• Tidak ada hasil yang ditemukan

Delict dalam Hukum Pidana. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Delict dalam Hukum Pidana. pdf"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

DELICT

Makalah ini disusun untuk memenuhi

Tugas kelompok

Mata Kuliah: Hukum Pidana

Dosen Pengampu: Nenden Herawaty S, SH, MH

Rizaldy Pedju, SH, MH

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Nama : La Ade 15.1.1.022

Muammar P. Igirisa 15.1.1.024

Yunitha Malondo 15.1.1.027

PROGRAM STUDI AHWALUS SYAKSIYYAH (B)

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

MANADO

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan suatu kaidah atau atura-aturan terakait tingkahlaku manusia dalam kehidupan masyarakat. Manusia dalam kehidupannya selalu terikat dengan hukum, baik dari lahir sampai meninggal. Setiap tingkahlaku itu telah ada aturan yang menentukan batas-batas mengenai mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Berlakunya hukum ini tentunya diharapkan ada kesadaran hukum dari masyarakat agar mampu menciptakan keadaan yang aman, tentram dan damai sehingga kesetaraan terkait hak hidup manusia mampu terpelihara karena dilindungi oleh hukum

Peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tentunya berbeda-beda di setiap negara baik dari segi system hukumnya maupun aturan yang telah dibuat dan telah diberlakukan secara sah. Indonesia sendiri telah mengalami kisah sejarah yang panjang terkhususnya terkait hukum telah menganut system hukum Eropa Kontinental dan telah mengkodifikasi hukum dari Belanda terkhususnya bidang hukum pidana.

(3)

B. Rumusan Masalah

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian delict

Perbuatan pidana atau delict ialah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana.1 Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, kadang-kadang juga delict yang berasal dari bahasa latin delictum.2 Selain itu perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diacam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan pidana itu.3

Menurut Van Hammel, delict adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain. Sedangkan menurut Prof. Simons, delict adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak senganja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum.4

Berdasarkan Prof. Simons maka delict memuat beberapa unsur yaitu: 1. Suatu perbuatan manusia

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-undang

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan

1

Seoharto, Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), h.22

2

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.86

3

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.59

4

(5)

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Ada suatu norma pidana tertentu

2. Norma pidana tersebut berdasarkan undang-undang

3. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi. Dengan kata lain tidak seorangpun dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu. Menurut Moeljatno, kata “perbuatan” dalam “perbuatan pidana” mempunyai arti yang abstrak yaitu merupakan suatu pengertian yang menunjuk pada dua kejadian yang kongkrit yakni adanya kejadian tertentu dan adanya orang yang berbuat sehingga menimbulkan kejadian.5

B. Unsur-Unsur Delict

Berdasarkan analisa, delict terdiri dari dua unsur pokok, yaitu: 1. Unsur pokok subyektif

Asas pokok hukum pidana “Tak ada hukuman kalau tak ada

kesalahan” kesalahan yang dimaksud disini adalah sengaja dan kealpaan.

2. Unsur pokok obyektif

Perbuatan manusia yang berupa act dan omission. Act adalah perbuatan aktif atau perbuatan positif. Sedangkan omission yaitu perbuatan tidak aktif atau perbuatan negatif. Dengan kata lain adalah mendiamkan atau membiarkan.

5

(6)

a. Akibat perbuatan manusia

Menghilangkan, merusak, membahayakankepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum. Misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan lain sebagainya.

Keadaan-keadaan yaitu keadaan pada saat perbuatan dilakukan dan keadaan setelah perbuatan melawan hukum.

b. Sifat dapat dihukum dan sifat melewan hukum.

Semua unsur delict tersebut merupakan satu kesatua dalam satu Delict. Satu unsur saja tidak ada atau tidak didukug bukti, akan menyebabkab tersangka / terdakwa dapat dihukum. Penyelidik, penuntut umum harus dengan cermat meneliti tentang adanya unsur-unsur delict tersebut. 6

C. Macam macam delict

Penggolongan jenis jenis delick terdapat di dalam KUHP dan di luar KUHP. Jenis jenis delick dalam KUHP terdiri atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen), atau disebut delict hukum (rechtsdelicten) dan delict undang undang (wetdelicten).

Suatu perbuatan merupakan delict hukum (kejahatan) apabilan perbuatan itu bertentangan dengan asas asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari apakah asas asas hukum tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang undang pidana. Rechtdelictum adalah adalah perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil menurut undang undang dan perbuatan tidak adil menurut asas asas hukum yang tidak dicantumkan secara tegas dalam undang undang, tetapi masyarakat memandangnya sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan bertentangan

6

(7)

dengan hukum masyarakat yang bersangkutan, maka di situ merupakan

rechtdelicten sebagai suatu kejahatan.

Westdelicten adalah perbuatan yang menurut keinsyafan batin manusia

tidak dirasakan sebagai perbuatan tidak adil, tetapi baaru dirasakan sebagai perbuatan terlarang karena undang undang mengancam dengan pidana. Jadi, delict undang undang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam undang undang pidana, terlepas dari apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan kesadaran hukum rakyat.7

Berikut adalah macam macam delict : 1. Delict kejahatan dan pelanggaran

Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian tersebut didasarkan atas perbedaan prinsipil. Pembagian kejahatan disusun dalam Buku II KUHP dan pelanggaran disusun dalam buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.

Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum, sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara.8 Ada tiga macam kejahatan yang dikenal dalam KUHP yakni:

a. Kejahatan terhadap Negara. Sebagai contohnya adalah Penyerangan terhadap Presiden atau Wakil Presiden yang terdapat pada pasal 104 KUHP, Penganiayaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden pada pasal 131 KUHP, Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 134 KUHP.

7

Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung : Pustaka setia, 2000), h.55-56

8

(8)

b. Kejahatan terhadap harta benda misalnya pencurian pada pasal 362 s/d 367 KUHP, pemerasan pada pasal 368 s/d 371 KUHP, penipuan pada pasal 406 s/d 412 KUHP. Menurut undang-undang pencurian itu dibedakan atas lima macam pencurian yaitu: (a) pencurian biasa pada apsal 362 KUHP, (b) pencurian dengan pemberatan pada pasal 363 KUHP, (c) pencurian dengan kekerasan pada pasal 365 KUHP, (d) pencurian ringan pada pasal 364 KUHP, (e) pencurian dalam kalangan keluarga pada pasal 367 KUHP. c. Kejahatan terhadap badan dan nyawa orang semisal penganiayaan

dan pembunuhan.9

Pelanggaran yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada keterangan yang menentukan demikian. Pelanggaran dibagi tiga macam yakni: Pelanggaran tentang keamanan umum bagi orang, barang dan kesehatan umum. Misalnya, kenakalan yang artinya semua perbuatan orang bertentangan dengan ketertiban umum ditujukan pada orang atau binatang atau baarang yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian atau kerusuhan yang tidak dapat dikenakan dalam pasal khusus dalam KUHP.10

Perbedaan kejahatan dan pelanggaran:

a. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja

b. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) yang diperlukan disitu, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika menghhadapi pelanggaran hal itu tidak usah.

c. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54).

9

R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delict-Delict Khusus, (Bogor: Karya Nusantara, 1984), h.110

10

(9)

d. Tenggang kadaluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran pidana satu tahun, sedangkan kejahatan dua tahun. 11

2. Delict dolus dan culpa

Delict dolus ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja. 12 Contohnya terdapat pada pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. 13

Selain pada pasal 338 KUHP, terdapat pula contoh Delict dolus lainnya yaitu, pasal 354 KUHPdan pasal 187 KUHP.

Delict culpa ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan (kelalaian). 14 Contoh delict culpa yaitu pasal 359 KUHP yang berbunyi “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. 15

Culpa dibedakan menjadi culpa dengan kesadaran dan culpa tanpa kesadaran. Culpa kesadaraan terjadi ketika si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbul suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, agan tepat timbul masalah. Sedangkan culpa tanpa kesadaran terjadi ketika si pelaku tidan menduga akan timbul suatu akibat, yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya akibat.16

Tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab selalu dianggap dilakukan dengan kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan dan kealpaan adalah bentuk-bentuk kesalahan.

11

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, h.81

12

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, h.99

13

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.122

14

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, h.100

15

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, h.127

16

(10)

Tidak adanya salamh satu dari keduanya tersebut berarti tidak ada kesalahan.17

3. Delict commissionis dan delict ommisionis

Delict commissionis adalah perbuatan melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya mencuri (Pasal 362), menggelapkan (Pasal 372), menipu (Pasal 378). Delict commisionis pada umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat (dader) mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsure pertanggungjawaban pidana.

Delict Ommisionis yaitu tindak pidana yang berupa perbuatan pasif yakni, tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan. Contoh delict ommisionis terdapat dalam BAB V pasal 164 KUHP tentang kejahatan terhadap ketertiban umum.18

4. Delict formil dan delict materiil

Delict formil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan kelakuan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang, seperti pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Delict Materiil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, seperti pasal 35 KUHP tentang penganiayaan. 23 Kadang-kadang suatu Delict diragukan sebagai delict formil ataukah materiil, seperti tersebut dalam pasal 279 KUHP tentang larangan bigami.19

5. Delict biasa dan delict berkualifikasi

Delict biasa yaitu delict yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur memberatkan atau juga mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur

17

Djoko Prakoso, Pembaharu Hukum Pidana di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1987), h.78-79

18

Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.177

19

(11)

yang meringankan. Contohnya pasal 341 lebih ringan daripada pasal 342, pasal 338 lebih ringan daripada pasal 340 dan 339, pasal 308 lebih ringan daripada pasal 305 dan 306.20

Delict berkualifikasi adalah bentuk khusus, mempunyai semua unsur bentuk pokok yang disertai satu atau lebih unsur yang memberatkan. 26 Misalnya pencurian dengan membongkar, penganiayaan yang mengakibatkan kematian, pembunuhan berencana. 27 Dalam pasal 365 terhadap pasal 362, pasal 374 terhadap pasal 372.

6. Delict murni dan delict aduan

Delict murni yaitu Delict yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan segara bertindak untuk melakukan pemeriksaan. Berdasarkan pasal 180 KUHAP setiap orang yang melihat, mengalami, mengetahui, menyaksikan, menjadi korban PNS dalam melakukan tugasnya berhak melaporkan.

Delict aduan adalah delict yang proses penuntutannya berdasarkan pengaduan korban. Delict aduan dibagi menjadi dua yaitu yang pertama murni dan yang kedua relatif.21

7. Delict selesai dan delict berlanjut

Delict selesai yaitu delict yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delict telah selesai ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang pengahasutan, pembunuhan, pembakaran ataupun pasal 330 KUHP yang berbunyi:

a. Barang siapa dengan sengaja menarik orang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

20

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, h.100

21

(12)

b. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur 12 tahun, dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Berdasarkan bunyi ayat (2) pasal ini, maka unsur kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan hal yang memperberat pidana. Jadi, Delict aslinya yang tercantum di ayat satu tidak perlu ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. 22

Delict berlanjut yaitu Delict yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang, walaupun keadaan itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan. Contohnya, terdapat dalam pasal 221 tentang menyembunyikan orang jahat, pasal 333 tentang meneruskan kemerdekaan orang, pasal 250 tentang mempunyai persediaan bahan untuk memalsukan mata uang. 23

D. Kausalitas ( sebab akibat )

Secara etimologi, kausalitas atau causalitied berasal dari kata causa yang berarti sebab24. Kata kausa dalam Kamus Hukum diartikan dengan alasan atau dasar hukum; suatu sebab yang dapat menimbulkan suatu kejadian. 25 Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kausalitas merupakan suatu yang menyatakan tentang hubungan sebab dan akibat. Dalam ilmu hukum pidana teori kausalitas dimaksudkan untuk menentukan hubungan objektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang tidak dikenhadi undang-undang. Penentuan sebab akibat dalam kasus-kasus pidana menjadi persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri tidak petunjuk tentang hubungan sebab dan akibat yang dapat menimbulkan

22

Andi Hamzah, Delict-Delict Tertentu di dalam KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.27

23

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, h.101

24

Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana, (Malang:Fakultas Syaria UIN Malang, 2004), h.17

25

(13)

delict. Meskipun dalam beberapa pasal KUHP dijelaskan bahwa dalam delict-delict tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya.26

Sebelum membahas lebih jauh tentang teori kausalitas, pada bagian ini diperlukan penjelasan tentang tindak pidana berdasarkan cara merumuskannya. Tindak pidana dibagi menjadi dua, yaitu tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan dengan melarang melakukan suatu tikah laku tertentu. Artinya dalam rumusan itu secara tegas disebutkan perbuatan tertentu yang menjadi pokok larangan. Dalam kaitannya dengan kasus pidana, apabila perbuatan tersebut selesai dilakukan maka dapat disebut sebagai tindak pidana, tanpa memandang akibat yang ditimbulkan. Misalnya tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP. Apabila pencurian telah selesai dilakukan maka dapat disebut sebagai tindak pidana.27

Sedangkan tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang menitik beratkan pada larangan timbulnya akibat tertentu atau akibat konstitutif. Meskipun dalam rumusan tindak pidana disebutkan adanya unsur tingkah laku tertentu. Untuk menyelesaikan tindak pidana tidak tergantung pada selesainya perbuatan, akan tetapi tergantung pada akibat terlarang yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Misalnya menghilangkan nyawa pada kasus pembunuhan Pasal 338 KUHP. Perbuatan menghilangkan nyawa seperti menusuk dengan benda tajam tidak bisa menimbulkan tindak pidana pembunuhan jika korbannya tidak meninggal dunia. Tindakan ini dimasukkan dalam katagori percobaan pembunuhan pasal 338 KUHP. Untuk menimbulkan tindak pidana materiil secara sempurna diperlukan 3 syarat yang tak terpisahkan, yaitu terwujudnya tingkah laku, terwujudnya akibat, dan adanya hubungan kausalitas di antara keduanya.

26

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta:Sinar Grafika, 2007), h.2006

27

(14)

Dalam menentukan adanya sebab yang benar-benar menimbulkan suatu akibat tidaklah mudah. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas faktor-faktor yang berkaitan dengan peristiwa yang dihadapi. Contohnya, seorang laki-laki mengendarai sepeda motor mendadak menyeberang tanpa memberikan isyarat lampu dan dari arah belakang melaju kencang sebuah mini bus, sopir mini bus yang kaget membunyikan klakson dan menginjak rem sekuat tenaga sehingga tabrakan pun tidak sampai terjadi. Namun, laki-laki tersebut tiba-tiba jatuh dan segera dilarikan ke rumah sakit. Beberapa jam kemudian, laki-laki ini meninggal dunia karena serangan jantung. Pihak kepolisian menyatakan bahwa kecelakaan yang terjadi akibat pengendara sepeda motor yang tidak mematuhi peraturan dan sopir minibus dibebaskan. Namun ahli waris tidak terima terhadap pengehentian penyelidikan dan mengajukan upaya pra peradilan ke Pengadilan Negeri agar menetapkan bahwa pengehntian penyelidikan tidak sah dan memerintahkan kepada penyidik untuk melanjutkan perkara itu. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pengadilan negeri dan penyidik dalam menilai kasus ini.

Berdasarkan ilustrasi di atas, disinilah letak urgensi ajaran kausalitas, yaitu ajaran yang mencari dan menentukan ada atau tidaknya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang timbul. Selain itu, ajaran ini juga dapat menentukan hubungan antara suatu perbuatan dengan akibat dalam tindak pidana yang dikualifisir oleh unsur akibatnya, yaitu suatu tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten) yang ditambah dengan unsur khusus. Unsur ini merupakan akibat dari perbuatan, baik yang bersifat meringankan atau memberatkan. Misalnya pada tindak pidana penganiayaan sebagai bentuk pokok, pasal 351 ayat (1) KUHP. Hukumannya akan menjadi lebih berat jika penganiayaan itu menimbulkan luka berat (pasal 351 ayat (2)) atau kematian (pasal 351 ayat (3)) yang menjadi unsur khusus.

(15)

suatu peristiwa yang terjadi setelah peristiwa lain belum tentu merupakan akibat dari peristiwa yang mendahuluinya.

Ada beberapa ajaran kausalitas yang dikelompokkan menjadi tiga teori besar: 1. Teori conditio sine qua non

Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von Buri, ahli hukum dan mantan presiden Reichsgericht (Mahkamah Agung) Jerman. Von Buri mengatakan bahwa tiap-tiap syarat atau semua faktor yang turut serta atau bersama-sama menjadi penyebab suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap causa (akibat). Tiap-tiap faktor memiliki nilai yang sama dan sederajad tidak membedakan faktor syarat dan faktor penyebab. Jika salah satu syarat tidak ada maka akan menimbulkan akibar yang lain pula. Teori ini juga disebut dengan equivalent theori karena setiap syarat nilainya sama dan bedingung theori sebab bagianya tidak ada perbedaan antara syarat dan penyebab. Ajaran ini berimplikasi pada perluasan pertanggungjawaban dalam perbuatan pidana.

Seperti halnya teori-teori yang lain, teori Von Buri ini memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Kelemahan ajaran ini adalah tidak dibedakannya faktor syarat dan faktor penyebab. Dalam ilustrasi kasus di atas, si pengemudi mini bus harus diminta pertanggung jawaban atas kematian pengendara sepeda motor. Padahal bunyi klakson dan suara rem merupakan faktor syarat bukan faktor penyebab. Hal ini dipandang tidak adil sebab tidak ada unsur kesengajaan atau kealpaan pada dirinya. Artinya teori ini bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straft zonden schuld). Sedangkan kelebihan dari teori ini adalah mudah digunakan dan diterapkan tanpa menimbulkan perdebatan dan pemikiran mendalam untuk mencari faktor penyebab yang sebenarnya.

(16)

dipertahankan. Namun, penggunaannya dalam hukum pidana harus disertai oleh teori kesalahan. Teori menyatakan tidak semua orang yang perbuatannya menjadi salah satu faktor di antara sekian banyak faktor dalam suatu peristiwa yang menimbulkan akibat terlarang harus bertanggung jawab atas akibat itu, melainkan apabila perbuatan dirinya terdapat unsur kesalahan baik kesengajaan atau kealpaan. Pendapat Van Hammel ini dianggap wajar sebab ia adalah pengikut aliran monistis yang tidak memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.

Kritik dan keberatan atas teori ini kemudian bermunculan. Misalnya ada orang yang mati ditembak orang lain. Menurut teori ini, pejual senjata api, perusahaan senjata api juga bertanggung jawab atas kematian orang tersebut. Menurut Van Bammelan teori ini terlalu luas jangkauannya. Prof. Moelyatno tidak bisa menerima teori ini meskipun secara logis adalah benar. Teori ini bertentangan dengan pandangan umum dalam pergaulan masyarakat, yang justru membedakan antara syarat dan penyebab. Menurutnya, perbuatan seorang penjual senjata api tidak dapat diterima sebagai penyebab terbunuhnya seseorang yang disamakan dengan perbuatan pembunuhnya. Beliau membedakan perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Ajaran tentang kesalahan digunakan apabila terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan pidana. Padahal hubungan kausalitas bertujuan menentukan apakah terdakwa melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak.

2. Teori Individualisasi

(17)

sangat dominan atau memiliki peran terkuat terhadap timbulnya suatu akibat. Pendukung teori ini adalah Birkmayer dan Karl Binding.

Birkmayer mengemukakan teori de meest werkzame factor pada tahun 1885 yang menyatakan bahwa dari serentetan syarat yang tidak dapat dihilangkan, tidak semua dapat digunakan untuk menimbulkan suatu akibat, hanya faktor yang dominan atau kuat pengaruhnyalah yang dapat dijaadikan penyebab timbulnya suatu akibat. Kesulitannya adalah bagaimana menentukan faktor yang dominan dalam suatu perkara. Contohnya, faktor serangan jantung yang menjadi faktor dominan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia dalam ilutrasi di atas. Dan pengemudi mini bus yang membunyikan klakson tidak dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Karl Binding mengemukakan teori ubergewischts theorie yang menyatakan bahwa faktor penyebab adalah faktor terpenting dan sesuai dengan akibat yang timbul. Dalam suatu peristiwa pidana, akibat terjadi karena faktor yang menyebabkan timbulnya akibat lebih dominan (faktor positif) daripada faktor yang meniadakan akibat (faktor negatif). Satu-satunya faktor sebab adalah faktor syarat terakhir yang menghilangkan kesimbangan dan memenangkan faktor positif tadi.

(18)

keseimbangan antara syarat positif dengan syarat negative, sehingga akhirnya syarat positiflah yang menentukan.

Kelemahan dari teori ini adalah penentuan faktor yang paling kuat pengaruhnya jika semua faktor sama-sama kuat untuk menimbulkan akibat. atau jika sifat dan corak pengaruh tidak sama dalam rangkaian faktor tidak sama. Kelemahan teori ini juga dapat dipahami dari ilustrasi berikut: A berniat membakar gudang orang lain, lalu ditempatknya kaca pembesar di atas tumpukan jerami sehingga kalau matahari mengenai kaca dapat menimbulkan percikan api yang memicu kebakaran. Berdasarkan teori ini maka A luput dari jerat hukum pidana sebab faktor dominan terakhir adalah sinar matahari yang mengenai kaca pembesar. Karena persoalan ini kemudian muncullah teori generalisasi.

3. Teori Generalisasi

Teori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian faktor yang berpengaruh atau berhubungan dengan timbulnya akibat dilakukan dengan melihat dan menilai pada faktor mana yang secara wajar dan menurut akal serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu akibat. Pencarian faktor penyebab tidak berdasarkan faktor setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya, tetapi pada pengalaman umum yang menurut akal dan kewajaran manusia. Persoalannya kemudian bagaimana menentukan sebab yang secara akal dan menurut pandangan umum menimbulkan akibat? Berdasarkan pertanyaan ini kemudian muncul teori Adequat yaitu:

a. Teori Adequat Subjektif

(19)

menimbulkan kematian jika dipukul oleh sesuatu. Kemudian si A tiba-tiba memuukul si B dengan yang berakibat pada kematiannya, maka perbuatan mengejutkan itu dikatakan sebagai sebab.

b. Teori Adequat objectif-nachtraglicher prognose

Teori ini dikemukakan oleh Rumelin, yang menyatakan bahwa yang menjadi sebab atau akibat, ialah faktor objektif yang ditentukan dari rangkaian faktor-faktor yang berkaitan dengan terwujudnya Delict, setelah delict terjadi. Atau dengan kata lain causa dari suatu akibat terletak pada faktor objektif yang dapat dipikirkan untuk menimbulkan akibat.

c. Teori Adequate menurut Traeger

Menurut Traeger, akibat delict haruslah in het algemeen voorzienbaar artinya pada umumnya dapat disadari sebagai sesuatu yang mungkin sekali dapat terjadi. Van Bemmelen mengomentari teori ini bahwa yang dimaksud dengan in het algemeen voorzienbaar ialah een hoge mate van waarschijnlijkheid yang artinya, disadari sebagai sesuatu yang sangat mungkin dapat terjadi.

Apabila dilihat dari unsur tingkah lakunya, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana aktif (tindak pidana comissi) dan tindak pidana pasif (tindak pidana omisi). Tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang disebabkan oleh perbuatan pasif. Pelaku melanggar suatu kewajiban hukum (rechtsplicht) untuk berbuat sesuatu. Misalnya barangsiapa oleh hukum diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan akan tetapi dia tidak melakukan (pasal 304 KUHP) atau diperintahkan untuk datang tetapi tidak datang (pasal 522 KUHP).

(20)

menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Tidak datangnya saksi yang dimaksud secara sempurna telah menimbulkan delict, tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan.

Kedua, tindak pidana pasif yang tidak murni yang terjadi pada tindak pidana materiil yang mementingkan aspek akibat daripada perbuatan pidananya. Tindak pidana meteriil tertentu bisa saja terjadi meskipun dengan tidak berbuat. Misalnya seorang ibu sengaja tidak menyusui anaknya yang dapat mengakibatkan kematian bagi anaknya tersebut (Pasal 338 KUHP). Persolan yang muncul adalah apakah mungkin tidak berbuat sesuatu dapat menimbulkan akibat ? mengenai persoalan ini ada beberapa pandangan:

1. Pandangan ilmu pengetahuan alam

Tidak mungkin adanya hubungan antara akibat dengan tidak melakukan perbuatan. Pandangan ini tidak sejalan dengan pandangan hukum yang mengatur tentang nilai. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kejadian pidana yang disebabkan oleh tidak berbuatnya seseorang, dimana menurut rasa keadilan masyarakat perlu diminta pertanggungjawaban. Misal, kecelakaan kereta api yang menewaskan banyak orang.

2. Pandangan teori berbuat lain (theori Van Het Anders Doen)

Perbuatan aktif merupakan perbuatan apa yang dilakuakan pada saat terwujudnya akibat terlarang. Misalnya pada kasus kematian bayi karena tidak disusui. Bahwa ibu si bayi dipandang sedang melakukan perbuatan apa pada saat bayinya meninggal. Seperti dia sedang selingkuh. Namun teori ini juga tidak memuaskan, karena tidak ada hubungan antara selingkuh dengan kematian bayi.

(21)

Yang seharusnya dipandang sebagai sebab dari timbulnya akibat adalah perbuatan yang mendahului pada saat terwujudnya akibat. misalnya seorang penjaga pintu kereta api yang tidak menurunkan palang kereta pada saat kereta akan lewat. Yang menjadi penyebabnya yaitu jabatan petugas penjaga palang kereta diterima sebelum kejadian. Pendapat ini juga tidak memuaskan karena tidak ada hubungan antara penerimaan jabatan dengan kecelakaan.28

4. Pandangan berdasarkan kewajiban hukum

Seseorang dalam waktu dan keadaan tertentu diwajibkan oleh hukum untuk melakukan perbuatan. Jika kemudian dia tidak berbuat dan menimbulkan akibat maka sebab dari akibat itu adalah kepemilikan kewajiban hukum tersebut. Teori ini dipelopori oleh Van Hammel yang menyatakan bahwa seseorang tidak berbuat, ia tidak dapat dianggap menyebabkan suatu akibat, apabila aia tidak memiliki kewajiban hukum untuk berbuat. Sebagai upaya mengetahui bahwa seseorang memiliki kewajiban hukum atau tidak, berdasarkan beberapa alasan: (1) pekerjaan atau jabatan (2) ditetapkan oleh hukum (3) kepatutan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

28

(22)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

- Pengertian delik yaitu perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana.

- Delict terdiri dari dua unsur pokok, yaitu unsur pokok subyektif dari kesalahan yang sengaja dan kealpaan, dan unsur pokok obyektif yang terbagi dalam du hal yaitu : Akibat perbuatan manusia dan Sifat dapat dihukum dan sifat melewan hukum.

- Macam macam delict yaitu :

1. Delict kejahatan dan pelanggaran

2. Delict dolus ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

3. Delict commissionis adalah perbuatan melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan-aturan pidana.

4. Delict formil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan 5. Delict biasa yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur

memberatkan atau yang disertai unsur yang meringankan. 6. Delict murni tanpa permintaan menuntut

7. Delict selesai

(23)

DAFTAR PUSTAKA

2004. Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana. Malang: Fakultas Syaria UIN Malang.

Abidin Farid, A. Zainal. 2007. Hukum Pidana 1. Jakarta: Sinar Grafika. Abidin Farid, Zainal. 2009. Hukum Pidana 1. Jakarta: Sinar Grafika.

Chazawi,Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 2: Penafsiran Hukum Pidana,

Dasar Pemidanaan & Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan,

Perbarengan & Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hamzah, Andi. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamzah, Andi. 2009. Delict-Delict Tertentu di dalam KUHP. Jakarta: Sinar Grafika.

Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T. 2007. Latihan Ujian Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Marpaung, Leden. 1991. Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Marwan, M. & P, Jimmy. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Realiti Publiser. Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Poernomo, Bambang. 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Ghia

Indonesia.

Prakoso, Djoko. 1987. Pembaharu Hukum Pidana di Indonesia. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Seoharto. 1993. Hukum Pidana Materiil. Jakarta: Sinar Grafika.

Soesilo, R. 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan

Delict-Delict Khusus. Bogor: Karya Nusantara.

Syarifin,Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung : Pustaka setia

Tongat. 2009. Dasar-dasar Hukum Piadana Indonesia dalam Perspektif

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menandakan bahwa secara naluriah nelayan telah menggunakan wilayah terumbu karang yang menjadi habitat pemijahan sebagai fishing ground karena dari 10 famili ikan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan tingkat prevalensi malaria burung pada Gelatik Jawa adalah 28,95 % dengan jenis parasit yang menyerang burung

Memang dapat dikatakan tidak banyak informasi yang didapat mengenai temuan gelang- gelang kaca di Nusantara, namun dilihat dari teknik dan teknologi yang digunakan

Naging mapaghangad na makakuha ng gantimpala ang mga manunulat sa panahong ito sapagkat bago pa sumulat ng anumang akda ay inaalam muna kung aling pahayagan

Untuk mendapatkan program pencetakan sawah petani harus mengikuti prosedur dan ketentuan yang telah dicanangkan oleh pemerintah yaitu petani yang mengikuti program

Bagian Organisasi merupakan salah satu unit kerja pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, yang mempunyai tugas dan fungsi menyiapkan dan menyusun kebijakan

Semua motor bakar membutuhkan udara dalam pembakaran bahan bakar. Pada putaran tinggi konsumsi udara dalam ruang bakar pada umumnya sering terlambat atau kurang padat. Hal

dimensi atau bentuk pada material yang telah dilakukan proses pengelasan. Untuk melakukan proses pengukuran distorsi pada plat, cara yang digunakan yaitu dengan membuat