• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosial Media dan Masa Depan Generasi Mud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sosial Media dan Masa Depan Generasi Mud"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Sosial Media dan Masa

Depan Generasi Muda

Pada abad 21 ini, generasi muda kita dihadapkan pada keadaan yang begitu kompleks. Kompleksitas kehidupan ini mungkin belum terbayangkan oleh generasi era 60, 70, 80, bahkan 90-an. Globalisasi sebagai sebuah fenomena telah menjerat semua negara tak terkecuali Indonesia. Majunya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seakan menihilkan ruang dan waktu, sehingga informasi masyarakat di berbagai belahan dunia bisa di akses dalam waktu hitungan detik. Benturan kebudayaan semakin tak terelakkan. Siapa yang mampu mendominasi teknologi informasi, bisa dipastikan adalah aktor utama dalam mengendalikan perubahan sosial dalam masyarakat.

Kondisi dunia seperti inilah yang menjadi “aquarium” generasi muda kita tumbuh dan berkembang. Mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit apakah harus menerima, menolak, ataukah melakukan penyesuaian terhadap kemajuan yang datang dari luar. Apalagi saat ini istilah “modern” identik dengan segala hal yang berbau “Barat”. “Barat” telah menjadi parameter kemajuan peradaban manusia.

Kondisi seperti ini menjadikan negara maju menjadi aktor utama penggerak perubahan sosial masyarakat (termasuk Umat Islam). Kemampuan “Barat” menguasai wacana publik tanpa disadari telah menghegemoni pola pikir umat Islam.

Berdasarkan penelitian Semiocast, sebuah lembaga riset media sosial yang berpusat di Paris Prancis merilis bahwa jumlah pemilik akun Twitter di Indonesia adalah yang terbesar kelima di dunia. Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta, Inggris Raya menempati posisi keempat dengan 23,8 juta akun. Sementara itu, posisi satu ditempati Amerika Serikat dengan 107,7 juta, posisi kedua diraih Brasil dengan 33,3 juta, dan Jepang di posisi ketiga dengan 29,9 juta akun.

Adapun Facebook, menurut pantauan Social Bakers, sebuah lembaga riset media sosial independen dunia asal Praha Republik Ceko merilis bahwa sampai dengan tahun 2013 pengguna Facebook di Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia dengan jumlah pengguna mencapai 51.515.480 orang. Dan pada tahun yang sama, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini telah mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, sebanyak 95% menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Jelas sekali bahwa Indonesia merupakan negara yang begitu banyak terkena imbas dari kemajuan teknologi informasi tersebut terutama generasi mudanya.

(2)

semakin tergerus dengan budaya individualistis. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan keramahannya, kesopanannya, kini berubah menjadi masyarakat mudah marah, permisif (serba boleh) dan Pragmatis. Banyak ahli menyampaikan bahwa akar dari semua sifat negatif ini disebabkan menjangkitnya sifat materialistisme dalam kehidupan kita. Materi telah menjadi berhala di era modern. Tak heran jika muncul semboyan 3 H yakni "halal-haram-hantam". Demi materi, manusia menjadi serigala bagi manusia yang lainnya (homo homini lupus).

Di sisi lain, keluarga sebagai kelompok terkecil dalam sebuah bangsa tidak mampu berperan secara optimal memantau perkembangan kepribadian anak. Peran keluarga sebagai tempat sosialisasi primer tersaingi dengan “dunia lain” yakni dunia maya. Majunya perangkat bebasis gadget

saat ini menjadi dunia baru generasi muda kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Mulai sejak pagi hari hingga larut malam, generasi muda kita lebih intens dengan gadget disakunya.

Penyebaran informasi berjalan sangat cepat tanpa bisa dibendung. Pembentukan lembaga-lembaga pengawas informasi oleh negara tidak seimbang dengan pertumbuhan sarana informasi, seakan-akan sekadar menjadi pemantas bahwa negara ini masih peduli dengan nasib generasi mudanya. Kebebasan informasi masih begitu liar mengancam mental gernerasi muda. Jika kita membaca berita kenakalan-kenakalan remaja hari ini sudah semakin parah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita miris ada seorang siswi kelas XII SMA di Kota Tangerang melahirkan bayi di kebun (news.okezone.com 27/11/14). Belum lagi kasus lainnya seperti tawuran, narkoba, aborsi dll. Perilaku buruk itu semua disebabkan dari informasi negatif yang meracuni pola pikir generasi muda kita

Kemajuan Teknologi Informasi Peluang atau Ancaman?

Dengan munculnya teknologi internet di tahun 2000-an kemudian dilanjutkan menjamurnya jejaring sosial semakin merangsang mereka mengeksplore apa saja yang ada. Dalam hitungan detik mereka bisa melihat apa yang terjadi di belahan dunia lain tanpa ada batasan (sensor). Mereka bebas melihat apa saja dengan pengawasan yang minim bahkan tanpa pengawasan. Informasi yang baik dan yang buruk bisa mereka akses secara mudah sehingga sampai ada ungkapan bahwa kebaikan dan keburukan di era cyber saat ini tidak berjarak. Satu detik mereka bisa mengakses acara siraman rohani akan tetapi satu detik kemudian mereka bisa pula mengganti channel melihat pula situs esek-esek.

Di negara liberal, bagi masyarakat di sana mungkin bukan masalah melakukan zina asalkan tidak menganggu keteriban umum. Apalagi teknologi di bidang kesehatan semakin canggih sehingga tingkat aborsi bisa disiasati dengan menggunakan alat pelindung atau obat-obatan khusus.

(3)

Bagi masyarakat “Barat” yang liberal mungkin tidak mengherankan karena memang itulah yang dikehendaki sebagai negara yang menjujung tinggi kebebasan individu. Tidak heran jika nilai dan moral yang bersumber pada ajaran agama mendapakan serangan bertubi-tubi oleh kaum liberal. Agama menurut mereka tidak perlu masuk ke wilayah umum. Agama tidak perlu mengatur kehidupan sosial masyarakat. Bahkan beberapa media massa atheis menjadikan agama sebagai sumber olok-olok. Masih kuat diingatan kita, salah satu majalah atheis di Prancis Charlie Hebdo memuat kartun Nabi Muhammad SAW.

Di Indonesia, kita bisa menyaksikan sendiri tanyangan-tayangan di televisi, hampir semuanya tidak mendidik. Beberapa waktu yang lalu program televisi yang sudah ditegur oleh KPI diantaranya Yuk Keep Smile (Trans TV), Dahsyat (RCTI), Pesbukers (ANTV), D'Terong Show (Indosiar), Ganteng-Ganteng Serigala (SCTV), Oh Ternyata The Merindings (Trans TV), Halo Selebriti (SCTV), Mata Lelaki (Trans7), Masih Dunia Lain (Trans TV), Kuis Kebangsaan (RCTI) (Republika 26/12/14). Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah salah satu chanel televisi menayangkan prosesi nikah aktor yang dianggap sebagai publik figur secara ekslusif. Jika kita perhatikan acara-acara tersebut memang tidak berkualitas. Acara tersebut lebih mungutamakan aspek bisnis dari pada pendidikan. Padahal tanyangan tersebut menggunakan frekuensi publik.

Pondok Sebagai Benteng Perdaban

Generasi muda adalah aset bangsa di masa depan. Mereka nantinya akan mengantikan posisi generasi tua di berbagai pos kehidupan. Agar mereka tidak terjerumus, tentunya sudah merupakan kewajiban kita mendidik mereka dengan baik. Jangan biarkan masa keemasan mereka hancur disebabkan kondisi yang rusak. Era kebabasan ini telah melumpuhkan sendi-sendi moral. Generasi muda kita “dipaksa” mengikuti standar moral orang-orang “barat”. Bisa jadi memang anak-anak kita mendapatkan pendidikan di sekolah oleh guru-guru mereka, serta mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua. Itupun jika sekolah dan orang tua menjalankan fungsinya dengan baik. Jika tidak, otomatis mereka akan berguru pada lingkungan mereka yang terhegemoni nilai-nilai tidak Islami. Apalagi serangan-serangan dari luar melalui media massa begitu proaktif dan semakin bagus pengemasannya.

(4)

Seharusnya kita tentu tidak hanya terfokus melihat hal yang negatifnya saja, tapi fokus melihat kebaikannya juga. Banyak juga lulusan pondok yang berhasil dan berkahlak baik. Pembentukan karakter anak bisa dilakukan tanpa terusik oleh asupan informasi yang buruk.

Saat ini yang menjadi ancaman terbesar adalah gencarnya tanyangan-tanyangan yang kurang mendidik dari media massa baik cetak maupun elektronik (termasuk media sosial). Dan kita memahami bahwa negara saat ini belum mampu menjalankan fungsinya secara optimal. Jika pengawasan terhadap media sosial lemah, anak-anak kita akan meniru perilaku-perilaku negatif dari media sosial. Belajar dari pengalaman rezim Orba—meski banyak catatan---rezim tersebut sangat menyadari pentingnya pengendalian informasi dalam pembentukan karakter sehingga dibentuklah departemen yang menangani arus informasi, yakni Departemen Penerangan.

Oleh sebab itu dalam proses membentuk karakter memang diperlukan sinergisitas berbagai pihak. Kita perlu mengarahkan anak-anak kita dari tontonan yang tidak menuntun agar jiwa mereka tidak terlarut hegemoni liberalisme. Ada pepatah mengatakan, “Menguasai jiwa suatu bangsa sama dengan menguasai segala-galanya”. Oleh sebab itu melindungi generasi muda merupakan agenda besar yang harus dilakukan secara bersama-sama.

Referensi

Dokumen terkait

Jika mengacu pada asumsi realis, keberadaan pangkalan marinir tersebut seharusnya dipersepsi sebagai ancaman karena realis menekankan pada realitas obyektif yang bersifat

meningkatkan laba ditahan perusahaan dan dividen yang akan dibayarkan menjadi rendah.Di sisi lain kepemilikan manajerial yang tinggi juga dapat mengurangi konflik agensi karena

Merupakan kegiatan pengadaan barang perbekalan kesehatan yang telah terdaftar di RSIJ CP sesuai dengan kebutuhan dari Bagian Pelayanan Farmasi..

 Tuhan yang selalu menyertai saya.  Kedua orangtua yang selalu mendoakan dan mendukung saya.  Saudara serta kerabat yang selalu memberikan semangat kepada saya.  Sahabat

Judul : “ Pengaruh Islamic Flashcard Terhadap Interaksi Sosial dan Pengetahuan Keagamaan pada Anak Tunagrahita ” Saya memahami penelitian ini dimaksudkan untuk

Manfaat lain dari penggunaan media sistem informasi berbasis Web bagi masyarakat, konsumen dan pelanggan adalah website sangat bermanfaat yaitu memudahkan konsumen

[r]

Berdasarkan analisis data mengenai pengaruh tayangan film kartun terhadap pola tingkah laku anak usia sekolah dasar di Lingkungan II Kelurahan Gunung Terang Bandar Lampung,