• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Hutan dan Perubahan Iklim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Hutan dan Perubahan Iklim"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Peranan Hutan dan Perubahan Iklim

Berdasarkan Undang-undang RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut Arief (1994) dalam Indriyanto (2006), hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berbeda dalam kesinambungan dinamis. Dengan kata lain, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistem.

Peranan kompleks terhadap hutan tidak hanya skala mikro, akan tetapi sudah menjadi skala makro atau isu internasional. Peranan hutan menyangkut fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Menurut Daniel et al. (1992) dalam Bakri (2009), peranan dan fungsi hutan antara lain sebagai pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, produksi bahan bakar fosil (batubara), pengembangan dan proteksi lapisan tanah, produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap sungai, penyediaan habitat dan makanan untuk binatang, serangga, ikan, dan burung, penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil hutan, dan manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman. Selain itu, peranan hutan lainnya yang harus diperhatikan adalah stabilitas iklim global. Hutan dengan manajemen pengelolaan baik, maka stabilitas iklim akan baik juga. Begitu sebaliknya, jika hutan tidak diurus dengan baik maka stabilitas iklim tidak baik atau yang sering dikatakan dengan perubahan iklim global.

Berkaitan dengan perubahan iklim ini, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon (source) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik

(2)

konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan yang berakibat karbon tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang sehingga terjadi

gangguan keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana

(CH4), dan nitrogen oksida (N2O).

Untuk menurunkan dampak dari pemanasan atau perubahan iklim global diperlukan sebuah upaya mitigasi berupa upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO di atmosfer. Upaya tersebut dilakukan dengan cara melakukan penanaman jenis tanaman berkayu pada areal-areal hutan dan lahan yang terdegradasi. Selain itu, diperlukan kegiatan yang dapat mengkuantifikasi pertumbuhan tegakan dan simpanan karbon dalam hutan maupun lahan yang terdegradasi tersebut dimana hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan manajemen pengelolaan hutan. Salah satu cara adalah dengan melakukan pengukuran karbon yang tersimpan pada tanaman untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap CO dan menyimpannya ke dalam organ-organ pohon (daun, cabang, batang, dan akar).

2.2.Ekosistem Hutan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan komponen-komponen lingkungannya seperti komponen biotik yaitu binatang, tetumbuhan, dan mikroba dan komponen abiotik yaitu tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Menurut Setiadi (1983), komponen biotik dari suatu ekosistem dapat meliputi senyawa dari elemen inorganik misalnya tanah, air, kalsium, oksigen, karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organik. Dengan kata lain, ekosistem hutan sangat penting bagi makhluk hidup baik di dalam maupun di luar hutan. Karena keterikatan dan kesinambungan antara komponen yang satu dengan komponen lainnya dalam keberlangsungan hidupnya. Untuk itu, Salah satu cara untuk menjaga stabilitas ekosistem hutan adalah dengan mengukur setiap komponen lingkungan sehingga dapat mengetahui perkembangan dari ekosistem hutan tersebut. Jika data yang diperoleh setiap komponen kriterianya baik, maka ekosistem hutan tersebut baik.

(3)

Sebaliknya, jika data yang diperoleh setiap komponen kriterianya buruk, maka ekosistem hutan tersebut buruk. Oleh karena itu, dengan data tersebut nantinya diperlukan upaya pengelolaan hutan yang lestari.

Berdasarkan keadaan tumbuhan hutan, ekosistem hutan terbagi atas 4 (empat) yaitu:

a. Hutan lebat atau hutan rapat (closed forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan lebat merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk total penutupan tajuk pohon lebih dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk tehadap luas permukaan tanahnya.

b. Hutan terbuka atau hutan jarang (open forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan terbuka merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk hutan dengan penutupan tajuk pohon secara keseluruhan kurang dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk terhadap luas permukaan tanahnya.

c. Hutan primer (primary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan primer merupakan hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia, atau telah mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul, dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan, untuk mengambil buah atau kemenyan yang dampak kerusakannya tidak cukup berarti, sehingga hutan tersebut, secara alami, mampu kembali kepada keadaan mula-mula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya.

d. Hutan sekunder (secondary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.

Hutan sekunder terdapat dimana-mana. Hal ini dikarenakan banyaknya izin usaha untuk mengelola hutan baik Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengelolaan Hutan (HPH), pertambangan, peternakan, dan lainnya. Tidak hanya

(4)

itu, hutan sekunder juga bisa terbentuk karena bencana alam, seperti letusan gunung berapi.

2.3.Potensi Biomassa dan Simpanan Karbon

a. Potensi Biomassa dan Karbon pada Tipe Ekosistem

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 (tiga) komponen pokok, antara lain:

1. Biomassa, yaitu total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997).

2. Nekromassa, yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan atau telah tumbang di permukaan tanah, serta tonggak atau ranting dan serasah yang belum lapuk.

3. Bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan, baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.

Pada ekosistem darat atau penggunaan lahan, nilai biomassa dan karbon tersimpannya berbeda-beda. Adapun ekosistem yang memiliki atau penyimpan karbon tertinggi adalah hutan alam. Hutan alam merupakan tempat penyimpan karbon (C) tertinggi dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian karena hutan alam memiliki keanekaragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak. Jika hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian, perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan menurun. Hal ini dikarenakan biomassa hutan menyediakan penaksiran simpanan karbon pada tumbuhan hutan sekitar 50%.

Pada permukaan bumi terdapat kurang lebih 90% biomassa yang terdapat dalam hutan tersimpan di dalam pokok kayu, dahan, daun, akar, serasah, hewan, dan jasad renik. Biomassa tersebut merupakan hasil dari fotosintesis yang berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan lemak, pati, protein, dammar, fenol, dan berbagai senyawa lainnya. Berikut ini merupakan tabel karbon tersimpan di setiap tipe ekosistem yang pernah diteliti sebelumnya antara lain yaitu sebagai berikut.

(5)

Tabel 1 Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)

No Tipe Hutan Cadangan Karbon Di Atas

Permukaan Tanah (ton c/ha)

1 Hutan alam dipterokarpa 204,92 – 264,70

2 Hutan lindung 211,86

3 Hutan sekunder bekas kebakaran hutan 7,50 – 55,30

4 Hutan mangrove sekunder 54,10 – 182,50

5 Hutan sekunder bekas tebangan 171,80 – 249,10

6 Hutan alam primer dataran rendah 230,10 - 264,70

7 Hutan alam primer dataran tinggi 103,16

8 Hutan sekunder dataran tinggi 113,20

9 Hutan sekunder dataran tinggi 39,48

10 Hutan gambut 200

11 Hutan alam gambut bekas tebangan dan

sekunder

Bekas tebangan (126,01) Sekunder (83,49)

Untuk menentukan atau mendapatkan nilai karbon tersimpan seperti yang tertera di atas, diperlukan metode pendugaan karbon. Menurut Chapman (1976) dalam Novita (2010), dalam penentuan atau pendugaan biomassa di atas tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu:

1. Metode pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman

Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan pohon cukup rendah dengan komunitas jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. b. Metode pemanenan kuadrat

Metode mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu unit area tertentu.

c. Metode pemanenan individu pohon yang memenuhi luas bidang dasar rata-rata. Metode ini cocok diterapkan pada tegakan dengan ukuran individu yang seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu.

(6)

2. Metode pendugaan tidak langsung a. Metode hubungan allometrik

Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Untuk membuat persamaan ini, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.

b. Crop meter

Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa dan Karbon

Biomassa suatu tanaman meliputi semua bahan tanaman yang secara kasar berasal dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah melalui proses biosintesis. Produksi biomassa tersebut mengakibatkan pertambahan berat dapat diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tetapi tidak semua bagian tanaman mengalami pertambahan yang sama pada waktu yang sama pula. Bagian terbesar dari biomassa hutan adalah berupa batang-batang pohon yang menyusun tegakan sebagai hasil akumulasi produksi bahan organik selama bertahun-tahun. Adanya hubungan yang sangat erat antara jumlah biomassa tegakan dengan umur tegekan akan diperoleh apabila tegakan tersebut tumbuh pada suatu kondisi pertumbuhan yang sama. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh kerapatan tegakan dan kualitas tempat tumbuh. Tegakan yang makin rapat jarak tanamnya akan mempunyai jumlah biomassa yang semakin besar walaupun belum tentu dapat menjamin kualitas produksi.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan antara lain seperti perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan hutan, suhu dan curah hujan. Suhu dan curah hujan merupakan faktor penunjang agar vegetasi atau tegakan dapat tumbuh dengan baik. Suhu yang optimal dan ketersediaan air yang cukup akan mempercepat pertumbuhan vegetasi atau tegakan itu sendiri

(7)

sehingga jika dilihat perkembangan vegetasinya maka akan mengalami peningkatan dimensi baik diameter, tinggi, volume, dan lainnya. Dengan peningkatan dimensi tersebut maka biomassa vegetasi atau tegakan pun akan semakin besar.

Jika dilihat dari segi komposisi dan struktur tegakan hutannya, semakin banyak komposisi jenis dan struktur tegakan hutannya maka akan semakin besar biomassa yang terkandung. Akan tetapi, hal tersebut harus ditunjang dengan pertumbuhan vegetasi atau tegakan hutannya dan kualita tempat tumbuh.

2.4.Kualitas Tempat Tumbuh

Faktor pendukung atau parameter untuk menilai kondisi hutan adalah kualitas tempat tumbuh. Jika kualitas tempat tumbuh baik maka akan berbanding lurus dengan kondisi hutannya sehingga memiliki sifat-sifat tanah yang baik seperti fisika tanah, kimia tanah, dan biologi tanahnya. Tidak hanya itu, kemampuan hutan seperti penyerapan karbon, siklus hidrologi, dan lainnya akan baik juga. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Selain itu ada beberapa karakteristik tanah yang menentukan kemampuan kesuburan tanah, antara lain:

a. Bobot Isi

Bobot isi (bulk density) menunjukan perbandingan antara bobot tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Satuan bobot isi biasanya ditunjukkan dalam satuan gram/cm3. Bobot isi pada tanah dengan tekstur halus berkisar 1.0-1.3 gram/cm3, sedangkan pada tanah dengan tekstur kasar berkisar antara 1.3-1.8 gram/cm3 (Soekardi 1984). Secara umum, tanah-tanah bertekstur halus mempunyai bobot isi lebih rendah daripada tanah bertekstur kasar (Soepardi 1983). Bobot isi menjadi suatu petunjuk tidak langsung terhadap struktur, kepadatan tanah, udara, air, bahan organik, dan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver et al 1978 dalam Purwowidodo 2003).

(8)

Besaran bobot isi tanah dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu ataupun dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman tersebut menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah.

b. Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara keluar-masuk tanah secara leluasa. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu makropori apabila berdiameter ≥ 90µm, mesopori 90-30 µm, dan mikropori < 30µm. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro sehingga luas permukaan menjadi sangat sempit daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Tanah dengan dominasi liat akan terbentuk pori-pori mikro sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan daya pegang terhadap air sangat kuat. Sedangkan dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas permukaannya menjadi cukup luas dan daya pegang terhadap air cukup kuat. c. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Derajat kemasaman tanah (pH) adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sedangkan untuk nilai pH 7 adalah netral. Nilai pH sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga > 5,5, maka Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Fospor akan tersedia bagi tanaman pada pH 6-7. Tidak hanya itu, pH yang sesuai terhadap bakteri akan membantu tanaman dalam

(9)

mendapatkan N di atmosfer sehingga nantinya N tersebut dapat digunakan oleh tanaman.

Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang dibutuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat sehingga nantinya tanaman akan mati. Reaksi larutan tanah ditentukan oleh kadar H+ dan OH¯. Oleh karena itu, pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6.5 – 7.5, unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal. Pada pH tanah < 6, ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah > 8, akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng menjadi relatif lebih sedikit.

d. Kapasitas tukar kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation didefisinikan sebagai kemampuan permukaan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, yang dinyatakan dalam milligram dalam 100 gram tanah kering oven. Besar kecilnya KTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik, dan pH tanah. Tanah bertekstur halus yang mengandung lebih banyak liat dan humus akan memiliki KTK yang lebih tinggi (Soepardi 1983). Semakin tinggi kadar liat, maka semakin tinggi KTK.

e. Bahan Organik

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5 persen. Akan tetapi, pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut.

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah. - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. - Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi)

(10)

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah itu sendiri dapat dihitung dari C-organik dengan rumus :

Bahan organik (%) = 1,74 × C-organik (%) f. Nisbah C/N

Nisbah C/N (C/N rasio) dalam bahan organik yang terdapat dalam topsoil biasanya berkisar antara 8:1 dan 15:1 dengan nilai rata-rata 10:1 sampai dengan 12:1. C/N rasio berbeda-beda pada suatu daerah dengan daerah lainnya tergantung iklim daerah tersebut sehingga C/N rasio dari tanah ke tanah lain juga berbeda. Perbedaan ini berkaitan dengan dengan suhu dan curah hujan. C/N rasio memiliki arti penting bagi tanah, yaitu persaingan yang terjadi jika bahan organik mempunyai C/N rasio yang tinggi dimasukkan ke dalam tanah dan sifat kestabilan nisbah ini dalam tanah. Dengan berlangsungnya pelapukan, karbon dan nitrogen dapat hilang melalui penguapan sedangkan nitrat hilang melalui pencucian atau diserap tanaman. Pada suatu saat kecepatan hilangnya kedua unsur ini akan berbanding lurus (sama). Pada saat ini apapun yang terjadi nisbah karbon dan nitrogen menjadi mantab (Soepardi 1983).

C/N rasio merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Apabila C/N rasio < 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N rasio > 30 artinya terjadi immobilisasi N, sedangkan jika di antara 20-30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

g. Nitrogen Tanah

Menurut Munawar (2011), Nitrogen merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman, N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon,

(11)

klorofil, vitamin, dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Nitrogen ini menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan hidup sel tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Tanaman yang mendapatkan pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri-ciri warna hijau tua, sebagai akibatnya fotosintesis lebih banyak. Pasokan N yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan, pembentukan buah, menipisnya bahan dinding sel sehingga dengan mudah diserang oleh hama dan penyakit, dan mudah terpengaruh oleh kekeringan dan kedinginan. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil, dan gagal panen. Ketersediaan N tanah itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk, kegiatan manusia, dan waktu.

Sekitar 98% total N dunia berasal dari litosfer dalam bentuk mineral dan amonium terfiksasi dalam mineral liat. Sekitar 2% total N tanah berasal dari atmosfer yang konsentrasinya 78% N2 sebagai bentuk yang tidak dapat langsung

diserap oleh tanaman karena mempunyai ikatan rangkap tiga yang sangat kuat. Oleh karena itu, N2 atmosfer harus diubah menjadi tersedia bagi tanaman agar

dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Munawar (2011), ada beberapa mekanisme perubahan bentuk N2 di udara menjadi bentuk

yang dapat digunakan tanaman, yaitu:

- Penambatan N oleh bakteri Rhizobia dan jasad renik lain secara simbiosis pada akar tanaman legum dan bukan legum.

- Penambatan N oleh jasad renik hidup bebas dan yang hidup pada berbagai daun tanaman.

- Penambatan N lewat petir.

- Penambatan sebagai amoniak, NO3¯, atau CN2¯ melalui proses industri

pupuk N.

Bentuk N-tanah dibedakan menjadi N inorganik dan organik. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Havlin et al. (2005), sekitar 95% atau lebih N di tanah permukaan berada dalam bentuk organik. Dari segi kesuburan tanah dan nutrisi

(12)

tanaman, N-inorganik di dalam tanah yang paling penting adalah NH4+, NO2-, dan

NO3-, yang konsentrasinya sekitar 2-5% N total tanah. Sedangkan untuk N

organik di dalam lapisan permukaan tanah terdapat sekitar lebih dari 90% dari N total. Bentuk N organik dalam tanah berada sebagai asam-asam amino atau protein (20%-40%), gula-gula amino seperti heksosamin (5%-10%), derivatif purin dan pirimidin (1% - atau kurang), dan senyawa-senyawa kompleks yang belum teridentifikasi.

h. Fosforus Tanah

Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Unsur ini berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Inilah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan normal. Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P di dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu 0,02% - 0,5%, dengan rata-rata 0,05% (Munawar 2011). P di dalam tanah berasal terutama dari hasil desintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral apatit. Menurut Barber (1995) di dalam Munawar (2011), di alam dikenal ada 3 (tiga) macam mineral apatit, yakni fluor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan hidroksi (OH) apatit.

Fosfor (P) di dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi P organik dan P inorganik. P-organik terdapat dalam sisa-sisa tanaman, hewan, dan jaringan jasad renik, sedangkan P-inorganik tanah terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Fe, dan Al, dan P terjerap pada partikel liat. Kelarutan senyawa P-organik maupun inorganik di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah yang berada dalam larutan tanah. Kemudian kadar P juga berhubungan erat dengan ukuran fraksi tanah. Kadar P akan semakin tinggi bila ukuran partikel tanah semakin halus. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P tanah adalah tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, suhu, dan bahan organik tanah.

(13)

i. Kalium Tanah

Kalium (K) sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman, yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion amonium. Unsur ini diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar di dalam tanah.

Bentuk K di dalam tanah merupakan inorganik (mineral) dimana biasanya tersedia bagi tanaman dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air, KCl, K2SO4,

KNO3, K-MG-Sulfat, dan pupuk-pupuk majemuk lainnya. Kebutuhan tanaman

akan K cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka akan terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda.

Ketersediaan kalium dalam tanah dipengaruhi oleh tipe koloid tanah, suhu, pembasahan dan pengeringan, pH tanah, dan pelapukan. Kehilangan K dari tanah dapat melalui terangkut tanaman, tercuci, dan tererosi. Kehilangan K dipengaruhi oleh tekstur, KTK, tanah organik, dan pH tanah. Kehilangan K semakin besar bila tekstur kasar, KTK rendah, pada tanah organik dan pH rendah.

Gambar

Tabel 1  Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)

Referensi

Dokumen terkait

konsep siswa tidak hanya sebatas mengenal tetapi siswa harus dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep lain. Aplikasi penggunaan model pembelajaran ini, yaitu

[r]

Hasil dari perancangan alat yang sudah dijalankan pada bagian sebelumnya, maka terbuatlah systematic dari alat steering gear kapal yang nantinya bisa mengirim data ke

Selanjutnya hasil penelitian kemampuan perseptual motorik siswa peserta ekstrakurikuler Shorinji Kempo di Sekolah Dasar Kanisius Bonoharjo Kulonprogo sebagai berikut: terdapat 1

OS juga menyangkal hidung sering gatal, bersin-bersin, maupun hidung yang tersumbat secara bergantian pada kanan dan kiri pada pagi atau malam hari.. Sejak 2,5 bulan yang

 Menyajikan hasil rekonstruksi berupa cerita sejarah tentang upaya bangsa indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA,

Pada sistem optik FT-IR dipakai radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) yang berguna sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi

Proses Penjualan : Jika Customer baru, Marketing Staff akan input data diri Customer ke dalam form aplikasi data diri yang isinya berupa nama, nama perusahaan, alamat perusahaan,