ii
MOTIVASI SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH
KOMPETENSI DAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA
PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL
Tesis untuk Memperoleh Gelas Magister Pada Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
FENTY HERLINA SARI NIM. 1391662040
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebelum tahun 2003 dalam pengelolaan keuangan negara Indonesia masih
menggunakan Undang-undang perbendaharaan yang diadopsi pada masa kolonial
Belanda. Pengelolaan keuangan pada masa itu masih bersifat sederhana, yaitu :
laporan keuangan hanya berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN), sistem
pencatatan akuntansi menggunakan single entry, pelaporan keuangan masih
berbasis kas, standar akuntansi pemerintah belum ditetapkan, pengolahan data
masih belum terintegrasi, transaksi keuangan disajikan tidak berdasarkan data-data
yang telah direkonsiliasi, adanya time lag yang panjang antara pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan Negara. Tuntutan pelaksanaan pengelolaan
keuangan negara agar dijalankan dengan transparan dan akuntabel merupakan isu
yang sangat penting, mengakibatkan pemerintah harus melakukan perbaikan
kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di Indonesia.
Reformasi pengelolaan keuangan negara terus dilakukan oleh pemerintah,
yaitu dengan diterbitkannya tiga paket Undang-Undang (UU) keuangan negara.
Ketiga paket UU tersebut yaitu : UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan
pada international best practices dan terbitnya beberapa peraturan pemerintah
yang intinya bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,
terutama berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
Salah satu kunci penting dalam pengelolaan keuangan negara tersebut
adalah terkait dengan sistem akuntansi pemerintahan Indonesia. Perubahan yang
paling substansial dalam reformasi pengelolaan keuangan Negara adalah
diharuskannya pemerintah menyusun dan menyajikan laporan keuangan berbasis
akrual sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.
Menurut pemerintah, melalui penerapan akuntansi berbasis akrual, kualitas dan
penyajian informasi keuangan dapat ditingkatkan (Setyaningsih, 2013).
Refomasi pengelolaan keuangan negara di bidang akuntansi sesuai dengan
yang diamanatkan dalam UU no. 17 tahun 2003 ditandai dengan ditetapkannya
peraturan pemerintah (PP) no. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). PP no. 24 Tahun 2005 merupakan SAP pada masa transisi
dari basis kas menuju basis akrual penuh. SAP ini mulai diberlakukan untuk
penyusunan pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Penetapan PP no. 71 tahun 2010 menandai berakhirnya PP no. 24 tahun
2005. Penggantian PP ini didasarkan pada ketentuan yang ada dalam pasal 36 ayat
1 UU no. 17 tahun 2003 dan pasal 70 ayat 2 UU no. 1 tahun 2004 yang
menetapkan bahwa basis akrual dalam sistem akuntansi pemerintah akan
ditetapkan atau pada tahun anggaran 2008. Pemerintah memberikan fleksibilitas
pada masa transisi, selama basis akrual belum dapat dilaksanakan maka dapat
digunakan basis kas untuk pendapatan dan belanja. Pemberian fleksibilitas ini
dikarenakan pemerintah belum siap menerapkan akuntansi pemerintah berbasis
akrual yang diakibatkan belum cukup pengalaman dalam menyusun laporan
keuangan berbasis akrual dan infrastruktur yang belum memadai. PP no. 71 tahun
2010 terdiri dari dua lampiran, yaitu lampiran I memuat pernyataan standar
akuntansi pemerintah (PSAP) yang berbasis akrual, dan lampiran II memuat PSAP
berbasis kas menuju akrual. Bagian tanggal efektif pada PP no. 71 tahun 2010
memuat bahwa PSAP berbasis akrual berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
pertanggungjawaban pelaksanaan mulai tahun anggaran 2010. Tahun 2010
pemerintah belum mampu menerapkan akuntansi pemerintah berbasis akrual,
sehingga menunda lagi pelaksanaannya paling lambat empat tahun setelah tahun
anggaran 2010, yaitu 2014. Harapan pemerintah pada tahun 2015 semua
organisasi pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, sudah melaksanakan
akuntansi pemerintah berbasis akrual, sehingga pemerintah menerapkan strategi
penerapan berbasis akrual sebagai berikut:
1) Tahun 2010: (a) mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan
akuntansi berbasis akrual, (b) menyiapkan dan menetapkan SAP berbasis
2) Tahun 2011: (a) menyiapkan peraturan dan kebijakan untuk penerapan
akuntasi berbasis akrual, (b) menyusun proses bisnis dan sistem akuntansi
untuk penerapan akuntansi berbasis akrual.
3) Tahun 2012: (a) mengembangkan sistem akuntansi dan pedoman yang akan
digunakan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual, (b) melaksanakan
capacity building berupa training dan sosialisasi SAP berbasis akrual kepada
seluruh stakeholders yang terlibat, (c) mengembangkan teknologi termasuk
sistem aplikasi yang digunakan.
4) Tahun 2013: (a) melakukan uji coba implementasi konsolidasi laporan
keuangan (LK), penyempurnaan sistem dan capacity building, (b) penyusunan
peraturan yang ada.
5) Tahun 2014: (a) melakukan uji coba implementasi konsolidasi LK,
penyempurnaan sistem dan capacity building, (b) penyusunan peraturan yang
berkaitan, (c) evaluasi dan finalisasi sistem yang akan digunakan.
6) Tahun 2015: penerapan implementasi penuh akuntansi berbasis akrual. LK
yang diberi opini adalah yang berbasis akrual
(htp://kpp ter ate. et/arikel/ e yo gso g–pe erapa aku ta sipe eri taha
--berbasis-akrual).
Penerapan akuntansi berbasis akrual harus dilakukan secara hati-hati
dengan persiapan yang matang dan terstruktur terkait dengan peraturan, sistem,
sumber daya manusia, dan komitmen pimpinan Kementerian/ Lembaga,
yang dikelola oleh pemerintah. Di lingkungan pemerintah pusat, penyusunan dan
penyajian laporan keuangan diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan
(PMK), sedangkan untuk pemerintah daerah diatur dengan peraturan daerah.
Kementerian keuangan telah menetapkan peraturan-peraturan teknis yang akan
dijadikan acuan pelaksanaan, diantaranya adalah PMK No. 213/PMK.05/2013
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, PMK No.
214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar, PMK No. 215/PMK.05/2013
tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah pada Pemerintah Pusat, dan PMK No.
219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Penelitian penerapan akuntansi pemerintah akrual merupakan isu yang
menarik. Kewajiban untuk menerapkan akuntansi pada tahun 2015 mengharuskan
setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan harus mempersiapkan diri untuk
mendorong kesuksesan penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
Penundaan pemerintah pada pelaksanaan akuntansi pemerintah pada kurun waktu
tahun 2008 sampai dengan 2015 membuktikan bahwa akuntansi pemerintah
berbasis akrual relatif lebih kompleks dibandingkan dengan pencatatan berbasis
kas maupun berbasis kas menuju akrual. Pengalaman dari negara-negara yang
telah sukses maupun yang mengalami kegagalan perlu dijadikan pelajaran agar
penerapan akuntansi berbasis akrual berhasil diterapkan pemerintah Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong suksesnya penerapan akuntansi pemerintah
berbasis akrual perlu diidentifikasi agar dapat meningkatkan relevansi, netralitas,
sebagai bagian dari upaya peningkatan tata kelola sektor publik yang lebih baik.
Hasil penelitian empiris sebelumnya yang tidak konsisten juga menyebabkan
penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
akuntansi berbasis akrual menarik untuk diteliti.
Penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual merupakan proses yang
berkesinambungan dan terpadu. Keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah
berbasis akrual memerlukan upaya dan kerjasama dari berbagai pihak. Jika
penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi
hambatan, apalagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual
(Simanjutak, 2010). Salah satu tantangan dalam penerapan akuntansi pemerintah
berbasis akrual adalah adanya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten
(Simanjuntak, 2010). SDM merupakan faktor penting dalam suatu negara. Ketua
majelis permusyawaratan rakyat (MPR) dalam pidato kenegaraan presiden tanggal
16 agustus 2015 menyatakan bahwa , buruknya SDM merupakan hancurnya suatu
negara. Salah satu faktor yang membuat negara Fiji gagal dalam menerapkan
akuntansi pemerintah berbasis akrual diakibatkan oleh adanya kemampuan tenaga
akuntansi yang rendah (Tickell, 2010). Hal yang sama juga dialami oleh negara
Nepal, salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan penerapan akuntansi
pemerintah berbasis akrual di negara tersebut adalah rendahnya kemampuan
sumber daya manusia (Adhikari dan Mellemvik, 2011). Ardianto (2013: 122)
menyimpulkan bahwa untuk mencegah kesalahan dalam implementasi akrual
meningkatkan kapasitas SDM yang menguasai bidang akuntansi untuk
ditempatkan pada pos yang tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah
(2013) menemukan hasil bahwa sumber daya manusia berpengaruh terhadap
kesiapan penerapan PP No. 71 Tahun 2010. Jumriati (2013) menemukan hasil
yang tidak sejalan oleh Ardiansyah dimana sumber daya manusia tidak
berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah
berbasis akrual.
Kompleksitas pada akuntansi pemerintah berbasis akrual, dapat dipastikan
bahwa penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual memerlukan sarana
pendukung berupa teknologi informasi yang berbasis sistem.Teknologi informasi
ini berupa hardware dan software, database, dan jaringan. Dibutuhkan teknologi
informasi yang memadai dalam pelaksanaan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
Menurut Nasution (2008:49), salah satu keberhasilan dari penerapan akuntansi
dapat dilihat dari opini wajar tanpa pengecualian (WTP), komponen yang harus
diperhatikan untuk memperoleh opini WTP adalah sistem aplikasi teknologi
komputer (IT related) dalam hasil pemeriksaan. Hasil dari penelitian Romilia
(2011) menunjukkan bahwa perangkat pendukung berpengaruh terhadap
keberhasilan penerapan standar akuntansi pemerintah. Hasil berbeda diperoleh
oleh Adventana (2013), bahwa teknologi informasi tidak berpengaruh terhadap
kesiapan penerapan standar akuntansi berbasis akrual menurut PP no. 71 Tahun
Ketidakkonsistenan pada hasil penelitian sebelumnya dapat diselesaikan
dengan menggunakan pendekatan kontinjensi (Govindarajan, 1986 dalam Sukardi,
2002). Faktor kontinjensi merupakan penyebab ketidakkonsistenan hasil
penelitian sebelumnya tentang sumber daya manusia dan teknologi informasi pada
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual. Salah satunya adalah faktor
motivasi yang diduga memperkuat pengaruh antara kompetensi sumber daya
manusia dan teknologi informasi pada penerapan akuntansi pemerintah berbasis
akrual. Motivasi merupakan suatu dorongan kehendak yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan motivasi. Dengan
adanya motivasi, maka seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi
untuk meraih tujuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah keberhasilan penerapan
akuntansi pemerintah berbasis akrual, yang berdampak pada peningkatan
akuntabilitas dan transparansi. Keberhasilan penerapan akuntansi penerapan
berbasis akrual membutuhkan kemauan dari semua pihak yang terlibat.
Diperlukan kemauan, semangat, dan penerimaan terhadap perubahan akan
mendorong keberhasilan penerapan akuntansi akrual. Menurut Ouda (2008), salah
satu pendekatan untuk meningkatkan williingness to change adalah adanya
kehendak atau dorongan seseorang dalam meningkatkan kualifikasi sumber daya
yang ada. Organisasi yang tidak memilih untuk mengembangkan dan menciptakan
kompetensi motivasi untuk karyawannya, jangan berharap terjadi perbaikan dan
Setiap perubahan akan menimbulkan resistensi. Menurut Simanjutak
(2010) resistensi terhadap perubahan merupakan faktor yang menghambat
keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual. Diperlukan
penyusunan kebijakan dan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak terkait agar
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual berjalan dengan baik, tanpa ada
resistensi. Salah satu faktor kegagalan Negara Nepal dalam penerapan akuntansi
pemerintah berbasis akrual adalah kurangnya motivasi dari pemerintah.
Kurangnya motivasi ini diakibatkan karena adopsi akrual bukan keinginan sendiri
melainkan pemaksaan dari organisasi eksternal (Adhikari dan Mellemvik, 2011).
Marwata dan Alam (2006) dalam Hasan (2012) menyatakan bahwa perubahan
akuntansi pemerintah berbasis akrual di Indonesia dikarenakan adanya tekanan
dari organisasi international dan organisasi donor, seperti International Monetary
Fund (IMF), World Bank, dan Asian Development Bank (ADB). Diperlukan
motivasi yang tinggi sehingga penerapan akuntansi berbasis akrual dapat berjalan
dengan baik tanpa ada resistensi. Motivasi yang perlu ditimbulkan adalah bahwa
penerapan akuntansi ditujukan untuk perbaikan akuntabilitas dan transparansi
sehingga dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) bukan paksaan dari pihak eksternal. Motivasi berprestasi yang tinggi
akan mendorong seseorang melakukan hal yang sukar dengan hasil yang
memuaskan (Mangkunegara, 2005:68). Kompleksnya penerapan akuntansi
pemerintah berbasis akrual, dibutuhkan teknologi informasi memadai. Dibutuhkan
keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
Lokasi penelitian dilakukan di kantor kementerian agama Prov. Bali. Hal
ini dikarenakan karena adanya kemudahan akses dalam pengumpulan data. Selain
kemudahan akses, kementerian agama hanya memiliki satu entitas pelaporan
dengan jumlah entitas akuntansi yang banyak. Banyaknya cakupan entitas
akuntansi di kementerian agama disebabkan selain kantor, sekolah negeri juga
termasuk didalamnya. Entitas akuntansi merupakan unit yang mengelola anggaran,
kekayaan, dan kewajiban yang wajib menyajikan laporan keuangan. Istilah entitas
akuntansi dalam kementerian/lembaga lebih dikenal dengan satuan kerja (satker).
Satker yang ada di kementerian agama Prov. Bali semuanya merupakan satker
pengeluaran yang berjumlah 98, sehingga data yang diperoleh cukup untuk
dilakukan analisis.
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti ingin menguji pengaruh
kompetensi sumber daya manusia dan teknologi informasi terhadap penerapan
akuntansi pemerintah berbasis akrual. Ketidakkonsistenan yang terdapat pada
penelitian sebelumnya, sehingga peneliti menambahkan motivasi sebagai variabel
moderasi.
6).2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1) Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif pada penerapan
2) Apakah teknologi informasi berpengaruh positif pada penerapan akuntansi
pemerintah berbasis akrual?
3) Apakah motivasi memperkuat pengaruh kompetensi sumber daya manusia pada
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual?
4) Apakah motivasi memperkuat pengaruh teknologi informasi pada penerapan
akuntansi pemerintah berbasis akrual?
4).3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh positif kompetensi sumber daya manusia pada
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
2) Untuk mengetahui pengaruh positif teknologi informasi pada penerapan
akuntansi pemerintah berbasis akrual.
3) Untuk mengetahui kemampuan motivasi memperkuat pengaruh kompetensi
sumber daya manusia pada penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
4) Untuk mengetahui kemampuan motivasi memperkuat pengaruh teknologi
informasi pada penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
4).4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini dapat memberikan
manfaat berikut:
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi merupakan variabel
moderasi hubungan antara kompetensi SDM dan teknologi informasi pada
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
2) Manfaat Praktis
a. Staf penyusun laporan keuangan sebaiknya berlatar belakang pendidikan
akuntansi, jika tidak terpenuhi dibutuhkan motivasi dan peningkatan
kompetensi SDM dalam menyelesaikan laporan keuangan pemerintah
berbasis akrual sehingga menghasilkan laporan keuangan yang
berkualitas.
b. Teknologi informasi harus diperhatikan terutama dalam penggunaan
aplikasi. Aplikasi sebaiknya dirancang sederhana mungkin, sehingga para
pengguna lebih mudah mengaplikasikannya.
c. Bagi Kantor Kementerian Agama di Provinsi Bali, penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai masukan dalam keberhasilan penerapan
Ïϯ BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 New Public Management Theory (Teori NPM)
Konsep New Public Management (NPM) adalah paradigma baru dalam
manajemen publik yang digunakan untuk melukiskan reformasi sektor publik.
Munculnya konsep ini adalah adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja
pemerintah yang dianggap tidak efisien dan efektif dalam pengelolaan sumber
daya. Ketidakpuasan ini dipicu oleh keadaan utang pemerintah yang terus
meningkat, pajak tinggi, dan turunnya pertumbuhan ekonomi (Buhr, 2010).
Administrasi publik mulai mengenalkan New Public Management (NPM)
yang merupakan paradigma baru pada tahun 1990-an. NPM merupakan paradigma
alternatif yang menekankan perubahan perilaku pemerintah menjadi lebih efisien
dan efektif. Karakterisitik dalam NPM meliputi (1) lebih berfokus pada
manajemen, bukan kebijakan, (2) adanya standar dan ukuran kinerja yang jelas,
(3) lebih ditekankan pada control hasil/keluaran, (4) pembagian tugas ke dalam
unit-unit yang dibawah, (5) ditumbuhkannya persaingan di tubuh sektor publik,
(6) lebih menekankan diterapkannya gaya manajemen sektor publik, (7) lebih
menekankan pada kedisiplinan yang tinggi dan tidak boros dalam menggunakan
ÏÏ°
Organisasi sektor publik sering digambarkan tidak produktif, efisien,
selalu rugi, rendah kualitas, kurang inovasi, serta berbagai kekurangan lainnya
(Mahmudi, 2010:34). Gambaran ini sesungguhnya sangat merugikan, mengingat
fakta bahwa organisasi sektor publik mengelola uang yang sangat besar dari
masyarakat. Buruknya pengelolaan organisasi sektor publik mendorong terjadinya
reformasi lembaga publik. NPM berakar dari teori manajemen yang beranggapan
bahwa praktik bisnis komersial dan manajemen sektor swasta adalah lebih baik
dibandingkan dengan praktik dan manajemen pada sektor publik. Oleh karena itu,
untuk memperbaiki kinerja sektor publik, perlu diadopsi beberapa praktik dan
teknik manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam sektor publik,
seperti pengadopsian mekanisme pasar, kompetisi tender, dan privatisasi
perusahaan-perusahaan publik (Mardiasmo, 2002:27).
Pada sektor swasta, akuntansi memiliki peran yang sangat penting.
Perkembangan akuntansi di sektor ini sangat pesat dan bergerak dinamis
mengikuti perkembangan perekonomian dibandingkan dengan akuntansi sektor
publik. Akuntansi sendiri telah berperan untuk menghasilkan sumber informasi
yang kemudian digunakan untuk proses pengambilan keputusan ekonomi yang
lebih baik. Informasi yang dihasilkan akuntansi menjadi alat untuk mengukur
sejauh mana efisiensi dilakukan sebagai alat pertanggungjawaban. Lahirnya
konsep NPM menyebabkan reformasi akuntansi di sektor publik, sehingga
dimulailah pengadopsian prinsip-prinsip akuntansi yang ada di sektor swasta oleh
Ïϱ
Reformasi di bidang akuntansi merupakan bagian dari konsep NPM.
Akuntansi pada sektor publik menjadi alat pengukuran untuk menentukan apakah
sektor publik telah mencapai efisiensi. Salah satu reformasi akuntansi di sektor
publik adalah perubahan basis akuntansi. Perubahan akuntansi dari basis kas ke
basis akrual merupakan salah satu ciri adopsi konsep NPM oleh sektor publik
(Mckendrick, 2007). Perubahan basis akuntansi dari basis kas ke basis akrual oleh
banyak pemerintah dipandang sebagai aspek dari desain NPM yang hampir mirip
dengan usaha bisnis yang berfokus pada kinerja di sektor publik (Coonnely dan
Hyndmen, 2010). Adanya perubahan basis akuntansi pada sektor publik, yaitu
perubahan sistem akuntansi dari akuntansi berbasis kas menjadi akuntansi
berbasis akrual diperlukan karena sistem akuntansi berbasis kas dianggap saat ini
tidak lagi memuaskan, terutama karena kekurangannya dalam menyajikan
gambaran keuangan yang akurat dan dalam memberikan informasi manajemen
yang berguna dan memadai untuk memfasilitasi perencanaan dan proses kinerja
(Cohen, et.al., 2007).
Penggunaan akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu ciri praktik
manajemen keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan
informasi biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan didalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas,
tidak sekedar basis kas. Para manajer sektor publik diminta agar bertanggung
jawab untuk seluruh biaya yang berhubungan dengan output / outcome yang
Ïϲ
publik dalam pengambilan keputusan secara efektif dan efisien (Organisation for
Economic Co-operation and Development, 2002:11). Perubahan akuntansi
berbasis akrual mendapatkan tantangan dalam proses adopsinya, sehingga
diperlukan pendekatan bertahap (Treasury, 2005:40). Tidak ada perubahan
mendadak dari basis kas ke basis akrual. Perubahan akuntansi dilakukan bertahap
melalui basis kas, basis kas yang dimodifikasi (cash toward accrual), dan basis
akrual. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor yang
berpotensi pada adopsi reformasi akrual.
2.1.2 Teori Kontinjensi
Teori kontinjensi merupakan alat pertama dan paling terkenal untuk
menjelaskan berbagai variasi dalam struktur organisasi. Manfaat dari rumusan
teori kontinjensi yang dapat dirasakan adalah dalam mendesain suatu organisasi
berdasarkan ketidakpastian lingkungan dan ukuran organisasi (Lubis, 2011:358).
Pendekatan kontinjensi yang digunakan oleh para peneliti dalam penelitian seperti
ini adalah dalam rangka memberikan masukan faktor-faktor yang sebaiknya
dipertimbangkan dalam perancangan penelitian. Govindarajan (1986) dalam
Sukardi (2002) mengemukakan bahwa untuk menyelesaikan perbedaan dari
berbagai hasil penelitian, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kontinjensi (contingency approach). Berdasarkan pada pendekatan kontinjensi
maka ada dugaan bahwa terdapat faktor situasional lainnya yang mungkin akan
Ïϳ
dalam akuntansi menggunakan pendekatan kontinjensi adalah untuk melihat
hubungan variabel-variabel konstekstual seperti ketidakpastian lingkungan (Otley,
1980). Pendekatan kontinjensi tersebut memungkinkan adanya variabel yang
bertindak sebagai variabel moderating dan variabel intervening. Variabel
moderating merupakan variabel yang yang memperkuat atau memperlemah
hubungan langsung antara variabel independen dan variabel dependen, sedangkan
variabel intervening merupakan variabel yang terletak diantara variabel
independen dan dependen. (Indriantoro dan Supomo, 1999:65-66).
Keterkaitan interaksi hubungan antara motivasi dengan kompetensi sumber
daya manusia dan teknologi informasi dapat dijelaskan oleh pendekatan
kontinjensi. Motivasi kerja merupakan dorongan dalam diri pegawai yang
menghasilkan suatu sikap untuk mengerahkan seluruh kemampuan dalam
mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, teori kontinjensi dalam penelitian
ini mengargumenkan bahwa kompetensi sumber daya manusia dan teknologi
informasi dalam mencapai keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah berbasis
akrual, akan bergantung pada suatu kondisi tertentu, salah satunya adalah adanya
motivasi dari staf penyusun laporan keuangan.
2.1.3 Teori Entitas (Entity Theory)
Teori entitas yang dikemukakan oleh Accounting Principle Board (APB)
dalam Astika (2011:104) dinyatakan bahwa informasi akuntansi menyangkut
ÏÏ´
Organisasi dianggap suatu kesatuan atau badan usaha ekonomik yang berdiri
sendiri, bertindak atas nama sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau
yang menanamkan dana dalam organisasi dan kesatuan ekonomik tersebut
menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi. Dari perspektif ini,
akuntansi berkepentingan dengan pelaporan keuangan kesatuan usaha, bukan
pemilik. Kesatuan usaha merupakan pusat pertanggungjawaban dan laporan
keuangan merupakan medium pertanggungjawabannya.
Teori atau konsep entitas telah diaplikasikan dalam mekanisme keuangan di
Indonesia. Ketentuan tersebut dibakukan dan dipertegas antara entitas pelaporan
dan entitas akuntansi dalam SAP berbasis berbasis akrual (PP No. 71 Tahun
2010), sebagi berikut :
a. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola
anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan
menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang
diselenggarakannya.
b. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau
lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban,
berupa laporan keuangan yang terdiri dari: (i) pemerintah pusat, (ii)
pemerintah daerah, (iii) masing-masing kementerian negara atau lembaga
di lingkungan pemerintah pusat, (iv) satuan organisasi di lingkungan
Ïϵ
perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan
laporan keuangan.
Satuan kerja sebagai unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja
atau mengelola barang merupakan entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan
akuntansi atas transaksi keuangan, dan secara periodik menyiapkan laporan
keuangan menurut SAP yang berlaku. Laporan keuangan tersebut disampaikan
secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka
penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. Setiap unit pemerintah
dapat ditetapkan menjadi entitas akuntansi apabila unit yang dimaksud mengelola
anggaran/barang yang akan ditujukan kepada entitas pelaporan (PSAP 11;
PP.71/2010).
Kaitan dengan penelitian ini adalah satuan kerja sebagai entitas akuntansi
dan faktor-faktor yang ada pada satuan kerja tersebut menjadi obyek penelitian.
Faktor-faktor tersebut mulai dari kompetensi SDM, teknologi informasi, dan
faktor motivasi. Hal tersebut menarik untuk diteliti, karena diharapkan
memberikan gambaran yang lebih nyata terkait dengan keberhasilan dalan
penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual.
2.1.4 Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia
dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga
publik, baik di pusat maupun di daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai
ϮϬ
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003) dalam Mardiasmo (2002:67).
Akuntansi berbasis akrual dalam wacana akuntansi, secara konseptual dipercaya
dapat menghasilkan informasi yang lebih akuntabel dan transparan dibandingkan
dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi berbasis akrual mampu mendukung
terlaksananya perhitungan biaya pelayanan publik dengan lebih wajar. Nilai yang
dihasilkan mencakup seluruh beban yang terjadi, tidak hanya jumlah yang telah
dibayarkan. Dengan memasukkan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun
yang belum dibayar, akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran
yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di
masa mendatang.
Perubahan basis akuntansi kas menuju akrual menjadi akrual membawa
dampak terhadap perubahan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang
dihasilkan. Seiring dengan penerapan basis akrual untuk pelaporan keuangan,
penyusunan anggaran tetap dilakukan menggunakan basis kas. Hal ini berarti
proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan laporan realisasi anggaran
yang tetap menggunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan lainnya
menggunakan basis akrual. Struktur standar akuntansi pemerintah (SAP) berbasis
akrual berdasar peraturan pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 terdapat
Ï®Ï
tentang laporan operasional (LO). Adapun PSAP dalam lampiran I PP no. 71
Tahun 2010 adalah:
1) PSAP nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan
2) PSAP nomor 02 tentang Laporan Realisasi berbasis Kas
3) PSAP nomor 03 tentang Laporan Arus Kas
4) PSAP nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan
5) PSAP nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan
6) PSAP nomor 06 tentang Akuntansi Investasi
7) PSAP nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
8) PSAP nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
9) PSAP nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban
10) PSAP nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan
Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
11) PSAP nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
12) PSAP nomor 12 tentang Laporan Operasional
Komponen laporan keuangan pada SAP berbasis akrual berdasarkan PP 71 Tahun
2010 dan SAP berbasis kas menuju akrual berdasarkan PP 24 Tahun 2005 juga
mengalami perubahan. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 2.1 :
Tabel 2.1
ϮϮ
4. Catatan atas laporan keuangan 2. Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih (SAL) Laporan Keuangan yang bersifat
Optional 4. Laporan Perubahan Ekuitas
(LPE)
C. Catatan atas Laporan Keuangan Sumber : PP No. 71 Tahun 2010
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
a. Pengertian dan Tujuan
Laporan Realisasi Anggaran merupakan salah satu komponen laporan
keuangan pemerintah yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan
pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah
yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam
suatu periode tertentu.
b. Manfaat
Menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer,
surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang
masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut
berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai
alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas
pelaporan terhadap anggaran. Selain itu LRA menyediakan informasi yang
berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang
Ϯϯ
informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan
penggunaan sumber daya ekonomi bahwa telah dilaksanakan secara efisien,
efektif, dan hemat; telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya
(APBN/APBD); dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Struktur dan isi
LRA sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut : (i)
pendapatan-LRA, (ii) belanja, (iii) transfer, (iv) surplus/defisit-LRA, (v)
penerimaan pembiayaan, (vi) pengeluaran pembiayaan, (vii) pembiayaan neto,
(viii) sisa lebih/ kurang pembiayaan (SiLPA/SiKPA)
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
a. Pengertian dan tujuan
Laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyajikan informasi
kenaikan atau penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Laporan perubahan SAL hanya disajikan oleh Bendahara Umum
Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasi
b. Manfaat
Menyajikan kenaikan atau penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya
Ϯϰ
Laporan perubahan SAL menyajikan secara komparatif dengan periode
sebelumnya pos-pos berikut: (i) SAL awal, (ii) penggunaan SAL, (iii) sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan, (iv) koreksi kesalahan
pembukuan tahun sebelumnya, dan (v) SAL akhir
3. Neraca
a. Pengertian dan tujuan
Neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan
suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu.
b. Manfaat
Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban
dan ekuitas pemerintah pada tanggal tertentu.
c. Struktur dan isi
Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas.
4. Laporan Operasional (LO)
a. Pengertian dan tujuan
Laporan operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus
akuntansi berbasis akrual, sehingga penyusunan LO, laporan perubahan
ekuitas (LPE), dan neraca mempunyai keterkaitan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Ϯϱ
Menyediakan mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas
pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
c. Struktur dan isi
Struktur LO mencakup pos-pos sebagai berikut: (i) pendapatan LO, (ii) beban,
(iii) surplus/defisit dari operasi, (iv) kegiatan non operasional, (v)
surplus/defisit sebelum pos luar biasa, (v) pos luar biasa, (vi) surplus /
defisit-LO.
5. Laporan arus kas (LAK)
a. Pengertian dan tujuan
Laporan arus kas adalah bagian laporan finansial yang menyajikan informasi
penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu berdasarkan aktivitas
operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Tujuannya adalah untuk
memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan
setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan. Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan
pengambilan keputusan. LAK wajib disusun dan disajikan hanya oleh unit
organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum.
b. Manfaat
Informasi dalam LAK mempunyai manfaat sebagai indikator jumlah arus kas
Ϯϲ
taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu LAK merupakan
alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode
pelaporan dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna
laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas
pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan
solvabilitas).
c. Struktur dan isi
LAK menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode
tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan berikut : (i) aktivitas operasi,
(ii) aktivitas investasi, (iii) aktivitas pendanaan, (iv) aktivitas transitoris.
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
a. Pengertian dan tujuan
Laporan perubahan ekuitas (LPE) menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
b. Manfaat
Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
c. Struktur dan isi
LPE menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos : (i) ekuitas awal, (ii) surplus/
Ϯϳ
menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak
kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi
kesalahan mendasar, (iv) ekuitas akhir.
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
a. Pengertian dan tujuan
Catatan atas laporan keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari laporan keuangan dan karenanya setiap entitas pelaporan
diharuskan menyajikan CaLK. CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci
atau analisis yang disajikan dalam LRA, Laporan perubahan SAL, Neraca,
LO, LAK dan LPE. Termasuk pula dalam penyajian CaLK laporan keuangan
adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh PSAP serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang
wajar atas laporan keuangan seperti: kewajiban kontijensi dan
komitmen-komitmen lainnya. CaLK bertujuan untuk meningkatkan
transparansi laporan keuangan dan penyediaan pemahaman yang baik atas
informasi keuangan pemerintah.
b. Manfaat
Memudahkan pengguna dalam memahami laporan keuangan.
c. Struktur dan isi
CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: (i) informasi umum tentang
entitas pelaporan dan entitas akuntansi, (ii) informasi tentang kebijakan
Ϯϴ
selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target, (iv) informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan
dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya, (v) rincian dan
penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan
keuangan, (vi) informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan
dalam lembar muka keuangan, (vii) informasi lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.
2.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang
dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia (Spencer dan Spencer,
1993:41). Kompetensi menurut Boyatzis (1982:96) merupakan kombinasi
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam bidang karir tertentu yang
memungkinkan seseorang untuk melakukan tugas atau fungsi sesuai dengan
keahliannya. Wirawan (2009:4) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik
pengetahuan, ketrampilan, perilaku dan pengalaman untuk melakukan suatu
pekerjaan atau peran tertentu secara efektif. Pengetahun melukiskan apa yang
Ϯϵ
mengenai sesuatu. Ketrampilan melukiskan kemampuan yang dapat diukur yang
telah dikembangkan melalui praktek, pelatihan, atau pengalaman.
Memiliki sumber daya manusia adalah keharusan bagi entitas. Mengelola
sumber daya manusia berdasarkan kompetensi diyakini bisa lebih menjamin
keberhasilan mencapai tujuan. Sebagian besar entitas memakai kompetensi
sebagai dasar dalam memilih orang, mengelola kinerja, pelatihan, dan
pengembangan serta pemberian kompensasi.
Menurut Spencer dan Spencer (1993:73) terdapat lima karakteristik
kompetensi, yaitu : (a) motif (motive), adalah hal-hal yang seseorang pikir atau
inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan; (b) sifat (traits), adalah
karakteristik fisik dan respons-respons konsisten terhadap situasi atau informasi;
(c) konsep diri (self-concept), adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang;
(d) pengetahuan (knowledge), adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu; (e) ketrampilan (skill), adalah kemampuan untuk melaksanakan
suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Kompetensi merupakan
suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan
(knowledge) dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan
(Hevesi, 2005:9). Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang
mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya. Pegawai yang tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup dalam bekerja akan banyak menemui hambatan yang
mengakibatkan pemborosan bahan, waktu dan tenaga. Penetapan standar
ϯϬ
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Pendapat Maarif dan Tanjung ini serupa
dengan pendapat Suprapto (2002:3), bahwa standar kompetensi minimal terdiri
dari pengetahuan, ketrampilan, sikap/perilaku, serta adanya kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan kepada orang lain.
Kompetensi menurut Perka BKN Nomor 7 Tahun 2013 adalah
karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap sesuai tugas dan atau fungsi jabatan. Pengetahuan kerja
adalah pengetahuan yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa fakta,
informasi, keahlian yang diperoleh seseorang melalui pendidikan dan pengalaman,
baik teoritik maupun pemahaman praktis, dan berbagai hal yang diketahui oleh
PNS terkait dengan pekerjaannya serta kesadaran yang diperoleh PNS melalui
pengalaman suatu fakta atau situasi dalam konteks pekerjaan. Ketrampilan kerja
adalah keterampilan PNS untuk melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan
pekerjaan yang meliputi : (a) keterampilan melaksanakan pekerjaan individual
(task skill), (b) keterampilan mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam satu
pekerjaan (task management skill), (c) keterampilan merespon dan mengelola
kejadian/masalah kerja yang berbeda (contingency management skill), (d)
keterampilan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu di
tempat tertentu sesuai dengan tuntutan lingkungan kerja (job/role enviroment
skill), (e) ketrampilan beradaptasi dalam melaksanakan pekerjaan yang sama di
ϯÏ
yang menekankan aspek perasaan, emosi, berupa minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri terhadap pekerjaan (Perka BKN no. 8 Tahun 2013).
2.1.6 Teknologi Informasi
Teknologi informasi (TI) turut berkembang sejalan dengan perkembangan
manusia. Perkembangan teknologi informasi meliputi perkembangan infrastuktur
TI seperti hardware, software, teknologi penyimpanan data (storage), dan
teknologi komunikasi. Komputer sebagai salah satu komponen dari teknologi
informasi merupakan alat yang bisa melipatgandakan kemampuan yang dimiliki
manusia dan komputer juga bisa mengerjakan sesuatu yang manusia mungkin
tidak mampu melakukannya (Indriasari dan Nahartyo, 2008). Pengolahan data
menjadi suatu informasi dengan bantuan komputer jelas akan lebih meningkatkan
nilai dari nilai informasi yang dihasilkan. Peningkatan nilai informasi tersebut
seperti berikut: informasi yang memiliki nilai tinggi adalah informasi yang
disajikan dalam waktu yang cepat dan tepat. Untuk pemrosesan data manual
biasanya berlaku bahwa semakin cepat waktu yang diinginkan untuk pemrosesan,
maka biaya yang dibutuhkan akan semakin besar. Bantuan komputer menjadikan
pengolahan data bisa diatur sedemikian rupa sehingga informasi dapat disajikan
tepat waktu dan dengan biaya yang masih di bawah manfaat itu sendiri. Dengan
kata lain, kita bisa mengatur pengolahan data sehingga manfaat ekonomis sebuah
ϯϮ
Teknologi informasi meliputi peranti keras (hardware), peranti lunak
(software), basis data (database), jaringan (network), dan jenis lainnya yang
berhubungan dengan teknologi (Turban et.al., 2006:49). Definisi teknologi
informasi menurut Martin et.al. (2002:1), yaitu teknologi komputer yang
digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi serta teknologi
komunikasi yang digunakan untuk mengirimkan informasi. Definisi teknologi
informasi sangatlah luas dan mencakup semua bentuk teknologi yang digunakan
dalam menangkap, memanipulasi, mengkomunikasikan, dan menggunakan data
yang akan diubah menjadi informasi (Martin et.al., 2002:19). Teknologi informasi
terdiri dari bagian utama yaitu teknologi komputer dan perlengkapan komputer
yang berfungsi untuk menerima data, menyimpan data dan mengolah data menjadi
informasi, serta mencetak atau membuat dan mengkomunikasikan informasi
tersebut. Sistem informasi yang menggunakan teknologi dengan cara dan alat
manual dan mekanik disebut sistem informasi manual, sedangkan sistem
informasi yang didominasi oleh alat elektronik disebut sistem informasi
elektronik. Sistem informasi elektronik yang menggunakan komputer disebut
sistem informasi berbasis komputer. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut
mencakup adanya (a) pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen
dan proses kerja secara elektronik dan (b) pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh
masyarakat di seluruh wilayah negeri ini (Hamzah, 2009 dalam Winidyaningrum
ϯϯ
2.1.7 Motivasi
Orang-orang tidak hanya berbeda dalam kemampuan melakukan sesuatu
tetapi juga dalam motivasi mereka melakukan sesuatu. Motivasi orang bergantung
pada kekuatan yang mendorong seseorang yang menimbulkan dan mengarahkan
perilaku (Gibson et.al, 2007:103). Peranan manusia sangat penting dalam
pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan
yang dikehendaki organisasi, maka harus dipahami motivasi manusia bekerja pada
suatu organisasi karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang
untuk bekerja.
Robbins dan Judge (2008:222) mengemukakan bahwa motivasi
merupakan proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan
individu dalam usaha untuk mencapai suau tujuan. Kunci dalam motivasi ialah
ketiga unsur hasil dari proses motivasi yang difokuskan. Intensitas menyangkut
pada seberapa kerasnya seorang pegawai berusaha. Intensitas yang tinggi tidak
akan membawa hasil yang diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan pada
pencapaian tujuan organisasi. Upaya diarahkan dengan konsisten menuju
pencapaian tujuan organisasi akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan
merupakan ukuran seberapa lama pegawai mempertahankan usahanya. Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah
atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan (Mangkunegara,
ϯϰ
Faktor motivasi terdiri dari dua indikator yaitu sikap dan situasi. Sikap
dapat diartikan sebagai status mental seseorang dan sikap dapat diekspresikan
dengan berbagai cara dengan kata-kata dan tingkat intensitas yang berbeda. Situasi
dapat diartikan sebagai suasana yang dapat menentukan sikap pegawai tersebut.
Perilaku pegawai banyak dipengaruhi definisi situasi, apabila pegawai
mendefinisikan sesuatu sebagai hal nyata, maka konsekuensinya menjadi nyata.
Dari beberapa pengertian diatas, menunujukkan bahwa motivasi ialah
dorongan dalam diri pegawai yang menghasilkan suatu sikap untuk mengerahkan
seluruh kemampuannya dalam mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi
beberapa kebutuhan individual. Terdapat beberapa teori yang menggambarkan
konsep-konsep motivasi kerja (Robbins dan Judge, 2008: 223-230):
1). Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Ada lima hierarki kebutuhan manusia sebagai berikut:
(1). Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik seperti rasa lapar, haus,
perumahan, pakaian, dan lain sebagainya.
(2). Kebutuhan keamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan, atau pemecatan.
(3). Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan akan
menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki
serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kecurangan, persahabatan,
ϯϱ
(4). Kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
(5). Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk
mempergunakan potensi diri, untuk mengembangkan diri semaksimal
mungkin ekspresi diri dan melakukan apa yang cocok dengan dirinya.
2). Teori X dan Y
Douglas McGregor membedakan dua tipe pekerja, yaitu:
(1). Teori X, menyatakan bahwa orang-orang sesungguhnya malas dan tidak
mau bekerja sama
(2). Teori Y, menyatakan bahwa orang-orang sesungguhnya energik,
berorientasi kepada perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik
menjadi produktif.
3). Teori Dua Faktor Herzberg
` Frederick Herzberg mengelompokkan motivasi terdiri dua faktor, yaitu:
(1). Hygeine factors (eksternal), yaitu meliputi gaji, kehidupan pribadi,
kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi,
kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
(2). Motivation factors (internal), yang dikaitkan dengan isi pekerjaan
mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang,
peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan.
ϯϲ
Ada tiga kebutuhan penting yang mendorong untuk berbuat atau bertindak,
yaitu:
(1). Kebutuhan prestasi, tercermin pada keinginan seseorang mengambil
tugas yang dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi, keinginan untuk
mencapai tujuan dengan memperhatikan resikonya, dan berusaha
melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.
(2). Kebutuhan afiliasi, tercermin pada keinginan seseorang untuk menjalin
hubungan dengan orang lain, bersahabat, di mana dia lebih
mementingkan aspek hubungan dengan orang lain, bersahabat, di mana
dia lebih mementingkan aspek hubungan pada pekerjaan, senang
bergaul, berusaha mendapatkan persetujuan dari orang lain.
(3). Kebutuhan kekuasaan, tercermin pada keinginan seseorang untuk
mempunyai pengaruh atas orang lain, dia berusaha menguasai orang lain,
mengarahkan dan mengatur dengan cara membuat orang lain terkesan
padanya, serta selalu menjaga reputasinya agar tetap bisa berpengaruh.
2.2. Penelitian sebelumnya
Penelitian sebelumnya tentang penerapan akuntansi berbasis akrual
dilakukan oleh Jumriati (2013) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada Pelaporan
Keuangan Daerah Pemerintah Kota dan Kabupaten di Daerah Istimewa
ϯϳ
berpengaruh signifkan pada keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual,
sedangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan manfaat akuntansi akrual tidak
berpengaruh siginifikan pada penerapan akuntansi berbasis akrual. Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitiannya adalah teknik analisis regresi berganda.
Adventana (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi SAP berbasis akrual menurut PP. No. 71 tahun 2010 di Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis regresi berganda digunakan untuk
menganalisis data dengan jumlah responden sebanyak 108 pegawai bagian
keuangan atau bagian akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM dan
komitmen organisasi berpengaruh positif pada implementasi SAP berbasis akrual,
sedangkan teknologi informasi tidak berpengaruh pada implementasi SAP
berbasis akrual.
Kusuma (2013) melakukan penelitian berjudul analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penerapan akuntansi akrual pada pemerintah. Responden
dalam penelitian adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) pada satuan kerja
wilayah KPPN Semarang I sebanyak 156. Analisis regresi linear berganda
digunakan dalam menganalisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelatihan staf berpengaruh pada tingkat penerapan akuntansi berbasis akrual,
sedangkan tingkat pendidikan staf keuangan, teknologi informasi, dukungan
konsultan, pengalaman satuan kerja, latar belakang pimpinan, ukuran satuan kerja
ϯϴ
Romilia (2011) meneliti tentang faktor-faktor yang memepengaruhi
keberhasilan penerapan SAP di Kabupaten Bangkalan. Teknik analisis data
mengunakan regresi berganda. Jumlah responden sebanyak 82 yang terdiri dari
kepala subbagian keuangan dinas, staf keuangan dinas, dan bagian keuangan
pemda. Hasil penelitian menujukkan bahwa komunikasi dan perangkat pendukung
berpengaruh positif pada keberhasilan penerapan SAP sedangkan regulasi,
komitmen, dan SDM sebaliknya.
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh kompetensi SDM dan teknologi
informasi pada penerapan berbasis akrual. Berdasarkan hasil penelitian yang
berbeda sebelumnya, sehingga penulis menambahkan variabel motivasi sebagai
variabel moderasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi moderasi. Penelitian sebelumnya, lebih lengkap akan disajikan penulis