Peningkatan Kemampuan Memahami Tata Cara Ibadah Haji
Menggunakan Metode
Numbered Head Together
pada Siswa Kelas V di MI
Al-Hidayah Margorejo Surabaya
Abstrak: Pada pembelajaran Fiqih di kelas V MI Al-Hidayah, ditemukan fakta bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi tata cara haji. Berdasarkan data hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fiqih, diperoleh data bahwa dari 15 peserta didik hanya 30% yang dapat memahami materi tata cara haji. Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang tertarik dengan materi yang disampaikan dan merasa bosan karena guru menggunakan metode konvensional dalam mengajar. Untuk mengatasi masalah sebagaimana dijabarkan di atas, peneliti menerapkan metode Numbered Head Together (NHT). Ada 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yakni bagaimana peningkatan kemampuan memahami tata cara haji dengan mengguna-kan metode Numbered Head Togother dan bagaimana penerapan metode ini dalam meningkatkan kemampuan memahami tata cara haji. Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas dengan model Kurt Lewwin yang terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Adapun instrumen yang digunakan adalah bentuk tes (pre-test dan post-test). Penelitian ini dilakukan sebanyak satu siklus dengan pertimbangan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi haji setelah siklus I telah meningkat dan melebihi standar ketuntasan minimal yang ditetapkan, yakni sebesar 85%.
Kata Kunci: PemahamanTata Cara Haji, Metode Numbered Head
Togother
PENDAHULUAN
memperbaiki nasib dan peradaban manusia. Pendidikan menjadi salah satu tolak ukur dari kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu optimalisasi ketercapaian tujuan pendidikan merupakan sebuah hal yang penting.
Proses pendidikan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Di rumah, seorang anak berada di bawah pengawasan dan pengajaran orang tua dan masyarakat sekitar, sementara proses pendidikan yang berlangsung di sekolah, melibatkan peran serta guru. Sebagai seorang pendidik, seorang guru diharapkan menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Dan sebagai seorang pengajar, peran guru dalam proses transfer of knowledge sangat dibutuhkan sehingga peserta didik dapat memahami materi yang disampaikan.
Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fiqih, diperoleh informasi bahwa dari 15 peserta didik, hanya 30% yang dapat memahami materi tata cara haji, sedangkan 70% lainnya belum sepenuhnya memahami materi tersebut. Hal ini dikarenakan guru menggunakan metode konvensional dalam mengajar sehingga peserta didik kurang tertarik dan merasa bosan; peserta didik lebih banyak menghafal pengertian haji, ketentuan haji, hukum haji, waktu haji dan cara melaksanakan haji. Pelajaran fiqih merupakan bagian dari cabang ilmu pendidikan agama Islam yang membahas tentang berbagai hukum yang menjadi penuntun bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan. Dengan mengoptimalkan penguasaan peserta didik terhadap materi-materi ini, diharapkan akan terbentuk pribadi seorang muslim yang baik dan beriman sehingga terwujudlah harapan utama sebagai sosok insan kamil dalam kehidupan. Berdasarkan masalah yang dipaparkan diatas, diperlukan metode yang inovatif dan kreatif sehingga peserta didik merasa tertarik dalam menerima dan memahami materi pelajaran. Metode Numbered Head Together diyakini sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan persoalan tersebut, khususnya dalam pembelajar-an fiqih. Menurut Rahayu, Numbered Head Together adalah suatu metode yang lebih mengedepankan aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber sampai kepada mempresentasikan hasilnya di depan kelas.
Secara umum, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam menerapkan strategi pembelajaran baru, tepat, kreatif, inovatif dan variatif. Bagi peserta didik, diharapkan akan memotivasi mereka untuk mengikuti pembelajaran dengan baik sehingga lebih mudah dalam menerima dan memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Kajian ini diharapkan juga akan semakin memperkaya pengalaman guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang efektif dan variatif dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik menjadi lebih aktif dan mudah memahami materi pembelajaran. Bagi penulis, kajian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan sehingga akan memperkaya referensi penulis dalam menentukan metode yang tepat dalam pembelajaran Fiqih.
KERANGKA KONSEPTUAL
Pemahaman
Pemahaman merupakan proses berpikir dan belajar, karena untuk sampai pada tahap pemahaman perlu proses belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami (Porwadarminta, 1991: 636). Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, sehingga dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memper-kirakan, menentukan, dan mengambil keputusan (Purwanto, 1997: 44).
Pada ranah kognitif, memahami merupakan level yang lebih tinggi daripada sekedar mengetahui. Definisi lain terkait pemahaman, dikemukakan oleh Anas
Sudijono sebagai “kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat”. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan
hafalan” (Sudijono, 1996: 50). Menurut Saifuddin Azwar, dengan memahami,
berarti sanggup menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan membedakan (Azwar, 1987: 62).
Sedangkan menurut W. S. Winkel, yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti mendeskripsikan rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dari data tertentu, seperti dalam grafik (Winkel, 1996: 246).
membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan. Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman, seseorang tidak hanya bisa menghafal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari.
Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan peserta didik sampai pada
tahapan “pemahaman” antara lain; 1) faktor internal, yakni faktor jasmaniah, faktor psikologis, faktor pematangan fisik atau psikis, faktor pengalaman, dan faktor intelegensia, 2) faktor eksternal, yakni faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, faktor lingkungan spiritual, faktor pendidikan, dan faktor pekerjaan.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman siswa antara lain; memperbaiki proses pembelajaran, mengadakan bimbingan belajar, menumbuhkan semangat belajar, memberikan umpan balik dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar, melakukan remedial, dan menerapkan metode pembelajaran yang variatif.
Tata Cara Haji
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke-lima, yang diisyaratkan atau diwajibkan kepada umat Islam pada tahun ke-10 Hijriyah. Pengertian haji bila ditinjau dari segi bahasa ialah al-Qoshdu artinya menyengaja, maksud dan tujuan.
Menurut istilah syara’, haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) di Makkah Al -Mukarroma dengan maksud beribadah dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Ibadah haji dilakukan semata-mata untuk mengharap ridlo Allah SWT. Melaksanakan ibadah haji hukumnya wajib bagi umat Islam yang mampu, sekali seumur hidup. Ketetapan tersebut merujuk kepada firman Allah SWT. Dalam Surah Ali-Imran ayat 97.
ْناماو اميِهاارْ بِإ ُمااقام ٌتاانِِّياب ٌتايَآ ِهيِف
هنلا ىالاع ِهِلِلّاو اًنِمآ انااك ُهالاخاد
اعااطاتْسا ِنام ِتْيا بْلا ُّجِح ِسا
( اينِمالااعْلا ِناع ٌِّنِاغ اهلِلّا هنِإاف ارافاك ْناماو لايِباس ِهْيالِإ
٧٩
)
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS. Ali Imran: 97).
perjalananpun aman. Melakukan ibadah haji yang kedua dan seterusnya hukumnya sunnah.
Beberapa ketentuan terkait ibadah haji dibedakan menjadi syarat wajib haji, rukun haji, wajib haji, dan sunnah haji. Syarat wajib haji terdiri dari: 1) beragama Islam, 2) baligh atau dewasa, 3) berakal sehat, 4) merdeka atau tidak berstatus sebagai budak, dan 5) mampu. Adapun rukun haji terdiri dari: 1) niat ihram haji, 2) wuquf
di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, 3) thawaf Ifadah, 4) sa’i (lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah tujuh kali), 5) tahallul (memotong rambut paling sedikit tiga helai), 6) tertib (yang dahulu didahulukan dan yang akhir di akhirkan). Selain memenuhi rukun haji, beberapa hal berikut juga wajib dilakukan, yakni: 1) ihram dari miqat (pakaian ihram laki-laki dua helai kain putih tidak berjahit, sedangkan untuk kaum wanita adalah yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan), 2) bermalam di Muzdalifah (pada malam Idul Adha), 3) bermalam di Mina pada malam tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah), 4) melontar jumroh (tanggal 10 Dzulhijjah; jumroh aqobah, tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah; jumroh ula, wusta dan aqobah),, dan 5) meninggalkan semua larangan ihram.
Adapun hal-hal yang sunnah dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji adalah sebagai berikut: 1) mendahulukan haji daripada umroh (haji ifrad), 2) membaca bacaan talbiyah yang dimulai sejak ihram sampai melontar jumroh, 3)
membaca sholawat dan berdo’a sesudah bacaan talbiyah, 4) thawaf qudum, yaitu
thawaf yang berupa penghormatan awal kepada baitullah ketika pertama datang di Makkah, 5) menunaikan shalat sunnah dua rakaat sesudah thawaf qudum, 6)
membaca do’a ketika melakukan thawaf, dan 7) masuk ke Baitullah (Hijr Ismail).
Sementara beberapa hal berikut termasuk ke dalam larangan haji, yakni: 1) memotong kuku, 2) memakai wangi-wangian, 3) mencabut atau mecukur rambut, 4) bersenang-senang dengan syahwat (mubasyaroh), 5) bersetubuh, 6) membunuh binatang buruan, dan 7) menikah (menikahkan dan meminang). Adapun bacaan Kalimat Talbiyah yang di baca ketika thawaf, adalah sebagai berikut:
كل كيرش لا كللماو كل ةمعنلاو دملحا نإ ،كيبل كل كيرش لا كيبل ،كيبل مههللا اكْيه بال
Setiap muslim yang mengerjakan ibadah haji dapat memilih di antara tiga tata cara pelaksanaan haji yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, yakni haji ifrad, haji
tamatt’, dan haji qiran. Haji Ifrad yaitu mendahulukan ibadah haji kemudian baru mengerjakan ibadah umroh. Cara ini tidak dikenakan denda, namun jika jamaah haji memilih haji Tamattu’, yaitu mendahulukan ibadah umroh kemudian baru
Ibu Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda, bulan-bulan haji itu adalah Syawal, Dzulqaidah dan 10 hari bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhori).
Metode Numbered Head Together
Pada umumnya, jika seorang guru ingin mengetahui pemahaman siswa pada saat pembelajaran, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Kemudian guru menunjuk salah seorang dari beberapa siswa (yang telah mengangkat tangannya ketika guru memberikan pertanyaan) untuk menjawabnya. Jika jawabannya kurang tepat maka siswa lain mempunyai peluang untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Cara demikian banyak kelemahannya, diantaranya adalah jika guru memberikan pertanyaan, semua siswa akan berebut untuk menjawab pertanyaan dengan mengangkat tangan, karena rata-rata siswa menginginkan perhatian guru. Sayangnya, dalam kondisi ini guru hanya mampu melayani satu siswa saja. Untuk menghindari hal seperti itu terjadi, guru menerapkan metode Numbered Head Together. Metode ini dikenalkan pertama kali oleh Spencer Kagan pada tahun 1993. Metode Numbered Head Together adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Menurut Kagan, metode Numbered Head Together secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.
Adapun langkah-langkah penerapan metode Numbered Head Together adalah sebagai berikut: penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab dengan tiga langkah yakni pembentukan kelompok, diskusi masalah, dan bertukar jawaban antar kelompok.
menyiapkan jawaban untuk disampaikan pada kelompok lain, (6) menyampaikan kesimpulan. Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Penerapan Metode Numbered Head Together merujuk pada konsep Spencer Kagen
untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi suatu pelajaran sehingga keseluruhan siswa memahami materi yang dibahas. Kelebihan metode ini adalah terbentuknya interaksi antara siswa melalui diskusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. melalui kegiatan ini, siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai, sama-sama memeroleh manfaat melalui aktivitas belajar kooperatif. Melalui kegiatan ini, seluruh siswa memeroleh kesempatan untuk bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki. Di sisi lain, metode ini memiliki kelemahan, yakni siswa yang pandai cenderung mendominasi proses diskusi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif bagi siswa dengan kemampuan yang lemah. Disamping itu, untuk mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kelompok, memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda sehingga membutuhkan waktu khusus (Suwarno, 2010: 34).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam rangka melakukan perbaikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Dalam hal ini, peneliti terjun ke lapangan secara langsung pada saat guru dan peserta didik melakukan proses pembelajaran, yaitu menggunakan bentuk kolaboratif, dengan guru sebagai mitra kerja peneliti.
PTK merupakan salah satu jenis penelitian dari berbagai jenis yang ada seperti penelitian eksperimen dan penelitian kuantitatif, namun PTK merupakan jenis penelitian yang paling tepat dan strategis untuk perbaikan proses pembelajaram yang permasalahanya banyak dialami oleh para tenaga pendidik dan kependidikan. Oleh karena itu, jenis penelitian ini sangat tepat untuk dipahami dan diaplikasikan dalam upaya mengatasi masalah yang terjadi di dalam kelas atau dalam proses pembelajaran (Arikuanto, Suharjono, Supardi, 2006: 13).
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MI Al-Hidayah, Margorejo, Surabaya tahun ajaran 2014/2015. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 15 siswa, terdiri dari 6 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki pada materi tata cara haji.
Desain Penelitian
Setiap siklus terdiri atas beberapa tahap, yakni: tahap membuat rencana tindakan, melaksanakan tindakan, mengadakan pemantauan atau observasi, dan mengadakan refleksi. Sebelum melakukan langkah tindakan pada siklus I, peneliti melakukan tindakan pendahuluan yakni mengidentifikasi permasalahan di kelas tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas model Kurt Lewin. Kurt Lewin menjelaskan bahwa ada empat hal yang harus dilakukan dalam proses penelitian tindakan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (Sanjaya, 2009: 49). Model Kurt Lewin ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Siklus Penelitian Tindakan Kelas Model Kurt Lewin
Dari gambar tersebut, alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas model Kurt Lewin memiliki empat tahap proses pelaksanaan. Tahapan tersebut meliputi: (1) perencanaan (planning), adalah proses menentukan program perbaikan yang berangkat dari suatu ide gagasan peneliti. Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti harus menyusun perencanaan (planning), yaitu dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan, (2) aksi atau tindakan (implementing), adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Setelah perencanaan tersusun dengan rapi dan matang, barulah peneliti melaksanakan tindakan (acting) yang telah dirumuskan pada RPP pada situasi yang aktual, yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup, (3) pengamatan (observing), adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas tindakan atau mengumpulkan informasi tentang berbagai
Refleksi
Perencanaan
Pelaksanaan SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
kekurangan tindakan yang telah dilakukan. Pada tahapan ini peneliti melaksanakan pengamatan (observing) di kelas yang meliputi: mengamati perilaku siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, memantau kegiatan diskusi/ kerjasama antar siswa-siswi dalam kelompok, mengamati pemahaman tiap-tiap anak terhadap penguasaan materi pembelajaran yang telah dirancang sesuai dengan tujuan penelitian tindakan kelas, (4) refleksi (reflecting), adalah kegiatan menganalisis hasil observasi sehingga memunculkan program atau perencanaan baru (Badrujaman dan Hidayat, 2010: 20).
Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria ketuntasan belajar siswa dilihat dari nilai rata-rata siswa yakni ≥ 75% siswa memeroleh nilai 80 ke atas. Sementara indikator keberhasilan penerapan metode Number Head Together dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dapat dilihat dari keterlaksanaan seluruh langkah-langkah pembelajaran yang telah didesain dalam RPP.
Teknik Pengumpulan Data dan InstrumenPengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui tes dan observasi. Adapun bentuk tes yang digunakan adalah tes tulis yang dilaksanakan sebelum melakukan langkah tindakan (pre tes) dan setelah dilakukan langkah tindakan (post tes). Untuk memeroleh data terkait aktivitas guru dan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, digunakan lembar observasi (observation checklist).
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran. Disamping itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau prosentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar, guru melakukan analisis terhadap hasil evaluasi siswa (pre-test dan post-test) pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu dengan menghitung prosentase ketuntasan belajar (kemampuan pemahaman) siswa dengan rumus sebagai berikut:
Persentase = ∑𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟
∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 × 100%
HASIL ANALISIS DATA
Pra-Siklus
kelas V, 4 siswa mendapatkan nilai 30–35, 5 siswa mendapatkan nilai 40–45, 6 siswa mendapatkan 50–55.
Berdasarkan data hasil pre-test di atas bahwa sebelum adanya tindakan menggunakan metode Numbered Head Together, rata-rata hasil pemahaman siswa terhadap materi adalah 41, 67, artinya ketuntasan belajar siswa adalah 0%.
Siklus 1
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), soal pre-test dan post-test, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi aktivitas guru yang digunakan dalam penerapan metode Numbered Head Together.
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 05 Mei 2015 di kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 15 yang terdiri dari 6 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun pada tahap pelaksanaan ini guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dipersiapkan.
Pada akhir pembelajaran siswa diberi post-test dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I yaitu:
Tabel 1: Hasil Post-test Kemampuan Siswa dalam Memahami Tata Cara Ibadah Haji
No Jumlah Siswa Nilai Keterangan
1 4 70 – 80 Tuntas
2 8 81 – 90 Tuntas
3 3 91 – 100 Tuntas
Jumlah 1275
Nilai Rata-Rata 85
Prosentase Ketuntasan Belajar 85%
Berdasarkan tabel, dari 15 siswa kelas V, 4 siswa mendapatkan nilai 70–80, 8 siswa mendapatkan nilai 81–90, 3 siswa mendapatkan nilai 91–100. Dari rekapitulasi data di atas diperoleh nilai rata-rata kemampuan pemahaman siswa adalah 85 dengan ketuntasan belajar yang dicapai adalah 85% atau seluruh siswa sudah tuntas belajar.
menggunakan metode ceramah dan penugasan yang membuat mereka jenuh untuk mempelajari materi tata cara haji, dan setelah peneliti menggunakan metode
Numbered Head Together ini siswa menjadi antusias untuk mempelajari materi ini bersama teman sekelompoknya sehingga mereka lebih cepat memahami materi.
Tahap Pengamatan
Pada tahap ini, guru mata pelajaran Fiqih (sebagai observer) melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses pembelajaran Fiqih materi tata cara haji melalui metode Numbered Head Together di kelas V MI Al-Hidayah, Margorejo, Surabaya. Dengan menggunakan observation checklist, observer mengamati dan mencatat semua gejala yang muncul selama proses pembelajaran, termasuk aktivitas guru dan siswa.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan; guru memberikan salam,
kemudian mengajak siswa berdo’a bersama, kemudian menanyakan materi pada
minggu sebelumnya (tentang Qurban). Secara bersama-sama, siswa diajak menyanyikan lagu rukun Islam dengan versi balonku “rukun Islam yang lima,
syahadat shalat puasa, zakat untuk si papa, haji bagi yang kuasa”. Guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi “Tata Cara Ibadah Haji”, dan menjelaskan
tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan inti, siswa mengamati gambar Ka’bah, kemudian menyimak penjelasan guru, dan melakukan tanya jawab terkait materi yang kurang difahami dari penjelasan guru. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok (terdiri dari 5 orang) yaitu
Pada kegiatan penutup, guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan dari hasil belajar pada materi tata cara haji, kemudian melakukan refleksi dengan menanyakan “hal baru apa yang kalian dapatkan dari pembelajaran materi tata cara haji?” dan “bagaimana pembelajaran pada hari ini?”. Sebagai tindak lanjut, guru memberi tugas rumah sebagai evaluasi individu siswa, kemudian menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya, yaitu tentang “Umroh”. Guru menutup pelajaran, dengan mengajak siswa mengucapkan “Alhamdulillahirobbil’alamiin” secara serempak, dan mengakhiri pembelajaran dengan salam.
Berdasarkan uraian langkah-langkah kegiatan pembelajaran tersebut, diperoleh data bahwa seluruh siswa merespon apersepsi/motivasi yang diberikan oleh guru, siswa mendengarkan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Ketika guru menyampaikan materi, seluruh siswa memusatkan perhatian pada materi pembelajaran yang disampaikan, hampir seluruh siswa antusias ketika guru menyampaikan tugas diskusi kelompok dengan metode NHT (Numbered Head Together). Dalam proses diskusi, siswa tampak bersemangat dan tertib, menjawab pertanyaan guru dengan baik, dan memberi tanggapan saat guru mengecek pemahaman. Pada akhir pembelajaran, siswa mampu menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran yang disampaikan guru.
Sedangkan mengenai aktivitas guru ketika proses pembelajaran berlangsung, dari hasil pengamatan bahwa guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik dan sesuai RPP yang telah disiapkan.
Tahap Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode
Numbered Head Together. Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: (1) selama proses pembelajaran, guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan, (2) berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung, (3) peningkatan kemampuan pemahaman siswa dari pra-siklus ke siklus I telah mengalami peningkatan yang sesuai dengan kriteria keberhasilan tindakan yang telah diharapkan.
PEMBAHASAN
mengeluh ketika guru memberikan tugas, dan tidak bersemangat dalam proses belajar mengajar.
Terkait aktivitas guru dalam pembelajaran, guru telah melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan RPP dan melaksanakan langkah-langkah metode
Numbered Head Together dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul diantaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan tes ( pre-test dan post-pre-test), memberikan umpan balik atau evaluasi atau tanya jawab. Artinya, metode Numbered Head Together ini tidak sulit untuk diterapkan di MI dan diyakini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa jika diterapkan dengan langkah-langkah yang tepat.
Ditinjau dari segi hasil, diperoleh data bahwa penerapan metodeNumbered Head Together ini bernilai positif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Hal ini dilihat dari meningkatnya pemerolehan skor siswa dari pra-siklus ke siklus I yaitu masing-masing 41,67% ke 85%. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai yaitu dari 0% ke 85%.
PENUTUP
Kesimpulan
Penerapan metode Numbered Head Together dalam materi tata cara haji berdampak positif terhadap aktivitas siswa, hal tersebut dilihat dari keaktifan siswa yang meningkat dari pra-siklus ke siklus I.
Pembelajaran Fiqih materi tata cara haji dengan menerapkan metode Numbered Head Together dapat meningkatkan ketuntasan belajar (kemampuan pemahaman) siswa dari pra-siklus ke siklus I, yaitu dari 0% (pra-siklus) ke 85% (siklus I). Jadi peningkatan secara klasikal dari pra-siklus ke siklus I adalah sebanyak 85%.
Saran
Sebagai seorang guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Metode Numbered Head Together merupakan salah satu solusi yang baik dan tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman siswa di kelas V MI Al-Hidayah, Margorejo, Surabaya karena metode ini lebih mengedepankan keterlibatan siswa untuk aktif mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Dengan model pembelajaran ini, tujuan pembelajaran berhasil dicapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Suharjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi aksara.
Azwar, Saifuddin. 1987. Tes Prestasi. Yogyakarta: Liberty.
Badrujaman, Aip & Rahmat Hidayat, Dede. 2010. Cara mudah Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Mata Pelajaran. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Nurhadi, Yasin, B. & Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/TCL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM PRESS.
Purwanto, Ngalim. 1997. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
---. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Suwarno. 2010. Pembelajaran Kooperatif Jenis Numbered Heads Together. (http://suwarnostatistik.wordpress.com).
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
W.J.S. Porwadarminta. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.