• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Status Tuberkulosis Ibu, Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Dan Sanitasi Rumah Terhadap Risiko Kejadian Tuberkulosis Pada Balita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Status Tuberkulosis Ibu, Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Dan Sanitasi Rumah Terhadap Risiko Kejadian Tuberkulosis Pada Balita"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STATUS TUBERKULOSIS IBU, IMUNISASI BACILLUS CELMETTE-GUERIN, PENDAPATAN KELUARGA, PENDIDIKAN DAN

SANITASI RUMAH TERHADAP RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA BALITA

Retno Dewi Prisusanti

AKBID Wijaya Kusuma Malang, Jln. Letjend S.Parman No.26A Malang Email : jurnalwijayakusuma@gmail.com

Abstrak : Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.Tujuan penelitian adalah Menganalisis pengaruh status tuberkulosis ibu, imunisasi Bacillus Celmette-Guerin, pendapatan keluarga, pendidikan dan sanitasi rumah terhadap risiko kejadian tuberkulosis pada Balita di Kota Malang Jawa Timur.

Subjek dan Metode: Jenis penelitian ini adalah studi penelitian analitik observasional dengan pendekatan case control. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Sampel dipilih secara fixed disease sampling, menggunakan perbandingan 1:2 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol sejumlah 90 subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan Analisis Regresi Logistik dengan Pendekatan Multilevel dan dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05.

Hasil: Ada pengaruh yang signifikan antara status TB Ibu terhadap risiko kejadian TB Balita (p=0,034 dan Odd Ratio (OR)= 4,88; CI (95%)=1,125-21,232), Tidak ada pengaruh yang signifikan antara imunisasi BCG terhadap risiko kejadian TB Balita (p=0,642 dan Odd Ratio (OR)=0,41; CI (95%)=0,010-16,736), Ada pengaruh yang signifikan antara pendapatan keluarga terhadap risiko kejadian TB Balita (p =0,026 dan Odd Ratio (OR)=0,26; CI (95%)=0,08-0,854), Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan ibu terhadap risiko kejadian TB Balita (p=0,559 dan Odd Ratio (OR)=1,47 CI (95%)=0,40-5,39), Ada pengaruh yang signifikan antara sanitasi rumah terhadap risiko kejadian TB Balita (p=0,001 dan Odd Ratio (OR)=0,17; CI (95%)=0,062-0,48). (nilai Nagelkerke R Square 33,0%).

Kesimpulan: Terdapat pengaruh antara status TB ibu, pendapatan keluarga, sanitasi rumah terhadap risiko kejadian TB Balita. Sedangkan tidak ada pengaruh antara imunisasi BCG, pendidikan ibu terhadap risiko kejadian TB Balita. Diharapkan lebih meningkatkan jaringan dalam penemuan TB pada Balita melalui penyebaran media informasi utukmenurunkan risiko kejadian TB Balita.

(2)

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB)

merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, WHO (2013). Di negara berkembang kejadian kasus TB sekitar 95% dan kematian akibat TB sebesar 98%. Kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat kehamilan, persalinan, dan nifas, dengan perkiraan peningkatan jumlah pasien sekitar 2,8 hingga 5,6 juta jiwa setiap tahun, dan sekitar 1,1 hingga 2,2 juta kematian akibat TB (Depkes RI, 2011). Di Indonesia prevalensi kejadian TB menduduki peringkat ke empat di dunia setelah Cina, India, Afrika Selatan dan sampai kini tercatat sekitar seperempat juta kejadian kasus dan 140.000 kematian akibat TB setiap tahun (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan laporan dari Kemenkes (2014) menunjukkan Case Detection Rate (CDR) di Indonesia sebesar 46%, Sedagkan Case Notification

Rate (CNR) di Jawa Timur

cenderung mengalami stagnasi dalam 4 tahun terakhir tahun (2011-2014) sejumlah 112 kasus per 100.000

jumlah penduduk (Infodatin

Kemenkes RI, 2015)

Menurut Global WHO Report (2014) bayi dan anak usia < 5 tahun mempunyai risiko sangat tinggi untuk berkembangnya sakit TB, terutama pada 2 tahun pertama setelah infeksi, pada bayi yang memiliki status gizi buruk dapat terjadi sakit TB dalam beberapa minggu. Berdasarkan data dari Dirjen PP dan PL Kemenkes (2013) sekurang-kurangnya setiap tahun 500.000 anak di dunia menderita TB. Setiap hari 200 anak meninggal

akibat TB dan 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun.

Strategi WHO dalam

menanggulangi masalah TB terutama di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia dengan

pemberian vaksin BCG yang telah dilakukan sejak tahun 1921, dan lebih dari 3 milyar dosis vaksin BCG telah diberikan di seluruh dunia. Hingga saat ini, pemberian imunisasi BCG masih menjadi bagian dari Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang wajib diberikan kepada bayi di Indonesia (PP IDAI, 2014). Target cakupan imunisasi BCG menurut Riskesdes tahun 2013 sebesar 87,6%, dengan prevalensi TB menurut Riskesdas tahun 2007 dan 2010 tetap 0,4% (Kemenkes, 2014)

(3)

mematikan, namun tentu tergantung jenis dan lama cahaya tersebut. Lingkungan dan rumah yang tidak sehat seperti pencahayaan rumah yang kurang (terutama cahaya ultraviolet), kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat mengakibatkan kadar CO2 di rumah meningkat. Peningkatan CO2, sangat mendukung perkembangan bakteri. Hal ini di karenakan Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana (Kemenkes RI, 2002). Tindakan pencegahan penularan seperti membuka jendela setiap pagi dan merokok memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru (Fitriani, 2013).

SUBYEK DAN METODE Jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan case control yaitu studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan

penyakit, dengan cara

membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Teknik penentuan

sampel menggunakan teknik

purposive sampling. Sampel dipilih

menggunakan Fixed disease

sampling dengan perbandingan (1:2) dengan kasus kontrol sebanyak 30 subjek dan kontrol sebanyak 60 subjek. Variabel independen: Status TB ibu, Riwayat imunisasi BCG, Pendapatan keluarga, Pendidikan ibu, Sanitasi rumah. Variabel dependen kejadian TB pada Balita. Pengelolahan data secara bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel menggunakan chi-square dan analisis multivariat dengan analisis regtresi logistik.

HASIL

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah umur Balita, umur ibu, pendidikan, pekerjaan. Subjek dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 kelompok umur yaitu umur Balita 0-4 tahun kelompok kasus (60%) dan 4-5 tahun kelompok kontrol (44%), usia ibu dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu <20 tahun kelompok kasus (6%), 20-39 tahun kelompok kontrol (86%), >39 tahun kelompok kasus (20%). Pada variabel pendidikan dikategorikan menjadi

pendidikan dasar (SD,SMP

sederajat), pendidikan lanjutan/tinggi

(SMA,Akademi,PT). Pekerjaan

diklasifikasikan sesuai dengan tempat penelitian di kota Malang yang tidak bekerja kelompok kasus dan kontrol (34%), pegawai swasta kelompok kontrol (34%), buruh pabrik kelompok kasus (30%), wiraswasta kelompok kasus (10%), PNS kelompok kontrol (4%).

(4)

PEMBAHASAN

Terdapat pengaruh signifikan antara status TB Ibu dengan status TB Balita.ibu yang mengalami TB

cenderung mempunyai Balita

menderita TB dan ibu yang tidak

mengalami TB cenderung

mempunyai Balita yang tidak mengalami TB dengan nilai p=0,034 dan Odd Ratio (OR) = 4,887 dengan CI (95%) = 1,125-21,232. Hal tersebut terjadi karena adanya penderita TB di rumah sehingga meningkatkan frekuensi dan durasi kontak dengan kuman TB yang

merupakan faktor penting

patogenesis TB (Guwatudde, 2003). Menurut samallon FKUI dalam penelitian yulistyanigrum (2010) usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB terutama TB paru dimana angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat pada golongan anak umur 0-4 tahun. Dalam hal ini ibu merupakan pengasuh anaknya dan setiap hari merawat serta memiliki frekuensi untuk trus berinteraksi dengan Balita, sehingga sulit menghindari dari Balita.

Menurut Rosmayudi sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas (lubang pada paru-paru). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit malalui batuk, bersin dan percakapan. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi panularan. Sumber penularan bagi Balita disebut kontak erat adalah orang tuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering berinteraksi langsung.

Balita yang melakukan

imunisasi BCG cenderung tidak mengalami TB dan Balita yang

melakukan imunisasi BCG

cenderung tidak mengalami TB dengan nilai p=0,642 dan Odd ratio (OR) =0,417 dengan CI (95%) = 0,010-16,736.Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Murniasih dan Livana (2007) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB paru anak di BP4 Ambarawa, yang menyatakan bahwa anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar pada lengan kanan) dan ternyata menderita TB paru besar kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman TB sebelum diberikan imunisasi BCG.

Pendapatan keluarga tinggi cenderung mempunyai Balita yang tidak mengalami TB dan pendapatan

keluarga rendah cenderung

(5)

ekonomi keluarga (pendapatan keluarga) dengan kejadian TB pada anak. Status ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang

menyebabkan berkembangnya

kuman-kuman TB di Indonesia karena rendahnya pendapatan per kapita keluarga, kurangnya gizi serta lingkungan perumahan dan sanitasi yang kurang memenuhi syarat kesehatan. Salah satu faktor yang tidak kala pentingnya dalam pemberantasan TB adalah status sosial-ekonomi yang rendah dan penghasilan yang kurang, karena

pengobatan TB memerlukan

kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang lama maka memerlukan biaya yang cukup besar. Pendapatan keluarga juga dapat mempengaruhi daya beli keluarga untuk memenuhi asupan gizi keluarga, khususnya Balita yang masih banyak membutuhkan asupan

gizi yang cukup. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi status gizi kurang pada Balita rentan untuk terkena penyakit TB, seperti yang diungkapkan oleh Crofton, Horne, dan Miller (1998) bahwa kondisi malnutrisi akan menurunkan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, dengan penurunan daya tahan tubuh akan memudahkan anak untuk terkena penyakit termasuk penyakit TB.

Ibu yang berpendidikan lanjut mempunyai Balita yang mengalami TB dan ibu yang berpendidikan dasar mempunyai Balita yang tidak TB dengan nilai p=0,559 dan Odd ratio (OR) =1,473 dengan CI (95%) =0,402-5,395.penelitian Fitriani (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian TB paru. Namun, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Ratnasari (2005) yang menyatakan

tingkat pendidikan sebagai faktor risiko TB paru, tingkat pendidikan menentukan pengetahuan mengenai rumah yang memenuhi syarat

kesehatan juga pengetahuan

mengenai penyakit TB paru. Dengan pengetahuan yang baik, maka seseorang akan mengkondisikan rumahnya agar sehat. Selain itu, seseorang dengan pengetahuan yang baik akan berusaha mencegah terjadinya penularan yang mungkin terjadi.

Sanitasi rumah sehat Balita tidak menderita TB dan sanitasi rumah tidak sehat Balita mengalami TB dengan nilai p=0,001 dan Odd ratio (OR) =0,174 dengan CI (95%) = 0,062-0,485. sesuai dengan penelitian Fahreza (2012) yang menyatakan ada hubungan antara kualitas fisik rumah (sanitasi rumah) dengan kejadian TB paru, pada penghuni yang memiliki ventilasi

buruk dibanding penduduk

(6)

Menurut Ahmadi (2005) faktor lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, suhu dll) merupakan faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya penyakit TB paru, di samping faktor kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, sosial ekonomi). Begitu pula sanitasi fisik rumah memberikan kontribusi bagi derajat kesehatan penghuninya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Fahmi U (2005).

Manajemen PenyakitBerbasis Wilayah. Jakarta: PT. Kompas MediaNusantara.

Aditama, TY (2006). Tuberkulosis. Jurnal TB. [internet] Jakarta:

Tersedia dalam

http://www.tbindonesia.or.id/p df. Diakses November 2015 Arifin, M (2015) Rumah Sehat.

Artikel [internet]: http://www. ispeksisanitasi.

dinkesLumajang.id.com/pdf. Diakses November 2015.

Anton. (2000). Rumah dan

Lingkungan Pemukiman Sehat . Jakarta :Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum R.I.

Ajis, E. Mulyani, NS. Pramono, D.

(2009) Hubungan Antar

Faktor-faktor Eksternal Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulois Pada Balita, Berita Kedokteran Masyarakat. 25 (3)

Atmosukarto, K (2000).

Bronkhopneumoni dan

bronkhiektasis di lingkungan keluarga penderita tuberkulosis paru. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen

Kesehatan RI

Azhar, K. Perwitasari, D. (2013) Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Dengan Prevalensi TB Paru Di Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Sulawesi Utara: Media Litbangkes. 23(4) 2013 Azwar, A (1996). Pengantar Ilmu

Kesehatan Lingkungan . Jakarta :Mutiara Sumber Widya

Bachtiar, Imam, Ibrahim, Erniwati, Ruslan. (2011) Hubungan

Perilaku Dan Kondisi

Lingkungan Fisik Rumah

Dengan Kejadian TB Paru Di Kota Bima Propinsi NTB. Buddle, MB, Weldlock, DN, Parlane,

NA, Corner, LAL, De lisle, GW and Skinner, MA (2003) Revaccination Of Neonatal Calves With Mycobacterium Bavis BCG Reduces The Level Of Protection Against Bovine Tuberculosis Induced By A

Single Vaccination.

Int.J.Tuberc Lung

Chandra, B (2007). Pengantar

Kesehatan Lingkungan.

Jakarta:Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

1059/Menkes/SK/IX/2004

tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman

nasional penanggulangan

tuberculosis. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Kemenkes RI 2007.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011) Pedoman

(7)

tuberculosis. Edisi ke-2 Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia;Kementerian Kesehatan RI; 2011

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Stategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia;Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2007). Tentang

Standart Rumah Sehat.

Kepmenkes RI Nomor :

829/Menkes/SK/VII/1999 ;Jakarta

Didik .S (2010) Kesehatan

Lingkungan, Cetakan Pertama ,CV. Karya putra darwati, Bandung.

Dinas Pendapatan Kota Malang.

(2015) Tentang Upah

Minimum Kota Malang

Tahun 2016 :Dispenda Kota

Malang, Dinas

Ketenagakerjaan dan

Trasmigrasi; 2015.

Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah sehat. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I 2002.

Fajar, I (2009) Statistika Untuk Praktisi Kesehatan, Cetakan pertama, Yogyakarta; Graha Ilmu.

Fahreza, EU. Waluyo, H. Novitasari, A (2012) The relation between physical quality of house and lung tuberculosis with positif acid fast bacillus in Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang, Jurnal kedokteran muhammadiyah 1(1).2012

Fitriani, E (2013). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kejadian Tuberkulosis

Paru.Unnes Journal of Public Health [internet] Tersedia

dalam

http://journal.unnes.ac.id/sju/in

dex .php/ujph. Diakses

November 2015 ISSN;2252-6781

Infodatin, (2015) Pusat data dan

informasi kementerian

kesehatan RI, Kemenkes RI 2015

Irianto, K (2014). Epidemiologi penyakit menular dan tidak menular panduan klinis

Bandung IKAPI,

Penerbit:ALFABETA Depkes RI 2006.

Lanus, NI. Suyasa, NI, Sujaya, NI. (2012) Hubungan Antara

Sanitasi Rumah Dengan

Kejadian TB Paru Di

Kabupaten Bangli Tahun2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2) 2014

Karyadi, E ( 2003), Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi medik Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/ Menkes/SK/V/ 2009 Tentang

Pedoman Penanggulangan

Tuberkulosis (TB).Jakarta Keman Soedjajadi (2005) Kesehatan

Perumahan Dan Lingkungan

Pemukima, Kesehatan

Lingkungan FKM Universitas Airlangga, Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(1) Juli 2005:29-42 [internet]: Tersedia dalam

http://journal .unair.

ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04 .pdf. Diakses November 2015.

(8)

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta:2013 Komisi WHO Mengenai Kesehatan

dan Lingkungan. (2001). PlanetKita Kesehatan Kita.

Kusnanto H (Editor).

Yogyakarta :Gajah Mada University Press

Manalu, HSP (2010). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian

TB Paru dan Upaya

Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan .9(4):1340-1346

Mansyoer, A (2010) Kapita Selekta Kedokteran UI, Jakarta Penerbit : Media Aesculapius. Maciel, EL, Pan, .W, Dietze, R.

Peres, RL,Vinhas, AS,

Ribeiro, FK, Palaci, M, Rodrigues, RR, Zandonade, E. Golubs, JE (2007) Spatial

Pattern Of Pulmonary

Tuberculosis Incidence And Their Relationship To

Social-Economic statusn in

Vitoria,Brazil. Journal of

Tuberculosis and Lung

Disease 14(11):1395-1402 Mahpudin,AH, Mahkota.R (2004).

Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis dan

Kejadian TBC Paru di

Indonesia.Kesmas Jurnal

Kesehatan Masyarakat

Nasional.2007;1(4): 147-53. Murti, B (2013). Desain dan ukuran

sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di

bidang kesehatan.

Yogyakarta: Gajah Mada University Pres

Murniasih, E. Livana (2007)

Hubungan pemberian

imunisasi BCG dengan

kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit

Paru-paru Ambarawa:Jurnal

Kesehatan Surya Medika

Yogyakarta [internet]:

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Jasa Konsultansi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Apabila dilihat dari jumlah PTS di wilayah Jawa Barat yang termasuk dalam daftar pelaksana SPMI-PT yang baik menurut Dirjen Dikti Depdiknas RI di atas, dapat

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat analisis SEM dapat diketahui bahwa indikator yang paling dominan dari variabel gaya kepemimpinan

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2014) bahwa pemberian pupuk bio-slurry dengan waktu yang berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

1 Konvergensi tersebut sedikitnya dapat diklasifikasikan ke dalam lima tipe, yaitu: (1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan

Diajukan Kepada Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata. Satu (S1)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas bimbingan, kemampuan, dan tuntunan yang telah diberikan menjadikan laporan skripsi dengan judul

Amati sampel secara berurutan dari kiri ke kanan, rasakan masing – masing sampel.Setelah mencicipi semua sampel, anda boleh mengulang sesering yang anda perlukan..