• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT tentang positivismed alam filsaf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FILSAFAT tentang positivismed alam filsaf"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

FILSAFAT HUKUM

Nama : Madhina Nur Muthia NPM : 2012200272

Kelas : B

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

(2)

1 . Aliran Hukum Kodrat (Natural Law) Klasik

Aliran hukum kodrat merupakan aliran yang didasarkan atas pemikiran para filsuf Yunani kuno dengan menggunakan pendekatan kosmologis. Pendekatan kosmologis tersebut merupakan pendekatan yang tujuanya adalah untuk memahami seluruh alam semesta sebagai suatu satu kesatuan yang oleh para filsuf disebut sebagai kosmos. Karena kosmos itu berjalan secara konsisten dan tidak dapat berdiri sendiri, maka kosmos juga harus berjalan dengan

athropos dan logos.

Di tahun 594 SM, salah seorang tokoh pemikir hukum alam yang bernama Solon membebaskan rakyat miskin dari para tuan tanah dengan cara pemutihan hutang yang selanjutnya melahirkan sebuah konsep “keadilan social sebagai dasar Negara”. Solon juga menyusun suatu Undang-Undang Dasar yang menjadi cikal bakal dari demokrasi. Cita-cita yang hendak dicapai melalui konstitusi yang telah disusun oleh Solon adalah suatu kebahagiaan dengan konotasi ketertiban dan keadilan bagi seluruh masyarakat berdasarkan hukum.

Pemikiran baru yang dilakukan oleh Kleisthenes yang mengidamkan demokrasi setelah terjadinya masa pemerintahan yang tirani. Dia mencoba untuk melakukan demokrasi secara murni dan konsekuen dengan menyelenggarakan pemilihan umum yang dilangsungkan setiap tahun. Hal itu merupakan cita-cita dari asas yang menempatkan setiap orang pada kedudukan yang sama untuk membuat Undang-Undang secara konsekuen. Dampak dari pemikiran Kleisthenes yang tidak realistis tersebut, malah terjadi kekacauan karena menimbulkan perdebatan tentang hukum yang seperti yang secara langgeng dapat memberikan jaminan terhadap ketertiban umum dan keadilan bagi setiap orang.

Selanjutnya kaum Sofis menegahkan masalah teoritis mengenai hukum dan Negara kepada masyarakat. Kaum sofis ini diwakili oleh Protagoras yang bertumpu pada pemikiran skepsis dan relativisme. Dia menyatakan bahwa tidak ada suatu kebenaran yang bersifat absolut, tetapi yang ada hanyalah kebenaran yang bersifat relative sehingga segalanya harus dipertanyakan. Tidak ada hal yang secara alamiah adalah baik atau buruk, adil atau tidak adil. Yang menjadi alat ukur untuk menentukan semuanya adalah manusia. Termasuk dalam hal mana yang baik atau buruk maupun adil atau tidak adil

Dengan begitu Protagoras mengutarakan bahwa kekuatan bukanlah yang boleh menjadi suatu tolak ukur, melainkan akal yang memerintah melalui kesamaan bagi setiap orang di hadapan hukum.

2 . Positivisme Hukum Klasik

(3)

untuk menegakkan hukum, dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, didalam bukunya Reine Rechtslehre ( Ajaran Hukum Murni, 1960) dia berusaha untuk membersihkan hukum dari anasir-anasir politik dan kekuasaan. Menurut Kant konsep keadilan memang potensial ada dalam diri setiap orang. Namun, persoalannya adalah bahwa tidak setiap orang mampu menyadari dan memahami potensi itu.

Karena itu Kelsen berusaha untuk mengembalikan seluruh kompleks hukum kepada suatu kaidah dasar yang disebutnya Grundnorm. Dan diatas Grundnorm itulah dibangunnya

Stuffenbau, yang merupakan struktur hukum serta peraturan-peraturan untuk melaksanakan gagasan keadilan yang dikandung oleh Grundnorm itu sendiri. Maka dari itu, Grundnorm merupakan salah satu konsep sentral dalam ajaran Kelsen. Karena sebagai norma dasar, validitasnya tidak perlu dan tidak dapat dipertanyakan lebih jauh lagi. Yang menjadi permasalahanya, walaupun Grundnorm merupakan penentu nilai keadilan yang tertinggi, dia tidak pernah dapat dinalar sampai tuntas. Dan hal itu bahkan sudah disadari oleh Cicero 20 Abad silam ketika dia mengatakan Summun Ius, Summa Iniura namun, Kelsen menyangkal tuduhan bahwa dia akan mendirikan positivisme hukum. Lebih tepatnya adalah, dia hendak mendirikan hukum positif yang bersumber pada hukum yang murni. Hukum positif itu sendiri sifatnya dinamis. Karena itu teleology dan hermeneutic mempunyai peran bagi manusia sebagai suatu metode untuk terus-menerus menafsirkan dan merumuskan ulang hukum alam yang tidak berubah itu. Hukum alam menggambarkan citra penciptaan alam semesta sebagai konsepsi yang sempurna. Merupakan keterbatasan manusia yang terus-menerus memojokkannya agar dapat menemukan suatu jalan agar dapat menempatkan diri dalam alam yang sempurna itu. Proses yang terus-menerus itulah yang ternyata hendak ditanggapi oleh mazhab Dialektis.

3 . Positivisme Hukum Modern / Kontemporer

Aliran Positivisme Modern atau yang lazim disebut sebagai Neopositivis dikenal sebagai pendukung mazhab realis. Apabila kaum positivis mengacu kepada bidang sosiologi maka kaum neopositivis berpedoman kepada bidang Antropologi. Dalam pandangan kaum neopositivis, hukum adalah sebuah refleksi dari kebudayaan sebagai kompleks dari suatu perilaku manusia. Kebudayaan itu sendiri merupakan jawaban terhadap kenyataan bio-psikologis manusia yang berhadapan dengan alam maupun kehidupan bersama. Maka dari itu hukum merupakan rumusan dari kepentingan manusia.

Mazhab Neopositivis dapat dibagi menjadi tiga aliran,:

1.Aliran yang pertama adalah aliran Teori Analitis, yang asumsi-asumsinya dirintis oleh seorang tokoh yang bernama John Austin. Dalam pandangan Austin cukup jelas bahwa hukum harus ditemukan di dalam Undang-Undang yang diterapkan oleh penguasa yang berdaulat. Ajaran dari Austin ini kemudian dikembangkan secara kritis oleh seorang tokoh yang bernama H.L.A. Hart, terutama di dalam bukunya yang disebut tadi, yang memberi makna sosial-empiris terhadap hukum.

2. Aliran Neokantian, seperti yang diwakili oleh pemikiran Hans Kelsen, yang secara garis besar teorinya sudah pernah dikemukakan lebih dulu. Inti dari ajaran Kelsen itu pada akhirnya merumuskan hukum sebagai “tatanan normatif yang memaksa perilaku manusia”.

(4)

dialetika, dan Glastra Van Loon yang menganjurkan untuk memberi perhatian kepada kenyataan bagaimana hukum sebenarnya berfungsi dan berhadpan dengan pengharapan yang sah dari warga masyarakat.

4 . Aliran Hukum Kodrat Modern

Para sarjana yang berasal dari mazhab Neokantianisme Baden berusaha untuk melewati jurang antara bidang “ada” dan “harus” dengan keyakinan bahwa terdapat bidang yang didalamnya mengandung kedua unsur tersebut. Bidang itu adalah bidang kebudayaan, dimana didalam menemukan kebenarannya terwujud suatu kehidupan yang konkret melalui suatu unsur kebudayaan, yang disebut sebagi ilmu pengetahuan.

Gustav Radbruch menerapkan teori ini di dalam hukum. Dia mengatakan bahwa hukum adalah unsur kebudayaan, maka dari itu seperti unsur kebudayaan yang lain hukum itu mewujudkan nilai yang konkret di dalam kehdupan manusia. Sehingga kesimpulanya adalah, hukum hanya dapat berarti sebagai hukum apabila hukum tersebut merupakan suatu perwujudan dari keadilan.

Radbruch mengutarakan pendapatnya bahwa didalam pengertian hukum terdapat tiga aspek yang dapat dibedakan. Ketigannya dibutuhkan agar dapat mencapai pada pengertian hukum yang lebih memadai. Aspek pertama adalah keadilan dalam arti sempit, yang berarti keadilan ini merupakan kesamaan hak semua orang di depan pengadilan. Selanjutnya aspek yang kedua adalah tujuan keadilan, yang artinya bahwa hukum harus ditentukan isinya karena isi dari hukum memang sesuai tujuan yang hendak dicapai. Selanjutnya yang terakhir adalah kepastian hukum, yang artinya bahwa hukum mempunyai fungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Mengenai hukum alam Radbruch mengetengahkan bahwa didalamm hukum itu terdapat tuntutan dasar, yang selalu harus ditaati. Dan tuntutan yang dimaksud disini ada 3.

1. adalah bahwa setiap individu itu harus diperlakukan menurut keadilan di depan pengadilan.

2. adalah tentang hak-hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar harus diakui. 3. adalah bahwa harus ada suatu keseimbangan antara peraturan dan hukuman.

(5)

5 . Sociological Jurisprudence

Ada satu aliran yang berangkat dari ilmu sosiologis yakni aliran sosiologi hukum. Aliran sosiologi hukum didasarkan atas pemikiran tokoh America yang bernama Roscoe Pound. Aliran sosiologi hukum ini juga dikenal dengan nama “The Sociological Jurisprudence”.

Aliran dalam ilmu hukum ini berasal dari pemikiran dasar seorang hakim di Amerika Serikat yang bernama Oliver Wendel Holmes yang mengatakan bahwa “sekalipun hukum itu memang benar merupakan sesuatu yang dihasilkan lewat proses-proses yang dapat dipertanggungjawabkan menurut imperative-imperatif logika. Tetapi nyawa dari hukum itu bukan hanya logika, melainkan juga pengalaman.”. pengalaman yang dimaksud disini tak lain adalah the social, sehingga dapat dimengerti mengapa di dalam sociological jurisprudence ini, sekalipun memfokuskan kajian pada persoalan kaidah positif, tetapi faktor-faktor sosiologis yang secara realitsitis harus senantiasa juga ikut diperhatikan di dalam suatu kajian.

Berangkat dari doktrin sistem hukum common law yang mengajarkan suatu asas bahwa hakim harus pro aktif dalam menyelesaikan perkara dengan cara menciptakan hukum apabila diperlukan dan tidak berlaku hanya sebagai corong dari Undang-Undang. Dalam doktrin yang terdapat di dalam sistem civil law mengajarkan juga bahwa hakim selain bekerja secara pro aktif dalam membuat keputusan harus pula ikut memperhatikan kenyataan-kenyataan sosial. Hal itu juga relevan dengan kebutuhan hukum di dalam masyarakat yang selalu berubah, dan selanjutnya juga akan selalu fungsional di tengah perkembangan masyarakat.

Berdasarkan dari fungsi hakim yang harus pro aktif, memuncul suatu doktrin yang terbaru di dalam aliran sociological jurisprudence, yaitu “Law is A Tool of Social Engineering”. Hal itu menekankan bahawa fungsi dari hukum itu adalah sebagai suatu alat. Hal tersebut yang juga menjelaskan mengapa kajian hukum di Amerika Serikat tak hanya dalam program-program akademik,namun juga di dalam praktik-praktik peradilan terbilang cukup sensitif di dalam persoalan sosiologis. Dalam kajian maupun dalam praktiknya, peradilan cenderung mempertimbangkan tuntutan dan kenyataan yang terdapat dalam konteks sosialnya.

(6)

6 . Critical Legal Studies

Pada tahun 1920-an, paham formalisme yang sudah lama berkembang di kalangan profesi hukum di Amerika ini di kritisi. Paham anti formalisme atau yang sering disebut The Realistic Jurisprudence mengemukakan pandangan mereka yang sudah sekitar 30 tahun lambat laun kemudian mulai tidak lagi terdengar dan seakan menghilang begitu saja. Lalu pada saat terjadinya puncak dari perang Vietnam pada tahun 1970 muncul aliran social politik yang memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang didasarkan pada ajaran formalism. Para anggota dari aliran social politik tersebut menitikberatkan pada pemikiran-pemikiran yang dapat memberikan perlawanan yang lebih keras kepada kaum formalis, yang pada saat itu dinamakan The Establishment. Pada pertengahan tahun 1980-an aliran pengkritisi ajaran formalis ini mulai dikenal dengan nama The Critical Legal Studies (CLS).

Milovanovic,berpendapat bahwa didalam perkembangannya ada tiga tahap perkembangan CLS. Dia mengatakan bahwa tahapan pertama dari CLS ada pada sekitar awal dasawarsa tahun 1970-an yang dimana pada tahapan pertama ini CLS masih merupakan suatu kritikan tajam terhadap aliran kaum formalism, Selanjutnya, tahapan kedua perkembangan CLS yang berkembang pada sekitar akhir dasawarsa tahun 1970-an, aliran CLS sudah melakukan kritik terhadap kasus-kasus dengan menggunakan berbagai analisis. Yang selanjutnya menyebabkan CLS mulai memasuki tahapan akhir dari perkembangannya yang hasilnya adalah CLS menghasilkan suatu konsep, teori, dan metode kajian hukum.

Hal pokok yang menjadi masalah utama di dalam kajian CLS adalah mengenai ajaran formalisasi hukum yang dianggap tidak mempunyai fungsi bagi masyarakat, tetapi justru malah berpotensi menjadi sesuatu yang hanya bermanfaat bagi para penguasa untuk melegimitimasi dominasinya. Dengan focus terhadap kajian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa politik dan hukum itu tidak ada suatu batasan pemisah yang jelas. Hukum seolah-olah hanya sebagai alat politik dari para penguasa untuk menjalankan menjalankan kegiatan politiknya karena hukum identik dengan motif-motif politik.

Sebenarnya para pemikir CLS ini tidaklah bermaksud untuk merubah secara besar hukum nasional yang dianggap tidak mementingkan rasionalitas-substantif. Namun sebenarnya hanya bermaksud untuk melakukan suatu konstruksi ulang terhadap cabang-cabang hukum yang secara praktis tidak bermanfaat yang selanjutnya dilanjutkan dengan dikonstruksikan ulang. Dengan tujuan tersebut, maka para tokoh CLS mulai mencoba menengahkan visi-visi mereka tentang tatanan masyarakat dan tatanan hukum di masa yang akan datang. Rekonstruksi ulang yang dilakukan didasari atas kebijakan “pembalikan hierarki” serta upaya untuk menemukan metode baru untuk menafsirkan ulang maksud yang terkandung didalam suatu norma hukum. Rekonstruksi ulang yang dilakukan juga harus dapat melihat pihak-pihak yang selama ini terabaikan.

Seorang tokoh yang cukup terkenal dalam menyuarakan suaranya tentang rekonstruksi yang bernama Roberto Unger, menuliskan kegiatan konstruksi ulangnya dalam bentuk aliran untuk melakukan gerakan menuju ke suatu yang dinamakan sebagai

(7)

yang harus diakui itu dapat menggugah dan membangun suatu birokrasi kekuasaan yang bekerja sesuai dengan fungsinya.

Tetapi Unger sendiri sebenarnya tidak mempunyai maksud untuk menghancurkan birokrasi kekuasaan yang sudah ada karena bagaimanapun juga di dalam suatu kehidupan bernegara memang dibutuhkan. Tetapi menurutnya hal yang lebih dibutuhkan lagi adalah adanya suatu keputusan yang lebih peka. sehingga poses konstruksi ulang juga harus dimaknai sebagai proses rekontruksi ulang yang positif.

7 . Studi Hukum dan Masyarakat (Law and Society)

Aliran ini sebenarnya masih memiliki keterkitan dengan aliran “Critical Legal Studies” Roberto Unger yang memfokuskan pada upaya Dekontruksi dan Rekontruksi ini adalah sebuah aliran pemikiran yang diciptakan oleh mereka yang memfokuskan pada masalah-masalah perempuan dalam pencaturan hukum, yaitu kelompok yang ingin mencoba mengembangkan teori-teori kritik yang secara lebih khusus memfokuskan pada pembahasan masalah perempuan, dengan menggunakan teori dan konsep tersendiri yang selanjutnya lebih dikenal sebagai “The Feminist Jurisprudence”

Dekontruksi yang dianjurkan dan dikerjakan di dalam aliran ini berlangsung berdasarkan kebijakan “pembalikan Hierarki” dan dari upaya penemuan sebuah metode baru untuk melakukan penafsiran ulang tentang maksud yang terkandung di dalam norma hukum.

(8)

8 . Teori Keadilan Dari John Rawls

Menurut John Rawls teori keadilan adalah teori yang merupakan suatu hasil dari kejujuran manusia sebagai seorang manusia, suatu pendirian yang tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan sampingan lain. Keadilan yang didasarkan atas kejujuran

(Justice as Fairness) ini diungkapkan oleh Rawls didalam teorinya tentang keadilan. Menurut Rawls masyarakat yang ada belum diatur dengan baik, masyarakat diharuskan kembali kepada posisi asli mereka agar dapat menemukan suatu prinsip keadilan yang benar. Posisi asli ini adalah suatu keadaan dimana seorang manusia sedang berhadapan dengan manusia yang lainnya. Pada dasarnya posisi ini adalah suatu posisi yang fiktif sehingga tentu saja tidak mungkin manusia dapat melepaskan diri secara pribadi dalam keadaan kepribadian yang sebenarnya. Maka dari itu apabila bertolak dari posisi asli ini,orang akan sampai pada suatu persetujuan asli (original agreement) mengenai prinsip-prinsip keadilan, yang kaitanya tentang pembagian hasil hidup secara bersama.

Menurut Rawls,terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar manusia dapat sampai pada posisi aslinya.

1. Pertama adalah segala abstraksi dari sesegala sifat individual seseorang mampu untuk sampai pada suatu pilihan yang unanaim tentang prinsip-prisnsip keadilan.

2. Yang kedua adalah apabila diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih dengan semangat keadilan, maka sikap ini sebenarnya bertepatan dengan sikap rasional yang diharapkan dari seorang yang bijaksana.

3. Yang ketiga adalah apabila diandaikan bahwa setiap orang pertama-tama suka mengejar kepentingan individualnya dan baru kemudian kepentingan umum.

Rawls berpandangan bahwa kecenderungan dari seseorang untuk mengejar kepentingaan individualnya tidak menjadi suatu penghalang untuk menentukan prinsip-prinsip keadilan. Karena jika seseorang harus dihadapkan pada suatu keadaan yang cukup serius, yaitu bagaimana masa depannya bersama orang lain paling terjamin. Karena dalam mempertimbangkan situasi tersebut, seseorang akan mempertimbangkan bahwa mungkin ia akan termasuk kedalam golongan yang paling lemah di dalam masyarakat. Sehingga demi kepentingan individual orang-orang yang tinggal di situasi asli akan memilih prinsip-prinsip keadilan yang tepat, sehingga dapat menimbulkan pilihan yang baik seperti apa yang

diharapkan daalam masyarakat.

Dengan mengambil posisi asli menurut pedoman yang disebutkan, maka akan sampai pada dua prinsip yang sangat fundamental untuk pembentukan masyarakat yang adil. Yang pertama adalah prinsip kesamaan, yaitu masing-masing pribadi mempunyai hak akan suatu sistem total kebebasan-kebebasan dasar yang sebesar mungkin, sejauh sistem kebebasan itu dapat disesuaikan dengan sistem kebebasan yang sama besar bagi orang lain. Kedua adalah prinsip ketidaksamaan, yaitu situasi dimana harus diberikan suatu aturan yang sedemikian rupa sehingga muncul suatu kondisi yang paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Arief. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung : Mandar Maju,2000 2. Kusumohamidjojo, Budiono. Filsafat Hukum. Ketertiban yang Adil. Bandung:

Mandar Maju,2011

3. Tebbit, Mark. Philosophy of Law. A Very Short Introduction. 2nd Edition.

London:Routledge,2000

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penambahan dua variabel yang mewakili fungsi tubulus tersebut, diharapkan formula baru ini dapat menghasilkan nilai LFG yang lebih mendekati nilai baku emas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat khususnya masyarakat sekitar gunung merapi mengenai Bunker dengan dinding beton mutu

The organization of this paper will be as follows: (1) introduction; (2) literature review which consists of discussions about the basic concept of zakat in the Qur’an, the

Satu hal yang menggembirakan bahwa pada tanggal 26 Oktober 2010 DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Gerakan Pramuka menjadi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kota Jambi menempati peringkat pertama dalam kinerja pembangunan secara keseluruhan, diikuti oleh dari Tanjab Barat dan

The results of this research is the support of top management, data quality and knowledge level of human resources SIMDA has positive effect on

Indikator kinerja daerah dibagi menjadi 3 (tiga) aspek yaitu; aspek kesejahteraan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intellectual capital terhadap kinerja penjualan melalui inovasi produk sebagai variabel intervening pada UKM