• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI MENEKAN PERTUMBUHAN BALITA GIZI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI MENEKAN PERTUMBUHAN BALITA GIZI (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI MENEKAN TUMBUH

LAJU BALITA GIZI BURUK DI

KALBAR

1

oleh Dr. Erdi, M.Si

Ketua Prodi IAN FISIP UNTAN dan Dosen S2 MAP UPBJJ-UT Pontianak

Negeri ini sungguh aneh. Di tengah kekayaan alam yang berlimpah, masih mudah menemukan warga miskin yang hidup dalam keadaan lapar dan bahkan divonis sebagai penyandang gizi buruk (GB), khususnya pada bayi di usia bawah lima tahun (balita). Data dari Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 mencatat sebanyak 121 anak usia Balita di Kalbar ini dilaporkan sebagai penyandang GB. Juga terdapat pemerintah daerah yang protes dengan data itu dan kemudian menghubungkan jumlah penyandang GB dengan jumlah penduduk yang ada di daerah. Menurut logika saya, pemda yang komplain dengan data GB adalah upaya pembelaan diri saja dan tentunya bukan solusi yang baik. Tindakan nyata mengatasi GB tentu lebih bermanfaat dibanding mengurus komplain atas publikasi data GB itu.

Daerah penyumbang terbesar gizi buruk (GB) menurut laporan tersebut adalah Kabupaten Ketapang (42 penyandang); Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau (masing-masing 23 penyandang) dan Kabupaten Sambas (16 penyandang). Kabupaten lainnya dilaporkan berada di angka satu digit (kurang dari 10). Besar kecilnya angka balita penyandang GB ini tetap menyedihkan dan kisahnya selalu menyayat hati. Dalah satu sumber penyebabnya adalah faktor asupan makanan yang ketika ditarik ke atas, ternyata berasal dari keluarga miskin yang hidup di tengah kekayaan alam melimpah.

(2)

Dari membaca dan memaknai fenomena GB ini, tampaknya kebijakan Negara tidak saja belum berpihak kepada masyarakat miskin, tetapi juga belum serius dalam mengurus dan menuntaskan kemiskinan itu, termasuk dalam mendeteksi dini GB (lihat logika Rokx, dkk, 2010). Indikasi ke arah sana antara lain adalah lemahnya system pengawasan dini dan masih buruknya kualitas pelayanan kesehatan dasar di wilayah-wilayah tertinggal yang kemudian menjadi penyuplay penderita GB. Berangkat dari informasi balita GB ini, terdapat beberapa hal yang perlu disikapi oleh pemerintah daerah seperti terurai berikut ini.

Pertama, informasi tentang keberadaan penyandang balita GB tidak boleh ditutupi dan tidak pula boleh membuat para Bupati, Walikota dan Gubernur menjadi malu, apalagi marah dan protes. Desain program pendeteksian dini justru sangat diperlukan agar dapat mengambil tindakan secara cepat guna menyelamatkan mereka dari akibat lanjutan GB. Ketika tidak dilakukan pemulihan secara cepat, penyandang gizi buruk berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia (SDM) dimasa depan (World Bank, 2009). Dari beberapa buku yang pernah saya baca tentang GB, diantaranya adalah Starling (2000), ternyata GB, --mohon maaf harus saya tuliskan dalam artikel ini-- selain menyebabkan penurunan kualitas SDM, penyandangnya juga rentan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dan oleh karenanya, Kementerian Kesehatan RI telah membuka laporan SMS Gateway, dimana seluruh puskesmas diharuskan untuk memasang alat ini dan langsung mengkoneksikannya ke pusat data di Jakarta. Maksud dari SMS Gateway ini agar pemerintah dapat secara cepat mengambil tindakan penanganan dan penuntasan GB yang telah terlaporkan melalui alat ini.

(3)

kepala dinas kesehatan mereka untuk memasang fasilitas SMS Gateway ini pada web resmi pemerintah atau mobile phone kepala dinas agar tidak menampar Bupati, Walikota dan Gubernur ketika informasi GB justru diketahui terlebih dahulu oleh Pak Menteri Kesehatan di Jakarta sana!

Kedua, pemasangan fasilitas ini dimaksudkan sebagai sistem isyarat dini (early warning system/EWS) tentang adanya kasus GB di suatu wilayah puskesmas yang perlu direspon atau ditindaklanjuti secara cepat oleh semua pihak agar tidak berdampak lanjutan pada kualitas hidup si penyandang (lihat Caballero dkk, 2005). Di Kalbar sendiri, salah satu puskesmas yang sukses melaksanakan EWS ini adalah Puskesmas Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang yang oleh Presiden tahun 2011 diberikan penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima (lihat Erdi dkk, 2011). Prestasi ini diberikan Presiden karena Puskesmas Sungai Duri mempunyai manajemen kelembagaan yang baik, tidak saja dalam mendeteksi dini ibu hamil dengan resiko tinggi (Bumil Resti), tetapi juga sebagai pusat layanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat seperti disyaratkan dalam Standar ISO 9001: 2008.

Ketiga, adanya logika terbalik dimana Kota Pontianak dikabarkan menyumbang GB terbanyak kedua setelah Kabupaten Ketapang. Logika berfikir saya menunjuk satu jalan cerita bahwa terdapat korelasi antara komitmen para petugas untuk melaporkan perkembangan gizi buruk dengan kehandalan system informasi yang terbangun. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, saya berharap agar Walikota Pontianak dan juga Bupati Ketapang; serta Bupati Sambas --yang daerahnya terlaporkan memiliki penyandang GB tinggi-- tak langsung marah dengan laporan masyarakat dan petugas puskesmas yang telah komit melakukan tugas ini dengan baik dan bahkan semestinya mereka yang telah bekerja itu dapat diberikan hadiah (reward), misalnya kenaikan pangkat istimewa. Tentang persebaran bayi GB pada usia balita di Kalbar ini dapat dilihat pada web Kementerian Kesehatan RI dengan tautan ini

(4)

teknologi informasi yang tidak terlalu baik di wilayah kecamatan di kabupaten itu sehingga membuat data pelaporan GB menjadi tidak terkini atau bahkan tidak dilakukan dengan baik oleh petugasnya sehingga berkorelasi langsung pada pendataan jumlah penyandang GB. Oleh karena itu, para Bupati yang data atau laporan tentang gizi buruk di daerahnya masih rendah dan agak sedikit tidak masuk akal ini, agar tidak berbangga dulu karena saya masih yakin bahwa terdapat hal lain yang salah atau tidak bekerja dengan baik, terutama pada system pelaporan online ataupun pada efektivitas system pemantauan yang perlu ditelusuri dan diperbaiki kehandalannya.

Melihat dampaknya bagi IPM dan kualitas SDM akibat GB, agar para Bupati, Walikota dan Gubernur di Kalbar dapat kompak, sepakat dan sefaham dalam sikap, kebijakan dan tindakan; yaitu mempedomani Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 1209/Menkes/X/1998 tanggal 19 Oktober 1998 yang menyatakan untuk memperlakukan kasus kurang gizi sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan tidak lagi melihat berapa jumlah penyandangnya.

(5)

Referensi

Caballero, Benjamin; Lindsay Allen dan Andrew Prentice (Edt.). 2005. Encyclopedia of Human Nutrition. Elsevier. Amsterdam.

Erdi; Hendra Try Ardianto, Nanang Indra Kurniawan, Harlan Arkan dan Viza Juliansyah. 2012. Pengalaman Pelembagaan Puskesmas Sungai Duri Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat; dapat diakses pada tautan http://igi.fisipol.ugm.ac.id.

Rokx, Claudia; John Giles, Elan Satriawan, Puti Marzoeki, Pandu Harimurti, and Elif Yavuz. 2010. New Insights into the

Provision of Health Services in Indonesia: A Health

Workforce Study. The World Bank, Washington.

Starling, Virginia A. 2000. The Role of Nutrition in Maintaining Health in the Nation s Elderly: Evaluating Coverage of Nutrition Services for the Medicare Population. Institute of Medicine. National Academy Press. Washington.

Referensi

Dokumen terkait

tangible masih sangat buruk karena jam operasional tidak sesuai dengan yang dijanjikan, karena banyak stan yang tutup sebelum pukul 16.00 WIB. Kebersihan alat

Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan pendamping ASI yang

Kondisi gizi kurang pada balita, dimungkinkan terjadi karena interaksi dari beberapa faktor diantaranya asupan makanan yang tidak adekuat, pemberian ASI yang tidak ekslusif,

Dia tidak pernah mengharapkan untuk diminta menjadi pendamping, karena tahu, Shane masih sedikit gondok dengan sikap penentangan Kee-an atas hubungannya dengan

2020/10/31 11:10:44 PM GMT+8 Munawwarah 2018 Google Meet Dua arah (mis. zoom) Video Baik Paham Metode perkuliahan daring/online agak sedikit sulit karena tidak melihat penjelasan

Hal senada juga diungkapkan oleh Atmarita (2004) tentang status gizi anak baru masuk sekolah yang hanya sedikit sekali peningkatan status gizi yang terjadi, dengan kata lain

 Oleh karena pemakai tidak dapat langsung browsing ke jajaran maka agak sulit untuk mencari alternatif lain apabila dokumen yang diperlukan ternyata tidak sesuai dengan yang

Pada penelitian ini responden dalam memberikan porsi MP-ASI tidak sesuai.Ini disebabkan karena pengetahuan ibu tentang pola pemberian MP-ASI yang masih kurang,