0.05), namun terdapat perbedaan signifikan (p=0.000) pada persepsi body image. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan terhadap persepsi body image (p>0.05), namun terdapat hubungan signifikan (p=0.027) antara pengetahuan gizi terhadap persepsi body image contoh.

(5)
(6)

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA

SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL

WAHYU DEWANTI LESTARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 adalah Kebiasaan Makan dan Persepsi Body Image Pada Siswa SMP Berstatus Gizi Lebih dan Normal. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyempatkan waktu luang untuk memberikan ide dan saran bagi penulis

2. Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen penguji skripsi

3. Kedua orang tua, kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa, dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

4. Ayu Helmi, Riska Tri, Ali Mahdi, Fajar, Ilyatun, serta teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.

5. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 5, atas dukungan dan kerjasamanya.

6. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan diatas. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan

Bogor,Juni 2014

(9)

4

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Tujuan Umum 2 Tujuan Khusus 2 Hipotesis 2 Kegunaan Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODOLOGI 4

Desain, Tempat dan Waktu 4

Cara Pengambilan Contoh 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 11

Karakteristik Contoh 12

Karakteristik Keluarga Contoh 12

Pengetahuan Gizi 14

Kebiasaan Makan 15

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 18

Persepsi Body Image 19

Status Kesehatan 21

Hubungan Antar Variabel 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik siswa SMP 12 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga siswa SMP

gizi normal dan gizi lebih 13

4 Jumlah dan persentase contoh yang menjawab benar 14

5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan 15

6 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan) 16 7 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh 18

8 Tingkat kecukupan zat gizi contoh 18

9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi 19 10 Sebaran contoh berdasarkan persepsi body image 20 11 Sebaran contoh bentuk tubuh aktual dan ideal 20 12 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan 21 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Proses penarikan contoh 5

3 Diagram IMT menurut umur untuk laki-laki 5-19 tahun (WHO, 2007) 8 4 Persepsi body image pada pra remaja usia 10-18 tahun (Collins, 1990) 9 5 Persepsi body image pada dewasa usia >18 tahun (Collins, 1990) 10

6 Tingkat pengetahuan gizi contoh 15

7 Persentase tingkat kebiasaan makan contoh 17

(11)
(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan teknologi seperti transportasi dan alat bantu komunikasi berkontribusi pada meningkatnya prevalensi kegemukan. Tersedianya sarana transportasi membuat orang lebih memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh. Orang lebih memilih naik eskalator atau lift daripada naik tangga. Selain itu, diciptakannya mesin-mesin yang dapat menggantikan tugas manusia semakin membuat orang ”manja”, serta membuat enggan mengeluarkan tenaganya. Akibatnya aktivitas fisik menurun, yang berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Masa remaja merupakan periode antara kehidupan anak dan dewasa yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini remaja mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang drastis. Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah remaja, menjadi amat memperhatikan tubuhnya. Remaja membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka (body image) dan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar (Arisman, 2004).

Marasabessy (2006) dalam penelitiannya pada mahasiswa putra dan putri, menyatakan bahwa sebagian besar (66.2% remaja putra dan 87.5% remaja putri) tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Abramson (2005), menyatakan bahwa tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh tidak dihubungkan dengan besarnya kelebihan berat badan. Hal ini berarti bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tidak hanya terjadi pada individu yang memiliki kelebihan berat badan, namun juga dapat terjadi pada individu yang tidak memiliki kelebihan berat badan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan secara nasional masalah kegemukan pada anak 6-12 tahun relatif tinggi yaitu 9.2% atau sudah di atas 5%. Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki 6-12 tahun lebih tinggi dari prevalensi anak perempuan, berturut-turut sebesar 10.7% dan 7.7%. Kegemukan pada usia tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kegemukan ketika dewasa. Pada tingkat nasional prevalensi kegemukan pada anak umur 13-15 tahun adalah 2.5%, sama dengan persentase kegemukan di Jawa Barat. Seperti halnya dengan anak 6-12 tahun, kegemukan pada kelompok anak 13-15 tahun juga memiliki ciri prevalensi yang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, yaitu 2.9% dan 2%. Banyak hal yang dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan pada remaja, yaitu kurangnya olahraga, atau kebiasaan makan yang tidak sehat, asupan tinggi lemak dan karbohidrat, dan rendah serat. Rendahnya konsumsi serat kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya serat dalam menjaga kesehatan.

Menurut Soekatri et al (2011), pada usia remaja, kebiasaan makan dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya, kehidupan sosial, dan kegiatan yang dilakukannya di luar rumah. Remaja mempunyai kebiasaan makan di antara waktu makan, berupa jajanan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pilihan jenis makanan yang dilakukan lebih penting daripada tempat atau waktu makan. Remaja umumnya mengkonsumsi junk food sehingga asupan karbohidrat, lemak, gula, garam (Na), dan protein lebih besar daripada yang diperlukan.

(13)

2

Maloney, McGuire, Daniels, dan Specker (1989) dalam Collins (1991), mengungkapkan bahwa 45% anak laki-laki dan perempuan kelas tiga sampai enam sekolah dasar yang disurvei ingin menjadi lebih kurus, sebanyak 33.7% mencoba untuk menurunkan berat badan dan 6.9% diantaranya menderita anorexia nervosa. McCreary (2011) dalam penelitiannya pada laki-laki remaja dan dewasa, menyatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki persepsi tubuh yang positif, namun sebagian laki-laki yang memiliki gangguan makan melaporkan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya, mereka berkeinginan untuk menjadi lebih berotot dan tidak ingin disebut berlemak, walaupun mereka sebenarnya kelebihan berat badan. Sztainer (2011) dalam penelitiannya pada remaja laki-laki dan perempuan, menyatakan bahwa perhatian terhadap body image lebih tinggi dikalangan remaja yang memiliki kelebihan berat badan. Hubungan antara berat badan dan body image cenderung terjadi tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Body image dapat diukur menggunakan metode figure rating scale (FRS), yang dikembangkan Stunkard et al (1983), yang memiliki skema gambar dewasa. Collins (1991), mengembangkan metode stunkard tersebut untuk anak pra-remaja yang terdiri dari tujuh skema gambar.

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan kebiasaan makan dikalangan remaja dan para remaja laki-laki pun mulai memperhatikan bentuk tubuhnya. Penelitian ini ingin mengkaji kebiasaan makan dan persepsi body

image dari remaja laki-laki yang memiliki status gizi normal dan lebih.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan dan hubungan kebiasaan makan dan persepsi body image pada siswa SMP yang berstatus gizi lebih dan normal.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik individu dan keluarga siswa SMP gizi lebih dan normal

2. Mempelajari kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image, dan status kesehatan.

3. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, persepsi body image dan kebiasaan makan siswa SMP.

4. Menganalisis hubungan kebiasaan makan dan status gizi siswa SMP. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi body image dan kebiasaan makan siswa SMP gizi lebih dan normal.

2. Terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan persepsi body image dan status gizi siswa SMP gizi lebih dan normal.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi bagi peneliti mengenai kebiasaan makan dan persepsi body image dikalangan siswa SMP. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi para ibu untuk lebih memperhatikan kebiasaan makan anak, guna mencegah terjadinya gizi lebih pada anak. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi bahwa

(14)

3

kejadian gizi lebih dikalangan siswa SMP sebaiknya menjadi perhatian baik dikalangan pemerintah selaku pembuat kebijakan, swasta dan masyarakat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan status kesehatannya. Kebiasaan makan yang tidak baik dapat menyebabkan anak menjadi gemuk dan obesitas. Hal tersebut dapat disebabkan anak banyak makan, namun kurang beraktivitas, ditambah lagi dengan banyaknya mengkonsumsi fast

food dan junk food dan sangat sedikit mengkonsumsi sayuran. Status gizi overweight dan obese dapat memicu terjadinya masalah kesehatan, tidak hanya itu

status kesehatannya di usia kanak-kanak dapat berdampak bagi status gizinya disaat remaja.

Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya. Kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan keluarganya. Banyaknya anggota keluarga dan pengetahuan orang tua yang dilatarbelakangi tingkat pendidikan dapat menentukan baik dan buruknya kebiasaan makan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Besarnya pendapatan orang tua mempengaruhi besarnya uang jajan yang diterima oleh remaja, hal tersebut dapat memicu terjadinya kebiasaan makan yang baik atau buruk di luar rumah.

Kebiasaan makan dapat pula dipengaruhi oleh persepsi body image. Remaja merupakan golongan umur yang paling sensitif dalam memperhatikan bentuk tubuh, remaja yang merasa dirinya gemuk seringkali memiliki rasa percaya diri yang kurang, sehingg cenderung melakukan berbagai cara untuk memperoleh penampilan fisik yang menarik. Persepsi body image yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan remaja menjadi buruk. Pengetahuan gizi memberikan bekal kepada remaja dalam menentukan persepsi terhadap bentuk tubuhnya. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai persepsi yang benar tentang tubuhnya.

Gambar 1.Kerangka pemikiran penelitian Karakteristik individu:  Umur  Berat Badan  Tinggi Badan  Uang jajan Karakteristik keluarga:

 Jumlah anggota keluarga

 Pendapatan keluarga

 Pendidikan orang tua

Kebiasaan makan dan asupan zat

gizi

Persepsi body image

Status gizi Pengetahuan gizi Status kesehatan:  Jenis penyakit  Frekuensi sakit  Lama sakit

(15)

4

METODOLOGI

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan ini adalah cross sectional study, yaitu suatu penelitian di mana variabel-variabel faktor resiko dan variabel-variabel efek diobservasi sekaligus di waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005). Tempat pengambilan data dilakukan di SMP Negeri 1 Kota Bogor dan SMP Bosowa Bina Insani Bogor, tempat pengambilan data dilakukan secara purposive dengan pertimbangan populasi siswanya memiliki status ekonomi menengah hingga menengah ke atas dengan dugaan terdapat siswa yang memiliki status gizi lebih, dan kemudahan akses bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Pemilihan pada siswa laki-laki didasarkan data Riskesdas 2010, yang menunjukkan prevalensi kegemukan berdasarkan IMT/U banyak terjadi pada laki-laki (2.9%) di daerah perkotaan (3.2%) dibandingkan prevalensi kegemukan pada perempuan (2%). Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan November - Desember 2013.

Cara Pengambilan Contoh

Dalam penelitian ini contoh yang digunakan adalah siswa laki-laki usia 11-13 tahun, yang memiliki status gizi lebih dan normal berdasarkan Indeks Massa Tubuh (WHO, 2004). Pemilihan contoh diambil berdasarkan kriteria contoh yaitu siswa laki-laki yang memiliki IMT gizi lebih dan siswa laki-laki yang memiliki IMT normal, dengan keadaan perekonomian keluarga berada pada kategori menengah hingga menengah ke atas. Setelah di dapatkan siswa laki-laki dengan kriteria yang diinginkan, maka jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus estimasi proporsi sebagai berikut :

Berdasarkan jumlah contoh minimal di atas, maka jumlah contoh yang diteliti adalah sebanyak 50 orang siswa berstatus gizi lebih dan 50 orang siswa berstatus gizi normal. Sebelum melakukan pengambilan contoh, peneliti melakukan screening terlebih dahulu terhadap siswa laki-laki kelas 7 dan 8.

Screening dilakukan terhadap 116 orang siswa SMP Negeri 1 Bogor, dan 135

orang siswa SMP Bosowa Bina Insani Bogor dengan menimbang berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) siswa, hasil screening disajikan pada Gambar 2.

Keterangan :

n : jumlah contoh

Z 1-α/2 : tingkat kepercayaan 95% (1,96)

p : prevalensi kegemukan pada pra-remaja laki-laki di Jawa Barat q : 1 - p

(16)

5

Berdasarkan hasil screening di SMP Negeri 1 Bogor, terdapat 31% contoh beratatus gizi kurang, 35.3% berstatus gizi normal, 18.1% berstatus overweight, dan 15.5% berstatus obesitas, di SMP Bosowa Bina Insani Bogor terdapat 20% contoh berstatus gizi kurang, 46.6% berstatus gizi normal, 22.9% berstatus overweight, dan 10.4% berstatus obesitas. Contoh dipilih secara purposive berdasarkan criteria inklusi yaitu siswa kelas 7 memiliki status gizi lebih atau normal, sehingga diperoleh 25 siswa dengan status gizi normal dan 25 siswa dengan status gizi lebih dari masing-masing sekolah, dengan nilai rata-rata Z-skor kelompok gizi normal 0.20±0.6 dan rata-rata Z-skor kelompok gizi lebih 2.28±0.73.

Screening

Purposive

Gambar 2. Proses penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik individu, karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image,dan status kesehatan, diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian yang didapatkan dari pihak sekolah.

Data karakteristik individu meliputi data umur berdasarkan tanggal lahir, berat badan, tinggi badan, dan besarnya uang saku, data tersebut diperoleh menggunakan alat bantu kuesioner, timbangan berat badan dan microtoise, dari data tersebut dapat diperoleh data status gizi contoh berdasarkan IMT menurut umur dan besarnya uang saku yang didapatkan per hari. Data karakteristik keluarga meliputi jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua per bulan, data tersebut diperoleh menggunakan

Siswa laki-laki kelas 7&8 (116 orang)

SMP B.Bina Insani SMP N 1 Bogor

50 siswa laki-laki status gizi normal Gizi Normal (41 orang) Gizi Kurang (36 orang) 25 status gizi normal Siswa laki-laki kelas 7&8 (135 orang) Gizi Lebih (39 orang) Gizi Normal (63 orang) Gizi Kurang (27 orang) Gizi Lebih (45 orang) 25 status gizi lebih 25 status gizi normal 25 status gizi lebih

50 siswa laki-laki status gizi lebih

(17)

6

kuesioner dengan wawancara secara langsung dan membedakan pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan antara ayah dan ibu.

Data kebiasaan makan contoh diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan, dengan pilihan jawaban. Kuesioner frekuensi makan sehari dengan data yang terdiri dari jenis pangan yang dikonsumsi dan frekuensi konsumsi jenis pangan tersebut, kuesioner

food recall 2x24 jam yaitu 1 kali waktu hari libur dan 1 kali waktu hari sekolah

dengan data yang terdiri dari waktu makan, menu makanan, bahan makanan, dan jumlah bahan makanan tersebut dengan cara pengisian kuesioner yang langsung ditanyakan oleh peneliti kepada siswa dengan cara wawancara.

Data pengetahuan gizi, diberikan kuesioner yang berisikan 20 pertanyaan pilihan berganda kepada setiap siswa, dengan pemberian skor 1 untuk setiap pilihan jawaban yang benar. Pertanyaan mengenai pengetahuan gizi terdiri dari 5 soal pengetahuan gizi secara umum yang terdiri dari 3 pertanyaan jenis dan sumber zat gizi dan 2 pertanyaan mengenai fungsi zat gizi, 5 soal mengenai pemilihan makanan yang sehat dan aman, 5 soal mengenai hubungan gizi dan penyakit, serta 5 soal mengenai kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak baik.

Data status kesehatan contoh diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data status kesehatan terdiri dari sakit yang sedang diderita, frekuensi sakit, dan lama sakit yang dialami dalam 1 bulan terakhir. Data sakit yang sedang diderita terdiri dari flu, batuk, susah buang air besar, susah buang air kecil, dan sakit kepala.

Data persepsi body image contoh diperoleh melalui wawancara secara langsung menggunakan kuesioner figure rating scale (FRS). Kuesioner diberikan dengan menggunakan gambar tujuh anak laki-laki, siswa diharapkan dapat menggambarkan bentuk tubuh aktualnya dengan memilih 1 dari 7 gambar yang diberikan. Selain diharapkan dapat menggambarkan bentuk tubuh aktualnya, siswa juga diharapkan dapat menggambarkan bentuk tubuh ideal yang mereka inginkan saat ini dan dewasa nanti.

Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara Pengambilan Data Jenis Data

1 Karakteristik individu:  Umur  Berat badan  Tinggi badan  Uang jajan Wawancara menggunakan kuesioner Primer 2 Karakteristik keluarga:

 Jumlah anggota keluarga

 Pendapatan keluarga

 Pendidikan orang tua

Wawancara menggunakan kuesioner Primer 3 Kebiasaan makan  14 pertanyaan mengenai kebiasaan makan

 Food recall 2x24 jam

Wawancara menggunakan kuesioner Primer 4 Status Kesehatan:  Jenis penyakit  Kejadian sakit  Frekuensi sakit  Lama sakit Wawancara menggunakan kuesioner Primer

(18)

7

Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)

No Variabel Cara Pengambilan Data Jenis Data

5 Antropometri Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan timbangan berat badan dan

microtoise untuk pengukuran tinggi badan

Primer

6 Pengetahuan gizi Wawancara menggunakan kuesioner

Primer 7 Persepsi body image Wawancara menggunakan

kuesioner

Primer 8 Gambaran umum lokasi

pengambilan data

Data dari pihak sekolah Sekunder

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh diolah dengan proses coding, entry, editing dan

cleaning, dan dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2007. Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan variabel

yang diteliti, berdasarkan nilai rataan, minimal,maksimal, standar deviasi dan persentase yang terdapat dalam tabel kuesioner. Pengolahan data uji hubungan dan beda menggunakan aplikasi Statistical Program for Social Science (SPSS) for

Windows 16.0. Uji hubungan yang digunakan adalah pearson dan chi-square,

sedangkan uji beda yang digunakan adalah independent sample t-test dan

mann-whitney.

Karakteristik individu, meliputi usia, berat badan, tinggi badan, dan uang saku per hari. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, dan dilakukan pengelompokkan berdasarkan status gizi normal dan lebih. Dilakukan uji beda pada data uang jajan contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih menggunakan uji independent sample t-test.

Karakteristik keluarga, meliputi jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua per bulan. Data tersebut dianalisis secara deskriptif. Dilakukan uji beda menggunakan uji independent

sample t-test pada data jumlah keluarga dan pendidikan orang tua contoh berstatus

gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Dilakukan uji beda pada pendapatan orang tua contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih menggunakan uji mann-whitney.

Pengetahuan gizi, diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan dengan memberi skor. Bila menjawab salah diberi skor 0, sedangkan untuk jawaban benar diberi skor 1, sehingga skor total minimum 0 dan maksimum adalah 20. Kategori pengetahuan gizi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kategori pengetahuan gizi tingkat kurang bila skor <60.0%, sedang bila skor 60.0-80.0%, dan baik bila skor >80.0% dari skor maksimal (100%) (Khomsan 2000). Data pengetahuan gizi dianalisis secara deskriptif, lalu dilakukan uji beda menggunakan uji independent sample t-test apakah terdapat perbedaan pengetahuan gizi antara contoh berstatus gizi normal dan lebih, dan dilakukan uji hubungan menggunakan uji korelasi pearson dan uji chi-square apakah pengetahuan gizi memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya, yaitu; variabel kebiasaan makan, dan persepsi body image.

(19)

8

Kebiasaan makan, diukur dengan menggunakan 14 pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan tertutup, dan 4 pertanyaan terbuka. Alternatif jawaban pertanyaan tertutup dengan pemberian skor sebagai berikut: tidak pernah diberi skor 0, kadang-kadang diberi skor 1, sering diberi skor 2, dan selalu diberi skor 3. Total skor minimum adalah 0 dan maksimum 30. Skor tersebut diklasifikasikan menjadi kategori baik bila skor >80%, sedang bila skor 60-80%, dan rendah bila skor <60% dari nilai maksimal. Empat jawaban isian dari kebiasaan makan remaja digunakan untuk mendeskripsikan kebiasaan makan remaja. Skor jawaban dianalisis secara deskriptif. Dilakukan uji hubungan menggunakan uji korelasi

pearson untuk melihat hubungan kebiasaan makan dengan variabel yang lainnya,

yaitu; pengetahuan gizi, persepsi body image, dan status kesehatan, dan uji beda pada kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal dan lebih menggunakan uji

independent sample t-test.

Tingkat kecukupan zat gizi, didapat dari data konsumsi pangan untuk menghitung asupan zat gizi contoh. Menurut WHO (2007), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan diagram IMT menurut umur. Caranya, dengan menentukan terlebih dahulu IMT anak dengan rumus sebagai berikut:

IMT = berat badan (kg)/ tinggi badan (meter2)

Gambar 3. Diagram IMT menurut umur untuk laki-laki 5-19 tahun (WHO, 2007) Keterangan diagram, perhatikan Z-skor pada diagram:

 Sangat kurus < - 3 SD

 Kurus – 3 SD sampai dengan < - 2 SD

 Normal – 2 SD sampai dengan 1 SD

 Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD

 Obesitas > 2 SD

Contoh yang memiliki status gizi lebih menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) menggunakan AKG 2013 berdasarkan usia dan jenis kelamin, sedangkan pada contoh status gizi normal, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan berat badan aktual. Cara menentukan AKG aktual yang akan digunakan sebagai berikut:

(20)

9

Keterangan:

 BB aktual = berat badan berdasarkan hasil pengukuran

 BB ideal 2013 = berat badan ideal menurut umur berdasarkan AKG tahun

2013

 AKG ideal = angka kecukupan gizi menurut umur berdasarkan AKG tahun 2013

Asupan zat gizi contoh diolah menggunakan Microsoft Excel 2007, untuk melihat nilai rataan, dan standar deviasi. Ada pun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = penjumlahan zat gizi-i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = berat bahan makanan j (gram)

Gij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Menurut Supariasa et al (2002), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TKGI = (Ki/AKGI) x 100% Keterangan :

TKGI = tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh Ki = konsumsi energi atau zat gizi contoh

AKGI = angka kecukupan energi atau zat gizi contoh

Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (>=120%). Tingkat kecukupan zat gizi yang telah diperoleh dibandingkan antara kelompok contoh berstatus gizi normal dan kelompok contoh berstatus gizi lebih, menggunakan uji beda independent sample t-test.

Persepsi body image menggunakan metode FRS Stunkard yang dikembangkan oleh Collins (1991), yang terdiri dari tujuh gambar anak pra remaja dan dewasa dengan status gizi pada gambar dari gizi kurang hingga gizi lebih. Gambar nomor 1 sampai 3 memiliki status gizi sangat kurang, nomor 4 sampai 5 status gizi normal, dan gambar 6 sampai 7 status gizi lebih. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Persepsi body image pada pra remaja usia 10-18 tahun (Collins, 1990)

(21)

10

Gambar empat merupakan gambar persepsi bentuk tubuh untuk usia pra remaja laki-laki. Gambar tersebut digunakan untuk menanyakan bentuk tubuh mereka saat ini, dan bentuk tubuh ideal berdasarkan umur mereka.

Gambar 5. Persepsi body image pada dewasa usia >18 tahun (Collins, 1990) Gambar lima merupakan gambar persepsi bentuk tubuh untuk dewasa. Gambar tersebut digunakan untuk memilih tubuh ideal seperti apakah yang mereka inginkan ketika dewasa. Hasil penelitian Dewi (2010), menyatakan bahwa FRS merupakan metode pengukuran persepsi tubuh yang lebih efektif dibandingkan alat ukur lain (Body Shape Questionair), bila dilihat dari kemudahan contoh dalam memahami pertanyaan, tingkat kesulitan menjawab pertanyaan, dan tidak menggunakan waktu yang lama.

Persepsi body image menggunakan kuesioner yang terdiri pertanyaan mengenai bentuk tubuhnya, bentuk tubuh ideal, dan bentuk tubuh yang diinginkannya ketika dewasa. Pertanyaan tersebut kemudian dideskripsikan satu per satu sesuai dengan jawaban contoh. Jenis persepsi contoh diukur dengan membandingkan status gizi aktual terhadap persepsi bentuk tubuh aktualnya. Apabila persepsi contoh terhadap bentuk tubuh aktualnya berbeda dengan status gizi aktualnya, maka hal ini dapat dikatakan sebagai persepsi tubuh negatif. Sebaliknya, apabila persepsi contoh terhadap bentuk tubuh aktualnya sama dengan status gizi aktualnya, maka hal ini dapat dikatakan sebagai persepsi tubuh positif. Hasil persepsi body image baik negatif atau positif antara anak gizi lebih dan normal tersebut diolah secara deskriptif dengan melihat rataan, sehingga didapatkan hasil secara umum mengenai persepsi body image. Persepsi body

image positif diberikan skor 1 dan negatif diberikan skor 0, yang kemudian diolah

secara deskriptif. Dilakukan uji hubungan antara persepsi body image dengan variabel lainnya, yaitu kebiasaan makan dan pengetahuan gizi dengan menggunakan uji chi-square. Uji beda juga dilakukan antara persepsi body image contoh berstatus gizi normal dan lebih menggunakan uji beda mann whitney.

Status kesehatan, diukur dari kejadian sakit sejak satu bulan terakhir yang meliputi jenis penyakit, frekuensi sakit, dan lama sakit. Pengujian statistik status kesehatan menggunakan skor yang diperoleh dengan mengalikan frekuensi sakit dan lama sakit untuk setiap jenis penyakit. Skor kesehatan dikatakan tinggi apabila 0-4, sedang 5-9, dan rendah 10-14 (Sugiyono, 2009). Status kesehatan diolah secara deskriptif. Dilakukan uji beda antara status kesehatan contoh berstatus gizi normal dan lebih menggunakan uji independent sample t-test.

(22)

11

Definisi Operasional

Kebiasaan Makan adalah cara contoh dalam memilih pangan dan mengkonsumsinya, meliputi; frekuensi makan sehari, konsumsi pangan, kebiasaan membawa bekal, dan kebiasaan jajan.

Frekuensi Makan adalah seberapa sering dan seberapa banyak contoh mengkonsumsi suatu jenis makanan, data diperoleh dengan menggunakan food frequency.

Konsumsi Pangan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh contoh selama dua hari, yaitu pada hari sekolah dan hari libur, yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam.

Persepsi Body Image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya.

Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya.

Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Karakteristik Individu adalah hal-hal yang diukur dari contoh yang meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan pendapatan yang dibutuhkan dalam penelitian.

Karakteristik Keluarga adalah faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kebiasaan makan dan persepsi body image pada contoh.

Status Gizi adalah keadaan gizi contoh yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator berat badan, tinggi badan, dan umur dengan ambang batas yang digunakan untuk Indonesia.

Gizi Lebih keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan.

Pengetahuan Gizi adalah pemahaman contoh terkait dengan gizi secara umum, status gizi, dan persepsi body image

Status Kesehatan adalah kondisi kesehatan yang dimiliki oleh contoh meliputi kejadian sakit, frekuensi sakit, dan lama sakit yang diderita.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Sekolah yang menjadi penelitian ini adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kota Bogor yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 16 dan Sekolah Menengah Pertama Bosowa Bina Insani (Reguler) Bogor yang terletak di Jl. KH. Soleh Iskandar Kampung Serempet Kelurahan Sukadamai.

SMP Negeri 1 Bogor telah diseleksi oleh Direktorat Pembinaan SMP Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN). SMP Negeri 1 Kota Bogor merupakan SMP tertua di wilayah Bogor. Luas tanah dan bangunan ± 3983m2. Lokasi sekolah ini sangat strategis karena tepat berada di jantung kota di depan Istana Bogor, dan bersebelahan dengan SMA Negeri 1 Bogor.

(23)

12

SMP Bosowa Bina Insani (Reguler) Bogor, berdiri sejak tahun 1995, dan sebagai salah satu sekolah unggulan di Kota Bogor. Sekolah ini dahulunya bernama Sekolah Bina Insani, kini menjadi Sekolah Bosowa Bina Insani yang merupakan sekolah pertama yang dikembangkan oleh Bosowa Foundation. Bosowa Bina Insani, terdiri dari kelas regular, international class, dan boarding

school. SMP Bosowa Bina Insani, berbasis pendidikan Islam, dengan fasilitas

yang terdiri dari ruang kelas sebanyak 16 kelas yang dilengkapi dengan screen dan AC, setiap siswa mendapat fasilitas loker, ruang multimedia, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga, aula, masjid, taman sekolah, dan lapangan upacara.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah siswa SMP usia 11-13 tahun, dengan rata-rata umur 12.19±0.4. Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) rentang usia tersebut termasuk ke dalam masa remaja awal (10-13 tahun). Karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik siswa SMP Karakteristik

Anak

Normal Gizi Lebih Total

n % n % n % Usia : 11 tahun 1 2 2 4 3 3 12 tahun 35 70 40 80 75 75 13 tahun 14 28 8 16 22 22 Rata-rata umur 12.26±0.5 12.12±0.44 12.19±0.46 Uang saku per hari : <Rp 10 000 4 8 1 2 6 6 Rp 10 000-Rp 30 000 35 70 33 66 68 68 >30 000 11 22 16 32 27 27 Rata-rata uang saku 21 280±10 980 24 190±12 462 22 735±11 777

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 2, sebanyak 68% contoh mendapatkan uang saku dengan kisaran Rp 10 000 – Rp 30 000, dan 27% contoh mendapatkan uang saku lebih dari Rp 30 000 per hari nya. Minimal uang saku per hari adalah Rp 5 000 dan maksimal Rp 50 000. Berdasarkan uji beda independent sample

t-test tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku contoh

berstatus gizi normal dan lebih.

Karakteristik Keluarga Contoh

Sebanyak 54% contoh termasuk kategori keluarga sedang (5-7 orang), sebanyak 41% contoh termasuk kategori keluarga kecil (≤4 orang) , dan sebanyak 5% contoh termasuk kategori keluarga besar (>7 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5.02±1.47. Menurut BKKBN (1998) besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan, 2007). Berdasarkan hasil uji independent sample t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) antara jumlah anggota keluarga contoh berstatus gizi normal dan lebih. Selain jumlah anggota keluarga, karakteristik keluarga lainnya seperti pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua dapat dilihat dalam Tabel 3.

(24)

13

Tabel 3. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga siswa SMP gizi normal dan gizi lebih

Karakteristik

Keluarga Keterangan

Normal Gizi Lebih Total

n % n % n % Jumlah anggota Keluarga Kecil (≤4 orang) 18 36 23 46 41 41 Sedang (5-7 orang) 29 58 25 50 54 54 Besar (>7 orang) 3 6 2 4 5 5 Rata-rata±SD 5.26±1.7 4.78±1.17 5.02±1.47 Pekerjaan ayah PNS 9 18 20 40.8 29 29 Pegawai Swasta 23 46 19 38.8 42 42 Wiraswasta 11 22 3 6.1 14 14 Polisi/TNI/ABRI 2 4 3 6.1 5 5 Tidak bekerja 5 10 4 8.2 9 9 Pekerjaan ibu PNS 12 24 13 26 25 25 Pegawai Swasta 6 12 11 22 17 17 Wiraswasta 4 8 3 6 7 7 Polisi/TNI/ABRI 1 2 1 2 2 2 Ibu Rumah Tangga 27 54 22 44 49 49

Pendidikan ayah SMA 1 2 4 8 5 5

PT 49 98 46 92 95 95 Pendidikan ibu SMP 1 2 0 0 1 1 SMA 8 16 9 18 17 17 PT 41 82 41 82 82 82 Pendapatan ayah per bulan <Rp 2 000 000 1 2 1 2 2 2 Rp 2 100 000-Rp 3 000 000 4 8 7 14 11 11 Rp 3 100 000-Rp 5 000 000 13 26 10 20 23 23 >Rp 5 000 000 32 64 30 60 62 62 Tidak berpenghasilan 0 0 2 4 2 2 Pendapatan ibu per bulan <Rp 2 000 000 7 14 3 6 10 10 Rp 2 100 000-Rp 3 000 000 8 16 11 22 19 19 Rp 3 100 000-Rp 5 000 000 9 18 7 14 16 16 >Rp 5 000 000 7 14 7 14 14 14 Tidak berpenghasilan 19 38 22 44 41 41 Secara umum (42%) ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta, pada contoh berstatus gizi normal sebanyak 23% ayah bekerja sebagai pegawai swasta dan 11% bekerja sebagai wiraswasta, berbeda dengan contoh berstatus gizi lebih, sebanyak 40.8% ayah bekerja sebagai PNS dan 38.8% bekerja sebagai pegawai swasta. Pekerjaan ibu secara umum (49%) adalah ibu rumah tangga, 54% pada ibu contoh berstatus gizi normal dan 44% pada ibu contoh berstatus gizi lebih.

Pendidikan orang tua dikategorikan menjadi empat bagian yaitu, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat Perguruan Tinggi (PT). Hasil penelitian berdasarkan Tabel 3 sebanyak 95% ayah tamat Perguruan Tinggi, dan 5% tamat SMA. Tingkat pendidikan ibu tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan ayah, sebanyak 82% ibu tamat Perguruan Tinggi, sebanyak 17% ibu contoh tamat SMA, dan 1% tamat SMP. Berdasarkan hasil uji mann-whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada pendidikan orang tua contoh berstatus gizi normal dan lebih, baik pada pendidikan ayah maupun ibu. Menurut Suhardjo et al (1988), tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh.

Pendapatan orang tua merupakan jumlah penghasilan kedua orang tua yaitu ayah dan ibu selama 1 bulan. Sebesar 62% ayah berpenghasilan ≥ Rp 5 000 000 per bulan, berpenghasilan ≤ Rp 2 000 000 dan tidak berpenghasilan, masing-masing memiliki persentase 2%. Sebesar 41% ibu contoh tidak memiliki penghasilan, hal tersebut sejalan dengan pekerjaan ibu contoh yang sebagian besar

(25)

14

merupakan ibu rumah tangga. Sebanyak 19% ibu berpenghasilan pada rentang Rp 2 100 000 – Rp 3 000 000. Berdasarkan hasil uji beda mann-whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) pada pendapatan orang tua contoh berstatus gizi normal dan lebih baik pada pendapatan ayah maupun ibu.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi, diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi. Pertanyaan meliputi topik: gizi secara umum (5 soal), kebiasaan makan yang sehat dan aman (5 soal), hubungan zat gizi dan penyakit (5 soal), serta kebiassaan makan dan gaya hidup yang tidak baik (5 soal). Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba (Notoatmodjo 2007). Tabel 4 merupakan penyajian pengetahuan gizi berdasarkan jawaban yang salah.

Tabel 4. Jumlah dan persentase contoh yang menjawab benar

Pertanyaan Normal (n=50) Gizi Lebih (n=50) Total (n=100) n % n % n %

1. Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 2. Pangan sumber protein

3. Makanan sumber tenaga 4. Pemenuhan kebutuhan energi 5. Makanan sumber vit.D

10 18 35 25 16 20 36 70 50 32 15 17 36 28 12 30 34 72 56 24 25 35 71 53 28 25 35 71 53 28 Rata-rata ± SD 42.4±19.3

6. Makanan sedikit serat

7. Karbohidrat yang membantu pencernaan 8. Jenis makanan sehat

9. Jenis minuman sehat

10. Zat pewarna terlarang pada makanan

17 23 14 8 19 34 46 28 16 38 16 23 14 6 15 32 46 28 12 30 33 46 28 14 34 33 46 28 14 34 Rata-rata ± SD 31±11.6

11.Konsumsi lemak dan minyak untuk remaja 12. Akibat konsumsi lemak hewan berlebih 13. Akibat konsumsi KH, P, L berlebihan 14. Akibat kekurangan zat besi

29 19 24 12 58 38 48 24 23 19 21 9 46 38 42 18 52 38 45 21 52 38 45 21 Rata-rata ± SD 35±14.6

15. Akibat rendah konsumsi kalsium 16. Kandungan gizi fast food

17. Akibat konsumsi (fast food) setiap hari 18. Waktu olahraga yang baik

19. Manfaat olahraga 20. Aktifitas fisik yang sehat

7 10 27 24 6 12 24 20 54 48 12 14 12 9 27 28 8 10 24 18 54 56 16 20 19 19 54 52 14 22 19 19 54 52 14 22 Rata-rata ± SD 32.3±19.2

Hasil penelitian pada pengetahuan gizi berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa pertanyaan pada topik kebiasaan makan yang sehat dan aman merupakan pertanyaan yang paling tidak diketahui oleh contoh, hal tersebut ditunjukkan sedikitnya contoh yang menjawab dengan benar yaitu rata-rata <50%. Terdapat beberapa pertanyaan yang tidak diketahui oleh contoh seperti, jenis minuman yang sehat, akibat rendah mengkonsumsi kalsium, kandungan gizi fast food, dan manfaat olahraga, contoh yang menjawab dengan benar pertanyaan tersebut <20%. Pertanyaan mengenai topik gizi secara umum dapat dijawab dengan cukup baik oleh contoh, hal tersebut terlihat bahwa lebih dari 25% contoh mampu menjawab pertanyaan dengan benar.

(26)

15

Gambar 6. Kategori pengetahuan gizi contoh

Kategori pengetahuan gizi contoh berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa secara umum contoh memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Contoh berstatus gizi normal sebanyak 28% memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang, 64% memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 8% memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Contoh berstatus gizi lebih sebanyak 30% memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang, 54% memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang, dan 15% memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik. Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang siginifikan (p>0.05) pada pengetahuan gizi contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Hal ini sejalan dengan penelitian Lingga (2011) pada remaja putri, menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) pada pengetahuan gizi remaja putri normal dan gemuk.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan diukur menggunakan beberapa pertanyaan yang mampu menggambarkan kebiasaan makan contoh sehari-hari, tidak hanya kebiasaan makan di dalam rumah seperti kebiasaan sarapan dan makan malam, namun termasuk kebiasaan makan di luar rumah seperti jajan di sekolah dan kebiasan makan fast food. Khumaidi (1994) dalam Sukandar (2008), kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kebutuhan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi. Tabel5 merupakan penyajian kebiasaan makan contoh gizi normal dan gizi lebih.

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan makan Normal Gizi lebih Total

n % n % n % 1. Kebiasaan sarapan  Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 0 9 10 31 0 18 20 62 3 15 7 25 6 30 14 50 3 24 17 56 3 24 17 56

(27)

16

Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)

Kebiasaan makan Normal Gizi lebih Total

n % n % n %

2. Bawa bekal makanan

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 15 29 4 2 30 58 8 4 15 25 8 2 30 50 16 4 30 54 12 4 30 54 12 4 3. Bawa bekal minuman

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 6 24 12 8 12 48 24 16 7 15 9 19 14 30 18 38 13 39 21 27 13 39 21 27 4. Jajan di sekolah  Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 1 9 23 17 2 18 46 34 0 22 11 17 0 44 22 34 1 31 34 34 1 31 34 34 5. Kebiasaan makan malam

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 3 19 19 9 6 38 38 18 4 32 10 4 8 64 20 8 7 51 29 13 7 51 29 13 6. Kebiasaan makan fast food

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 2 43 5 0 4 86 10 0 4 44 2 0 8 88 4 0 6 87 7 0 6 87 7 0 7. Kebiasaan mimun soft drink

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 6 39 5 0 12 78 10 0 5 33 9 3 10 66 18 6 11 72 14 3 11 72 14 3 8. Kebiasaan makan buah

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 9 18 19 13 18 36 38 26 1 13 24 12 2 26 48 24 10 31 43 25 10 31 43 25 9. Kebiasaan makan lauk pauk

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 1 7 18 24 2 14 36 48 0 2 33 15 0 4 66 30 1 9 51 39 1 9 51 39 10. Kebiasaan makan sayur

 Tidak pernah  Kadang-kadang  Sering  Selalu 2 19 17 12 4 38 34 24 1 19 21 9 2 38 42 18 3 38 38 21 3 38 38 21 Berdasarkan Tabel 5 dikatakan selalu apabila contoh mengkonsumsi 5-7 kali/minggu, sering 3-5 kali/minggu, kadang-kadang 1-2 kali/minggu, dan tidak pernah 0 kali/minggu. Sekitar separuh contoh memiliki kebiasaan makan pagi yang baik dengan selalu sarapan, dan kadang-kadang membawa bekal makanan dan minuman ke sekolah. Hampir separuh contoh berstatus gizi normal (46%) memiliki kebiasaan yang tidak baik dengan sering jajan disekolah, sedangkan contoh berstatus gizi lebih (44%) sudah cukup baik dengan kadang-kadang jajan

(28)

17

di sekolah. Lebih dari separuh contoh berstatus gizi normal dan lebih memiliki kebiasaan makan yang cukup baik dengan kadang-kadang melakukan makan malam (51%), kadang mengkonsumsi fast food (87%), dan kadang-kadang mengkonsumsi soft drink (72%). Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan makan yang baik dengan sering makan buah (43%) dan lauk-pauk (51%). Kebiasaan makan sayur lebih sering dilakukan oleh contoh berstatus gizi lebih ( 42%) daripada contoh berstatus gizi normal yang kadang-kadang makan sayur (38%).Rata-rata skor kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal (60.67±11.05) dan contoh berstatus gizi lebih (58.89±12.57). Rata-rata skor kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal tergolong sedang (60-80%) sedangkan pada contoh berstatus gizi lebih tergolong rendah (<60%), hasil tersebut sejalan dengan penelitian Lingga (2011) pada remaja putri yang menyatakan bahwa, sebagian besar (70%) remaja putri memiliki skor kebiasaan makan yang rendah dengan rata-rata skor keseluruhan 51.7±12.2.

Gambar 7. Kategori kebiasaan makan contoh

Kebiasaan makan contoh berdasarkan Gambar 7, secara umum memiliki kategori kebiasaan makan yang kurang baik. Contoh berstatus gizi normal sebanyak 44% memiliki kategori kebiasaan makan yang kurang baik, dan 52% kategori sedang. Contoh berstatus gizi lebih sebanyak 66% memiliki kategori kebiasaan makan yang kurang baik, dan 26% kategori sedang. Berdasarkan uji beda independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih.

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)

Kebiasaan makan Normal Gizi lebih Total

n % n % n % 1. Tempat sarapan  Rumah  Perjalanan/mobil  Sekolah 46 4 0 92 8 0 42 4 4 84 8 8 88 8 4 88 8 4 2. Jenis makanan sarapan

 Roti

 Mie

 Susu

 Nasi dan lauk pauk

8 2 4 36 16 4 8 72 13 2 10 25 26 4 20 50 21 4 14 61 21 4 14 61 .3. Pemilihan jajanan  Murah  Enak  Menarik  Mengenyangkan 2 28 3 17 4 56 6 34 7 22 3 18 14 44 6 36 9 50 6 35 9 50 6 35

(29)

18

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)

Kebiasaan makan Normal Gizi lebih Total

n % n % n %

4. Makanan yang dimakan di sekolah

 Nasi dan lauk

 Ciki  Gorengan  Batagor  Minuman  Mi ayam  Siomai  Bubur 18 5 8 4 7 3 3 2 36 10 16 8 14 6 6 4 14 4 2 7 10 7 2 4 28 8 4 14 20 14 4 8 32 9 10 11 17 10 5 6 32 9 10 11 17 10 5 6 Hasil kebiasaan makan berdasarkan Tabel 5 secara umum contoh sarapan di rumah (88%), mengkonsumsi nasi dan lauk pauk sebagai menu sarapan (61%), memilih jajanan yang enak (50%) saat jajan di sekolah, dan mengkonsumsi nasi putih dan lauk (32%) sebagai menu makan di sekolah.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang diteliti terdiri dari energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dalam asupan energi dan zat gizi contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan aktifitas. Untuk melakukan aktifitas itu kita memerlukan energi. Energi yang diperlukan ini kita peroleh dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga kelompok senyawa utama kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak (Poedjiadi A, 2006).

Tabel 7. Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh

Asupan energi dan zat gizi Gizi Normal Gizi Lebih Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) 1270 ± 387 37 ± 15.6 31 ± 15.6 359 ± 238.9 1496 ± 331.7 50 ± 14.3 37 ± 14.6 330 ± 250.4 Berdasarkan Tabel 6, rata-rata asupan zat gizi berupa energi, protein, dan lemak pada contoh berstatus gizi normal, lebih rendah bila dibandingkan dengan contoh berstatus gizi lebih. Asupan karbohidrat pada contoh berstatus gizi normal lebih tinggi bila dibandingkan contoh berstatus gizi lebih yaitu sebesar 359 ± 238.9 g, sedangkan pada contoh berstatus gizi lebih sebesar 330 ± 250.4 g.

Tabel 8. Tingkat kecukupan zat gizi contoh

Tingkat kecukupan zat gizi Normal Gizi Lebih Energi (kkal)* Protein (g)* Lemak (g)* Karbohidrat (g) 51 ± 14.1 55 ± 24.3 37 ± 20.6 105 ± 70.7 69 ± 15.1 86 ± 25.0 52 ± 20.4 112 ± 87.3 *Sig (p<0.005)

Berdasarkan Tabel 7, rata-rata tingkat kecukupan zat gizi berupa energi, protein, lemak dan karbohidrat contoh berstatus gizi normal, lebih rendah bila dibandingkan dengan contoh berstatus gizi lebih. Berdasarkan uji beda

independent sample t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.00) antara

tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak pada contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Pada tingkat kecukupan karbohidrat tidak terdapat

(30)

19

perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2013) yang menyebutkan bahwa, berdasarkan hasil uji beda

mann-whitney terhadap tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak, diketahui bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada contoh dengan status gizi normal dan gizi lebih.

Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi

Tingkat Kecukupan Normal Gizi Lebih Total

n % n % n %

Energi

Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih 45 4 1 0 0 90 8 2 0 0 23 15 7 5 0 46 30 14 10 0 68 19 8 5 0 68 19 8 5 0 Protein

Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih 44 0 2 2 2 88 0 4 4 4 8 4 8 19 11 16 8 16 38 22 52 4 10 21 13 52 4 10 21 13 Lemak

Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih 48 0 0 2 0 96 0 0 4 0 41 4 2 2 1 82 8 4 4 2 89 4 2 4 1 89 4 2 4 1 Karbohidrat

Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih 17 4 6 12 11 34 8 12 24 22 13 12 9 6 10 26 24 18 12 10 30 16 15 18 21 30 16 15 18 21 Hasil tingkat kecukupan zat gizi contoh berstatus gizi normal dan gemuk berdasarkan Tabel 8 secara umum pada tingkat kecukupan zat gizi mengalami defisit tingkat berat. Defisit tingkat berat pada tingkat kecukupan energi sebesar 68%, protein sebesar 52%, dan karbohidrat sebesar 30%, tingkat kecukupan lemak termasuk defisit tingkat ringan yaitu 89%. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan (Almatsier 2004).

Persepsi Body Image

Persepsi bentuk tubuh aktual merupakan gambaran contoh dalam menilai bentuk tubuhnya sendiri. Penilaian terhadap bentuk tubuh tersebut terbagi dalam tiga kategori, yaitu kurus, normal, dan gemuk. Persepsi tubuh merupakan penilaian seseorang terhadap aspek fisik dari tubuh mereka. Pada kondisi yang ekstrim, seseorang dengan persepsi terhadap tubuh aktual yang tidak baik akan mengalami distorsi dalam menilai realitas (Wirakusumah, 1994).

(31)

20

Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan persepsi body image

Normal Gizi Lebih Total

n % n % n %

Persepsi bentuk tubuh aktual

Kurus 10 20 0 0 10 10

Normal 40 80 37 74 77 77

Gemuk 0 0 13 26 13 13

Kategori body image

Positif 40 80 13 26 53 53

Negatif 10 20 37 74 47 47

Harapan bentuk tubuh ideal

Kurus 2 4 1 2 3 3

Normal 48 96 49 98 97 97

Harapan bentuk tubuh saat dewasa

Kurus 21 42 17 34 38 38

Normal 29 58 33 66 62 62

Sebagian besar contoh (77%) mempersepsikan bentuk tubuhnya adalah normal. Uji mann-whitney terdapat perbedaan signifikan (p=0.00) antara persepsi

body image contoh berstatus gizi normal dan lebih. Hal tersebut dikarenakan

sebanyak 80% contoh berstatus gizi normal memiliki persepsi yang positif, dan 74% contoh berstatus gizi lebih memiliki persepsi negatif. Menurut Germov dan Williams (2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang negatif. Uji hubungan menyatakan, terdapat hubungan signifikan (p=0.00) antara persepsi body image dan status gizi contoh. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Lingga (2011) pada remaja putri yang menyatakan bahwa, terdapat hubungan signifikan antara status gizi dengan persepsi body image.

Persepsi bentuk tubuh ideal secara umum (97%) adalah bentuk tubuh dengan status gizi normal. Contoh berstatus gizi normal sebanyak 96%, dan contoh berstatus gizi lebih sebanyak 98% memilih bentuk tubuh normal sebagai bentuk tubuh yang ideal untuk mereka. Persepsi bentuk tubuh saat dewasa secara umum (62%) adalah bentuk tubuh dengan status gizi normal. Contoh berstatus gizi normal sebanyak 58%, dan contoh berstatus gizi lebih sebanyak 66% memilih bentuk tubuh normal sebagai bentuk tubuh yang mereka inginkan ketika dewasa. Berdasarkan hasil wawancara secara langsung sebagian besar contoh menginginkan tubuh yang berotot untuk mereka ketika dewasa. Hal tersebut dinyatakan pula oleh Ricciardelli dan McCabe (2011) pada remaja, bahwa laki-laki lebih suka memperlihatkan otot-ototnya. Dorongan untuk memiliki otot diperlihatkan dikalangan remaja di berbagai budaya, dan merupakan permasalahan mengenai bentuk tubuh pada laki-laki ialah harapan untuk menjadi lebih kuat dan berotot.

Tabel 11. Sebaran contoh bentuk tubuh aktual dan ideal Harapan bentuk

tubuh ideal

Bentuk tubuh aktual

Kurus (n) Normal (n) Gemuk (n)

Kurus (n) 2 1 0

Normal (n) 8 76 13

(32)

21

Secara umum (76 orang) setiap contoh mengharapkan bentuk tubuh dengan status gizi normal (Tabel 11). Berbeda dengan harapan remaja perempuan yang menginginkan bentuk tubuh dengan status gizi kurus (Sztainer, 2011).

Status Kesehatan

Status kesehatan contoh diukur dari kejadian sakit sejak satu bulan yang lalu, dan tidak semua contoh mengalami kejadian sakit dalam kurun waktu tersebut. Menurut Soemirat (2000), sehat adalah sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan. Keadaan sakit dinyatakan sebagai penyimpangan dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsinya. Status kesehatan contoh disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12.Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan

No Status Kesehatan Normal Gizi lebih

n % n %

1 Sehat 15 30 10 20

2 Sakit 35 70 40 80

Berdasarkan Tabel 10, contoh berstatus gizi normal yang mengalami sakit dalam kurun waktu satu bulan terakhir terdapat sebanyak 30%, sedangkan contoh berstatus gizi lebih sebanyak 20%

Tabel 13.Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan

No Status Kesehatan Normal Gizi lebih Total

n % N % n %

1 Tinggi 26 52 16 32 42 42

2 Sedang 13 26 18 36 31 31

3 Rendah 11 22 16 32 27 27

Status kesehatan contoh berdasarkan Tabel 13, pada contoh berstatus gizi normal sebanyak 52% termasuk ke dalam kategori status kesehatan yang tinggi, contoh berstatus gizi lebih sebanyak 42% termasuk dalam kategori status kesehatan tinggi. Sebanyak 27% contoh termasuk dalam kategori status kesehatan rendah. Berdasarkan uji beda independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap status kesehatan contoh berstatus gizi normal dengan contoh berstatus gizi lebih (p>0.05).

Masalah kesehatan remaja boleh jadi berawal pada usia yang sangat dini . Gejala sisa infeksi dan malnutrisi ketika kanak-kanak misalnya, akan menjadi beban saat usia remaja. Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan remaja. Di samping penyakit atau kondisi yang terbawa sejak lahir, penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol dan rokok, serta hubungan seksual yang terlalu dini terbukti menambah beban para remaja. Beberapa hal masalah gizi remaja serupa, atau merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan kekurangan berat badan. Kelebihan berat badan misalnya, penanganan obesitas pada remaja ditujukan pada pengurangan berat itu sendiri (Arisman, 2004).

(33)

22

Gambar 8. Sakit yang diderita contoh

Berdasarkan Gambar 8, dapat diketahui banyaknya contoh berstatus gizi normal yang mengalami sakit flu sebanyak 19 orang, batuk sebanyak 17 orang, susah buang air besar sebanyak 4 orang, susah buang air kecil sebanyak 2 orang dan sakit kepala sebanyak 17 orang. Banyaknya contoh berstatus gizi lebih yang mengalami sakit flu sebanyak 27 orang, batuk sebanyak 25 orang, susah buang air besar sebanyak 5 orang, susah buang air kecil sebanyak 2 orang, dan sakit kepala sebanyak 15 orang.

Hubungan Antar Variabel

Hubungan pengetahuan gizi dan persepsi body image, berdasarkan uji

chi-square, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dan

persepsi body image contoh (p=0.027) yang berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi contoh maka semakin baik pula persepsi body image contoh. Pengetahuan gizi seseorang dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam menentukan persepsi terhadap bentuk tubuhnya sendiri. Meriyanti (2013) dalam penelitiannya pada mahasiswa, menyatakan bahwa persepsi body image dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pengetahuan gizi.

Hubungan pengetahuan gizi terhadap kebiasaan makan. Berdasarkan uji

korelasi pearson, tidak terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan gizi dan kebiasaan makan contoh (r=0.098; p=0.334). Hal ini berarti terdapat kecenderungan dimana tingkat pengetahuan gizi yang semakin tinggi belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kebiasaan makan contoh, jadi belum tentu contoh yang memiliki pengetahuan gizi yang tinggi dapat memahami dan mengaplikasikan dengan baik pengetahuannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Meriyanti (2013) dalam penelitiannya pada mahasiswa, menyatakan bahwa kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: pengetahuan gizi, uang saku, persepsi body image, dan aktifitas fisik.

Hubungan persepsi body image terhadap kebiasaan makan. Berdasarkan uji chi-square, tidak terdapat hubungan signifikan antara persepsi body image dan kebiasaan makan contoh (p=0.895). Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Ricciardelli dan McCabe (2011), ada banyak bukti bahwa kekhawatiran mengenai citra tubuh berhubungan dengan sikap dan perilaku makan yang mencakup kesalahan makan, strategi memperbesar otot (contoh; menggunakan steroid, bubuk protein, dan beberapa suplemen makanan, dan pola hidup yang ekstrim) dan strategi merubah bentuk tubuh.

(34)

23

Hubungan kebiasaan makan terhadap status gizi. Berdasarkan uji korelasi pearson, tidak terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan makan dan status gizi contoh (r= -0.070; p=0.489), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi belum tentu remaja laki-laki memiliki kebiasaan makan yang baik. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Lingga (2011) pada remaja yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kebiasaan makan (r=-0.034; p=0.794).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik individu berdasarkan usia secara umum berusia 12 tahun, dengan rata-rata Z-skor (IMT/U) contoh berstatus gizi normal adalah 0,20±0,6, dan rata-rata Z-skor contoh berstatus gizi lebih 2,28±0,73. Sebagian besar (68%) uang saku contoh yang diteliti mendapatkan uang saku dengan kisaran Rp. 10.000 – Rp. 30.000. Berdasarkan uji beda independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang jajan contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih.

Karakteristik keluarga contoh secara umum jumlah anggota keluarga contoh termasuk kategori keluarga sedang 5-7 orang, 42% ayah bekerja sebagai pegawai swasta, dan 49% ibu sebagai rumah tangga atau tidak bekerja. Pendidikan orang tua contoh secara umum baik ayah (95%) maupun ibu (82%) merupakan tamatan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil uji mann-whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada pendidikan orang tua contoh berstatus gizi normal dan lebih baik pada pendidikan ayah maupun ibu. Sebagian besar ayah (62%) berpenghasilan >Rp 5.000.000, sedangkan ibu sebagian besar (41%) tidak berpenghasilan. Berdasarkan hasil uji beda mann-whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada pendapatan orang tua contoh berstatus gizi normal dan lebih baik pada pendapatan ayah maupun ibu.

Sebagian besar contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang, 64% pada contoh berstatus gizi normal, dan 54% pada contoh berstatus gizi lebih. Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test tidak terdapat perbedaan yang siginifikan (p>0.05) pada pengetahuan gizi contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih.

Kategori persepsi body image pada contoh berstatus gizi normal sebanyak 80% adalah positif, sedangkan pada contoh berstatus gizi lebih sebanyak 74% adalah negatif. Berdasarkan uji mann whitney terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara persepsi body image contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih.

Kejadian sakit yang dialami contoh dalam kurun waktu satu bulan terakhir, sebanyak 70% contoh berstatus gizi normal yang mengalami sakit, dan sebanyak 80% contoh berstatus gizi lebih yang mengalami sakit. Sebanyak 52% contoh berstatus gizi normal termasuk dalam kategori status kesehatan yang tinggi, sedangkan 36% contoh berstatus gizi normal termasuk dalam kategori status kesehatan yang sedang. Berdasarkan uji beda independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap status kesehatan contoh berstatus gizi normal dengan contoh berstatus gizi lebih (p>0.05).

Gambar

Gambar 2. Proses penarikan contoh
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)
Gambar 5. Persepsi body image pada dewasa usia &gt;18 tahun (Collins, 1990)  Gambar  lima  merupakan  gambar  persepsi  bentuk  tubuh  untuk  dewasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

FTTE of WMCUS students’ perception on peer assessment in Micro

Tahap implementasi pem- belajaran berdesain ICARE dil- akukan dengan pendekatan ek- sperimen. Pada tahap ini dikaji tentang keterlaksanaan desain pembelajaran ICARE

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan bahaya polusi debu dengan kejadian Batuk Kronis Berulang pada komunitas kerja Terminal Amplas

Dengan mencampurkan tanah, pasir, dan kompos diharapkan menghasilkan komposisi media tanam yang ideal untuk vertikultur selada serta mampu memberikan pengaruh yang

„Kroničnim alkoholičarom smatra se osoba koja duže i prekomjerno pije alkoholna pića, kod koje se razvila psihička ili fizička ovisnost o alkoholu i koja najčešće

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan mampu menciptakan rancangan pengembangan dari sistem sebelumnya yang telah berjalan pada Toko Nadia sehingga pada bagian kasir

Mata Kuliah Pokok : Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas REndah; Pembelajaran Bahasa dan Sasttra Indonesia

[r]