• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN POLIS DALAM PERJANJIAN ASURANSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN POLIS DALAM PERJANJIAN ASURANSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

D A R M A D I D E W A N T O

P E R A N A N P O L I S D A L A M

P E R J A N J I A N A S U R A N S I

M l l l K PFRi’uS I A K a A 1>

" U N I V B A i i i A S A 1 R L A N G G A "

S U R A B A Y A

A y , 2 J f J 9 Z

-D u o

F A K U L T A S H U K U M U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A

(2)

Ya Allah limpahkanlah daku dengan iltau pengetahuan dan hiasilah daku dengan sifat lapang dada dan kesabaran serta muliakanlah daku dengan kesehatan.

(’Aafiat)

Skripsi ini ku persembahkan kehadapan Ayahanda dan Ibunda

(3)

P E R A N A N P O L I S

D A L A M

S K RI PSI

D I AJUKAN UNTUK M ELEN GKAPI TUGA3

DAN MEMENUHI SYARAT- SYARAT UNTUK

MENCAPAI GELAR S ARJAN A HUKUM

DI SUSUN O LEH :

D ARM AD I DEW ANTO

0 3 8 8 3 2 8 5 7

FAK ULTAS H UK UM U N I V ERS I T A S AI RLAM GGA SURABAYA

< n n n

(4)

D i u j i k a n p a d a h a r i Kam is, 6 Fe b r u a r i 1992

T I H P E N 6 U J I

K e t u a :

S e k r e t a r i s :

A n g g o t a : 1

S K I .oJHL

.

5^Z«BJ-_!3QSE8XOj8«._-S..H*

(5)

RATA PENGANTAR

Setelah melewati berbagai kesulitan dan hambatan, akhirnya

penyusunan skripsi yang merupakan tugas akhir dalam menempuh

jenjang kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Surabaya dapat saya selesaikan dengan baik.

Kesemuanya tidaklah akan terwujud tanpa kehendak-NYA.

Karenanya sudah sepatutnyalah puji syukur saya panjatkan atas

segala limpahan rakhmatnya.

Atas bantuan berbagai pihak untuk mewujudkan penulisan

skripsi ini, tidak lupa saya sampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya khususnya kepada :

1. Bapak Samzari Boentoro, S.H., selaku dosen pembimbing yang

telah banyak membina dan mengarahkan untuk terwujudnya

penulisan skripsi ini;

2. Ibu Sri Woelan Azis, S.H., selaku Ketua tim dosen penguji

skripsi ini;

3. Ibu Dra. H. Soendari Kabat, S.H., selaku Sekretaris tim

dosen penguji skripsi ini;

4. Bapak A. Oemar Wongsodiwirjo, S.H., selaku dosen penguji

skripsi ini;

(6)

6. Ibu Dra. Ec. Sri Endah Nurhayati Executive Supervisor Agen

pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Kantor Rayon

Manyar Kertoarjo Surabaya, yang telah banyak membantu saya

dalam memperoleh informasi dan data untuk penelitian yang

saya lakukan;

7. Bapak Widodo Marjunanto, S.H. yang telah banyak memberikan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;

8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang

telah raeinberikan sumbangan pemikiran baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

masyarakat, walaupun masih terdapat kekurangan disana-sini. Oleh

karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca.

Surabaya, 6 Februari 1992

(7)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PER3EMBAHAN ...;... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAKL'LUAN 1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya ... 1

2. Penjelasan Judul ... ... 3

3. Alasan Perailihan Judul ... 4

4. Tujuan Penulisan ... ... ... 6

5. Metodologi : (1) Pendekatan Masalah ... 6

(2) Sumber Bata ... 6

(3) Prosedur Pengumpuian dan Peng-, olahan D a t a ... 7

6. Pertanggungjawaban Sisteniatika... 7

n « n T T T i T l M f P T T i r T O T T \ A X T T>71 * O l * HA T T <“* D r t h i i . b t i u u n , i ol b n v i r c i ' i b u ni . h i i r v u i o 1. Bentuk dan Isi Polis ... . 9

2. Pembuatan Polis ... 15

(8)

BAB III. AZAS KONSENSUAL DALAM PERJANJIAN ASURANSI

1. Azas Konsensual ... 20

2. Polis Sebagai Syarat Mutlak Dalam Perjanjian

Asuransi ... . 23

BAB IV. POLIS SEBAGAI DASAR PERJANJIAN ASURANSI

1. Polis Sebagai Akta Perjanjian Asuransi ... 27

2. Polis Sebagai Alat Pefubukti&n .,... 23

3. Terjadinya Resiko Sebelum Polis Ditandatangani,. 32

BAB V. PENUTUP

1, Kesimpulan ... ... 36

2 • Saran ...*... ... 37

DAFTAR BACAAN

r a o h * t • D ^nu nr t r > r v * r n * n u a m n n m n a n r \ r t \

L i A i u r i a r t i H i . r O h i ' i u L ’ i r v u n l n o n u v n r e ; u c v j r t n u r v j L i o / l £ i \ i A . N u u u n u

Untuk Pengisian Surat Penixntaan Asuransi.

LAMPIRAN II : POLIS STANDART KEBAKARAN INDONESIA , PT ASURANSI

CENTRAL ASIA.

LAMPIRAN III : TANDA TERIMA PENYERAHAN FOLIS, FT. ASURANSI CENTRAL

* n t *

rtOi A .

LAMPIRAN IV : POLIS KENDARAAN BERMOTOR INDONESIA, PT ASURANSI

BUMI PUTERA MUDA 1367.

LAMPIRAN V : -POLIS ASURANSI KUMPULAN, ASURANSI JIWA BERSAMA BUMI

ni impn * t n i o

r u i J i a . - i U X 6

LAMPIRAN VI : KUTIPAN SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

(9)

! S U R A B /> Y a BAB I

PENDAHULUAN

1. Pejaa3aIatian.j_JLa.taj:_BelaksT^.dfta-Kumusannya.

Seiring dengan perkembangan keberadaan manusia yang demikian

pesat, kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan pada umumnya maupun

segala bentuk tekhnologi terasa terus meningkat. Kesemuanya itu

tidak lain hanyalah dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan kehidupan manusia pada umumnya.

Pada sisi lain kita patut menyadari pula bahwa segala upaya

manusia tidaklah luput dari kekurangan sebagaimana sifat kodratnya.

Tidak luput pula segala bentuk kemajuan tersebut dengan segala

macam pengamanan-pengamanannya masih belum cukup terjamin

kesempurnaannya, sehingga belum matnpu menutup kemungkinan akan

adanya resiko-resiko yang tidak dikehendaki oleh setiap manusia.

Atas dasar pemikiran itulah, manusia merasakan perlu untuk

mempertimbangkan tentang pentingnya sarana pertanggungan yang dapat

menjamin kesinambungan kehidupan yang layak apabila resiko -yang

tidak dikehendaki tersebut ternyata benar-benar terjadi padanya.

Pertanggungan, yang lazim pula disebut asuransi, di Indonesia telah

diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut

KUHD) khususnya pada pasal 246 KUHD sampai dengan pasal 308 KUHD

dan pasal 592 KUHD sampai dengan pasal 695 KUHD.

Berdasarkan pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus

dinyatakan dalam suatu akta yang disebut dengan polis. Didalam

polis itulah dituangkan segala hak dan kewajiban bagi pihak-pihak

(10)

pihak tertanggung atau ahli warisnya dapat mengajukan tuntutan

pemenuhan kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada tertanggung

atau ahli warisnya sebagaimana diperjanjikan dalam polis.

Dari ketentuan pasal 255 KUHD tersebut di atas, dapat kita

tarik kesimpulan bahwa polis asuransi adalah merupakan akta dari

perjanjian asuransi yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban

dari pihak-pihak dalam perjanjian asuransi. Untuk memahami lebih

jauh sehingga dapat diperoleh garabaran yang jelas dan menyeluruh

tentang polis kiranya perlu dipelajari sacara seksama tentang

bentuk, isi, maupun mekanisme pembuatan polis.

Pada sisi lain, dengan mengingat ketentuan pasal 257 KUHD

yang menyatakan diterapkannya azas konsensual dalam perjanjian

asuransi, maka kiranya patut dipertanyakan pula sampai sejauh mana

perjanjian asuransi harus menggunakan polis.

Sehubungan dengan pasal 257 KUHD itu pula, maka perlu untuk

diketahui dengan pasti sampai sejauh manakah polis dipakai sebagai

dasar dari perjanjian asuransi. Dalam hal ini, tentulah akan

nienjadi persoalan yang rumit apabila dalam suatu perjanjian

asuransi tidak terdapat polis dan ternyata resiko-resiko yang

dipertanggungkan benar-benar terjadi. Dengan dasar apakah

tertanggung atau ahli warisnya dapat mengajukan tuntutan kepada

pihak penanggung.

Dari uraian tersebut diatas, maka dalam penulisan skripsi

ini dapat diambil perumusan permasalahan sebagai berikut :

1. bagaimanakah bentuk, isi, dan mekanisme pembuatan polis ?;

2. apakah dalam setiap perjanjian asuransi harus selalu dibuat

(11)

3. sampai sejauh manakah polis dipakai sebagai dasar perjanjian

asuransi ?.

2 . P e iu e la s a i)L _ J -]id u l

Judul yang saya pakai dalam skripsi ini adalah "Peranan

Polis Dalam Perjanjian Asuransi'1.

Kata "Peranan" meneurut W.J.S. Poerwadarminta adalah yang

menjadi bagian1, sedangkan dalam skripsi ini yang dimakdsudkan

dengan peranan adalah bagian yang penting.

Kata "Polis” dalam skripsi ini berarti suatu akta yang

dimaksudkan untuk menuangkan isi dari perjanjian asuransi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 255 KUHD.

Dengan demikian, yang saya maksudkan dengan "Peranan Polis"

adalah akta yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban dari

tertanggung maupun penanggung.

Kata "Dalam" yang saya maksud dalam skripsi ini adalah

berkaitan dengan, sedangkan kata "perjanjian" menurut pengertian

hukumnya adalah suatu perbuatan seseorang atau untuk mengakibatkan

dirinya terhadap seseorang atau lebih yang lain2, atau dengan kata

lain berarti suatu pengikatan diri dari seseorang atau lebih kepada

seseorang atau lebih yang lainnya.

iW.J.S. Poerwadarminta, Kaaufl— limuJD_&a.ha&a_IMonasia, Cet. VIII, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal.735.

2 Van Praia adya Puspa, K&flius.Hukua__ Edisi LenxjcaiL_Bahasa

(12)

Kata "Asuransi" yang dimaksud disini mempunyai pengertian

sebagaimana dimaksud dalam pasal 246 KUHD, yaitu pada pokoknya

suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati premi

mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk menjamin dibebaskannya

dari kerugian, baik yang disebabkan karena kehilangan atau

ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan menimpa tertanggung

akibat suatu peristiawa tidak pasti.

Secara keseluruhan, judul skripsi ini dapat diartikan

keberadaan polis sebagai bagian yang penting dalam perjanjian

tentang pembebasan kerugian sebagai akibat timbulnya suatu

peristiwa tidak pasti.

Dunia perasuransian bagi masyarakat Indonesia bukanlah

merupakan hal yang baru. Asuransi telah dikenal oleh masyarakat

Indonesia sejak jaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia.

Salah satu bukti nyata telah dikenalnya asuransi oleh masyarakat

Indonesia pada jaman penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah

didirikannya perusahaan asuransi Jiwasraya.

Seiring dengan bertambahnya usia kemerdekaan bangsa

Indonesia, kehidupan perasuransianpun tumbuh berkembang dangan

suburnya, sehingga sebagaimana kita ketahui, pada tahun 1991 ini

seakan-akan telah sulit bagi kita untuk menghitung berapa jumlah

yang pasti dari perusahaan asuransi di Indonesia dengan berbagai

(13)

Dalam kaitan dengan permasalahan asuransi ini, terdapat

suatu elemen yang sangat esensial dari perjanjian asuransi yaitu

yang disebut dengan polis.

Sebagaimana diterangkan dalam pasal 255 KUHD, setiap

perjanjian asuransi harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk

akta yang -disebut dengan polis. Dengan demikian dapat kita

simpulkan bahwa polis menpunyai perananan yang sangat penting dalam

perjanjian asuransi.

Dalam kerangka hukum asuransi, pembuat undang-undang

memandang perlu untuk memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi

pihak tertangggung, agar dalam hal resiko yang dipertanggungkan

benar-benar terjadi, maka pihak tertanggung dapat mengharapkan

terbayarnya klaim asuransi tersebut kepada penanggung, untuk itu

maka tertanggunglah yang diberikan kewenangan sebagai pembuat

polis.

Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan tekhnis

administratif, perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung tidak

mungkin menyerahkan pembuatan polis tersebut kepada pihak

tertanggung yang mana umunya adalah masyarakat awam. Karenanya

dalam praktek sehari-hari perusahaaan asuransilah yang selalu

menyediakan polis yang untuk selanjutnya ditandatangani oleh

tertanggung.

Kenyataan praktek demikian tentu akan sengat merugikan bagi

masyarakat (i.e. tertanggung) apabila ketidak pahamannya tentang

peranan polis dalam perjanjian asuransi diabaikan begitu saja,

sehingga harapan akan terbayarnya klaim asuransi tidak dapat

(14)

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, saya memandang perlu

untuk mengkaji permasalahan tentang peranan polis dalam perjanjian

asuransi, sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas dan

pasti tentang peranan polis dalam perjanjian asuransi, dengan

harapan kajian tersebut dapat menjadi sumbangan pemikiran yang

berguna bagi masyarakat luas.

4. Tujuan..PejiuIi3an

Tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk

memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Disamping itu, tujuan yang tidak kalah pentingnya adalah

untuk menyumbangkan buah pikiran, khususnya tentang persoalan yang

berkaitan dengan peranan polis dalam perjanjian asuransi, sehingga

dapat berguna bagi masyarakat, setidak-tidaknya sebagai informasi

hukum yang sangat diperlukan bagi masyarakat pada umumnya.

5 . I 'l& .t.0 d .Q l.0 g i

( 1 ). Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang saya pergunakan dalam penulisan

skrisi ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu dengan

membahas persoalan yang timbul dalam masyarakat dari tinjaauan

hukum, khususnya hukum asuransi.

( 2 }. Sumber Data

Data yang saya pergunakan dalam penyusunan skripsi ini saya

peroleh dari berbagai literatur dan perkuliahan di Fakultas Hukum

(15)

( 3 ). Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Perolehan data untuk penulisan skripsi ini saya lakukan

dengan cara mengutip beberapa bahasan permasalahan yang terkait

baik dari literatur maupun dari perkuliahan. Disamping itu,

beberapa data lain saya kumpulkan untuk penulisan skripsi ini

dengan cara melakukan penelitian dan survey serta wawancara dengan

pihak-pihak yang terkait, khususnya perusahaan Asuransi Jiwa

Bersama Bumiputera 1912.

Data yang saya peroleh kemudian saya kumpulkan dengan batas

keterkaitan pada permasalahan yang saya bahas, dengan memepelajari

literatur maupun wawancara. Keseluruhan data tersebut kemudian

saya kelompokkan dalam masing-masing keperluan pada setiap bab

pembahasan, agar tidak terjadi kekacauan pada pembahasan dalaa

setiap bab.

Data-data yang saya peroleh dan terkumpul menurut bata3

keterkaitan pada bab-bab permasalahan kemudian saya analisa dengan

menggunakan metode deduktif yaitu berpangkal tolak dari hal umum

yang bersifat teoritis (dari peraturan perundangan yang beriaku)

untuk kemudian diterapkan pada permasalahan yang kasuistis.

Selanjutnya hasil analisa tersebut sayauraikan secara sistematis

sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Dalam penulisan skripsi ini, saya meletakkan Bab Pendahuluan

pada Bab I dengan makdud untuk memberikan gambaran secara garis

besar tentang isi keseluruhan dari skripsi ini dengan menguraikan

hal-hal tentang latar belakang, dan rumusan permasalahan,

(16)

penulisan, metodeloginya serta dengan menguraikan pertanggung-

jawaban sistematikanya.

Dalam bab II, saya uraikan terlebih dahulu tentang bentuk,

isi, dan pembuatan polis berikut tata cara dan tenggang waktu

penandatanganan polis. Hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan

tentang pembuatan polis serta bentuk maupun bentuknya saya bahas

dalam bab II, oleh karena itu pembahasan hal tersebut perlu

diperoleh lebih dulu agar dapat dipakai sebagai landasan pada

pembahasan bab-bab berikutnya.

Demikian pula halnya pada bab III yang membahas tentang azas

konsensual dalam perjanjian asuransi. Permasalahan tentang azas

konsensual ini pada pokoknya membahas tentang keharusan oleh

undang-undang untuk adanya polis bagi perjanjian asuransi tertentu.

Pemahaman mengenai hal ini perlu diperoleh terlebih dahulu untuk

mendasari kajian tentang peranan dari polis sebagai dasar

perjanjian asuransi.

Berdasarkan dari pemahaman tentang bentuk, isi*, serta

pembuatan polis berikut tenggang waktu penandatanganannya, maupun

pemahaman tentang azas konsensual, maka pada bab IV dalam skripsi

ini saya lebih jauh menguraikan tentang peranan polis sebagai dasar

perjanjian asuransi, maupun sebagai akta dari perjanjian asuransi,

maupun sebagai alat pembuktian adanya perjanjian asuransi.

Disamping itu, akan dikaji pula tentang akibat hukum apabila dalam

suatu perjanjian asuransi yang polisnya belum ditandatangani, telah

terjadi resiko..

Akhirnya, saya akhiri penulisan skripsi ini pada bab V

(17)

BAB II

BENTUK, ISI, DAN PEMBUATAN POLIS

Sebagaimana kita ketahui, pasal 255 KUHD telah menentukan

keharusan adanya akta dalam setiap perjanjian asuransi, yaitu yang

disebut polis. Namun demikian apabila disimak lebih jauh, maka

seolah-olah terdapat ketidaksesuaian antara pasal 255 KUHD tersebut

dengan pasal 257 KUHD yang pada pokoknya menyatakan bahwa

perjanjian pertanggungan telah terjadi sejak terdapatnya

kesepakatan antara pihak penanggung dengan pihak . tertanggung,

sekalipun polis belum ditandatangani. Berdasarkan pasal 257 KUHD

ini nampak bahwa keberadaan polis bukanlah merupakan syarat mutlak

untuk terjadinya perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi itu

sendiri telah sah sejak terdapatnya kesepakatan antara penanggung

dengan tertanggung.

Dengan menyiraak pasal 258 (1) KUHD yang pada pokoknya

menyatakan bahwa polis dapat dipakai untuk membuktikan adanya

perjanjian asuransi, di samping alat bukti yang lain, maka dapat

kita simpulkan bahwa adanya polis bukanlah merupakan syarat mutlak

dari perjanjian asuransi. Namun oleh karena perjanjian asuransi

adalah merupakan perjanjian tentang harta dalam jumlah yang besar,

maka tidaklah berlebihan dan akan lebih bijaksana apabila

penanggung maupun tertanggung selalu membuat polis dalam perjanjian

(18)

Dalam hukum asuransi di Indonesia, tidak ada satu peraturan

perundangan yang mengatur tentang bentuk polis secara tegas dan

terinci. Hal tersebut membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi

perusahaan-perusahaan asuransi untuk menentukan sendiri bagaimana

bentuk polis bagi perusahaan asuransinya.

Dalam praktek sehari-hari banyak perusahaan asuransi di

Indonesia yang mempergunakan polis standard yang bersifat

internasiona.3 Sebagai contoh penggunaan polis standard

internasional adalah Amsterdam Bourse Fire Policy dan Amsterdam

Bourse Godds Policy for Marine Transport yang kedua-duanya telah

dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan asuransi Indonesia.4 Di

samping penggunaan polis standart internasional sebagaimana

dikemukakan di atas, perusahaan-perusahaan asuransi Indonesia juga

telah menggunakan standard polis yang ditetapkan oleh Dewan

Asuransi Indonesia yaitu, Polis Kebakaran Indonesia dan Polis

Kendaraan Bermotor Indonesia.5

Dengan bentuk yang bagaimanapun polis itu dibuat, polis

tetap memuat hak-hak dan kewajiban tertanggung dan penangung. Hak-

hak dan kewajiban tersebut adalah merupakan isi dari polis yang

pada umumnya memuat klausula-klausula yang menjadi dasar ditutupnya

suatu perjanjian asuransi.

3Emmy Panggaribuan Simanjuntak, Hiik3M^ejJ^ggiili^ll_EQii^-Cet. X, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajahmada, Jogjakarta, 1990, hal. 21.

Ukid.

(19)

Klausula-klausula dasar termaksud di atas seperti misalnya Free

From Particular Avarage (FFA) yang berarti pembebasan bagi

penanggung terhadap tanggung jawab untuk membayar ganti rugi kapada

tertanggung sebagi akibat terjadinya sebab-sebab tertentu.

Disaraping itu dikenal pula klausula With Particular Avarage (WPA)

yaitu pembebanan bagi penanggung terhadap ganti rugi sebagai akibat

terjadinya peristiwa yang ditimbulkan oleh sebab khusus.

Selanjutnya dikenal pula adanya klausula All Risk yaitu, penanggung

berkewajiban untuk membayar seluruh kerugian yang diderita oleh

tertanggung (jadi bukan sebagian dari kerugian yang diderita), dan

atau penanggung bertanggung jawab untuk membayar seluruh kerugian

yang timbul akibat dari peristiwa apapun, kecuali karena

kesengajaan yang dilakukan oleh tertanggung sendiri.

Pasal 256 (KUHD) menentukan bahwa dalam setiap polis

asuransi harus dimuat adanya 8 hal sebagai berikut :

1. hari pertanggungan dibuat;

2. nama orang yang mengadakan pertanggungan, untuk dirinya

sendiri atau pihak ketiga;

3. rumusan yang jelas tentang benda yang dipertanggungkan;

4. jumlah dipertanggungkan;

5. bahaya yang dipertanggungkan;

6. jangka waktu pertanggungan;

7. premi;

8. keterangan tambahan bagi penanggung dan janji-janji

khusus.

Sedangkan menurut pasal 256 pada ayat 2 KUHD ditentukan pula satu

(20)

S i R ^ B ^ V A 1 2

Isi polis sebagaimana disebutkan pada pasal 256 tersebut di

atas adalah merupakan syarat-syarat umura yang harus dipenuhi untuk

suatu polis pada semua jenis asuransi. Sedangkan disamping syarat

umum tersebut diatas masih terdapat syarat-syarat khusus yang

berlaku terhadap polis dari jenis-jenis pertanggungan tertentu.

Khusus untuk polis kebakaran diharuskan adanya syarat-syarat

tambahan sebagaimana diatur dalam pasal 287 KUHD. Syarat-syarat

tambahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. letak dan perbatasan dari benda-benda yang diper-

tanggungkan;

2. pemakaiannya;

*

3. sifat pemakaian gedung yang berbatasan dengan benda yang

dipertanggungkan, apabila hal tersebut berpengaruh ter­

hadap benda yang dipertanggungkan;

4. harga benda yang dipertanggungkan;

5. letak dan batas-batas dari gedung-gedung atau tempat-

tempat untuk meletakkan, menyimpan atau menimbun barang-

barang bergerak yang dipertanggungkan.

Syarat -syarat tambahan yang harus terdapat dalam polis

perjanjian pertanggungan hasil pertanian diatur dalam psal 299

KUHD. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

1. letak dan batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;

2. pemakaian.

Syarat kedua tentang pemakaian ini dimaksudkan untuk mengetahui

(21)

dengan cara yang sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan

untuk mendatangkan hasil yang baik atau tidak.

Persyaratan khusus untuk isi polis pada pertanggungan jiwa

ditetapkan dalaa pasal 304 KUHD sebagai berikut :

1. hari pertanggungan diadakan;

2. nama tertanggung;

3. nama orang yang jiwanya di pertanggungkan;

4. jangka waktu pertanggungan;

5. jumlah pertanggungan;

6. premi.

Pada pasal sub 3 pasal 304 KUHD ini terdapat satu hal khusus

yang tidak ada pada jenis asuransi yang lain, yaitu orang yang

jiwanya dipertanggungkan. Dalam hal ini pihak-pihak dalam

perjanjian asuransi hanyalah tertangung dengan penanggung.

Tertanggung menpunyai kewajiban untuk membayar premi, sedangkan

penanggung berkewajiban membayar klaim tertanggung. Klaim atau

tuntutan tertanggung didasarkan pada jiwa dari orang lain yang

dipertanggungkan, Apabila orang lain yang di pertanggungkan oleh

tertanggung tersebut meninggal dunia, maka tertanggung berhak

menuntut pembayaran pertanggungan kepada penanggung.

Khusus untuk polis pada pertanggungan terhadap bahaya laut

menurut pasal 5S2 KUHD diharuskan menyebutkan syarat-syarat khusus

sebagai berikut :

1. nama nakhoda, nama kapal, jenis kapal, apakah kapal ter­

sebut terbuat dari kayu cemara, atau persyaratan bahwa si

(22)

2. tempat pembuatan barang;

3. pelabuhan pemberangkatan;

4. pelabuhan tempat pembuatan atau tempat pembongkaran;

5. pelabuhan tempat kapal harus masuk;

6. tempat mulai terjadinya bahaya;

7. nilai kapal yang dipertanggungkan.

Pada pasal 686 KUHD ditentukan adanya syarat-syarat khusus

untuk polis pada pertanggungan pengangkutan darat dan sungai dengan

rincian sebagai berikut :

1. batas waktu akhir perjalanan, bilamana hal ini ditentukan

dalam surat angkutan;

2. apakah perjalanan harus dilanjutkan terus-menerus atau

tidak;

3. nama nakhoda, pengangkut, atau ekspeditur yang telah mem-

borong pengangkutan.

Disamping ketentuan-ketentuan tambahan pada isi polis untuk

jenis asuransi-asuransi tertentu sebagai tersebut diatas, masih

terdapat beberapa ketentuan tentang hal-hal yang harus disebutkan

dalam polis pada semua perjanjian asuransi dengan ancaman batal.

Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. pasal 272 KUHD, mengenai pertanggungan dengan nama

tertanggung;

dapat membebaskan penanggung dari segala kewajibannya untuk

waktu yang akan datang;

2. pasal 280 KUHD, mengenai tertanggung yang mempertanggungkan

sesuatu benda lalu mempertanggungkan benda yang sama itu

(23)

3* pasal 603 KUHD, nsengenai pertanggungan atas kapal-kapal dan

barang-barang yang sudah berangkat dari tenipat dari mana

bahaya seharusnya mulai berjalan;

4. pasal 606 KUHD, mengenai pertanggungan terhadap kapal yang

belua berada di' tempat darimana bahaya seharusnya mulai

berjalan;

5. pasal 615 KUHD, mengenai pertanggungan atas sesuatu

keuntungan yang diharapkan akan didapat.6

2. Eemb.uatm^P-Qlis

Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pendahuluan,

pembuat undang-undang menunjuk undang-undang, (dalam hal ini pasal

259 KUHD) raenunjuk tertanggung sebagai pembuat polis. Polis yang

dibuat tertanggung tersebut diajukan kepada penanggung untuk

ditandatangani. Selanjutnya sesudah polis ditandatangani oleh

penanggung, polis tersebut harus diserahkan kembali kepada

tertanggung dalam waktu 24 jam.

Tujuan pembentukan undang-undang dalam menetapkan tertanggung

sebagai pembuat polis adalah untuk memberikan perlindungan hukum

bagi tertanggung yang pada umumnya awam hukum, dan yang keadaan

sosial ekonominya pada umumnya lebih rendah daripada penanggung.

Selanjutnya sesudah polis ditandatangani oleh penanggung, dalam

hal perjanjian asuransi dibuat secara langsung antara penanggung

6H.M.N. Poerwosutjipto, Eengsxtian__£oMk--^EuimiD.__H&gmg

(24)

dengan tertanggung, polis tersebut harus dikembalikan kepada

tertanggung dalam waktu 24 jam.

Dalam hal perjanjian asuransi dibuat dengan perantaraan

makelar, maka tenggang waktu pengembalian polisnya adalah 8 hari

sejak ditandatangani,

Apabila dalam pengembalian polis tersebut terjadi

keterlasibatan karena kelalaian penanggung, maka penanggung harus

bertanggungjawab atas tuntutan ganti rugi tertanggung sebagai

akibat dari kelalaiannya tersebut.

Dalam praktek yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan

asuransi, polis tidaklah dibuat oleh tertanggung malainkan oleh

penanggung. Apabila disimak lebih jauh, nampaknya penerapan

praktek demikian mempunyai alasan yang cukup -wajar, oleh karena

sebagairaana telah ditentukan di atas, pihak tertanggung pada

umumnya adalah mereka yang awam hukum uan mempunyai strata sosial

ekonomi yang lebih rendah daripada penanggung, sedangkan perusahaan

asuransi sebagai penanggung mempunyai kemampuan yang meniadai untuk

keperluan pembuatan polis. Dengan demikian, wajar apabila pembuatan

polis tersebut diserahkan penanganannya kepada pihak penanggung,

Untuk tidak mengurangi jaminan perlindungan hukum bagi

tertanggung, seyogyanya tertanggung memperoleh kesempatan yang

cukup untuk mempelajari dan memberikan koreksi bilamana perlu,

terhadap polis yang telah dibuat oleh penanggung tersebut.

Namun demikian dalam praktek pelaksanaannya tertanggung tidak

diberi kesempatan yang cukup untuk mempelajari polis. Sebagai

contoh dapat dikemukakan di sini keterangan Dra. Ec. Sri Endah

(25)

Bumiputera 1912 kantor Rayon Manyar Kertoarjo, yang antara lain

mengatakan :

Setelah calon tertanggung sepakat untuk menutup perjanjian asuransi, premi pertama dibayar oleh tertanggung; segera setelah itu polis ditandatangani penanggung dan kemudian diserahkan kepada tertanggung; hal-hal yang berkaitan dengan tekhnis pertanggungan serta hak dan kewajiban tertanggung disampaikan oleh agen melalui wawancara, maupun proposal sebelum surat permintaan dibuat;7

Metode pembuatan polis yang dikenal dalam hukum asuransi di

Indonesia adalah metode tradisional dan metode atau pendekatan

semua resiko (all risk approach).

Dalam pendekatan tradisional, polis asuransinya dibuat dengan

merinci bahaya-bahaya yang dipertanggungkan penanggung dan

tertanggung. Dalam metode atau pendekatan tradisional ini para

pihak bebas menentukan apa saja bahaya yang dipertanggungkan,

termasuk segala bahaya-bahaya oleh undang-undang telah dengan

tegas-tegas dilarang dipertanggungkan. Sebagai contoh bahaya-

bahaya yang tidak boleh dipertanggungkan menurut undang-undang

adalah bahaya sebagai akibat kesalahan sendiri atau bahaya-bahaya

akibat cacat sendiri,

Pada pendekatan semua resiko, polis asuransi tidak berisi

uraian tentang bahaya-bahaya yang dipertanggungkan, melainkan

berisi tentang bahaya-bahaya yang tidak dipertanggungkan.

Penanggung bertanggung jawab terhadap semua resiko atau bahaya

bahaya yang timbul pada tertanggung, kecuali terhadap bahaya-bahaya

yang disebutkan secara terinci dalam polis.

(26)

H.M.N. Purwosutjipto memberikan istilah pada pendekatan

tradisional dengan cara negatif, dan pendekatan all risk (semua

resiko) dengan cara positif.8

Secara tegas pasal 256 ayat 2 KUHD menyatakan bahwa, setiap

polis asuransi harus ditandatangani oleh penanggung. Setelah polis

asuransi ditandatangani oleh penanggung, raaka polis tersebut harus

segera diserahkan kepada tertanggung.

Undang-undang telah menyatakan dengan tegas bahwa dalam hal

perjanjian asuransi dibuat secara langsung antara tertanggung atau

kuasanya dengan penanggung, tenggang waktu yang diperkanankan

antara pengajuan penandatanganan polis, dan penyerahannya kembali

kepada tertanggung adalah 24 jam. Dalam hal ini perlu diingat

bahwa bentuk undang-undang menganggap bahwa pembuat polis adalah

tertanggung dan karenanya polis tersebut diajukan oleh tertanggung

kepada penanggung. Setelah penanggung menyetujui ketentuan-

ketentuan yang merauat dalam polis, maka penanggung berkewajiban

menandatangani polis tersebut, dan segera menyerahkan kembali

kepada tertanggung.

Dalam hal perjanjian asuransi dibuat antara tertanggung

dengan penanggung dengan melalui seorang perantara atau makelar,

maka tenggang waktu yang diperkenankan adalah 8 hari sejak

perjanjian asuransi ditutup.

1 8

(27)

Tampaknya ketentuan tentang tenggang waktu pengembalian polis

kepada tertanggung ini dalam praktek tidak diterapkan sebagaimana

mestinya oleh penanggung.

H.M.N. Purwosutjipto menyatakan bahwa :

Sedangkan waktu, kapan polis itu harus dikembalikan kepada tertanggung menurut para penanggung di Jakarta, tidak perlu ditentukan batas waktunya, sebab penanggung akan berusaha secepat

mungkin mengembalikan polis itu kepada tertanggung. Saya

berpendapat bahwa pembatasan waktu' sebagai ditetapkan oleh pasal 259 KUHD dan 260 KUHD tidak mempunyai keburukan-keburukan, malahan saya berpendapat bahwa pembatasan waktu itu perlu bagi tertanggung yang menghadapi seorang penanggung yang kurang bertanggung jawab terhadap pengembalian polis itu kepada tertanggung.9

Mengenai tenggang waktu penyerahan polis kepada tertanggung,

Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 menerapkan sistem sebagai

berikut ;

Setelah premi pertama dibayar, surat permintaan ditandatangani

calon tertanggung, penanggung menandatangani polis kemudian

menyerahkannya kepada tertanggung dalam jangka waktu lebih kurang dua minggu.10

Dengan menyimak pandangan H.M.N. Purwosutjipto tersebut

diatas, kiranya perlu dipikirkan upaya-upaya untuk mewujudkan

perlindungan hukura bagi masyarakat yang berkedudukan atau akan

berkedudukan sebagai tertanggung, misalnya dengan memberikan

kewenangan kepada Dewan Asuransi Indonesia untuk memberikan sanksi-

sanksi tertentu kepada perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan

pasal 259 KUHD dan 260 KUHD tersebut di atas.

9IMd. hal. 63.

(28)

BAB III

AZAS KONSENSUAL DALAM PERJANJIAN ASURANSI

I. A&aaJfonsensH&l

Perjanjian asuransi sebagaimana lazimnya perjanjian pada

umumnya, tunduk pada ketentuan tentang perjanjian sebagaimana

dimaksud pada pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(selanjutnya disebut KUH Perdata).

Pasal 1320 KUH Perdata ini adalah merupakan ketentuan dasar

dari segala bentuk perjanjian. Dalam pasal tersebut diuraikan

adanya 4 syarat pokok untuk adanya perjanjian, yaitu :

a. kesepakatan pihak-pihak;

b. kecakapan pihak-pihak;

c. suatu hal tertentu;

d. causa yang diperbolehkan.

Dengan menunjuk pada syarat kesepakatan pihak-pihak (sub a

pasal 1320 KUH Perdata) dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian

menurut pasal 1320 KUH Perdata menganut azas konsensual.

Azas konsensual dalam suatu perjanjian adalah suatu azas

yang menyatakan bahwa suatu perjanjian dianggap telah terjadi sejak

terdapatnya kesepakatan atau konsensus antara pihak-pihak yang

mengikatkan dirinya dalam perjanjian.

Dalam kaitan' dengan hukum asuransi, tampaknya pembuat

undang-undang merasa perlu untuk mempertegas azas apa yang dianut

(29)

tegas pada pasal 257 KUHD yang pada pokoknya menyatakan bahwa

perjanjian asuransi telah ada sejak terjadinya kesepakatan, bahkan

sebeluro polis ditandatangani.

Apabila disimak ketentuan yang terurai dalam pasal 255 KUHD,

dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian asuransi harus dituangkan

secara tertulis dalam bentuk polis.

Ketentuan dalam pasal 255 KUHD ini seakan-akan memberikan syarat

mutlak adanya polis dalam setiap perjanjian asuransi. Namun

demikian, oleh karena dalam ketentuan pasal 255 KUHD tersebut tidak

dicantumkan syarat batal apabila ketentuan untuk adanya polis

dilanggar, maka dapat disimpulkan bahwa polis tersebut bukan

merupakan syarat mutlak untuk terjadinya perjanjian asuransi.

Dengan mengkaitkan pada ketentuan pasal 257 KUHD, maka tidak ada

satu keraguanpun untuk menyatakan bahwa dalam perjanjian asuransi

tidak diterapkan azas konsensual, sehingga hak-hak dan kewajiban

pihak-pihak dalam perjanjian dimaksud dianggap telah ada dan harus

dipenuhi sejak terdapatnya kesepakatan, meskipun hak-hak dan

kewajiban tersebut belum dituangkan dalam polis.

Menurut H.M.N. Purwosutjipto, keharusan adanya polis sebagaimana

diatur dalam pasal 255 KUHD lebih dititik beratkan pada fungsi

polis sebagai alat pembuktian.11

Dalam hal ini H.M.N. Purwosutjipto mendasarkan daiilnya pada

ketentuan yang tertuang dalam pasal 258 (1) KUHD yang pada pokoknya

menyatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian asuransi

(30)

diperlukan adanya bukti tertulis, dengan tidak menutup kemungkinan

dipakainya alat bukti lain asalkan sudah ada bukti permulaan dengan

tulisan.

Berkaitan dengan dianutnya azas konsensual dikenal adanya

dua permulaan dalam perjanjian asuransi, yaitu permulaan formil dan

permulaan materiil.

Permulaan formil adalah saat terbentuknya konsensus yang

merupakan syarat mutlak terbentuknya perjanjian asuransi.

Permulaan materiil adalah saat mulai dilaksanakannya hak-hak dan

kewajiban pihak-pihak.

Timbulnya perbedaan antara permulaan formil dan permulaan

materiil ini disebabkan adanya kehendak dari pihak-pihak untuk

menentukan sendiri jatuh tempo atau saat dimulainya pelaksanaan hak

dan kewajiban pihak-pihak, Dalam hal ini, sekalipun perjanjian

asuransi dianggap telah terjadi sejak terjadinya kata sepakat

diantara pihak-pihak sebagaimana ditentukan dalam azas konsensual,

namun pihak-pihak dapat menentukan sendiri saat dimulainya

pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sebagai contoh,

pihak-pihak dapat menentukan sendiri dimulainya pelaksanaan hak dan

kewajiban pihak-pihak sejak dibayarnya premi pertama, atau sejak

diserahkannya polis.

Apabila pihak-pihak menentukan sendiri saat dimulainya

pelaksanaan hak dan kewajiban, maka saat yang ditentukan dan

diperjanjikan secara tersendiri tersebut disebut dengan permulaan

materiil, sedangkan permulaan formilnya adalah sejak terdapatnya

(31)

Apabila pihak-pihak tidak menentukan secara tersendiri kapan

dimulainya pelaksanaan hak dan kewajiban, maka permulaan formil dan

permulaan materiilnya adalah sama, yaitu sejak terjadinya

kesepakatan diantara pihak-pihak.

Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan tentang azas

konsensual, perjanjian asuransi dianggap telah ada sejak dicapainya

kesepakatan oleh pihak-pihak, sedangkan polis bukanlah serupakan

syarat mutlak dalam perjanjian asuransi.

Namun demikian, tidaklah dapat diartikan bahwa semua

perjanjian asuransi menganut azas konsensual; oleh karena dalam

kenyataannya masih terdapat perjanjian asuransi-perjanjian asuransi

tertentu yang mengharuskan adanya polis.

Perjanjian asuransi yang mengharuskan adanya polis secara

mutlak dengan ancaman batal adalah perjanjian asuransi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 272 KUHD, 280 KUHD, S03KUHD, 606 KUHD dan 615

KUHD.

Berdasarkan pasal 272 KUHD, tertanggung dapat meng-

asuransikan untuk yang kedua kalinya atas waktu yang sama dan untuk

resiko yang sama pula.

Apabila tertanggung membebaskan penanggung pertama untuk

waktu yang akan datang dari kewajibannya kepada tertanggung dengan

putusan pengadilan, maka putusan pengadilan tentang pembebasan

kewajiban kepada penanggung pertama tersebut harus dimuat dalam

polis sehingga penanggung kemudian mengetahui dan menyetujui

(32)

pemuatan dalam polls perjanjian asuransi kemudian tersebut adalah

merupakan kewajiban (keharusan) mutlak. Apabila hal tersebut

diatas tidak dimuat dalam polis, maka perjanjian asuransi dianggap

tidak pernah ada. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa

perjanjian asuransi yang diatur dalam pasal 272 KUHD harus dibuat

dengan polis. Tanpa dibuatnya polis, perjanjian asuransi tersebut

dianggap tidak pernah ada.

Pada perjanjian asuransi yang mempertanggungkan suatu benda

kepada dua penanggung sekaligus sebagaimana diniaksud dalam pasal

280 KUHD juga harus dibuatkan polis.

Dalam hal ini, keharusan adanya polis adalah pada perjanjian

asuransi yang kemudian. Keharusan adanya polis tersebut disebabkan

karena tertanggung berkewajiban menyatakan dengan tegas bahwa

penanggung yang kemudian berkewajiban memenuhi tuntutan tertanggung

hanya apabila penanggung terdahulu tidak memenuhi kewajibannya.

Pernyataan bahwa tertanggung hanya dapat melakukan haknya terhadap

penanggung yang kemudian bilamana tertanggung tidak dapat menuntut

kerugian kepada penanggung yang terdahulu tersebut harus dituangkan

dalam polis. Oleh karena keharusan tersebut dilekatkan dengan

ancaman batal, maka dapat disimpulkan bahwa polis tersebut harus

ada dalam perjanjian asuransi sebagaimana diatur dalam pasal 280

KUHD. Apabila perjanjian asuransi tersebut dibuat tanpa polis,

maka perjanjian asuransi demikian dianggap tidak pernah terjadi.

Pada pasal 603 KUHD, ditentukan adanya keharusan pembuatan

polis dalam perjanjian asuransi untuk kapal-kapal dan barang-barang

yang sudah berangkat dari tempat' dimulainya kemungkinan timbulnya

resiko yang dipertanggungkan. Folis untuk asuransi demikian harus

(33)

memuat tentang saat yang tepat dari keberangkatan kapal atau dari

pengangkutan barang-barang atau dalam hal tidak dapat diketahui

tentang saat pemberangkatannya, maka ketidak tahuan tertanggung

harus dinyatakan tegas dalam polis, kesemuanya dengan ancaman

batal.

Tidak dibuatnya polis dalam perjanjian asuransi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 603 KUHD tersebut sama halnya dengan tidak

dinyatakannya saat pemberangkatan maupun ketidak tahuan tertanggung

tentang saat pemberangkatan. Karenanya tidak adanya polis dalam

asuransi demikian dapat membatalkan perjanjian asuransinya.

Disamping pasal 272 KUHD) 280 KUHD dan 603 KUHD, keharusan

adanya polis juga beriaku bagi pasal 606 KUHD dan 615 KUHD.

Dalam pasal 606 KUHD ditentukan bahwa untuk asuransi

terhadap kapal yang belum berada ditempat yang diperjanjikan

sebagai tempat dimulainya pertanggungan, harus dibuatkan polis yang

menguraikan dengan tegas mengenai keadaan itu atau mengenai ketidak

tahuan tertanggung tentang keadaan itu. Tanpa adanya polis yang

menguraikan hal-hal tersebut diatas, perjanjian asuransi tersebut

batal.

Dalam pasal 615 KUHD ditentukan bahwa keharusan adanya polis

beriaku bagi pertanggung atas keuntungan yang diharapkan. Dalam

perjanjian asuransi demikian harus dibuat polis yang memuat tentang

penganggaran laba yang diharapkan serta penyebutan khusus dari

barang-barang yang dipertanggungkan.

Tanpa penyebutan hal diatas pada polis, maka asuransi

(34)

Dari uraian diatas, dapat diambil satu kesimpulan barang

dalam perjanjian asuransi berlaku azas konsensual kecuali terhadap

perjanjian asuransi-perjanjian asuransi sebagaimana diatur dalam

pasal 272 KUHD, 280 KUHD, 603 KUHD, 606 KUHD dan 615. KUHD.

Sekalipun Undang-Undang menetapkan azas konsensual dalam

asuransi, tidaklah berlebihan apabila didalam praktek perasuransian

sebagaimana terjadi dewasa ini dalam perjanjian asuransi selalu

dibuat polis.

(35)

BAB IV

POLIS SEBAGAI DASAR PERJANJIAN ASURANSI

1.

Fungsi polis sebagai akta dari perjanjian asuransi telah

dirumuskan secara tegas pada pasal 255 KUHD. Dalam uraian pasal

255 KUHD ditegaskan bahwa setiap perjanjian asuransi harus dibuat

secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis. Perumusan

pasal 255 KUHD secara tegas menyebutkan adanya suatu akta yang

berbentuk polis. Secara a contrario peristilahan akta yang

berbentuk polis dapat diartikan bahwa polis adalah merupakan akta

dari perjanjian asuransi.

Polis merupakan akta dari perjanjian asuransi tersebut

memuat segala hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung.

Pada bab terdahulu telah diuraikan bahwa salah satu unsur

penting yang tidak dapat dikesaapingkan dalam polis adalah adanya

keterangan tambahan bagi penanggung dan janji-janji khusus

sebagaimana disebutkan pada pasal 256 (1) sub 8 KUHD. Janji-janji

khusus termaksud diatas adalah segala hak dan kewajiban tertanggung

dan penanggung serta ketentuan dan atau syarat-syarat yang terkait

pada pelaksanaan hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung.

Ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana tersebut dalam akta

yang disebut polis adalah merupakan dasar dari perjanjian asuransi.

Ketentuan dan syarat-syarat tersebut biasanya telah tercetak dalam

(36)

terhadap keteledoran tertanggung,12 yaitu tertanggung lalai untuk

membaca ketentuan dan syarat-syarat diatas. Akibatnya tertanggung

merasa dirugikan pada saat tuntutan ganti ruginya tidak dapat

dikabulkan penanggung oleh karena telah diatur demikian dalam

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam akta (polis).

Kasus yang terjadi pada P.T. Maskapai asuransi Nasuha dalam

perkara nornor 3726K/Pdt/1985 tertanggal 30 Juni 1987 yang telah

diputus Mahkamah Agung Republik Indonesia menunjukkan contoh nyata

terjadinya keteledoran tertanggung dan ahli warisnya dalam memahami

ketentuan dan syarat-syarat yang tertuang dalam polis.

Dalam kasus asuransi Nasuha ini, telah diperjanjikan dalam

polis sebagai akta perjanjian bahwa tertanggung dan atau ahli

warisnya mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan daiara waktu 3

(tiga) bulan sejak terjadinya resiko. Namun oleh karena ketentuan

dalam polis tersebut diuraikan daiara bahasa Inggris yang tidak

mudah dipahami oleh ahli waris tertanggung, maka ahli waris

tertanggung tidak dapat mengajukan tuntutannya sesuai dengan

ketentuan waktu yang disepakati oleh tertanggung dan penanggung.

Ketentuan tentang tenggang waktu mengajukan tuntutan yang

tertuang dalam polis pada kasus diatas merupakan dasar dari

tertanggung atau ahli warisnya untuk mengajukan tuntutan hukura.

Dalam hal ini fungsi polis sebagai akta dari perjanjian asuransi

tarapak jelas oleh karena ketentuan,dalam polis tersebut menjadi

dasar tuntutan dari tertanggung.

2 8

(37)

Dengan menyimak contoh kasus diatas, dapat diperoleh suatu

gambaran nyata bahwa polis sebagai akta dari perjanjian asuransi

raerailiki fungsi yang cukup menentukan untuk dapat dilaksanakannya

hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Pada pembahasan terdahulu telah diuraikan dengan jelas bahwa

polis adalah merupakan 3uatu akta dari perjanjian asuransi.

Disamping sebagai akta perjanjian, berdasarkan ketentuan pasal 258

(1) KUHD polis juga dapat berfungsi sebagai alat pembuktian tentang

adanya perjanjian asuransi.

Fasal 258 (1) KUHD menyatakan pada pokoknya bahwa untuk

raerabuktikan telah ditutupnya suatu perjanjian asuransi, diperlukan

pembuktian dengan tulisan, namun demikian alat pembuktian yang lain

dapat juga dipakai apabila sudah ada permulaan pembuktian dengan

tulisan.

Mengenai pengertian permulaan pembuktian dengan tulisan,

tidak lepas kaitannya dengan ketentuan pasal 1902 (2) KUH Perdata

yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang dinamakan permulaan

pembuktian dengan tulisan adalah segala akta tertulis yang berasal

dari orang terhadap siapa tuntutan diajukan, atau dari orang yang

diwakili olehnya, dan yang memberikan dugaan tentang benarnya

peristiwa-peristiwa yang diajukan oleh salah satu pihak.

Ketentuan dalam pasal 258 (1) KUHD diatas sekaligus

menunjukkan bahwa disamping polis, dimungkinkan adanya alat bukti

(38)

adanya perkecualian yang diberlakukan pasal-pasal 272 KUHD, 280

KUHD, 603 KUHD, 606 KUHD dan 615 KUHD, maka ketentuan pasal 258 (1)

KUHD tidak dapat diberlakukan terhadap pasal-pasal perkecualian

diatas. Dalam hal ini, satu-satunya alat bukti tentang adanya

perjanjian asuransi bagi pasal-pasal 272 KUHD, 280 KUHD, 603 KUHD,

606 KUHD dan 615 KUHD adalah polis, oleh karena apabila tidak

terdapat polis dalam perjanjian asuransi sebagaimana dimaksud dalam

pasal-pasal diatas, perjanjian asuransi tersebut dianggap tidak

pernah ada.

Dengan mengingat pandangan pembuat undang-undang bahwa polis

dibuat oleh tertanggung dan ditandatangani oleh penanggung (pasal

256 KUHD}, maka tampak jelas bahwa fungsi alat pembuktian pada

polis dimaksudkan untuk kepentingan tertanggung. Hal ini

dimaksudkan untuk menjamin serta memberikan perlindungan bagi

tertanggung atas kepastian pemenuhan tuntutan ganti ruginya kepada

penanggung.

Dalam kaitan dengan masalah pembuktian ini ada dua pembagian

jangka waktu pembuktian yaitu, jangka waktu pertama yang uimulai

sejak saat ditutupnya perjanjian asuransi sampai diserahkannya

polis, dan jangka waktu kedua yaitu sejak diserahkannya polis

kepada tertanggung.

Pembuktian jangka waktu pertama meliputi keperluan

pembuktian terhadap adanya ketentuan dan syarat-syarat perjanjian

dalam jangka waktu antara ditutupnya perjanjian asuransi dengan

diserahkannya polis.

Sebagaimana diketahui, pada jangka waktu pertama ini polis

belum diserahkan kepada tertanggung. Oleh karenanya jelas

(39)

tertanggung belum mempunyai (dalam arti menguasai) polis. Dengan

demikian tidaklah mungkin tertanggung dapat mempergunakan polis

sebagai alat bukti sebagaimana dikehendaki oleh pasal 258 (1) KUHD.

Dalam jangka waktu pertama ini, pasal 258 (2) KUHD

memberikan alternatif pembuktian dengan segala macam alat bukti

selain polis, kecuali terhadap perjanjian asuransi yang memberikan

keharusan adanya polis dengan ancaman batal sebagaimana disebutkan

dalam pasal-pasal 272 KUHD, 280 KUHD, 603 KUHD, 606 KUHD dan 615

KUHD.

Salah satu contoh yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti

selain polis adalah catatan harian makelar yang dibuat berdasarkan

pasal 66 KUHD.

Bahkan secara tegas pasal 67 dan 68 KUHD menyatakan bahwa

catatan harian makelar adalah merupakan alat bukti yang mempunyai

kekijatan hukum.

Sesuai dengan ketentuan pasal 1902 (2) KUH Perdata, oleh

karena catatan harian makelar tersebut dapat pula dipakai sebagai

suatu permulaan pembuktian dengan tulisan sebagaimana dikehendaki

oleh pasal 258 (1) KUHD.

Dalam jangka waktu kedua, yaitu sesudah polis diserahkan,

yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti adalah polis, alat bukti

tulisan selain polis, serta alat bukti yang lain. Dalam hal pada

jangka waktu kedua ternyata tertanggung tidak dapat mempergunakan

polis sebagai alat bukti, misalnya karena polis tersebut hilang,

maka masih dapat dipergunakan alat bukti tertulis selain polis

(40)

apabila tertanggung mendaliikan bahwa polisnya telah hilang, maka

kebenaran dalilnya tersebut harus dibuktikan dengan keputusan

pengadilan.

Mengingat bahwa perjanjian asuransi sebagaimana diatur dalam

pasal-pasal 272 KUHD, 280 KUHD, G03 KUHD, GOG KUHD dan 615 KUHD

dikecualikan dari azas konsensual, maka satu-satunya alat bukti

yang dapat dipakai sebagai dasar untuk inengajukan tuntutan ganti

rugi kepada penanggung dalam perjanjian asuransi sebagaimana

tersebut dalam pasal-pasal diatas adalah polis. Dengan demikian,

apabila dalam perjanjian asuransi sebagaimana tersebut pada pasal-

pasal diatas telah terjadi resiko sebelum polis ditandatangani,

maka tertanggung tidak dapat mengajukan tuntutan hak ganti ruginya

kepada penanggung oleh karena belum adanya polis berakibat hukum

belum terjadinya perjanjian asuransi.

Sepanjang tidak menyangkut pasal-pasal yang dikecualikan

diatas, perjanjian asuransi berlandaskan pada azas konsensual.

Dalam hal demikian perjanjian asuransi tersebut dianggap telah

terjadi sejak dicapainya kesepakatan tertanggung dengan penanggung.

Hak-hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung telah ada sejak

perjanjian ditu'tup, sekalipun polisnya belum ditandatangani.

Dalam hal terjadi resiko sebelum polis ditandatangani,

tertanggung dapat mengajukan tuntutan ganti ruginya kepada

penanggung oleh karena perjanjian asuransi tersebut dianggap telah

terjadi sejak ditutupnya asuransi. Untuk membuktikan telah

ditutupnya perjanjian asuransi, tertanggung dapat mendasarkan pada

(41)

alat bukti selain polis. Hal ini dapat dimengerti oleh karena

apabila polis belura ditandatangani dan diserahkan kepada

tertanggung, tidaklah mungkin tertanggung dapat mendasarkan

dalilnya pada polis.

Sebagaimana telah diuraikan diatas, azas konsensual pada

prinsipnya beriaku dalam setiap perjanjian asuransi. Namun

demikian, berlakunya azas konsensual tersebut tidak raenutup

kemungkinan apabila pihak-pihak bersepakat untuk menentukan sendiri

bahwa saat terjadinya asuransi ditetapkan tersendiri, misalnya pada

saat dibayarnya premi pertama. Dalam hal yang demikian, timbulnya

hak-hak dan kewajiban pihak-pihak adalah sejak dibayarnya premi

pertama. Pertanggungjawaban penanggung atas terjadinya resiko yang

menimpa tertanggung dimulai sejak dibayarnya premi pertama oleh

tertanggung. Sebelum premi pertama dibayar oleh tertanggung, hak

untuk menuntut ganti rugi kepada penanggung oleh tertanggung tidak

dapat dilaksanakan oleh karena perjanjian asuransinya itu sendiri

dianggap belum pernah terjadi.

Apabila tertanggung telah membayar premi pertama, kemudian

resiko yang dipertanggungkan benar-benar terjadi, sedangkan polis

asuransinya belum ditandatangani oleh penanggung, maka tertanggung

tetap dapat mengajukan tuntutan ganti rugi sekalipun polis belum

ditandatangani. Dalam hal ini tertanggung dapat mempergunakan

tanda teriraa pembayaran premi sebagai alat bukti telah ditutupnya

perjanjian asuransi.

Pada uraian diatas telah dijelaskan bahwa dalam setiap

(42)

saat pembayaran premi pertama sebagai saat dimulainya

pertanggungan.

Asuransi Jiwa Bersama Bumiputra 1912 menentukan saat

dimulainya pertanggungan diperhitungkan sejak diterbitkannya polis.

Tanggal penerbitan polis adalah merupakan tanggal dimulainya

pertanggungan.13

Dengan ditetapkannya tanggal penerbitan polis sebagai

tanggal dimulainya pertanggungan, maka apabila tertanggung tertimpa

resiko pada saat polis belum diterbitkan, penanggung tidak dapat

dituntut untuk memenuhi hak ganti rugi tertanggung, sekalipun premi

pertama telah dibayar dan surat permintaan telah ditandatangani.

Dalam hal yang demikian, penanggung akan mengembalikan uang

pembayaran premi pertama saja.14

Pelaksanaan praktek perasuransian sebagaimana tersebut di

atas tampaknya membuka kemungkman terhadap kesesatan masyarakat

pemakai jasa asuransi terhadap perusahaan asuransi dalam aspek

kepercayaan. Masyarakat awam asuransi akan beranggapan bahwa

dengan telah dibayarnya premi pertama, jaminan perlindungan

asuransi bagi dirinya telah terpenuhi. Namun ternyata, setelah

resiko benar-benar terjadi penanggung menoiak membayar jumlah

pertanggungan oleh karena pada saat terjadi resiko polis belum

diterbitkan sehingga belum memasuki tenggang waktu pertanggungan.

3 4

13nawancara dangan Dra. Ec. Sri Endah Nurhayati, op.cit. tanggal 23 Desember 1991.

(43)

Untuk menghindari terjadinya hal-hal sebagaimana tersebut di

atas, kiranya telah tepat pendapat H.M.N. Purwosutjipto yang

mengatakan bahwa pembatasan waktu pengembalian polis kepada

tertanggung sangat perlu untuk melindungi hak-hak dan kepentingan

(44)

BAB V P E N U T U P

1 • Kesju^&l&o

Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan pada bab-bab

terdahulu, dapat saya tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut

a. Dalam praktek hukum perasuransian ui Indonesia tidak mengtur

tentang bentuk polis, akan tetapi mengatur tentang isi polis

seperti diuraikan dalam pasal 256 (1) KUHD serta pasal lain

yang mengatur tentang i s i polis untuk asuransi-asuransi

tertentu. Dalam prektek, polis dibuat oleh penanggung,

sekalipun dalam prinsip formalitas hukumnya dibuat oleh

tertanggung;

b. Berdasarkan azas konsensual perjanjian asuransi dianggap

telah terjadi sejak adanya kesepakatan antara penanggung dan

tertanggung sekalipun polis belum dibuat, kecuali untuk

jenis-jenis asuransi tertentu sebagaimana diatur dalam pasal

272 KUHD, 280 KUHD, 603 KUHD, 606 KUHD dan 615 KUHD yang

mensyaratkan mutlak adanya polis dengan ancaman batal.

c. Folis sebagai akta perjanjian asuransi, berisi tentang hak-

hak dan kewajiban-kewajiban tertanggung dan penanggung,

sekaligus berfungsi sebagai alat bukti adanya hak-hak dan

kewajiban-kewajiban tertanggung dan penanggung. Apabila

terjadi resiko sebelum polis dibuat, tertanggung dapat

mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penanggung dengan

(45)

2. aarjui

Sebagai akhir d a n penulisan skripsi ini, kiranya tidaklah

terlalu berlebihan apabila saya sampaikan beberapa saran-saran

dalam kaitan dengan upaya raeningkatkan kesadaran masyarakat dalam

berasuransi, khususnya d a n tinjauan hukuni sebagai berikut :

a. Mengingat fungsi polis yang sangat pentmg dalam perjanjian

asuransi, maka seyogyanya setiap perjanjian asuransi selalu

dibuat polis, sekalipun undang-undang tidak ffiengharuskannya;

b. Penyerahan polis merupakan masalah yang sangat rawan oleh

karena berkaitan dengan hak-hak tertanggung untuk mengajukan

tuntutan ganti rugi kepada penanggung, karenanya penertiban

penerapan ketentuan tentang penyerahan polls akan lebih

meniberikan kepastian hukuis bagi pihak-pihak dalam perjanjian

(46)

" U N I V f c K S H ' A S A i K L A N O O A

S U R A B A Y A

DAFTAR BACAAN

A . Abbas Sal im, ,

Cet* Ij CV. Rajawali, Jakarta, 1383.

Mahkamah Ag'ung Repubiik Indonesia, .Y.u.r:i.5.w-C.u.ci.exj,s,i__Iudun.6£.i.a, J_ „ .,4. _ -t no<7 ciftai ua., i jo I

Poerwadarminta, W.J.3. , _Cet. VIII,

Balai Pustaka, Jakarta,1385.

Purwosutjipto, H.M.N1. , E&ng££tJ^&ll_Eokok_

..(— RukwiH_E&r-t^riSo-UIi^&n__ i) Jiiid 6, Cet. II, Djambatan,

Jakarta, 1386.

Simanjuntak, Emmy * Panggaribuan, H.uk:uia___F££timsS_Ufl£aiL_._d&Q

E.erkc;iiuAiia.9lDllx3r, Cet. I, Euisi II, Seksi Hukum Dagang Fakuitas Hukum Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 1383.

--- » H.ukjjiiL-P.arlAr)^£im£^n.--(_^Qk^-JiQkol.^extanggiing.ari_Kerugian> ivcjjjikarilil_dan Jiwa ),, Cet. X, Seksi Hukum Dagang Fakuitas Hukum Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 1330.

Siti Soemarti Hartono, M i a b__Uxid£ut^iind.an^.,..„.H.ilk.im„i;,a^.ai)S__& £Kllii.t..li.r..an_J.\Kpa.iXltiUl, Cet. VI, Seksi Hukum Dagang Fakuitas Hukum Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 1383.

Subekti, H.yJi.um...E.e.rj..an ji.au, Cet. VI, Interioasa, Jakarta, 1973.

Subekti dan Tjitrosudibio, KUab^uiiu^zmdii^H;Uaira.EejcdaJLa, Cet. XVI, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)

P I A S U R A N S I C E N T R A L A S I A C A B A N G S U R A B A Y A

N o l 8 ? 5 / X / 8 9 / S B / S P

K e p a d a Y th,

Tn.Harley Prabowo Jl« Son^rfclave 14 Surabaya.

SURAT PENGaN TaR

Bersama ini kami sampaikan kepada Saudara barang-barang/dokumen-dokumen se­ bagaimana tersebut di bawah ini :

criminal & dupliiiat Ilo.CI— 001^3k/X/LS a/a Tn«Pandii Sedianto Sastroamidjojo

Copy x e c e i p t U o . 0 i - 3 i- B s - 0 0 1 5 2 2 / X / Lt i. . . . S i j _ i5 ^ . ?2 i; i9 9

(Lida puiuh enanj ribu tujuh ratUi-. limt* pulua rupi

Setelah diterima, mohon -tindasan '^surat pengarvtar_5jii_-diiaruiatangani dan di-

ksmbalikan k&pada kami*

(58)

PT ASUKaNSI CENTRAL ASIA CABAWQ S P R A Bm

SURAT PENGANTAR

Kepada Tth.

Tn.Hailey Prabovo Jl.Ronggolawe 1^ Surabaya*

No. 2lO?A'l/39/SB/SP

Bersaaa ini ka®i sampaikan kepada Saudara barang-barang/dokunezi-dokumeiv eebagai* mana tersebut di bawab ini :

Receipt original Ko.03-J1-89-001522/XXI*^ a/a Tn.Pandu Sedianto Sastroaraodjo;jo*

Setelah diterima, mohon txndaean surat pengantar ini ditandatangani dan dikem- balikan kepada kaoi.

Surabayat 2^ Nopember 19&9

e.x. a s u ?j j h s : asia*

(59)

Kepada rth.

Tn.^azley Prsibowo Jl#Ponc£oi*ivc Surabaya-SURAT PENGANTAR

Bersama ini kanii sampaikan kepada Saudara barang-barang/dokumen-dokumen sebagai* mana tersebut di bawah ini i

P T A S U R A N S I C E N T R A L A S I A N o . 2 1 0 7 / X I / 8 9 / S B / S P

CABANG SBRABaTa

Receipt original No.0^-3J1-89-001522/XXU> a/n Tn.Pandu Sedianto Sastroamodjojo.

(60)
(61)
(62)
(63)

K A N T O R PU SA T : W i s m a Bu m i p u t e r a Su i t e 60 1 , Ja l a n Je n d e r a l Su d i r m af t K a v 75

Yam: KtiariI:i i;ut>:in >li hawali itii •■•laniutnvrt diu'l'iii: \la\kapni, im.unrr.vm'". atas d.i'ar kcici:ir.j;a«i-kcicr.im'an di dalaiii w i j i ivuniiiia.r

vi.iu' -luiuJ.il. .! n.il i.i..-; .ik.n; iiak.m U'l'tli .

I v V o i j . m . . . _. . . *. . . . M>'luii]uui>d Jiwliui: 1i iian^juti^ OjUui kcJudukanujj M-liac-ii pcnulik ikiiuxj ii^ J j i i kcudaruaii licrmuior wbuwai diivran^kan di huwah in: w-rma>uk ju^a aUi*.d.*; jvili-n^kupati v a n ; i>i.i«uii>.i di'Cdukuii |>utiiik;ui puda n n ln lm u btl luiru di Ind.iin.-M.i, U\u.ili jika diadjkaii pcTM.-iiijiiai- lain, u-lanjutnya Ji'chui: Kcudaraan Ucrniuior, icrhadap:

A . Kcriiiiian KvruMk.ni kcndaraati tkrinutuf M.-hu>/ui diiciau^Lui dulain lai vul I dari Polis im liin ^ a iuinlali •.i-iin^i-iiiix^inya uiuuk liap jwriMiu. u-fr.iuiak K(>.. . . . 3 5 , 0 0 0 . 0 0 0 ...

yaim jumlali ih/nain^miKan ..any diusulkan uLh I'vi ( j uml al i maualidak liarux w in a dengan liar^a yan$ sclicium ya. Ki-sikoM.ndiri iniuil liap pcrM iua Kp...1 - 7 5 . 0 0 0 - , - - ...

H. Kcrugian. Kausakan lvi.*l :aan I'cniioi. r scha^ai diu-ranjikun dalam laoa l II dari Polis ini liiuc^a jumlali '.cti«iyti-iiiiyv‘ n>"u umuk liar jwnviiwu wbainak l i p . . .. 35.».QQ.Q,.QO.O.fcr r .... . ' yaiiti jtia'.lali ivnaiijyjuiH'au yanu diy>ulkan oM i

jumlali inana lidak harm Mina di-ngon liar^a yant ^chctianiya.

(64)
(65)

K L A U S U L A R E N C U R I A N D E N G A N K E K E R A S A N

:J2n ~ :n i f t i ^ i . c 2 l & l _ d a a - d l S 5 p a k s t i , ^ a ! t a a - i j i u n y i - - a y a t - v V C - f a i s a l 1 - d a r l

pol is, djr 'L05n : .ienj cdi

P5 n cur ian- u er. MSuk p e ncu ria n yang d i d ah ul u i, t i i s er t a i .at au d i ' ik u t i

fc : p a c : i n v n ij a i j n - t u j u

(66)
(67)

AS U R A N S I JI W A B E R S A M A

S E R T 1 P I K A T A S U R A N S I J I W A K U M P U L A N

N O . P O L I S : 0 7 7 9 6 N O . P E SE R T A : 0 0 0 0 1 1

Fem . p o l i s P A G U Y U B A N I I I - 1 7 S U R A B A Y A

Nama T a n g g a l Lah i r

M a c a m A su r a n si

U . Pe r t a n g g u n g a n :

Pr e m i :

M u l a i A su r a n si

Se r a k h i r n y a M a sa A su r a n si

P A N D O E S E D I A N T O

3 1 * 0 1 * 3 1

E K A H A R S A

E C E L A K A

1, 0 0 0* 0 0 0 , 0 0 2 5 . 2 0 0 , 0 0

1 . 0 6 . 1 9 9 0

1 . 0 6 . 1 9 9 1

* K

R P . R P .

A N K1

NM

T A H U N A i N

A ^ B B U M I P J iT £ R A j(9 1 2

(68)

BUi.llPUTERA

1912

A SU RA N SI J IW A B ER SA M A

S E R T 1 P I K A T A S U R A N S I J I W A K U M P U L A N

NO. P O L IS : 0 7 7 9 6 NO. P E SE R T A : 0 0 0 0 1 2

Pem. p« iis : P A G U Y U B A N I I I - 1 7 S U R A B A Y A

Nama T a n g g a l Lah i r

M a c a n A su r a n si : C K

& K

U. Pe r t a n g g u n g a n: R P *

Pr e m i t R P . .

M u l a i A su r a n si

Be r a k h i r i t y a M a sa A su r a n si

: N Y Y E T T Y P S

8 . 0 4 . 3 8

A W A R S A

E C E L A K A A N K 1

1 . 0 0 0 . 0 0 0 , 0 0 N H

1 6 . 3 0 0 t 0 0 \ T A H U N A t o

1 . 0 6 . 1 9 9 0 Am u m i pW ^ .

1 . 0 6 . 1 9 9 1 V ' K ^

,yu m \ bu" i w S b * « 2

? 9 1

Referensi

Dokumen terkait

Secara geometri turbin, jumlah sudu akan mempengaruhi celah antar sudu, semakin banyak jumlah sudu maka celah antar sudu akan semakin menyempit [11][12], sehingga

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan usaha yang dilakukan oleh guru agama dalam meningkatkan motivasi belajar PAI dengan menggunakan variasi metode di SMA

Jenis-jenis koleksi Museum Benteng Vredeburg yang sesuai dengan Kompetensi Dasar mata pelajaran sejarah kelas XI IPA yang sesuai dengan materi pembelajaran dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memodelkan hubungan antara BI rate, inflasi dan nilai tukar USD terhadap IDR; kemudian menganalisis model tersebut

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan komponen-komponen lingkungannya seperti komponen biotik yaitu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah kredit macet dalam halnya terjadinya wanprestasi oleh nasabah di Kampung Sidomulyo Kabupaten Merauke yaitu karena

Informan yang menjadi sumber data dalam penelitiann ini adalah aparatur pemerintah kota Pekanbaru yang terlibat dalam pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 31 Tahun

Instruksi Banding merupakan instruksi pengurangan isiAkkumulator dengan suatu data 8-bit atau isi suatu register, tetapi isi dari akkumulator tetap yang berubah hanya