KELOMPOK STUDI BIOLOGI
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
PENELITIAN
GASTROPODA
DAN CHITON
20 DESEMBER 2014
KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DAN CHITON, SERTA DOMINANSI
GASTROPODA DI PANTAI KRAKAL, WONOSARI, GUNUNG KIDUL,
KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DAN CHITON, SERTA DOMINANSI
GASTROPODA DI PANTAI KRAKAL, WONOSARI, GUNUNG KIDUL,
YOGYAKARTA
Kelompok Studi Biologi
Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yoyakarta
Abstrak
Gastropoda dan chiton merupakan merupakan kelas dari filum moluska yang memiliki
keanekaragaman sangat tinggi. Kelas gastropodalah yang terbesar ada sekitar 62.000 spesies dijelaskan
dan 13.000 genus gastropoda ditemukan di seluruh dunia. Keanekaragaman gastropoda di Indonesia
sangat tinggi yang sudah diketahui dari berbagai tempat contohnya adalah di Pantai Krakal, Wonosari
Gunung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan monitoring keanekaragaman dan dominansi
jenis gastropoda dengan menggunakan metode transek ukuran 2m x 2m yang dilakukan di sepanjang
pantai Krakal. Luas daerah yang diambil adalah 2% dari 8700m2 dengan jumlah plot 44 buah. Melihat
keanekaragaman juga dilakukan pada chiton dengan menggunakan metode jelajah pada karang-karang
yang menghadap kearah laut. Hasil penelitian menunjukan keanekaragaman spesies gastropoda yang
ada di Pantai Krakal ditemukan 20 spesies dengan didominansi oleh spesies Conus frigidus (Reeve),
sedangkan keanekaragaman spesies chiton di Pantai Krakal ditemukanhanya dua spesies, yaitu Chiton
virgularus, dan Nuttallina fluxa.
Kata kunci: Keanekaragaman, Dominansi, Gastropoda, Chiton, Pantai Krakal
PENDAHULUAN
Negara Indonesia berbentuk kepulauan
yang terbesar dan dikelilingi oleh laut-laut yang
luas, dari segi geografis tersebut letak Indonesia
dalam penyebaran siput dan kerang sangat
menguntungkan, memungkinkan untuk
ditemukan jenis-jenis siput dan kerang dalam
berbagai ragam tergantung lokasi tempat
hidupnya (Dharma, 1992). Breazeale (2012)
gastropoda mewakili sekelompok hewan sering
disebut siput atau siput. Gastropoda Yang
berarti "kaki perut" yang membentang di
62.000 spesies dijelaskan dan 13.000 genus
gastropoda ditemukan di seluruh dunia.
Keanekaragaman gastropoda sangat tinggi
dalam morfologi (bentuk), perilaku makan,
strategi reproduksi, berbagai habitat, dan
ukuran. Keanekaragaman terutama dapat dilihat
dari cangkang keras yang melindungi tubuhnya
yang lembut. Cangkang gastropoda berfungsi
untuk perlindungan dari predator dan
menyediakan tempat untuk lampiran otot.
Cangkang tersebut memiliki variasi yang tinggi
dengan corak yang bermacam-macam dan
setiap spesies memiliki kekhasan
masing-masing.
Gastropoda banyak menempati daerah
terumbu karang, sebagian membenamkan diri
dalam sedimen, beberapa dapat dijumpai
menempel pada tumbuhan laut seperti
mangrove, lamun dan alga (Kasenda, 2012).
Sebagaimana halnya gastropoda, makroalga
juga merupakan salah satu komponen dalam
ekosistem laut. Makroalga merupakan
tumbuhan laut yang struktur tubuhnya tak
sempurna dan banyak ditemukan di daerah
pantai. Makroalga atau seaweed dibedakan
dengan mikroalga. Makroalga ukurannya lebih
besar, dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
alat bantu dan menancap atau melekat pada
substrat (Kasenda, 2012). Padang lamun
merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organik, dengan biota laut yang sangat beragam,
seperti crustacea, mollusca, echinodermata dan
cacing (polychaeta). Fillum molusca terdiri dari
tujuh kelas, di antaranya gastropoda (Sugiri
1989).
Sedangkan hutan mangrove
memberikan kontribusi besar terhadap detritus
organik yang sangat penting sebagai sumber
makanan bagi biota yang hidup di perairan
sekitarnya. Gastropoda pada hutan mangrove
berperan penting dalam proses dekomposisi
serasah dan mineralisasi materi organik
terutama yang bersifat herbivor dan detrivor.
Dengan kata lain Gastropoda berkedudukan
sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan
cara mencacah-cacah daun-daun menjadi
bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan
oleh organisme yang lebih kecil yaitu
mikroorganisme (Arief, 2003).
Chiton termasuk salah satu anggota
moluska yang dianggap primitif. Untuk mencari
hewan ini pada batu-batuan memang sulit,
diperlukan mata yang cukup jeli, karena warna
tubuhnya hampir mirip dengan batu karang
tempat hidupnya. Umumnya oval dan memipih.
Bagian tengah tubuh sebelah atas ditutupi oleh
8 buah lempengan plat yang keras (mirip
cangkang kura-kura), tersusun logitudinal
secara tumpang tindih. Mulut terletak di ujung
anterior pada tubuh bagian bawah, sedangkan
anusnya terletak di bagian posterior. Kepala
cangkang. Di bagian ventral terdapat otot
memanjang yang berfungsi sebagai kaki.
Panjang tubuh chiton bervariasi antara 3 mm
sampai 300 mm. Misalnya Lepodipleurus
intermedius me-miliki tubuh sepanjang 4 mm –
5 mm. (Yonge & Thompson, 1976).
Semua chiton hidup di perairan laut,
menempati zona litoral, terutama daerah
intertidal. Hanya beberapa jenis yang ditemukan
pada kedalaman 1,15 meter, yaitu
anggota-anggota suku dari anak bangsa Lepidopleurina.
Hidup menempel, melekat erat pada permukaan
batu-batuan dengan bantuan otot dorso-ventral,
atau merayap pada permukaan terumbu karang.
Pada batuan keras biasanya chiton menggali
lubang untuk membenamkan dirinya, se-hingga
amat sulit bagi kita untuk mengambil-nya.
Chiton yang hidup di daerah pantai memiliki
beberapa pola tingkah laku, yang meliputi
kepekaan terhadap cahaya, gravitasi dan
kelembaban. Dari beberapa penelitian diketahui
bahwa chiton bergerak ke dae-rah yang
berintensitas cahaya rendah dan memiliki
kecenderungan untuk bergerak se-arah dengan
gravitasi bumi. Gerakan yang relatif cepat
terjadi apabila mereka ingin mencapai tempat
yang teduh atau tempat-tempat yang lembab,
dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari
se-ngatan sinar matahari dan angin kuat. Hal ini
dilakukannya karena chiton sangat peka
terhadap sinar matahari yang dalam beberapa
jam saja dapat menyebabkan kematian-nya
(Yonge dan Thompson, 1976).
Sebaliknya apabila terjadi pasang naik,
chiton cenderung bergerak ke atas, ke arah yang
banyak sinar, dengan harapan bahwa beberapa
saat setelah pasang, di daerah yang
ditinggalkannya tadi akan ber-limpah makanan,
yang dapat dimanfaatkan. Pola tingkah laku
seperti ini menjadi dasar untuk menjamin
kelangsungan hidup ter-hadap pertukaran
kondisi lingkungan. Ham-pir semua chiton
memakan algae, hanya beberapa jenis yang
bersifat predator, seperti Mopalia hindsii,
dilaporkan memakan makanan yang berasal dari
hewan (Plawen dan Tucker, 1974).
Pantai Krakal merupakan salah satu
pantai di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta
dengan luas daerah sekitar 5684m2. Secara
astronomis Pantai Krakal terletak pada garis
lintang 8° 8'51.10"S dan garis bujur
110°35'49.98"E (Berdasarkan penentuan
aplikasi Google Earth). Pantai Krakal memiliki
potensi sumberdaya biotik dan abiotik yang
sangat besar tempat dimana terdapat komunitas
lamun, juga terdapat terumbu karang yang
secara bersama-sama dapat membentuk suatu
komunitas yang khas.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
melakukan penelitian untuk mengetahui
keanekaragaman gastropoda dan chiton serta
Krakal, Wonosari, Gunung kidul, Yogyakarta
dengan metode transek untuk gastropoda,
sedangkan chiton menggunakan metode jelajah
di daerah karang yang nantinya digunakan
sebagai aksi konservasi.
METODE PENELITIAN
A. Penentuan Lokasi
Penentuan luas daerah Pantai Krakal dengan bantuan aplikasi Google Earth dan ditentukan persen luasan yang akan diambil dari luas daerah tersebut. Penelitian pertama dan kedua mengambil 2% luas daerah dengan jumlah plot yang berbeda, yaitu penelitian pertama sejumlah 44 plot dengan 6 stasiun.
B. Teknik Pengambilan Sampel dan
Pengukuran Parameter Lingkungan
Metode pengambilan sampel berdasarkan pada penggunaan metode transek berukuran 2 x 2 m yang dilakukan pada saat malam hari, air laut surut. Plot pada stasiun pertama diletakkan dari bibir pantai pada jarak 10 meter dari satu plot ke plot berikutnya dengan arah tegak lurus dari garis pantai sampai ke plot terakhir arah laut, lalu dilakukan pengoleksian gastropoda yang terlihat dan dilanjutkan ke stasiun-stasiun berikutnya, hingga memenuhi 44 plot yang tersebar di seluruh pantai.
Identifikasi gastropoda dilakukan dengan cara pengamatan ciri-ciri fisik cangkang, kemudian dibandingkan dengan referensi menurut skripsi mengenai gastropoda di Pantai Krakal. Pengukuran parameter lingkungan terdiri dari pengukuran pH air laut, suhu air laut, Salinitas air laut, dan kadar karbondioksida dan oksigen terlarut dalam air laut.
C. Analisis Data
Mengetahui keanekaragaman dan dominansi dengan melakukan identifikasi spesies hingga diketahui banyakanya spesies serta dilakukan perhitungan nilai penting. Nilai penting akan menunjukan dominansi spesies tertentu yang dicari dengan rumus sebagai berikut:
Densitas relatif =
Frekuensi =
Frekuensi relatif =
Nilai penting = Densitas relatif + Frekuensi relatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keanekaragaman Gastropoda
Penelitian Kelompok Studi Biologi ini
masih dalam tahap awal yang menentukan
tujuan untuk melihat keanekaragaman
gastropoda dan chiton, serta dominansi jenis
gastropoda tertentu. Terdapat dua metode yang
gastropoda dan metode jelajah untuk chiton.
Sampling yang dilakukan hanya mengambil 2%
dari total luasan Pantai Krakal, sehingga jumlah
plot yang dibutuhkan untuk memenuhi 2%
adalah 44 plot dengan 6 stasiun. Dengan kondisi
surut hanya sekitar 30 m, berpengaruh pada
pengaturan titik plot yang mengarah ke laut
hanya 3 titik dan 6 stasiun akan dibagi menjadi
3 kelompok yang disebut Transek A, B, dn C.
Metode jelajah untuk chiton merupakan
penjelajahan sederhana untuk melihat
banyaknya spesies chiton di batu-batu karang
yang mengarah ke laut. Selanjutnya hasil
sampling gastropoda dan chiton diawetkan
dengan alkhohol dan dilakukan identifikasi serta
perhitungan nilai penting. Hasil tersebut dapat
dilihat pada (tabel 1.)
Berdasarkan tabel berikut diketahui
terdapat 20 spesies yang ditemukan di Pantai
Krakal. Pengoleksian spesies tersebut berasal
dari 6 stasiun yang sudah dikelompokan
menjadi 3, yaitu A, B, dan C. Ketiga kelompok
stasiun memiliki ciri habitat yang berbeda,
habitat pada stasiun kelompok A memiliki ciri,
yaitu banyak batu karang yang tidak rata dan
tidak banyak ditumbuhi makroalgae. Habitat
kelompok stasiun B terlihat banyak ditumbuhi
makroalgae hijau dan coklat dengan karang
yang relatif rata, sedangkan pada habitat
kelompok stasiun B berbeda dengan yang lain,
yaitu banyak sekali ditumbuhi lamun.
Ketiga habitat tersebut merupakan
habitat yang cocok untuk gastropoda, karena
ketiganya membentuk ekosistem yang tinggi
produktivitas organik, yang juga ditandai
dengan biota laut yang sangat beragam, seperti
crustacea, mollusca, echinodermata dan cacing
(polychaeta) (Kasenda, 2012). Namun tidak
semua jenis yang menyukai habitat tertentu,
seperti Anachis lyrata, Bursa lamarcki, dan
Bursa granularis yang hanya ditemukan pada
kelompok stasiun A. Adapun genus Trochus,
dengan spesies yang ditemukan, yaitu Trochus
radiates, Trochus squarrosus hanya ditemukan
di kelompok stasiun C yang tumbuhan
lamunnya, tetapi juga ada spesies yang
ditemukan di ketiga kelompok stasiun, yaitu
Cypraea annulus L, Cypraea moneta L, Turbo
(Marmarostoma) intercostalis, Conus frigidus
Reeve, Conus sponsalis Hwass, dan Morula
granulate. Berdasarkan hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa beberapa spesies memiliki
kecocokan dengan habitat tertentu, dan
beberapa spesies memiliki adaptasi yang lebih
tinggi karena dapat tinggal di berbagai habitat
Tabel 1. Daftar Spesies Gastropoda dan Nilai Pentingnya yang Ditemukan di Pantai Krakal
Parameter lingkungan juga memberikan
pengaruh pada keberadaan gastropoda sendiri,
Seperti pH air laut, tingkat salinitas, dan suhu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu
permukaan air laut dan suhu udara adalah
keseimbangan kalor dan keseimbangan masa air
di lapisan permukaan laut. Kondisi iklim
mempunyai peran utama terhadap permukaan
air laut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi suhu dan salinitas di perairan adalah Spesies Transek Densitas Densitas
Relatif Frekuensi
Frekuensi
Realtif
Nilai
Penting
Cypraea annulus L. A, B, C 5 6,32 % 1 8,61 % 14,93 %
Cypraea moneta L. A, B, C 6 7,59 % 1 8,61 % 16,2 %
Cypraea caputserpentis
L.
A, C
5 6,32 % 0,66 5,68 % 12 %
Turbo (Marmarostoma) intercostalis
A, B, C
7 8,86 % 1 8,61 % 17,47 %
Vexilla vexillum C 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Conus frigidus Reeve A, B, C 14 17,72 % 1 8,61 % 26,33 %
Conus sponsalis Hwass A, B, C 11 13,92 % 1 8,61 % 22,53 %
Tectus conus C 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Conus figulinus L. B 3 3,79 % 0,33 2,84 % 6,63 %
Conus ebraeus L. A, B 3 3,79 % 0,66 5,68 % 9,47 %
Morula granulata A, B, C 6 7,59 % 1 8,61 % 16,2 %
Trochus radiates C 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Trochus squarrosus C 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Pyrene testudinaria A, B 6 7,59 % 0,66 5,68 % 13,27 %
Anachis lyrata A 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Bursa lamarcki A 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Bursa granularis A 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Trochus camelophorus A 1 1,26 % 0,33 2,84 % 4.1 %
Cymatium nicobaricum B 2 2,53 % 0,33 2,84 % 5,37 %
Mitra (Strigatella) pica
Dillwyn
B
penyerapan panas, curah hujan, aliran sungai,
dan pola sirkulasi arus. Salinitas suatu kawasan
menentukan dominansi makhluk hidup pada
daerah tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas
tertentu didominasi oleh suatu spesies tertentu
terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut
terhadap salinitas yang ada (Hadikusumah,
2008).
Pengukuran parameter dilakukan pada 6
stasiun yang ditentukan dan hasilnya
dikelompokan menjadi 3 disesuaikan dengan
kelompok stasiun. Berdasarkan histogram
parameter pH air laut diketahui bahwa ketiga
kelompok stasiun menunjukan pH air laut
memiliki pH basa yang tidak memberikan
perbedaan yang signifikan, tetapi cocok untuk
habitat gastopoda, karena kisaran pH 8.
Parameter salinitas keseluruhan kelompok
Gambar 1. Histogram pH air laut Pantai Krakal
Gambar 2. Histogram Salinitas air laut Pantai
Krakal
Gambar 3. Histogram suhu air laut Pantai
Krakal
stasiun juga menunjukan salinitas yang sama,
yaitu 1,025 (35%). Salinitas pada air laut sering
kali mengalami perubahan, dari pantai ke pantai
bahkan titik ke titik daerah suatu pantai.
Perubahan salinitas pada air laut dipengaruhi
oleh adanya penguapan akibat panasnya sinar
matahari. Berdasarkan data tersebut dapat
diasumsikan bahwa tingkat salinitas tersebut
cocok untuk berbagai spesies gastropoda,
terbukti terdapat 20 spesies yang ditemukan,
sedangkan suhu air laut juga menunjukan
perbedaan hasil yang tidak signifikan, yaitu
sekitar 27oC yang merupakan suhu normal bagi
habitat gastropoda. Berdasarkan hasil tersebut
dapat diasumsikan bahwa persebaran
spesies-spesies tersebut tidak dipengaruhi oleh
parameter, karena parameter keseluruhan Pantai
Dominansi spesies gastropoda diketahui
dari nilai penting yang dicari dari jumlah
densitas relatif dan frekuensi relatif. Dominansi
spesies dapat mempengaruhi spesies lain yang
hidup dalam suatu ekosistem. Berdasarkan tabel
1. diketahui bahwa Conus frigidus Reeve
merupakan spesies yang mendominasi Pantai
Krakal dengan nilai pentingnya mencapai
26,33%. Spesies ini dapat ditemukan di ketiga
titik stasiun dengan keseluruhan jumlah, yaitu
14 ekor. Dominansi suatu spesies dapat
dipengaruhi oleh kemampuan adaptasinya yang
tinggi atau memiliki toleransi tinggi terhadap
faktor pembatas di zona ini yang memiliki
faktor pembatas lebih tinggi dari pada habitat
lain karena merupakan pertemuan dua habitat.
Adapun faktor habitatnya yang menyediakan
ketersediaan pangan lebih dan faktor banyaknya
predatornya yang lebih sedikit (Nybakken,
1982).
2. Keanekaragaman Chiton
Penelitian Chiton sangatlah jarang
karena medan yang harus dilalui relatif
berbahaya karena berhadapan langsung dengan
terpaan ombak. Habitat yang disukai chiton
adalah batuan karang yang menghadap ke laut.
Berdasarkan survey oleh KSB diketahui bahwa
chiton ini lebih ditemukan pada bagian bawah
batuan yang masih terkena terpaan atau
terendam air, karena chiton merupakan salah
satu spesies yang mudah kehilangan air, maka
ada kecenderungan untuk mengondisikan
dirinya ke daerah berair. Metode yang
digunakan adalah metode jelajah (hand picking)
disekitar habitatnya dan hasil yang ditemukan
adalah spesies Chiton virgularus, dan Nuttallina
fluxa. Hanya dua spesies yang ditemukan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang belum
dapat dikaji secara mandalam contohnya adalah
nutrisi yang dibawa ombak, suhu, salinitas, pH
(Nybakken, 1982) dan adanya persaingan
dengan keberadaan limpet.
KESIMPULAN
Keanekaragaman spesies gastropoda yang ada
di Pantai Krakal ditemukan 20 spesies dengan
didominansi oleh spesies Conus frigidus
(Reeve), sedangkan keanekaragaman spesies
chiton di Pantai Krakal ditemukan hanya dua
spesies, yaitu Chiton virgularus, dan Nuttallina
fluxa
SARAN
KSB saat ini banyak membutuhkan
pengembangan mutu di berbagai kegiatan, salah
satunya kegiatan ini merupakan titik awal dari
perkembangan. Terkhusus kegiatan ini
diperlukan perancangan metode yang tepat dan
identifikasi jenis yang lebih dalam serta sangat
diperlukan prediksi-prediksi pasang-surut air
laut untuk menunjang saat keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. M. P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia. Sarana Graha, Jakarta.
Hadikusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane. Makara Sains. 12 (2): 82-88.
Kasenda, P. 2012. Sea Marine Education Siput Gastropoda yang Menempel pada Alga Makro. http://petros kasenda.blogspot.c om/2012/03/siput-gastropodayang-mene mpel-pada.html. 10 Januari 2015.
Nybakken, J. W. 1982. Biologi Laut. Gramedia, Jakarta
Odum EP. 1971. Fundamental of Ekology. Sounder Compan, Washington.
Plawen, L.V. S dan Tucker A. R. 1974. The Solenogaster and chitons. In "Animal life encyclopedia". Van Nostrand Rein-hold Company, New York.
Sugiri N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.