• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Melatar Belakangi Keputusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor yang Melatar Belakangi Keputusan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor yang Melatar Belakangi Keputusan SAD Beralih ke Sistem Mata Pencaharian Pertanian Menetap di Dusun III Senami Desa Jebak Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari

Eko Setianto

Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Jambi Prodi Ilmu Lingkungan

Abstrak

SAD merupakan salah satu sebutan diri bagi komunitas adat yang hidup dalam hutan di Provinsi Jambi. Dusun III Senami Desa Jebak terdapat sekelompok masyarakat yang menamai dirinya sebagai SAD. Dimana kebiasaan mereka dalam mempertahankan hiupnya sekarang sudah tidak lagi memanfaatkan hasil hutan seperti berburu, meramu dan berladang berpindah, akan tetapi mereka sudah melakukan sistem mata pencaharian menetap seperti berkebun karet, membuat arang, dan membuat anyam-anyaman dari rotan. Perubahan sistem mata pencaharian ini tidak berubah begitu saja, sehingga dalam penelitian ini bertujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem mata pencaharian yang pernah dilakukan sebelum dan sesudah menetap dan untuk mengetahui faktor yang melatar belakangi keputusan SAD untuk beralih ke sistem mata pencaharian menetap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, lokasi penelitian dilakukan di Dusun III Senami Desa Jebak yang terfokus kepada SAD yang melakukan sistem mata pencaaharian menetap. Instrument yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam. Dari hasil penelitian ini bisa diketahui bahwa sistem mata pencaharian sebelum menetap adalah berburu, meramu, berladang berpindah dan memanfaatkan sumber daya hutan yang lainnya, sementara sistem mata pencaharian yang dilakukan sesudah menetap adalah berkebun karet, membuat arang didalam hutan dan membuat anyam-anyaman dari rotan. Sementara itu faktor yang melatar belakangi beralihnya sistem mata pencaharian SAD untuk melakukan sistem mata pencaharian menetap ada tiga faktor yaitu adanya program pemerintah melalui transosial, adanya faktor lingkungan yang terfokus kepada sumber daya lahan dan hutan, dan faktor imigrasi dan lapisan masyarakat.

Kata Kunci : SAD, Sistem mata Pencaharian, Faktor Keputusan

PENDAHULUAN

Perkembangan peradaban manusia yang diikuti dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi dewasa ini, masih terdapat pola hidup yang terbelakang dan terasing pada suatu kelompok masyarakat di Provinsi Jambi. Dimana kelompok ini sering di sebut SAD atau Masyarakat Suku Anak Dalam, (KKI Warsi, 2010).

Departemen Sosial mengklasifikasikan masyarakat SAD sebagai masyarakat adat dengan salah satu karakteristiknya yang menonjol yaitu bahwa mereka masih menjaga tradisi peninggalan nenek moyangnya. Berdasarkan tradisi dan kebudayaan Masyarakat SAD, nenek moyang mereka melakukan kegiatan berburu dan meramu bahan makanan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan hidup.

Realita di lapangan dan berdasarkan studi literatur menjelaskan bahwa ternyata ada kelompok masyarakat SAD yang tidak lagi hanya

mengandalkan sumberdaya alam melalui berburu dan meramu dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ada kelompok masyarakat SAD yang melakukan usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan bercocok tanam.

(2)

lain atau masyarakat sekitar. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat SAD di Dusun III Senami Desa Jebak tidak lagi memanfaatkan hasil hutan seperti berburu meramu ataupun berladang berpindah-pindah, akan tetapi mereka sudah melakukan ataupun mengusahakan tanaman perkebunan seperti tanaman karet. Sampai saat ini mereka sudah menikmati hasil dari taman karet dan mengarang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menetapnya masyarakat SAD ini terbukti dengan Tabel 1, yang menerangkan beberapa sistem mata pencaharian masyarakat SAD tersebut. Dengan menetapnya sistem mata pencaharian masyarakat SAD yang ada di Dusun III Senami Jebak maka secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang melatar belakangi keputusannya untuk melakukan sistem mata pencaharian menetap.

Tabel 1: Data Kuantitatif Mata pencaharian masyarakat di Desa Jebak Kecamatan

Sumber : Profil Desa Jebak Tahun 2009

Pengambilan keputusan ini tidak begitu saja dilakukan tanpa adanya alasan-alasan tertentu, dan saat ini sepertinya masyarakat SAD cenderung melihat bahwa pertanian menetap lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan sistem mata pencaharian yang lainnya (berburu, meramu dan berladang berpindah). Pilihan yang dominan terhadap sistem mata pencaharian menetap memunculkan pandangan tersendiri terhadap fenomena ini. Mengapa masyarakat SAD sangat berminat untuk melakukan sistem mata pencaharian menetap dibandingkan dengan berburu, meramu dan

berladang berpindah-pindah. Apa yang melatar belakangi masyarakat SAD terhadap sistem mata pencaharian menetap sehingga mengambil keputusan untuk melakukan sistem mata pencaharian menetap.

Berdasarkan uraia diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah 1). Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat SAD sebelum dan sesudah menetap, 2). Faktor apa yang melatar belakangi keputusan SAD beralih ke sistem mata pencaharian pertanian menetap?

METODE PENELITIAN

Ruang lingkup dari penelitian ini dilakukan di Dusun III Senami Desa Jebak Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari. Lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja (Purposiv), dengan pertimbangan bahwa kelompok SAD ini telah hidup menetap dan melakukan sistem mata pencaharian pertanian menetap, selain itu kelompok SAD ini juga sudah berbaur dengan masyarakat pendatang dari beberapa etnis.

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Data/Informasi mengenai sistem mata pencaharian yang pernah dilakukan SAD 2. Data/Informasi mengenai sistem mata

pencaharian menetap yang dilakukan

3. Sejararah sistem mata pencaharian yang pernah dilakukan sampai dengan adanya sistem mata pencaharian pertanian menetap. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari informan dilapangan melalui wawancara dan observasi, dan data skunder yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah, hasil-hasil penelitian, dan instansi pemerintah.

(3)

adat, serta SAD Dusun III yang sudah melakukan sistem mata pencaharian pertanian menetap, 2) Perangkat desa yaitu Kepala Desa, Kepala Dusun dan beberapa masyarakat non SAD.

Dalam pengumpulan data/informasi di lapangan instrument yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam dan dalam penelitian ini menggunakan teknik bola salju (Snowball) dalam pemilihan informan. Teknik ini digunakan ketika informan merekomendasikan untuk mewawancarai informan lainnya yang dinilai dapat memberikan informasi tambahan dan informan yang dimaksud memiliki data/informasi yang lebih lengkap dan akurat.

Data yang diperoleh melalui kajian ini merupakan data kualitatif dan yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus (Sitorus dan Agusta, 2004 dalam Muchlis, 2009). Analisis data penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Diantaranya mengikuti tiga jalur yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1994, dalam Muchlis, 2009).

Konsepsi pengukuran dari penelitian ini adalah 1) Karakteristik SAD berdasarkan sistem mata pencaharian hidup yaitu ; a) Sistem mata pencaharian yang dilkukan sebelum menetap, b) Sistem mata Pencaharian yang dilakukan setelah menetap, 2) Faktor yang melatarbelakangi keputusan SAD beralih ke sistem mata pencaharian pertanian menetap yaitu a) Program pemerintah melalui trans social, b) Lingkungan yang terfokus kepada lahan dan hutan yang semakin habis dan sempit, c) adanya migrasi dan Lapisan Masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pola Kehidupan dan Aktifitas SAD Berburu

Kegiatan berburu adalah kegiatan mencari binatang buruan untuk pemenuhan konsumsi

protein, kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama ataupun seorang diri. Alat yang digunakan kujur, teruk, dan serampang, jerat, dan senjata api rakitan atau sering disebut dengan kecepek. Binatang yang sering menjadi incaran perburuan adalah babi, kancil, rusan dan sebagainya.

Sementara masyarakat SAD Dusun III Senami yang dijadikan sampel dalam penelitian sudah sangat jarang sekali melakukan perburuan binatang, mungkin hanya sekali-sekali saja mereka melakukannya, dan itupun tidak semua melakukan. Hal ini dikarenakan tidak adanya lagi hutan yang bisa dijadikan tempat berburu, dikarenakan hutan Tahura yang ada di Senami ini sudah tidak boleh diadakan kegiatan perburuan oleh dinas kehutanan. Selain itu juga binatang-binatang yang biasa mereka buru juga semakin habis karena dimana-mana sudah dibuka lahan pertanian baik perkebunan kelapa sawit milik masyarakat maupun perusahaan dan perkebunan karet mereka.

Meramu

Meramu adalah aktivitas SAD dalam mencari berbagai jenis tanaman baik untuk obat-obatan maupun untuk di konsumsi atau dijual ke Desa-Desa sekitar hutan. Tanaman yang hanya digunakan untuk konsumsi sendiri seperti mencari gadung (gedung). Ini adalah jenis tanaman umbi-umbian yang beracun. Dengan pengelolaah yang panjang dan rumit dan penuh ke hati-hatian gadung dapat dikonsumsi sendiri. Jenis tanaman lainnya adalah tanam-tanaman obat seperti pasak bumi (sempedu tano). Jenis tanaman ini berfungsi untuk mengobati penyakit malaria maupun demam. Masih banyak tanaman obat lainnya yang diramu untuk dijadikan obat-obatan di kalangan SAD.

(4)

Disamping itu ada juga madu yang ada di pohon sialang. Musim madu terdiri antara 1 – 2 tahun sekali. Pada saat itu mengambil atau mencari madu adalah aktivitas yang begitu menyenangkan. Disamping bisa dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri, selain itu banyak juga orang-orang Desa yang selalu memesan madu kepada SAD. Pada masa-masa lampau perdagangan SAD dengan orang diluar lingkungan mereka hanya bersifat barter atau tukar menukar barang, tetapi untuk saat ini mereka sudah mengenal uang dan telah menggunakannya untuk membeli barang-barang kebutuhan mereka.

Bercocok Tanam

Walaupun SAD dikenal sebagai masyarakat dengan pola hidup yang nomaden, bertani adalah bagian penting yang saat ini mereka kembangkan. Tentunya ada yang banyak melatar belakangi lahirnya aktifitas pertanian mereka. Memang sejak nenek moyang SAD mereka telah terbiasa dalam kegiatan pertanian dan ini dapat terlihat berbagai tabu yang dipantangkan ketika aktivitas pertanian berlangsung. Tetapi itu hanya dalam sekala kecil.

Untuk saat ini pergerakan perladangan dari dusun dengan cara pembukaan hutan dan maraknya illegal logging yang berkembang pesat menyembabkan SAD lebih bersifat aktif dalam pemanfaata hutan yang intinya ditujukan untuk menghambat pergerakan perladangan dan illegal logging lebih jauh ke dalam hutan. Kegiatan pertanian yang dilakukan adalah menanam padi, ubi, cabai sebagai pemenuhan kebutuhan harian, dan juga karet sebagai pemenuhan ekonomi jangka panjang. Penanaman karet adalah sebagai hompongon yaitu pagar atau pembatas gerak orang dusun merambah jauh ke dalam hutan dilakukan di kawasan-kawasan yang berbatasan langsung dengan Desa.

Karet yang ditanam adalah karet hutan atau karet kampung yang dipahami memiliki ketahanan

terhadap penyakit. Walaupun panen baru dapat dilakukan setelah usia karet mencapai 9 – 10 tahun tetapi yang utama adalah pencagahan terhadap meraknya pembukaan dan bahkan penjualan lahan hutan oleh masyarakat dusun secara besar-besaran terlebih lagi kuatnya arus illegal logging. Seperti hasil-hasil hutan lainnya, getah karet juga dijual kepada toke-toke yang berada di Desa, terutama kepada para jenang di dusun, orang yang dianggap memiliki kekuatan hukum dan kekuasaan oleh SAD.

2. Mata Pencaharian Sebelum Menetap Bagi masyarakat Dusun Senami III, sebelum ada proyek pembangunan yang dilakukan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jambi 1975, dimana pada saat itu komunitas Adat terpencil ini masih tinggal di dalam hutan secara terpisah pisah sesuai dengan kelompok mereka dalam memanfaatkan hasil hutan dan sumber daya alam yang lain seperti mencari ikan di sungai, meramu buah-buahan dan obat-obatan dihutan, mencari kayu dan rotan, serta berburu. Dan dari sinilah mereka mempertahankan hidup, mereka mencari nafkah dengan memanfaatkan hasil hutan yang kemudian mereka tukar dengan orang luar yang berada di luar hutan dengan kebutuhan mereka sehari-hari seperti gula, kopi, beras, garam, pakaian dan yang lainnya.

Nenek moyang SAD mengajarkan kepada anak cucunya untuk belajar dari alam sekitar, dan juga haris bisa mengolah hasil alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bebalam, bejernang, mencari rotan dihutan, dan mencari

damar”. Beberapa mata pencarian diatas seperti

bebalam, bejereng dan bedamar untuk saat ini tidak lagi mereka lakukan karena adanya peraturan dari pemerintah yang melarang aktivitas didalam hutan.

(5)

bekerja sebagai penyadap karet di ladang milik orang atau kebun mereka sendiri, mengarang, serta membuat anyam-anyaman dari rotan. Dalam sistem usahataninya atau pembudidayaannya mereka tidak mempunyai pengetahuan yang baik atau bisa dibilang tidak sesuai dengan sistem dan tata cara penanaman dan perawatan karet yang baik sesuai dengan ilmu pertanian. Mereka menanamnya menggunakan bibit yang asal-asalan dan tidak teratur dalam menanamnya. Dalam sistem perawatannya mereka tidak menggunakan pupuk dan tidak dibersihkan dari gangguan pohon-pohon dan rumput-rumput liar yang tumbuh disekelilingnya. Akan tetapi tidak semua SAD yang seperti itu dalam pembudidayaan tanaman karet, masih ada sebagian juga yang menanam dan merawat karetnya dengan teratur dan bagus. Walaupun demikan sampai saat ini mereka sudah bisa menikmati hasil dari karet tersebut. Biasanya karet yang dikumpulkan lalu dijual kepada pembeli atau tengkulak, namun mereka biasanya tidak terikat dengan tengkulak.

Pekerjaan yang lainnya yang yaitu mengarang, mereka yang bekerja sebagai pengarang, lebih banyak menghabiskan waktunya di hutan. Mereka biasa membakar kayu sisa atau sisa pohon untuk dijadikan arang. Supaya tidak terjadi kebakaran hutan, mereka harus menunggu sampai proses pembakaran kayu selesai, lalu membiarkan arang sampai dingin. Kemudian arang dikumpulkan dan dimasukkan ke karung. Pekerjaan ini menyita banyak waktu, oleh karena itu tidak heran jika warga yang mengarang jarang di rumah, karena mereka sampai menginap di hutan.

Selain menyadap karet dan mengarang, beberapa masyarakat SAD ada juga yang membuat anyam-anyaman dari rotan yang kemudian dijual. Kegiatan membuat anyaman dari rotan ini dulunya diawali oleh beberapa mahasiswa Universitas Jambi yang mengikuti program kreatifitas mahasiswa.

Dengan maksud memberdayakan SAD maka mereka membimbing dan mengarahkan SAD untuk membuat anyam-anyaman dari rotan ataupun tembikar dan kemudian dibeli oleh mahasiswa unja tersebut. Sehingga sampai saat ini sudah ada beberapa orang SAD yang memperoleh pendapatan dari hasil anyaman rotan tersebut.

4. Faktor yang melatar belakangi keputusan masyarakat SAD beralih ke sistem mata pencaharian pertanian menetap

Program Pemerintah (Transosial)

SAD yang juga dikenal sebagai Suku Kubu, adalah salah satu komunitas adat terpencil di Provinsi Jambi. Mereka tinggal secara berpindah-pindah di hutan pedalaman, jauh dari hiruk pikuknya kota. Begitu terpencilnya, sehingga alat transportasi pun sulit menjangkau lokasi tempat mereka tinggal.

Menurut keterangan seorang responden pada waktu penjajahan jepang dulu cara hidup SAD masih amat terbelakang. Baik lelaki maupun perempuan hanya mengenakan pakaian dari kulit kayu sebagai penutup tubuh. Untuk bertahan hidup, mereka hanya menggantungkan diri dari hasil hutan. Seperti bercocok tanam dengan cara berpindah-pindah, menangkap ikan, ataupun berburu. Rumah tempat mereka tinggal yang biasa disebut sudung, hanya terdiri dari atap rumbia, dengan lantai anak kayu. Tanpa dinding. Di sudung inilah mereka berkumpul bersama keluarga, bahkan dengan hewan-hewan piaraan pula. Namun keberadaan SAD kini mulai terancam. Hutan belantara yang selama ini mereka huni, mulai terkikis.

(6)

pemerintah, anggota komunitas adat terpencil ini mulai bersentuhan dengan kehidupan biasa.

Sentuhan peradaban pada diri SAD, antara lain terlihat dari pakaian yang mulai digunakan sebagian kecil warganya. Walaupun seadanya dan seringkali dipakai hanya pada saat mereka bertemu orang luar. Kepada SAD ini diberikan pengertian, agama mengajarkan manusia untuk menutup aurat. Mereka juga diberi pengertian, pakaian memberi perlindungan pada tubuh, dari cuaca maupun hewan dan tumbuhan. Mereka pun mulai mengenal mandi yang sesungguhnya, yaitu setiap hari, dengan menggunakan sabun.

Perubahan nyata lainnya terlihat pada rumah tempat tinggal mereka. Sebagai pengganti sudung tempat mereka tinggal sebelumnya, setelah adanya program pemerintah tersebut maka sebagian dari tempat tinggal mereka sudah berubah menjadi semi permanen seperti yang ditempati oleh masyarakat biasa pada umumnya.

Perlahan mereka pun mulai diajarkan berladang dan bercocok tanam, hal ini terbutkti dengan adanya bantuan dari pemerintah berupa lahan seluas dua hektar untuk satu keluarga dari hutan lindung yang ada di kawasan bermukimnya SAD tersebut atau di sekitar Desa Jebak. Pemberian bantuan lahan ini dimaksudkan pemerintah untuk pembebasan areal hutan sebagai salah satu program pemerintah untuk memberdayakan masyarakat SAD ini.

Disisi lain masyarakat SAD yang menerima program pemerintah tersebut perlahan-lahan mengikuti dan melakukan apa yang diajarkan oleh pemerintah. Dan pada waktu itu sebagian dari mereka sudah mulai berkebun yaitu menanam karet. dan untuk saat ini mereka sudah bisa menikmati dari kebun karet yang mereka usahakan, dari hasil karet itulah masyarakat SAD bisa menghidupi keluarganya.

Faktor Lingkungan (Lahan & Hutan)

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah pemilihan sistem mata pencaharian. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.

(7)

pemerintah kemudian melarang masyarakat yang ada di sekitar tahura beraktivitas di dalam hutan, baik itu melakukan perladangan maupun mencari kayu. Sehingga SAD yang biasanya mencari sumber kehidupan didalam hutan tersebut untuk sekarang ini tidak lagi dilakukannya.

Dengan fenomena yang seperti ini maka masyarakat SAD Dusun III Senami tidak mempunyai pilihan lain untuk terus hidup selain meneruskan kegiatan berladang didalam kebun yang masih mereka miliki, mereka melakukannya karena tidak ada pilihan lain. Sementara itu mereka mengetahui kegiatan pertanian dari nenek moyangnya, pemerintah dan para imigran yang kemudian menetap di sana. Dari pengetahuannya inilah maka SAD yang ada di Dusun III Senami melakukan sistem mata pencaharian pertanian menetap seperti menanam karet. Mereka memilih tanaman karet karena menurut mereka menanam karet tidak membutuhkan banyak modal dan pemeliharaannya sangat mudah. Selain menam karet juga ada beberapa orang SAD yang menanam kelapa sawit, membuat arang dihutan, membuat anyam-anyaman dan lain-lain.

Faktor Imigrasi & Lapisan Masyarakat

Dalam suatu wilayah pemukiman tidak terlepas dari adanya lapisan masyarakat yang terdiri dari beberapa suku didalamnya, baik itu masyarakat asli, pendatang dan yang lainnya. Datanganya masyarakat ke suatu daerah pasti akan mempengaruhi dari kelangsungan hidup masyarakat asli atau penduduk yang sudah tinggal disuatu daerah sebelumnya.

Negara yang masyarakatnya bercorak “plural society” seperti Indonesia, pengetahuan tentang

interaksi sosial yang terjadi antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya sangatlah penting. Dengan mengetahui dan

memahami perihal kondisi yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk interaksi sosial tertentu.

Sedangkan pengertian “interaksi sosial” dalam

artian umum dimaksudkan sebagai hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antarperorangan, antarkelompok, dan antara perorangan dengan kelompok manusia.

Begitu pula seperti apa yang dialami oleh masyarakat SAD yang ada di Dusun III Senami Desa Jebak Kecamatan Tembesi ini. Masyarakat SAD ini sebelum adanya program pemerintah dan adanya pendatang yang kemudian tinggal di Desa Jebak, mereka masih hidup terbelakang. Hidupnya berkelompok, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari mereka mengandalkan hasil hutan seperti berburu, meramu dan berladang berpindah-pindah. Setelah adanya program pemerintah dan adanya pendatang inilah maka masyarakat SAD kemudian bisa mulai memperbaiki kehidupannya, secara berangsur-angsur mereka sudah bisa menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan masyarakat yang datang dan tinggal di sekitar mereka. Kemudian merekapun akhirnya bisa berbaur dan hidup bermasyarakat antara SAD dan pendatang.

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

1. Sistem mata pencaharian yang dilakukan SAD sebelum menetap adalah berburu, meramu, berladang berpindah dan memanfaatkan hasil hutan.

2. Faktor yang melatar belakangi beralihnya sistem mata pencaharian masyarakat SAD dusun III Senami Desa Jebak ke sistem mata pencaharian pertanian menetap ada tiga yaitu adanya pemerintah melalui bantuannya yaitu trans social, lingkungan yang terfokus kepada lahan dan hutan, serta adanya imigrasi dan lapisan masyarakat. b. Saran

1. Perlu diadakan program pemerintah kembali terkait dengan penambahan wawasan dan pembinaan berkelanjutan tentang pertanian.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai SAD, untuk melengkapi dan

menyempurnakan penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Jambi Dalam Angka. BPS Provinsi Jambi.

Eliyati, dkk. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Pertanian. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi

Muchlis, fuad. 2009. Kredibilitas Fasilitator dan Komunikasi Partisipatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Implementasi PNPM Mandiri PeDesaan di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi)

Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Saudagar, Fachrudin. 2005. Data Base Komunitas Adat Terpencil (KAT) Di Provinsi Jambi. FKIP Universitas Jambi, Jambi

Gambar

Tabel 1: Data Kuantitatif Mata pencaharian masyarakat di Desa  Jebak Kecamatan Muara Tambesi Kab.Batanghari

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Akhir yang telah saya buat ini dengan judul “Alat Pemilah Pecahan Uang Kertas Menggunakan TCS3200 Berbasis Arduino Mega2560 ”

Tingkat Kabtqxaen diverifikasi dan disahkan oleh Bupati/

Hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat kepuasan siswa atas pembelajaran oleh guru-guru yang telah bersertifikasi di SMA Negeri 1 Kartasura belum memuaskan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi pupuk organik cair dari limbah sayuran terhadap pertumbuhan tanaman krisan ( Chrysanthemum

Penjelasan dari judul Peningkatan Hasil Belajar IPS materi Keragaman Sosial dan Budaya dengan menggunkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together

Hasil penelitian ini yang menegaskan bahwa flavonoid fraksi etanol sarang semut menghambat proliferasi sel kanker lidah SP-C1 didukung secara teoritis, bahwa flavonoid

kenaikan enthalpinya, sehingga Q=H.Sedangkan untuk non flow process pada tekanan P konstan.. Panas penguraian yaitu panas yang terjadi atau diperlukan oleh satu mol

3 Izin-Izin ● Kontraktor harus mengajukan ijin pelaksanaan terlebih dahulu dalam setiap item pekerjaan yang akan dilaksanakan dengan dilampiri gambar Shop Drawing dan Form