• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pertumbuhan Populasi Lalat Buah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Pertumbuhan Populasi Lalat Buah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pertumbuhan Populasi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)

Azhari Fatikhasuri

Program Studi S-1 Pendidikan Biologi FKIP UNS

a zharifa @student.uns.ac.id

ABSTRAK

Praktikum ini bertujuan untuk mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), membedakan seks lalat buah dewasa secara morfologi, mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah. Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 11 April 2017 di Laboratorium Mikrobiologi FKIP Biologi UNS. Prinsip kerja praktikum yaitu pembuatan medium makanan sebagai medium kultur lalat buah (campuran dari buah pisang, tape ketela, benzoat), eterisasi dan pengamatan, pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah lalat yang hidup dan mati, rasio jenis kelamin lalat. Pengamatan dilakukan setiap hari, selama 14 hari (12-23 April 2017). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan instrinsik lalat buah pada botol kultur I adalah rN=18, sedangkan pada botol kultur II adalah rN=0. Pertumbuhan populasi lalat buah memiliki model pertumbuhan eksponensial berupa kurva J, dipengaruhi faktor lingkungan seperti ketersediaan makanan, suhu dan cahaya.

Kata Kunci: populasi, pertumbuhan populasi, lalat buah (Drosophila melanogaster).

PENDAHULUAN

Populasi merupakan sekelompok organisme yang memiliki spesies sama (takson tertentu) atau kelompok lain dapat terjadi interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, serta terdapat pada waktu tertentu dan pada suatu wilayah atau kawasan tertentu (Imran, 2008). Populasi memiliki karakterisitik kelompok yang tidak dapat diterapkan pada lingkup individu. Karakteristik dasar populasi adalah mengenai kepadatan (densitas). Parameter populasi yang dapat mengubah kepadatan populasi adalah natalitas (laju tingkat kelahiran), mortalitas (laju tingkat kematian), serta imigrasi dan emigrasi (Tarumingkeng, 1994 dalam Imran, 2008). Tingkat pertumbuhan populasi yaitu sebagai hasil akhir dari kelahiran dan kematian, juga dipengaruhi oleh struktur umur dan sex ratio pada populasi tersebut (Hadisubroto, 1989 dalam Lamatoa, 2013).

Ukuran populasi dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Beberapa populasi bersifat konstan (stabil) dan beberapa populasi berfluktuatif dengan skala besar. Dalam perubahan populasi, faktor lingkungan menjadi faktor penentu utamanya. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakikatnya adalah dengan mengukur keseimbangan antara kelahiran dan kematian pada populasi tersebut dalam upaya untuk memahami pola dinamika populasi tersebut di alam (Naughton, 1973).

(2)

bentuk J atau kurva laju pertumbuhan eksponensial. Sedangkan menurut Chusnia (2009), kurva pertumbuhan populasi pada lingkungan yang terbatas disebut kurva bentuk S (sigmoid). Kurva sigmoid berbeda dengan kurva bentuk J dalam dua hal, yaitu: kurva sigmoid memiliki asimptot atas (kurva tidak melebihi titik maksimal tertentu), dan kurva ini mendekati asimptot secara perlahan, tidak secara mendadak atau tajam. Kurva sigmoid disebut juga kurva logistik.

Ciri-ciri umum lalat buah antara lain (Agustina, E., Mahdi, N., Herdanawati, 2013) :

a. Berukuran kecil, antara 3-5 mm.

b. Thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmenlima dan bergaris hitamSayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula darithorax

c. Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah.Terdapat mata oceli pada bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibandingmata majemuk.

d. Warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. e. Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekatdengan

tubuhnya.

f. Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung.

g. Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan.

Lalat jantan memiliki sisir kelamin (sex comb) pada sepasang kaki depan (segmen metatarsal pertama) memiliki 3 garis hitam, ujung abdomen membulat warna gelap dengan pita hitam penyatuan segmen dorsal dari abdomen dan akhir bagian ventral terdapat penis dan klaspen (terdapat ovipositor). Lalat betina bentuk abdomen pada kecil dan runcing, jumlah segmen pada betina ada 7, sisir kelamin memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen (Yasin, 1989 dalam Aini, 2008).

Drosophila melanogaster memiliki

klasifikasi filum Arthropoda, kelas

Insecta, ordo Diptera, sub-ordo

(3)

jam setelah keluar dari pupa). Di samping itu, Drosophila melanogaster sangat peka terhadap lingkungan (Gill and Ellar, 2002 dalam Siburian, 2008).

Drosophila melanogaster tergolong Holometabola, memiliki periode istirahat dalam fase pupa. Dalam perkembangannya, Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan dewasa atau imago (Frost, 1959 dalam Aini, 2008). Siklus hidup lalat buah dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup Drosophila melanogaster (html.rincondelvago.com)

1. Fase Telur: telur Drosophila memiliki “sayap air” yang mencegah telur agar tidak tenggelam dan terbenam dalam medium semicair (Strickberger, 1962 dalam Agustina, dkk, 2013). Telur di permukaan media makanan setelah 24 jam dari perkawinan. Setelah fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva.

2. Fase Larva: larva berwarna putih dengan segmen tipe vermiform. Segmen kepala dalam prothoraks dan thorak tidak terdapat lengan. Tubuh berubah meruncing dan menajam pada ujungnya. Kepala berbentuk globular dan mempunyai warna yang sama dengan dada dan perut, dengan lebar lebih pendek daripada prothoraks dan perut. Antena dan ocelli menghilang. Kulitnya pada permulaan stadium tidak begitu kuat tetapi larva kecil muda secara periodik akan menambahkan kulit hingga mencapai ukuran dewasa. Pada beberapa keadaan disebut dengan belatung. Larva yang baru menetas disebut sebagai instar 1. Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian berganti kulit mejadi instar 2 dan instar 3. Instar 3 berubah menjadi pupa, dua sampai tiga hari kemudian. Saat larva siap menjadi pupa, larva perlahan meninggalkan medium dan menempel di permukaan yang relatif kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang diselipkan ke pakan (Strickberger, 1962 dalam Agustina, dkk, 2013).

(4)

seperti biji yang keras atau puparium (merupakan kulit larva yang kering), yang menutupi semua alat-alat tambahan sehingga bertipe koarktat (Sastrodihardjo, 1984 dalam Agustina, dkk, 2013).

4. Fase Dewasa (Imago): tubuh terdiri atas caput/kepala, thorax/dada dan abdomen/perut. Pada kepala yang tersusun atas 6 somit menjadi satu terdapat sepasang antena, mata dan mulut dengan bagian-bagiannya. Dada terdiri dari 3 somit, yaitu prothorax/dada depan, mesothorax/dada tengah dan metathorax/dada belakang serta terdapat 3 pasang kaki yang beruas-ruas pada tiap somit dan sepasang sayap pada dada tengah. Pada somit perut terdiri atas 3 bagian, yaitu dorsum/atas, pleura/samping dan venter/bawah. Garis dorso-pleura terdapat di antara dorsum dan pleura, sedangkan garis pleura-ventral di antara pleura dan venter. Sayap pada dada tengah lebar dan lebih panjang daripada dada serta membulat di bagian ujung, yang merupakan pertumbuhan daerah tergum dan pleura. Pada sayap tedapat berbagai cabang tabung pernapasan (trakea). Tabung ini mengalami penebalan sehingga dari luar tampak seperti jari-jari sayap. Oleh karenanya tabung berfungsi ganda sebagai pembawa oksigen dan penguat sayap. Semua bagian-bagian tubuh dari D. melanogaster, Meigen dewasa ini juga terdapat pada imago yang baru keluar dari pupa. Perbedaanya hanya adanya penyempurnaan bentuk dan fungsi organ dalam tubuh (Yasin, 1989 dalam Agustina, dkk, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup Drosophila melanogaster antara lain suhu lingkungan, ketersediaan makanan, tingkat kepadatan botol pemeliharaan dan intensitas cahaya.

1. Suhu lingkungan, dimana Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat

yaitu sekitar 18-20 hari.

2. Ketersediaan media makanan, dimana jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Viabilitas dari telur juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan larva betina (Shorrocks, 1972 dalam Agustina, dkk, 2013).

3. Tingkat kepadatan botol pemeliharaan, pada Drosophila melanogaster dengan kondisi ideal dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun, apabila kondisi botol medium terlalu padat akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.

(5)

Rumusan masalah praktikum adalah: 1. Bagaimanakah cara untuk mengenal lalat? 2. Bagaimanakah cara membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik? 3. Bagaimanakah cara mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah?.

Tujuan praktikum untuk: 1. mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), 2. membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik, 3. mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah.

METODE

1. Waktu dan Tempat praktikum

Praktikum pertumbuhan populasi lalat buah (Drosophila melanogaster) dilaksanakan pada hari Selasa, 11 April 2017 di ruang Laboratorium Mikrobiologi Kampus FKIP UNS. Praktikum dimulai pada pukul 16.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.

2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain: Mortar dan alu, digunakan untuk menghaluskan buah pisang. Wadah berupa nampan, digunakan sebagai tempat mencampurkan buah pisang, tape ketela dan benzoat. Panci dan kompor, digunakan untuk memasak campuran medium kultur lalat. Botol kultur, digunakan sebagai wadah medium kultur lalat buah. Kertas merang, dipasang dalam posisi berdiri pada medium di dalam botol kultur. Kertas HVS, digunakan untuk meletakkan lalat buah yang telah dieterisasi. Alumunium foil, sebagai penutup botol kultur. Kapas, digunakan untuk mengambil eter dan melakukan eterisasi pada lalat buah. Kuas halus, digunakan untuk mengambil lalat buah dan memasukkannya ke dalam botol kultur. Kertas label, digunakan untuk memberikan label pada botol kultur. Alat tulis dan kertas HVS, digunakan untuk mencatat data hasil pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain:

Lalat buah (Drosophila melanogaster) normal jantan dan betina, digunakan sebagai hewan yang akan diamati pertumbuhan populasinya. Eter, digunakan untuk melakukan pembiusan (eterisasi) pada lalat buah. Pisang (50 gr), tape ketela (25 gr), benzoat (± 0.5 sendok teh), ketiganya dicampurkan menjadi satu sebagai medium kultur lalat buah. Air secukupnya, digunakan untuk memasak campuran medium kultur lalat.

(6)

Cara kerja dalam praktikum yaitu pembuatan medium kultur lalat buah (Drosophila melanogaster), eterisasi dan pengamatan, pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah, analisis data hasil pengamatan, penyusunan laporan.

a. Pembuatan medium makanan (medium kultur)

1) Menghaluskan 50 gr buah pisang, kemudian mencampurkan dengan 25 gr tape ketela dan ± 0.5 sendok teh benzoat. Tape ketela digunakan untuk pembuatan medium kultur karena mengandung khamir yang merupakan makanan lalat buah. Sedangkan benzoat digunakan sebagai pengawet agar medium tidak cepat busuk selama pengamatan berlangsung.

2) Membuat medium makanan dengan tekstur agak padat, karena medium yang lembek akan menyulitkan pengamatan dan penghitungan lalat buah.

3) Memasak campuran ketiga bahan tersebut di dalam air yang mendekati mendidih. 4) Mensterilkan botol kultur, kemudian memasukkan campuran mediumke dalam botol. 5) Meletakkan kertas merang dengan posisi berdiri pada medium dalam botol kultur.

6) Menutup botol dengan alumunium foil yang dilubangi kecil di tengahnya agar udara dapat masuk.

b. Eterisasi dan pengamatan

1) Menyediakan kapas secukupnya, lalu membasahi kapas dengan sedikit eter. Jangan terlalu banyak karena lalat akan mati

2) Memeriksa botol kultur dan memastikan agar tidak ada lalat yang berada di dekat mulut botol. Jika ada, tepi botol diketuk secara perlahan agar lalat tidak jatuh ke media makanan.

3) Membuka sedikit tutup botol kultur, memasukkan kapas kemudian segera menutup kembali agar lalat tidak terbang keluar.

4) Setelah lalat terbius (30 detik), mengambil kapas dan menuangkan lalat di atas kertas HVS. Kemudian memisahkan lalat yang sudah mati dan lalat yang masih hidup. Lalat yang sudah mati sayapnya membuka dan kaki-kaki mengarah ke samping. Lalat yang mati tidak diikutkan dalam penelitian.

5) Biasanya lalat tetap dalam keadaan terbius selama 5-10 menit. Bila perlu memperpanjang waktu pengamatan, dilakukan eterisasi ulang tetapi hanya dalam waktu beberapa detik agar lalat tidak mati.

6) Pengamatan sebaiknya menggunakan kuas halus agar tidak terjadi kerusakan dan kaca pembesar agar pengamatannya lebih teliti.

c. Pengamatan pertumbuhan populasi

1) Lalat yang masih terbius tidak diperbolehkan untuk diletakkan langsung di atas medium karena lalat akan tenggelam di dalam medium. Caranya dengan menggunakan kertas yang dibuat seperti sendok atau botol dimiringkan.

2) Memberikan label pada botol kultur, dengan mencantumkan: nama, jumlah jantan, jumlah betina, tanggal.

(7)

4) Mengamati perkembangan lalat buah dengan cara menghitung jumlah lalat yang hidup dan jumlah lalat yang mati. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari.

5) Mencatat data ke dalam tabel pengamatan.

6) Melakukan analisis data (diagram atau grafik) dan menyusun laporan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Pengamatan

Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah dapat dilihat pada tabel 1., sedangkan data rasio jenis kelamin lalat buah dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah

Har

Tabel 2. Rasio jenis kelamin lalat buah

(8)

13 16 9 2 2 Senin, 24 April 2017

14 17 11 3 2 Selasa, 25 April 2017

Analisis Kuantitatif

a. Pertumbuhan populasi lalat buah

Hasil pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah digambarkan dalam bentuk kurva pada gambar 2 dan gambar 3.

Object 3

(9)

Object 5

Gambar 3. Populasi lalat buah pada botol kultur II

Berdasarkan data hasil pengamatan, dilakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan laju pertumbuhan populasi lalat buah pada kedua botol kultur.

1) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur I 2) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur II

b. Rasio jenis kelamin lalat buah

Hasil pengamatan rasio jenis kelamin lalat buah digambarkan dalam bentuk diagram pada gambar 4 dan 5.

Object 7

(10)

Object 9

Gambar 5. Rasio jenis kelamin lalat buah pada botol kultur II

Perbandingan hasil analisis rasio jenis kelamin lalat buah jantan pada kedua botol kultur dapat dilihat pada gambar 6.

Object 11

Gambar 6. Rasio jenis kelamin jantan botol kultur I dan II

(11)

Object 13

Gambar 7. Rasio jenis kelamin betina botol kultur I dan II

Analisa Kualitatif

a. Pertumbuhan populasi lalat buah

Berdasarkan kurva pertumbuhan populasi lalat buah, ada beberapa hal yang dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut.

1) Pada botol kultur I semakin lama jumlah lalat buah yang hidup semakin banyak sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi, botol kultur II semakin lama jumlah lalat buah yang mati semakin banyak sehingga terjadi penurunan jumlah populasi.

2) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal sebanyak 5 ekor lalat. Lalat buah yang hidup bertambah 1 dengan jumlah 5 ekor lalu konstan hingga hari ke-5. Lalat buah mati 1 ekor pada hari-6 dan hari-7 menjadi 4 ekor. Lalu, mengalami penambahan terus menerus hingga hari-10 sejumlah 28 ekor.

3) Pada botol kultur II, jumlah populasi awal sebanyak 5 ekor lalat. Pada awalnya lalat buah yang hidup jumlahnya tidak berubah (konstan) hingga hari ke-6, kemudian berkurang ada 1 ekor lalat buah yang mati hari-7 jumlah lalat 3 ekor. Lalu, lalat hidup 1 ekor bertambah hari ke-10 lalu mati 1 ekor hari-11, dan konstan bertambah 1 ekor hingga hari-15 jumlah akhir 5 ekor lalat buah.

4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa:

- Peningkatan jumlah populasi lalat buah lebih banyak terjadi pada botol kultur I, karena pada botol kultur II jumlahnya cenderung konstan.

- Kemampuan lalat buah dalam bertahan hidup lebih baik pada botol kultur I, karena pada botol kultur I mengalami penambahan terus-menerus hingga jumlah populas akhir 28 ekor.

(12)

lingkungan, tingkat kepadatan botol kultur dan ketersediaan media makanan. Menurut Lints & Soliman (1988), rentang hidup Drosophila tergantung pada besarnya pengaruh lingkungan tempat hidupnya. Kondisi ini meliputi jenis makanan yang tersedia, ukuran botol, jumlah lalat dalam botol, tingkat perpindahan makanan dan lalat, kondisi ekologis dimana lalat tersebut tumbuh dan diamati, dan lain sebagainya. Studi tentang Drosophila

lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Jumlah lalat buah akan mempengaruhi kerapatan di dalam botol kultur, dimana lalat buah dapat hidup lebih lama apabila tersedia cukup ruang dan medium makanan yang tidak terlalu padat. Pada praktikum ini jumlah awal lalat buah pada botol kultur I (5 ekor) dan botol kultur II (5 ekor). Jumlah lalat buah yang lebih banyak menyebabkan kerapatan di dalam botol kultur menjadi lebih tinggi sehingga lalat hanya dapat bertahan hidup dalam waktu relatif singkat. Menurut Sukmiwati dan Dahlia (2007) dalam Agustina, dkk, (2013), pertumbuhan populasi menyebabkan peningkatan kerapatan yang berdampak terjadinya persaingan antarindividu, baik ruang maupun makanan, sehingga dengan berjalannya waktu, pertumbuhan akan menurun dan berhenti tumbuh saat dicapai batas daya dukung. Menurut

Shorrocks (1972) dalam Agustina, dkk (2013), pada kondisi laboratorium banyak dilaporkan bahwa lalat buah dewasa rata-rata mati dalam 6 atau 7 hari.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan populasi lalat buah yaitu suhu dan makanan. Kondisi ideal suhu yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Suhu di dalam biakan botol dapat lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol, karena adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Aini, 2008). Pada praktikum, setelah beberapa hari tumbuh jamur pada medium makanan. hal ini sesuai dengan pernyataan Aini (2008), bahwa medium Drosophila melanogaster yang digunakan adalah pisang pada kondisi ruangan 29°C tetapi empat sampai dengan lima hari ternyata tumbuh jamur pada permukaan medium. Menurut Widyaleksono (2012), ketersediaan makanan berdampak pada jumlah telur D. melanogaster yang dikeluarkan dari induk (serangga dewasa). Penurunan telur terjadi apabila media kekurangan nutrisi (kekurangan zat makanan). Lalat buah akan menghasilkan keturunan yang tidak baik bila ketersediaan makanan kurang, hal ini berdampak pada telur yang sedikit dan larva yang kecil, yang seringkali gagal berkembang menjadi individu dewasa.

(13)

berkembang, individu di dalamnya menurunkan tingkat reproduksi sebagai persiapan untuk menghadapi faktor-faktor seperti menipisnya persediaan makanan dan menumpuknya kotoran. Efek-efek ini meningkat bersamaan dengan meningkatnya populasi.

b. Jenis kelamin lalat buah

Berdasarkan kurva rasio jenis kelamin lalat buah, ada beberapa hal yang dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut.

1) Pada botol kultur I maupun II, lalat buah betina lebih mendominasi daripada lalat buah jantan dalam hal jumlah. Kecenderungan yang terjadi relatif sama, yaitu jumlah lalat pada awalnya meningkat, kadang turun, lalu meningkat kembali.

2) Pada botol kultur I maupun II, jumlah populasi awal lalat buah jantan yaitu sebanyak 2 ekor. Masa perkembangan, lalat buah jantan pada botol kultur I jumlahnya lebih banyak daripada botol kultur II. Akan tetapi, ketahanan hidupnya berkurang karena pada hari ke-9 lalat jantan pada botol kultur I mati sebanyak 1 ekor menjadi total 5 ekor lalat. Lalu mengalami pertumbuhan sebanyak 7 ekor lalat buah jantan. Sedangkan lalat jantan pada botol kultur II konstan sebanyak 2 ekor lalu mengalami penurunan jumlah yang hidup pada hari 7 sebanyak 1 ekor yang masih hidup, dan mengalami pertumbuhan hari ke-13 sebanyak 2 ekor total lalat buah jantan botol kultur II.

3) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal lalat buah betina sebanyak 2 ekor, sedangkan pada botol kultur II sebanyak 2 ekor. Dalam perkembangannya, lalat buah betina pada botol kultur I lebih meningkat pesat dibandingkan lalat betina pada botol kultur II. Namun, lalat betina pada botol kultur I terdapat 1 ekor yang mati, yaitu pada hari ke-11. Sedangkan lalat betina pada botol kultur II yang masih bertahan hidup hingga hari ke-14 sebanyak 2 ekor.

4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa secara keseluruhan (baik lalat jantan maupun betina) perubahan jumlah lalat pada botol kultur I cenderung stabil dan lebih banyak sehingga mampu bertahan hidup, sedangkan pada botol kultur II cenderung stabil namun tidak lama untuk bertahan hidup.

Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol I a. Perhitungan laju natalitas (b)

Laju natalitas (b) = jumlahkelahiran

jumlah populasi x1 00 % b = 245 x100

b = 4.8 b. Perhitungan laju mortalitas (d)

Laju mortalitas (d) = jumlah kematianjumlah populasix1 00 %

(14)

c. Perhitungan laju pertumbuhan (r) r = b – d

r = 4.8 – 0.4 = 4.4  r > 0 maka termasuk laju pertumbuhan eksponensial

d. Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol I sebesar 28.

e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 ) dN

Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada botol kultur I menunjukkan nilai rN sebesar 18, laju pertumbuhan positif, artinya jumlah populasi mengalami pertambahan seiring bertambahnya waktu.

Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I dapat dilihat pada gambar 8.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kurva pertumbuhan populasi lalat pada botol kultur I

Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur I

Logarithmic (Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur I) Waktu (hari)

Gambar 8. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I

Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol II a. Perhitungan laju natalitas (b)

Laju natalitas (b) = jumlahkelahiran

jumlah populasi x1 00 % b = 2

5x100 b = 0.4 b. Perhitungan laju mortalitas (d)

Laju mortalitas (d) = jumlah kematian

(15)

d = 0.2 c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)

r = b – d

r = 0.4 – 0.2 = 0.2  r > 0 maka termasuk laju pertumbuhan eksponensial

d. Carrying capacity (K), yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol II sebesar 5.

e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 ) dN

Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada botol kultur II menunjukkan nilai rN sebesar 0, laju pertumbuhan konstan, artinya jumlah populasi relatif stabil.

Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II dapat dilihat pada gambar 9.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kurva pertumbuhan populasi lalat pada botol kultur II

Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur II

Logarithmic (Jumlah Lalat Buah Pada Botol Kultur II) Waktu (hari)

Gambar 9. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

(16)

2. Penggunaan lalat buah dalam percobaan dikarenakan lalat berukuran kecil, mudah didapat dan mudah dipelihara, memiliki siklus hidup sangat pendek, kurang lebih dua minggu, hanya memiliki sedikit kromosom (delapan kromosom, terdiri dari enam autosom dan dua gonosom) sehingga mudah dihitung.

3. Perbedaan jenis kelamin lalat buah secara morphologik:

Karakteristik Lalat Betina Lalat Jantan

Ukuran tubuh Lebih besar Lebih kecil

Ukuran sayap Lebih panjang Lebih pendek

Abdomen Ujung abdomen

Segmen pada abdomen 7 segmen 5 segmen

Sex comb Tidak ada Ada

4. Pertumbuhan populasi merupakan perubahan ukuran populasi pada periode waktu tertentu. Pada pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasinya didominasi oleh faktor lingkungan, yaitu: suhu lingkungan, ketersediaan media makanan, tingkat kepadatan botol pemeliharaan (botol kultur), dan intensitas cahaya.

5. Pertumbuhan populasi pada Drosophila melanogaster termasuk pertumbuhan eksponensial dengan model pertumbuhan logistik berupa kurva J.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Fitsum., Olivier Gimenez., Raphae L Arlettaz., And Michael Schaub. (2010). An Assessment of Integrated Population Models: Bias, Accuracy, and Violation of The Assumption of Independence. Ecology 91 (1) : 7–14

Agustina, Elita, dkk. (2013). Perkembangan Metamorphosis Lalat Buah (Drosophilla melanogaster) Pada Media Biakan Alami Sebagai Referensi Pembelajaran pada Matakuliah Perkembangan Hewan. Jurnal Biotik, 1 (1) : 12-18

Aini, Nur. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Ariefiandy, A. (2009). Populasi Biawak Komodo (Varanus komodoensis) dan Populasi Satwa Komodo. NTT Landak. Jurnal Survey 1(1)

Budrys, e. a. (2004). Population Size Assessment Using Mark-Release-Recapture of 12 Species of Orthoptera, Diptera, and Hymoneptera: A Comparison of Methods. Latvijas Entomologs , 11.

Donkers, P., Patil, J. G., Wisniewski, C., & Diggle, J. E. (2011). Validation of Mark-Recapture Population Estimates for Invasive Common Carp, Cyprinus carpio, in Lake Crescent, Tasmania. Journal of Applied Ichthyology, 1-8.

Evans, T. A. (1994). Estimating Relative Decline in Populations of Subterranean Termites Due To Baiting. Journal of Economic Entomology , 108.

(17)

Jendela Iptek Ekologi. (2000). Jakarta: Balai Pustaka.

Karyanto, Puguh & Saputra, A. (2017). Modul Praktikum Ekologi Hewan. Surakarta: UNS Press Lamatoa, D. C., Koneri, R., Siahaan, R., & Maabuat, P. V. (2013). Populasi Kupu-Kupu

(Lepidoptera) di Pulau Mantehage , Population of Butterfly (Lepidoptera) in Mantehage Island , North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Sains, 13 (1) : 52-56.

Naughton. (1973). Ekologi Umum edisi Ke 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Resosoedarmo, Soedjiran. (1990). Pengantar Ekologi. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

Santoso, Rachmat Slamet. (2011). Identifikasi D. Melanogaster pada Media Biakan Alami dari Pisang Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Jurnal Buana Sains. 11(2): 149-162.

Widyaleksono, dkk. (2012). Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Surabaya: Airlangga University Press.

LAMPIRAN

- 1 lembar laporan sementara

- 1 lembar foto dokumentasi praktikum - 1 lembar perhitungan

Surakarta, 2 Mei 2017

Asisten, Praktikan,

Dian Permata Sari Azhari Fatikhasuri

Gambar

Tabel 2. Rasio jenis kelamin lalat buah
Gambar 2. Populasi lalat buah pada botol kultur I
Gambar 3. Populasi lalat buah pada botol kultur II
Gambar 6. Rasio jenis kelamin jantan botol kultur I dan II
+4

Referensi

Dokumen terkait

Populasi lalat buah (Fam. Tephritidae) dengan penggunaan kompos gulma siam pada tanaman cabai menunjukkan nilai terendah yaitu 9.50 individu, walaupun pada

Populasi lalat buah (Fam. Tephritidae) dengan penggunaan kompos gulma siam pada tanaman cabai menunjukkan nilai terendah yaitu 9.50 individu, walaupun pada

warna kuning. Aktivitas serangga hama lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh warna dan aroma dari buah. Lalat buah jantan mengenal pasangannya selain

Populasi lalat buah yang tertangkap pada perangkap yang menggunakan atraktan Cue-Lure dan Methyl Eugenol sesuai jenis tanaman di lapang memiliki perbedaan baik komposisi

Jumlah lalat buah jantan yang tertangkap pada masing-masing kombinasi warna perangkap dan atraktan menunjukkan bahwa jumlah lalat buah jantan yang paling banyak

carambolae yang terperangkap pada perangkap petrogenol di Desa Kuok pada hari pertama sebanyak 153 ekor banyaknya lalat buah yang terperangkap pada hari pertama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah ( Bactrocera sp.) apakah yang datang pada tanaman Pare dan Gambas, mengetahui methyl eugenol ditambah

Jumlah lalat buah jantan yang tertangkap pada masing-masing kombinasi warna perangkap dan atraktan menunjukkan bahwa jumlah lalat buah jantan yang paling banyak