• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosial Politik Sosialisasi Politik dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sosial Politik Sosialisasi Politik dan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sosial Politik

Sosialisasi Politik

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

Oleh :

I Gede Agus Dana Iswara (1306205163)

~

~

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai sosialisai politik. Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Hormat Kami

(3)

BAB I

Latar Belakang

(4)

BAB II

ISI

1. Definisi Sosialisasi Politik

Rush & Althoff mengemukakan beberapa segi penting sosialisasi.

1. sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman, atau seperti yang dikatakan oleh Aberle sebagai “pola-pola aksi”. 2. Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dalam batas-batas

yang luas; dan lebih khusus lagi, berkenaan dengan pengetahuan atau informasi, motif-motif (atau nilai-nilai) dan sikap-sikap. Lagi pula, ditekankan bahwa kita tidak hanya berurusan dengan tingkah-laku individu saja, tetapi juga dengan tingkah-laku kelompok di mana individu tersebut menjadi bagian daripadanya. 3. Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi sampai pada usia kanak-kanak dan masa remaja

saja (sekalipun pada usia tersebut merupakan periode-periode yang paling penting dan berarti), akan tetapi sosialisasi itu tetap berlanjut sepanjang kehidupan. Akhirnya ditegaskan pula, bahwa sosialisasi merupakan pra-kondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah-laku sosial.

Ramlan Surbakti berusaha untuk merumuskan secara komperhensif istilah politik dari asumsi-asumsi dan konsep-konsep tentang politik. Jadi, “politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.”

(5)

2. Agen Sosialisasi Politik

Rush & Althoff dalam skemanya mengklasifikasikan agen-agen sosialisasi politik yaitu: keluarga, pendidikan, kelompok sebaya, kelompok kerja, kelompok agama, kelompok-kelompok senggang, dan media massa. Walaupun begitu menurut Yusron Razak (2008) tidak semua agen-agen tersebut menjadikan sosialisasi sebagai kegiatan utamanya, namun bagaimanapun juga mereka mensosialisasikan individu-individu dengan memberikan pengetahuan, perilaku-perilaku tertentu, serta memberikan imbalan dan hukuman.

Fuller & Jacobs (1973: 168-208) –seperti yang dikutip oleh Kamanto Sunarto dalam bukunya Pengantar Sosiologi– mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama yaitu:

a. Keluarga b. Peer Group c. Media Massa d. Sistem Pendidikan

Meskipun menurut Kamanto klasifikasi ini dibuat untuk Masyarakat Amerika, namun dapat diterapkan pula pada masyarakat Indonesia.

a. Keluarga

Dari semua agen-agen sosialisasi, keluarga merupakan agen yang paling penting. Meskipun format atau bentuk keluarga berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, namun keluarga tetap memberikan tanggung jawab mensosialisasikan kepada anak-anak dari lahir sampai remaja. Gertrude Jaeger (1977) mengemukakan bahwa peran para agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orangtua sangat penting. Sang anak sangat tergantung pada orangtua dan apa yang terjadi pada orangtua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Sebenarnya arti penting agen sosialisasi pertama ini terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Seperti kemampuan berbahasa ditanamkan pada tahap ini.

b. Peer Group

(6)

c. Sekolah/Sistem Pendidikan

Agen Sosialisasi selanjutnya adalah sistem pendidikan formal. Sejumlah sosiolog memusatkan perhatian mereka pada perbedaan antara sosialisasi yang berlangsung dalam keluarga dengan sosialisasi pada sistem pendidikan formal. Robert Dreeben (1968) misalnya, berpendapat bahwa yang dipelajari anak di sekolah di samping membaca, menulis dan berhitung adalah aturan mengenai kemandirian (Independence), prestasi (Achievement), universalisme, dan Spesifisitas. Pemikiran Dreeben ini dipengaruhi oleh dikotomi yang dikembangkan oleh Talcott Parsons –misalnya antara ascripation dan achievement, particularism dan universalism, diffuseness dan specificity. Selanjutnya Kamanto berusaha menyimpulkan bahwa dari pandangan Dreeben ini dapat dilihat, sekolah merupakan jenjang peralihan antara keluarga dan masyarakat.

d. Media Massa

Istilah media massa menurut Tim Curry yang dikutip Yusron Razak, merujuk kepada komunikasi yang disebarkan kepada audien secara luas tanpa timbal balik secara langsung maupun kontak personal antara pengirim komunikasi dengan penerima. Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media massa –yang terdiri atas media cetak, maupun elektronik– merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diidentifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya. Peningkatan frekuensi penerpaan masyarakat pun memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting. Lihat saja sekarang ini media massa menjadi sarana sosialisasi dan komunikasi politik yang sangat efektif. Sebut saja kemenangan Jokowi-Ahok, ataupun penguasaan media massa oleh para kader-kader partai politik di Indonesia.

3. Partai Politik Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Miriam Budiarjo menjelaskan tentang peranan partai politik sebagai sarana sosialisasi politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasi politik dijelaskan di dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan kursus kader, penataran dan sebagainya.

(7)

pendidikan politik, termasuk pada pemilih pemula, berdasarkan UU tersebut fungsi partai politik adalah sebagai sarana:

a. Pendidikan Politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi Warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b. Penciptaan iklim yang kondusif dan program yang konkret serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat.

c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

d. Partisipasi politik warga negara; dan e)Rekrutmen politik dalam proses pengisian

jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan gender.

Namun, menurut Miriam Budiardjo tidak dapat disangkal bahwa adakalanya dan lebih sering partai mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan nasional. Karena loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai yang melebihi loyalitas kepada negara.

4. Perkembangan Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik dimulai sejak anak-anak. Sosialisasi politik di kalangan anak-anak merupakan upaya untuk membentuk beberapa sikap politik yang penting. Di sini sekolah dan orangtua mulai mempengaruhi anak-anak akan pentingnya politik. Kemudian sosialisasi politik berlanjut di masa ketika anak telah bertumbuh menjadi remaja dan pemuda. Di masa-masa seperti ini kepercayaan-kepercayaan politik seseorang dipengaruhi oleh teman-teman, keluarga dan rekan-rekannya. Mereka bisa mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik tertentu. Proses sosialisasi politik pun berlaku bagi orang-orang dewasa, bahkan proses ini sangat penting bagi mereka.

(8)

5. Model Mekanisme Sosialisasi Politik

Rush & Althoff menjelaskan tentang “bagaimana para agen mentransmisikan elemen-elemen dari sosialisasi politik sangat bervariasi; dan model tersebut telah mensugestikan tiga mekanisme: Imitasi, Instruksi, dan Motivasi.”

a. Imitasi

Imitasi merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu-individu lain, dan merupakan hal yang sangat penting dalam sosialisasi pada masa anak-anak –seperti apa yang diasumsikan oleh Robert Le Vine bahwa imitasi dan kedua mekanisme yang lainnya merupakan mekanisme sosialisasi politik pada masa kanak-kanak– walaupun sebenarnya tidak dibatasi pada tingkah-laku kanak-kanak saja. Namun demikian imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak; pada masa remaja dan pada orang dewasa, imitasi lebih banyak bercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga derajat peniruannya terdapat pula baik pada instruksi maupun pada motivasi.

b. Instruksi

Instruksi menurut Rush & Althoff kurang lebih merupakan peristiwa pencerahan diri, kendatipun harus ditekankan pada proses belajar formal saja. Seseorang dengan sengaja dapat ditempatkan dalam situasi yang sifatnya instruktif. Menurut Rush & Althoff mekanisme sosialisasi tipe imitasi dan instruksi ini merupakan tipe-tipe pengalaman yang khusus.

c. Motivasi

Berbeda dengan dua mekanisme sebelumnya. Menurut Rush & Althoff, mekanisme ketiga yaitu motivasi, lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya. Motivasi seperti yang disebutkan oleh Le Vine adalah bentuk “tingkah laku yang tepat-cocok” yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial & error): individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama-cocok dengan sikap-sikap dan pendapat-pendapat sendiri.

6. Sosialisasi Politik & Perubahan Sosial

Kuroda dalam bukunya “Agency of Political Socialization and Political Change” seperti yang dikutip oleh Rush & Althoff menjelaskan tentang kontribusi sosialisasi berkaitan dengan pemerintahan:

(9)

maka akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin mendasar derajat revolusi di dalam suatu pemerintahan, maka semakin terperinci agensi-agensi sosialisasi politik itu jadinya. (tidak ada revolusi yang sempurna untuk memutuskan kesinambungan dari nilai-nilai tradisional yang dianggap bisa merusak rezim baru tanpa menegakkan beberapa agensi khusus dari sosialisasi politik). Semakin totaliter sifat perubahan politik, maka semakin kecil jumlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik.

Rush & Althoff juga menambahkan bahwa “semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia bertahan menurut waktu, maka semakin memungkinkan proses sosialisasinya menjadi didefinisikan secara jelas dan relatif dipersatukan; dan tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakat-masyarakat yang berusaha secara terang-terangan untuk mengontrol proses sosialisasinya. Kebalikannya, dalam masyarakat heterogen dan dalam masyarakat yang mengalami perubahan radikal berkali-kali, proses sosialisasinya menjadi terpotong-potong dan dapat diterapkan pada bermacam-macam kelompok dalam masyarakat, tidak terhadap masyarakat sebagai keseluruhan.”

(10)

BAB III

PENUTUP

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. “Dasar-Dasar Ilmu Politik.” Edisi Revisi, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Faisal Bakti, Andi. dkk., “Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi.” Jakarta: Churia Press, 2012. Raga Maran, Rafael.“Pengantar Sosiologi Politik.” Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.

Razak, Yusron (ed). “Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam.” Cetakan Pertama. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.

Rush, Michael & Althoff, Philip. “Pengantar Sosiologi Politik.” Penerjemah Dr. Kartini Kartono. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Sunarto, Kamanto. “Pengantar Sosiologi.” Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000.

Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Politik.” Cetakan keempat. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana, 1992.

http://belajarnegara.blogspot.com/2013/09/pentingnya-sosialisasi-politik.html

http://bentukdanisi.blogspot.com/2012/12/sosialisasi-politik-sebuah-konsep.html

Referensi

Dokumen terkait

Langkah selanjutnya dengan menggunakan bahan house of quality (HOQ) akan dianalasis apakah produk sudah dapat memenuhi kebutuhan konsumen kemudian dengan teknik

Pengalaman usaha dan omzet usaha berpengaruh terhadap kemampuan debitur dalam membayar kredit sedangkan, -Variabel jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, jangka

[r]

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada ﷲ yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan pertolongan sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan

Dengan demikian, nilai Fhitung lebih besar dari pada nilai Ftabel dan hipotesis nol ditolak, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara tata ruang kelas

1. Banyaknya proyek yang diperoleh dan ditangani oleh PT IdeA dengan penunjukkan langsung dari klien, melalui proses lelang dan kerja sama dengan lembaga membuktikan bahwa

Bagian utama pada model sistem pengatur suhu dan kelembaban kumbung jamur terdapat sensor DHT 11 yang terintegrasi dengan mobiletphone yang berfungsi sebagai