KELAS 6-K KELOMPOK 3
Annas Setyawan Utomo Dennis Mei Harmonis Greta Olivia Sipayung Hayu Aruf
Isa Damayanti M. Rizky Yogama Rocky Boris Rudi Radiansyah
KONDISI DAN TANTANGAN AKUNTANSI PEMDA-BUMD
A.
Pengertian BUMD
Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan usaha milik daerah (BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki kedudukan sangat panting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi.
B. Kondisi dan Tantangan Akuntansi Pemda
Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah (Pemda) dalam penerapan SAP, di antaranaya:
Kualitas SDM yang belum memadai.
Persoalan ini sangat mendasar mengingat mekanisme perekrutan PNS yang masih terpusat, meskipun kewenangan untuk pelaksanaan program peningkatan kualitas SDM ada di daerah. Pemekaran daerah menjadi persoalan tersendiri ketika SDM yang terbatas kemudian harus “dibagi” lagi.
Sesuai PP No.41/2007, Pemda sudah harus menyusun struktur organisasi (SOTK) baru dimana ruang untuk akuntansi semakin terbuka. Namun, rendahnya kualitas dan kuantitas SDM akuntansi menjadi persoalan yang kian berat.
Aspek regulasi.
Inkonsistensi dalam penerbitan peraturan perundangan terkait akuntansi pemerintahan mengakibatkan Pemda “kehilangan selera” untuk melaksanakan akuntansi. Pemda merasa dijadikan objek penderita karena beberapa “petunjuk teknis” atau “pedoman pelaksanaan” tidak sejalan. Misalnya antara Permendagri No.13/2006 dengan PP No.24/2005. Belum lagi antara PP No.24/2005 dengan UU No.17/2003. Sebagai jalan tengah, Depdagri menerbitkan Surat Edaran (SE) yang di antaranya menjelaskan proses “konversi” dari Permendagri No.13/2006 ke PP No.24/2005
Aspek sosialisasi dan pendampingan.
Sosialisasi oleh Depdagri, KSAP, BPK, dan pihak-pihak lain telah berjalan, namun dirasakan masih sangat kurang. Soal pendanaan merupakan masalah utama, disusul oleh lokasi yang jauh dari “keramaian”. Misalnya, sangat jarang “orang-orang Pusat” mau bersusah payah melakukan sosialisai ke Kabupaten Kepulauan Mentawai (Provinsi Sumatera Barat) atau Kabupaten Pegunungan Bintang (Provinsi Papua). Yang terjadi justru Daerah diundang ke Jakarta dan harus membayar kontribusi ke penyelenggara, termasuk Depdagri (kasus Permendagri 13/2006). Daerah akhirnya merasa dijadikan objek penderita…
Kemauan.
Karena peroalan-persoalan di atas, ditambah imej bahwa akuntansi akan menutup ruang untuk “memanfaatkan uang negara”, maka Pemda mencari pembenaran untuk menunda-nunda penerapan SAP. Pemda mencari justifikasi atau excuse untuk sekedar melaksanakan penatausahaan, misalnya dengan berpura-pura tidak tahu, berperilaku masa bodoh, dan menunjukkan power keotonomiannya.
C. Kondisi dan Tantangan Akuntansi BUMD
Kinerja Kinerja BUMN dikemukakan bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi BUMD dalam perjalanan hidupnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. lemahnya kemampuan manajemen perusahaan b. lemahnya kemampuan modal usaha
c. kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan usaha lain yang sejenis
d. lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit bersaing;
f. kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki, sehingga rendahnya produktivitas, serta mutu dan ketepatan hasil produksi; (7) g. besarnya beban administrasi, akibat relatif besarnya jumlah pegawai dengan
kualitas yang rendah
h. masih dipertahankannya BUMD yang merugi, dengan alasan menghindarkan PHK dan “kewajiban” pemberian pelayanan umum bagi masyarakat.
D. Hal-Hal Yang Perlu Mendapat Perhatian
(Contoh: penerapan SAK ETAP pada PDAM)
Pencatatan dan pelaporan transaksi akuntansi dengan menggunakan program aplikasi mengakibatkan tenaga pembukuan di PDAM kurang memahami prinsip-prinsip dasar dan siklus pembukuan meliputi jurnal standar, buku besar dan sub buku besar.
Ketepatan waktu dalam membuat dokumen dasar/dokumen sumber pembukuan. Antara lain setiap transaksi biaya dan pembelian yang telah didukung oleh bukti-bukti yang cukup harus segera dibuatkan bukti-bukti/pengakuan hutang yang sah (voucher) yang merupakan dasar pencatatan kedalam DVUD. Dalam prakteknya voucher dibuat pada saat akan dilakukan pembayaran sehingga mengakibatkan ketidaktepatan dalam pengakuan biaya,hutang dan pencatatan persediaan.
E. Tantangan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Pemerintahan
Indonesia
Menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006) beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System
2. Komitmen dari Pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Diundangkannya tiga paket keuangan negara serta undang-undang pemerintahan daerah menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki sistem keuangan negara, termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Yang menjadi ujian sekarang adalah peningkatan kualitas produk akuntansi pemerintahan dalam pencatatan dan pelaporan oleh kementerian/lembaga di pemerintah pusat dan dinas/unit untuk pemerintah daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan daerah kepada Badan PemeriksaKeuangan (BPK) selambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan.
Pada saat ini, kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi Terhadap Perubahan
Sebagai layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada resistensi.
5. Lingkungan/Masyarakat
keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan memahami penggunaan atas peneriamaan pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan dukungan yang positif, masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
Sementara itu, Ritonga (2010) dalam Halim (2012) mengatakan bahwa untuk mendukung penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual diperlukan kondisi-kondisi yang mendukung, sekaligus menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu sebagai berikut:
Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan.
Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi akan mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa. Perubahan-perubahan yang terjadi harus melalui pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tersedianya sistem teknologi informasi yang mampu mengakomodasi
persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.
Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaannya masih berbasi kas sedangkan realisasinya berbasis akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.