BAB II
Gambar 2.1. Peta lokasi kota Lotu
BAB II
MEMBACA PETA BUTA
2.1. Membaca Nama
“Finding the Glass Box of Wonder” merupakan judul dari petualangan
menemukan desain dari sebuah bangunan yang menjadi tempat peralihan
kehidupan ratusan generasi muda. “The glass box” dan “wonder” merupakan dua
kata yang membangun karakter desain. Bagaimana desain memberikan sebuah
citra ruang berselubung kaca sebagai penguat karakter bangunan selaku kampus
pertanian yang identik dengan rumah kaca sebagai media belajar dan berlatih.
Kata wonder sendiri dalam bahasa Inggris memiliki berbagai macam arti, mulai
dari heran, ingin tahu, ajaib dan misterius. Wonder yang ditampilkan pada judul
merupakan kata yang mewakili proses keilmuwan yang sejatinya penuh dengan
momen-momen misterius dan ajaib, membuat subjeknya tidak pernah berhenti
mencari misteri lainnya.
2.2. Menilik Legenda
Membaca peta buta sama halnya dengan membaca secarik kertas yang
bergurat lugu. Apa yang terdapat di dalam ruang guratan tak juga diketahui.
untuk itulah kita menilik legenda, mencari tahu apa yang hendak kita lukiskan di
peta buta.
2.2.1.Sejarah Budidaya Karet1
Penemuan tanaman karet seperti yang dicatatkan oleh sejarah terjadi pada
tahu 1493 oleh Michele de Cuneo saat melakukan pelayaran ekspedisi ke benua
Amerika. Pohon-pohonan yang belum teridentifikasi tersebut mengandung getah
dan hidup liar di hutan pedalaman Amerika yang lebat. Pada tahun 1524, di
daerah Seville, dimulailah pengenalan bahan baku karet. Penelitian kemudian
dilakukan terhadap kandungan yang terdapat dalam getah tanaman karet dalam
rangka pembuatan alat-alat yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Tim peneliti dengan bantuan penduduk asli Peru menelusuri setiap daerah
yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman ini. Penemuan selanjutnya adalah
bahwa getah pohon ini dapat diperoleh dengan cara melukai kulit batangnya tanpa
perlu menebang pohon tersebut dan proses ini dapat dilakukan berulang-ulang.
Tanaman ini kemudian diberi nama Hevea. Orang-orang di benua Eropa
kemudian mengembangkan karet untuk aneka barang keperluan sehari-hari seperti
pakaian tahan air, pembungkus barang tahan air, botol karet, penghapus dan
lain-lain. Kata rubber dalam bahasa inggris yang bermakna karet berasal dari kata to
rub yang artinya menggosokkan atau menghapus.
1
Tanaman karet mulai diperkenalkan di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda. Tanaman karet tertua ditanam pada tahun 1862 di Subang, Jawa Barat.
Pada tahun 1864 tanaman karet ditanam untuk pertama kalinya di Kebun Raya
Bogor sebagai varietas tanaman baru. Perkebunan karet di Indonesia pertama kali
dibuka oleh Hofland pada tahun 1864 di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa
barat dengan varietas karet rambung (Ficus elastica) sebagai objek tanam.
Pada tahun 1902 varietas karet Hevea Brasiliensis dibudidayakan di daerah
Sumatera Timur untuk pertama kalinya, kemudian dibawa ke Sumatera Selatan
oleh perusahaan Harrison and Crossfield Company. Selanjutnya perkebunan karet
di Sumatera Selatan dikelola secara komersial oleh perusahaan Sociente
Financiere des Caoutchoues asal Belgia tahun 1909 dan perusahaan asal Amerika
bernama Holands Amerikaanse Plantage Maatschappij tahun 1910-1991.
Distribusi karet pada saat itu menggunakan transportasi warisan perkebunan
tembakau. Tahun 1910-1911 harga karet membumbung tinggi, namun pada tahun
1920-1921 resesi dunia menyebabkan kemerosotan harga. Tahun 1922 dan 1926
harga karet kembali membumbung tinggi akibat ledakan permintaan produksi
karet sebagai bahan baku produksi mobil Amerika.
Pada tahun 1922 dan 1926 mulai muncul perkebunan-perkebunan rakyat
yang mengakibatkan perluasan lahan perkebunan yang tidak terkendali dan
surplus produki yang berlebihan. Tahun 1937-1942 diberlakukan sistem kupon
karet sebagai surat izin ekspor kepada petani pemilik karet bukan kepada
diterbitkanlah larangan perluasan perkebunan karet. Pajak ekspor karet dinaikkan
hingga 50 % dari hasil produksi.
Pasca PD II, permintaan produksi karet kembali meningkat. Penanaman
karet secara tradisional dimulai pada tahun 1980 di beberapa wilayah di Sumatera
Selatan. Keterbatasan pengetahuan petani akan budidaya tanaman karet
menyebabkan terjadinya pembukaan lahan secara besar-besaran. Hal ini
dikarenakan petani lebih memilih melakukan penanaman pohon baru
dibandingkan peremajaan pohon karet tua. Tahun 1990-an budidaya tanaman
kelapa sawit mulai dipopulerkan oleh perusahaan perkebunan besar. Perkebunan
kelapa sawit mulai menggeser popularitas perkebunan karet. Banyak petani karet
yang mulai mengalihfungsikan lahan perkebunan karetnya menjadi perkebunan
kelapa sawit. Walaupun demikian, pertumbuhan perkebunan karet terus
menunjukkan peningkatan hingga saat ini. Perkembangan teknologi dan
pendidikan pertanian merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kuantitas
dan kualitas produksi karet di Indonesia.
2.2.2.Pendidikan Vokasi di Indonesia
UU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20 Tahun 2003
Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia
diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka
mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Secara umum, ada 2
hal yang memperngaruhi pendidikan nasional yaitu, kebijakan politik dan
dinamika sosial. Kebijakan politik yang berkenaan dengan penyusunan sistem
pendidikan nasional terjabar pada UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.
Gambar 2.2. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas No.
20 Tahun 2003
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 membedakan sistem pendidikan
nasional menurut satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan
jenjang pendidikan. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses
belajar-mengajar di sekolah dan di luar sekolah. Penyelenggaraan proses belajar-belajar-mengajar
di sekolah dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Sebaliknya,
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dilaksanakan tanpa harus berjenjang dan
berkesinambungan.
Sistem pendidikan nasional memiliki dua alur pendidikan yaitu, alur
pendidikan akademik dan alur pendidikan profesional. Alur pendidikan akademik
bertujuan untuk mempersiapkan kompetensi akademis peserta didik dalam rangka
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sisi lain, pendidikan
profesional mempersiapkan peserta didik untuk berkompetensi dalam bidang
keahliannyayang berorientasi kepada dunia kerja.
Dalam sistem pendidikan yang berorientasi kepada dunia kerja, terdapat dua
istilah yaitu, pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didiknya untuk
memiliki pekerjaan dibidang tertentu. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan
tinggi yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memiliki pekerjaan dengan
keahlian terapan yang setara dengan program sarjana. Sapto Kuntoro sebagaimana
dikutip Soeharsono (1989), menggambarkan hubungan antara jenjang pendidikan
Gambar 2.3. Piramida Ketenagakerjaan dan Jenjang Pendidikan Sekolah
sumber: Paradigma Baru Pendidikan Vokasi, 2012
Salah satu fenomoena yang terjadi di era globalisasi adalah terjadinya
perdagangan bebas. Menurut Marzuki Usman (2005), tahun 2020 merupakan
permulaan dari globalisasi secara total. Fenomena perdagangan bebas ini
mengindikasikan bahwa tenaga kerja dengan kualifikasi profesional sangat
dituntut. Perubahan ekonomi dunia yang sangat cepat ini diimbangi pula oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat. M. Hatta Rajasa
(2008) menyebut bahwa pada awal abad 21 era informasi atau era digital telah
tumbuh dengan sangat cepat namun kemudian, tahap demi tahap mulai bergeser
sumber daya utama dalam kegiatan ekonomi. Dominasi ekonomi yang terjadi saat
ini kita kenal sebagai ekonomi berbasis pengetahuan atau yang sering disebut
ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif ditopang oleh keunggulan budaya, seni dan
inovasi teknologi.2
Jika dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi dalam abad 21 terhadap
dunia pendidikan, Wagner (2008) berpendapat bahwa akan terjadi tiga
transformasi mendasar, yaitu:3
1. Evolusi yang cepat dalam era ekonomi kreatif yang akan
mempengaruhi dunia kerja
2. Terjadinya perubahan mendadak terhadap ketersediaan informasi yang
tadinya terbatas menjadi informasi yang berkelanjutan dan melimpah
3. Terjadinya kenaikan dampak penggunaan media dan teknologi
terhadap generasi muda
Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Power (1999) bahwa
pendidikan vokasi merupakan jenjang pendidikan yang berhubungan langsung
dengan kemajuan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi
orang-orang yang bekerja dibidang rekayasa dan jasa. Kondisi ini memperlihatkan peran
besar pendidikan vokasi sebagai jalan keluar pemenuhan tuntutan masyarakat
pada era ekonomi kreatif. 2
Prof.Dr.Herminarto Sofyan dkk, “Paradigma Baru Pendidikan Vokasi”, eprints.uny.ac.id, diakses 18 Juli 2015, hlm: 1-4.
3
2.3. Menandai Titik
Mengetahui segala bentukan yang tertulis di legenda merupakan awal dari
mengisi peta buta, saatnya menandai titik-titik tempat yang terdapat di legenda.
2.3.1 Latar belakang pemilihan lokasi.
Lokasi perancangan kawasan kampus AKNIRA terdapat di kota Lotu, ibu kita
kabupaten Nias Utara. Kawasan merupakan tanah hibah dari masyarakat setempat
yang kini luasnya mencapai ± 20 ha. Jalan raya belum sepenuhnya dibangun
mengelilingi kawasan tersebut. Pemilihan lokasi tidak mempertimbangkan faktor
kestrategisan melainkan murni karena ketersediaan lahan hibah masyarakat.
Lokasi kawasan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet juga melalui
beberapa perubahan yang dikarenakan oleh perubahan konsep penzoningan dan
pengerucutan jumlah bangunan yang dirancang di dalam kawasan.
2.3.2 Kronologi Perubahan Lokasi
1. Lokasi kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet pertama kali ditetapkan
pada sisi barat laut, tepat disisi kiri gerbang 2 kampus. Kampus Kawasan
Budidaya Tanaman Karet diposisikan bersebelahan dengan Kampus
Gambar 2.4. Kronologi perubahan letak Kampus D-2 Budidaya Tanaman
Karet AKNIRA
2. Lokasi Kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet kemudian dipindahkan ke
sisi depan kawasan, sisi timur laut, menggantikan posisi Kawasan Kampus
Multimedia dan Kampus Jurusan Pariwisata. Hal ini memberikan
sayur-mayur dan sawah. Walaupun lahan perkebunan tidak lagi terintegrasi
dengan padang prnggembalaan ternak serta lokasi kampus yang terkesan
terasing dari dua jurusan lainnya, namun hal ini memberikan kesempatan
bagi penguatan citra Kawasan Kampus AKNIRA sebagai sekolah vokasi
berwawasan lingkungan.
Gambar 2.5. Peta lokasi site AKNIRA
Sumber: Google Map
2.3.3 Deskripsi kondisi eksisting kawasan
Lokasi site berada di Kecamatan Lottu yang merupakan Ibukota dari Kabupaten
Batas wilayah :
Sebelah Utara : Samudera Indonesia
Sebelah Timur : Samudera Indonesia dan Gunungsitoli
Sebelah Selatan : Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias
Sebelah Barat : Samudera Indonesia
Letak Geografis :
Berada pada 1003’00’’ –1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ –99000’00’’ LS
Jarak Pencapaian menuju Lottu :
Lotu - Medan = ± 174 millaut = 280 km
Lotu - Sibolga = ± 85 millaut
Lotu - Binaka Airport = 82 km
Lotu - Gunung Sitoli = 55 km
Lotu - Kantor Bupati Nias = 34 km
Lotu – Bibir Pantai terdekat = 5 km
Lotu – Pelabuhan regional Afulu = 42 km
2.3.4 Survey
Berdasarkan foto-foto survey kawasan perancangan diketahui bahwa kawasan
perancangan merupakan lahan belum terbangun baik di dalam maupun
disekelilingnya. Kawasan perancangan dikeliligi oleh hutan milik masyarakat
adat. Kondisi tapak sendiri sudah memasuki tahap pembersihan lahan. Tanah di
lokasi perancangan merupakan tanah labil yang tergenang air dengan tingkat
keasaman yang tinggi.
Gambar 2.6. Kondisi eksisting site. (a dan b) Kondisi drainase kawasan; (c)
Kondisi jalan pada site; (d) Foto tim survey.
Sumber: Dokumentasi pribadi Ir. Rudolf Sitorus, MLA.
a
b
Tim yang melakukan survey lokasi merupakan tim dosen Arsitektur USU,
termasuk dosen pembimbing kelompok Perancangan Arsitektur 6. Sesuai dengan
standar pengerjaan kasus Perancangan Arsitektur 6, sebenarnya kelompok wajib
melakukan survey lokasi yang jauh dan mempertimbangkan kesiapan kelompok
dalam berinteraksi dengan pihak AKNIRA maka dosen pembimbing mengambil
alternatif survey. Survey dilakukan pada kawasan terpencil di Kota Pancur Batu.
Pengalaman survey merupakan pengalaman yang menarik untuk diulas sebagai
materi penambahan kawasan.
Tidak kenal maka tidak sayang. Pancur batu, kota yang dekat di mata jauh
di hati. Sebuah perjalanan bukan sekedar beranjak dari posisi kita biasa berdiri ke
lokasi baru yang asing, perlu persiapan untuk melakukan perjalanan tersebut.
Ketika hendak berangkat ke Kota Pancur Batu, yang ada di benak saya hanyalah
masalah fisik belaka seperti lamanya perjalanan, apa yang harus saya pakai dan
perbekalan. Alangkah tergugahnya saya ketika sebelum pergi, kami disuguhkan
sebuah pertanyaan, “ Apakah Kota Pancur batu bagi kita? Mengapa kota itu ada?
Apa yang menghidupinya?” jawabannya sederhana, “ saya tidak tahu apa-apa
mengenai kota tersebut”. Ada rasa malu yang timbul. Sebuah perjalanan menuju
lokasi yang asing, hanya bermodalkan perlengkapan fisik belaka, tidak ada
pengetahuan apa-apa tentang lokasi tersebut, barulah saya menyadari bahwa hal
tersebut hanya akan membawa saya menuju makna sebenarnya dari kata tersesat.
Kota Pancur batu sendiri, seperti yang telah dijelaskan kepada kami,
Hindia-Belanda. Jejak-jejak peninggalan kolonial di kota tersebut masih dapat kita
jumpai pada gaya arsitektur pasar dan rumah-rumah disepanjang Pasar Pancur
batu. kondisinya tidaklah seindah dulu ketika baru dibangun. Keindahannya aus
dimakan usia, kemegahannya hilang karena tidak lagi dirawat dan pola-pola
kehidupan yang sangat berubah benar-benar menyamarkan wajah asli dari
kawasan ini. Kebun-kebun tembakau deli yang dulunya pernah menjadi tembakau
terbaik dan termahal di dunia sudah habis diganti dengan perkebunan kelapa
sawit. Penduduknya jelas bertambah dari sejak kota ini dibangun, namun
kemajuan beradaban sangat kontras dari Kota Medan maupun Kota Berastagi
yang mengapitnya.
Gambar 2.7. Lahan perkebunan memiliki kontur terjal
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Ungkapan ini cukup untuk
Pancur batu. deretan ruko-ruko yang mayoritas masih dalam tahap pembangunan
menjadi panorama yang menemani kami. Tren, ini yang menjadi landasan
pembangunan di Sumatera Utara. Tidak peduli saya ke kota manapun di provinsi
ini, yang saya temui hanyalah pembangunan ruko-ruko yang tidak tahu kapan
akan berhenti. Bukannya tidak boleh, namun sesuatu yang berlebihan hanyalah
memberikan efek negatif. Kota ini begitu monoton, begitu membosankan.
Bangunan-bangunan baru muncul dan bangunan-bangunan bersejarah sengaja
dibiarkan rusak agar pihak-pihak berkepentingan khusus punya alasan untuk
merubuhkannya dan membangun ruko-ruko favorit mereka diatasnya. Sungguh
menggugah hati pemandangan tersebut. Perjalanan ini menyadarkan saya dari
mimpi-mimpi indah yang kami lihat di kampus ketika kami merancang
tugas-tugas kami. Dunia yang kami lihat di lembaran kertas putih sangat imajiner. Saya
kembali berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan tren? Hampir mustahil
rasanya, namun bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi.
Pembangunan yang cepat dan besar-besaran mengindikasikan kemajuan
kota. Ini mungkin merupakan target yang hendak dicapai oleh pemerintah kita.
Hal ini benar-benar dilakukan mereka dengan serius. Pembangunan ruko-ruko di
sepanjang perjalanan kami dari Medan ke Pancur batu misalnya, walaupun sedikit
melenceng. Pembangunan ini juga sudah mulai merambah ke desa-desa terpencil
dalam konteks pembangunan fasilitas jalan raya. Ketika kami sudah sampai ke
Kota Pancur batu, kami langsung meneruskan perjalanan kami untuk masuk lebih
desa-desa pedalaman di Kota Pancur batu, dan pembangunan jalan raya ini terus
dilakukan sampai hari ini. Kondisi sosial kemasyarakatan di desa yang kami
lewati memang masih sangat tertinggal. Mereka tinggal di rumah-rumah semi
permanen dan rumah-rumah panggung yang usianya sudah sangat tua, hanya ada
beberapa rumah yang sudah dibangun secara permanen. Bangunan permanen ini
seakan-akan menunjukkan perbedaan kelas ekonomi yang kontras dengan
masyarakat yang tinggal bersebelahan dengannya. Pembangunan jalan ini
selayaknya mendapat respon positif dari kita, karena dengan jalan inilah
pemerintah menunjukkan bahwa harapan untuk melaksanakan pembangunan
secara merata masih mungkin untuk kita raih.
Kami meneruskan perjalanan menuju daerah yang masih belum banyak
terbangun. Ada bangunan bekas pabrik cat yang kini tidak lagi difungsikan dan
ada vihara yang baru dibangun di daerah itu. Kami juga berkunjung ke tanah
pribadi pembimbing kami. Masyarakat masih buta tentang keindahan. Mereka
tidak menyadari potensi lahannya dan malah merusak keindahan alam daerah itu
dengan membangun secara sembarangan. Ketika kami meneruskan perjalanan
menuju sungai untuk makan siang, pemandangan hijau tersuguh di depan kami.
Deretan perkebunan sawit yang berada di tanah yang berlereng-lereng adalah satu
hal yang paling saya sayangkan. Satu batang kelapa sawit menyerap 11 liter air
per hari, yang saya lihat bahkan lebih dari seratus batang kelapa sawit. Hari ini
sudah terasa bagaimana pun hijaunya tanah kita, tidak kita nikmati suasana sejuk
disekeliling kita. Di masa depan, mungkin tidak kita temui lagi tanah yang subur
seperti hari ini. Inilah yang saya khawatirkan ketika melihat bagaimana tren sekali
lagi menjadi sebuah inti dari permasalahan pembangunan di Negara ini. Sampai di
tepi sungai, betapa kecewanya saya melihat bangunan permanen berdiri dengan
tegak di tepiannya. Benar-benar mengherankan melihat sebuah bangunan yang
harusnya mendukung bahkan menambah keindahan alam sekitarnya malah
memiliki efek sebaliknya dari atas, sangatlah sulit untuk menikmati pemandangan
kearah sungai secara langsung. Kita harus turun ke bawah untuk langung
merasakan suasana alamnya. Wajah alam dirusak dan ada yang tanpa sadar
disembunyikan. Inilah akibat buruk dari pembangunan tanpa visi yang jelas.
tidak menyadarinya karena kita terpaku dengan pemikiran bahwa apa yang kita
lakukan baik untuk diri kira sendiri. Kekuatan finansial, inilah titik tolak
pemikiran kita, lalu setelah ini tercapai, apa lagi yang kita harapkan? Ketika tanah
sudah hilang kesuburannya, ketika air bersih sudah susah ditemukan, ketika tren
masa kini sudah tidak lagi bisa diaplikasikan, apa lagi yang tersisa dari generasi
kita? Inilah yang saya lihat akan terjadi di masa depan.
Gambar 2.9. Bangunan permanen yang terabaikan di tepi sungai
Karena mata buta, karena hati mati. Ungkapan ini saya rasa layak
dijadikan tema pembangunan Pasar Induk Tuntungan yang kami singgahi
diperjalanan kami pulang menuju Medan. Saya benar-benar takjub melihat betapa
lebarnya jalan masuk menuju pasar induk yang baru ini. Lebar jalannya
mengalahkan jalan protokol yang ada. Saya kembali teringat ketika saya pergi ke
Thailand dengan teman-teman saya. Betapa irinya saya melihat kemegahan jalan
jalan raya yang begitu lebar dan bagus. Barulah saya sadari bahwa ada jalan
selebar itu di halaman rumah kami sendiri, namun justru tidak memberikan
kebanggaan seperti yang ada dalam imajinasi saya. Saya bertanya-tanya, untuk
siapa dan untuk kebutuhan apa jalan seluarbiasa lebarnya ini? Pasar induk yang
baru begitu jauhnya dari jalan protokol, ini merupakan kenyataan yang menurut
saya layak untuk ditertawakan. Bagaimana bisa sebuah pasar induk lokasinya
begitu tersembunyi?
Gambar 2.10. Pasar Induk Tuntungan
Setelah beberapa waktu perjalanan yang bagi saya cukup sia-sia, akhirnya
kami sampai ke lokasi bangunan Pasar Induk Tuntungan. Bangunannya? Saya
sempat berpikir jangan-jangan kami salah jalur dan masuk ke lokasi pelatihan atlet
nasional. Lansekap taman bagian depannya saya nilai tidak kontekstual dan tidak
fungsional. Kawasannya terdiri dari 3 bangunan utama yang difungsikan sebagai
kemegahan bangunan ini. Terlepas dari kemegahan struktur bajanya, perencanaan
saya nilai masih kurang. Utilitas bangunan pasar induk tidak terencana dengan
baik. Kami menemui banyak sekali stop kontak, namun utilitas drainase di dalam
pasar induk tidak ada. Saya bisa membayangkan betapa kotornya pasar ini
nantinya. Saya juga bisa membayangkan banyaknya genangan air yang tak tahu
harus kemana dialirkan.
Gambar 2.11. Interior megah Pasar Induk Tuntungan
Kembali saya tertawa melihat kondisi bangunan sub pasar induk
disebelahnya yang memberikan fasilitas kios-kios permanen. Entah bagaimana
dan siapa yang mengerjakan konstruksinya, kolom-kolom kios-kios tersebut tak
satupun ada yang lurus, semuanya miring dan bengkok. Ketika kami berjalan
keluar dan melewati lokasi parkir samping, kami melihat tembok-tembok penahan
tersebut. Belum lagi, bangunan pasar yang dibangun 5 tahun yang lalu ini sudah
rusak di sana-sini padahal belum aktif difungsikan. Ini menyadarkan saya akan
kenyataan pahit politik kotor dan budaya korupsi bangsa ini.
Seperti sayur dengan rumput. Ungkapan ini berarti perbedaan yang sangat
drastis. Dimanakah pusat kota Medan saat pemerintahan Hindia-Belanda? Saya,
ketika baru mempelajari hal ini cukup terkejut karena bukan kawasan Balai Kota
yang menjadi pusat kota, melainkan Central. Mengapa? Saya justru mendapat
jawabannya dari ayah saya. Ketika sebuah kota baru hendak dibangun, hal
pertama yang harus segera dibangun selain pusat pemerintahan adalah pasar.
Pasar merupakan tempat semua orang, tidak peduli datang dari mana dan dengan
latar belakang apa berkumpul. Pasar merupakan lapangan pekerjaan bagi semua
orang dan sumber pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sebegitu
penting dan krusialnya fungsi ini sehingga pusat kota Medan tempo dulu adalah
Pasar Central. Disini juga saya melihat perbedaan karakter yang kontras antara
pemerintah pra kemerdekaan dengan pasca kemerdekaan. Dari segi arsitektur,
Pasar Central merupakan bangunan pasar terindah se-Asia Tenggara saat
pembangunannya rampung. Bagaimana dengan arsitektur Pasar Induk Tuntungan?
Ini pertanyaan besar bagi pemerintah kita. Apa sebenarnya yang kita harapkan
dari pasar induk yang baru?
Sudah terantuk baru tengadah. Penyesalan memang selalu datang
terlambat. Sepanjang perjalanan pulang itu saja yang terngiang dipikiran saya.
raya sudah sampai ke desa-desa, ini menumbuhkan harapan baru bagi kita.
Pembangunan Pasar Induk Tuntungan dan tren ruko yang menjadi batu sandungan
kita untuk menuju kota yang memiliki masa depan. Dimasa depan, saya khawatir
akan banyak muncul kota-kota yang monoton, kota-kota yang tidak memiliki ciri
khas. Saya pikir kita butuh orang-orang dengan komitmen yang kuat untuk
berdedikasi dalam menciptakan pembangunan yang memiliki masa depan.
Dedikasi bukan hal yang mudah jika dilakukan sendirian dan dalam lingkup yang
luas, namun jika dilakukan bersama-sama, dedikasi untuk pembangunan
berkelanjutan ini akan menjadi beban bersama sehingga cita-cita dapat lebih cepat
dan tepat pencapaiannya.
Membagi sama adil, memotong sama panjang. Dari perjalanan kami ke
Pancur batu, saya semakin diyakinkan bahwa pembangunan yang memiliki masa
depan adalah pembangunan yang adil dan merata. Masyarakat, dimanapun mereka
berada dan apapun pekerjaannya, sudah selayaknya dapat menikmati kemudahan
yang sama. Tidak hanya orang-orang di pusat kota saja yang pantas memiliki
akses jalan raya, melainkan masyarakat desa juga harus bisa menikmati akses
jalan yang sama baiknya. Jalan merupakan fasilitas yang mampu menghubungkan
kita dengan dunia luar sehingga peradaban kita bisa berkembang beriringan.
Pembangunan fasilitas lain juga haruslah sama baiknya di desa maupun kota,
sehingga kesejahteraan merata dan arus urbanisasi menurun. Pembangunan yang
memiliki masa depan bukan membangun untuk mencapai kota megapolitan,
Bagaimana bangunan baru bukan menjadi fokus pembangunan namun
pemanfaatan bangunan lama dalam konteks konservasi adalah jalan yang harus
diambil untuk saat ini. Hal ini perlu sehingga guratan sejarah perkembangan kota
tidak hilang dan kehilangan lahan untuk pertanian dan area hijau tidak semakin
besar. Saat ini Pancur batu, dibandingkan Medan, masih sangat tertinggal dari segi
pembangunan, namun bukan tidak mungkin di masa depan perkembangannya
akan sama pesatnya. Hal ini menjadi harapan dan juga pengingat bagi kita agar
pembangunan yang sekarang sudah dimulai tidak mengantarkan kita pada
ketersesatan.
2.4. Menerangkan Simbol
Titik-titik yang memperkaya peta buta tidaklah bermakna apa-apa bila tidak
disertai dengan simbol-simbol yang membedakan mereka. Dalam kasus
perancangan Kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet AKNIRA dilakukan
pula tinjauan fungsi bangunan berupa:
2.4.1 Deskripsi kegiatan pengguna
Tabel 2.1. Deskripsi kegiatan pengguna
Pengguna Kelompok Kegiatan Kriteria Kegiatan
Mahasiswa
Belajar, praktikum, praktik di lapangan Dominan (Utama)
Kegiatan organisasi mahasiswa, makan dan
minum, ibadah, pengerjaan tugas kuliah
interaksi sosial
Dosen
Memberi kuliah, memimpin praktikum,
membina praktik di lapangan
Dominan (Utama)
Rapat kerja, makan dan minum, ibadah,
pengerjaan tugas pribadi, interaksi sosial
Pendukung
Staff
Kegiatan administratif manajemen servis Dominan (Utama)
Makan dan minum, ibadah, interaksi sosial Pendukung
2.4.2 Deskripsi Perilaku
Diagram 2.1. Skema aktivitas pelaksana administrasi
Diagram 2.3. Skema aktivitas servis
Diagram 2.4. Skema aktivitas kepala laboratorium
2.4.3 Deskripsi Kebutuhan Ruang
Tabel 2.2. Deskripsi kebutuhan ruang
Pengguna Kegiatan Ruang Sifat Ruang Kelompok
Staff TU Mengurus
Makan dan minum Kantin lantai 1
2.5. Menghubungkan Titik
Peta buta yang dipenuhi symbol dan titik hanyalah sebuah gambar bisu jika
tak diberikan pengikat antar titiknya. Mengetahui tempat-tempat yang berfungsi
sama dan saling memiliki keterkaitan tentu akan memperluas wawasan desain.
Pada kasus perancangan 6 ini, Politeknik Negeri Lampung merupakan kasus studi
perbandingan proyek dengan fungsi sejenis.
Politeknik Pertanian Negeri Lampung resmi menyelenggarakan
pendidikan tinggi secara mandiri dan menjadi salah satu PTN di Lampung. Sejak
tanggal 7 April 2001, berdasarkan SK Mendiknas RI No. 036/O/2001.
Keberadaan Politeknik ini diharapkan mampu berperan sebagai motivator,
penggerak, dan peningkat mutu pengembangan daerah Lampung. Pada 2 Agustus
Politeknik Negeri Lampung. Politeknik Negeri Lampung memiliki 11 jurusan
keahlian, yaitu Jurusan Ekonomi dan Bisnis (Agrobisnis, Akuntansi, Manajemen
Informatika); Budidaya Tanaman Pangan (Produksi Tanaman Pangan,
Hortikultura, Teknologi Pembenihan); Budidaya Tanaman Perkebunan (Budidaya
Tanaman Perkebunan dan Produksi Tanaman Kebun); Teknologi Pertanian
(Mekanisasi Pertanian, Teknik Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air dan
Teknologi Pangan); dan Peternakan (Perikanan dan Peternakan).
Gambar 2.12. Kampus Politeknik Negeri Lampung
Sumber:4.bp.blogspot.com
Visi : Sebagai penghasil lulusan berkemampuan teknis dan manajerial
yang inovatif, berdaya saing global, dan pusat pengembangan
Misi : 1. Melaksanakan proses pembelajaran yang berbasis produksi dan
manajemen industri perkebunan berorientasi wirausaha.
2. Melaksanakan penelitian terapan berbasis industri perkebunan
3. Melaksanakan pemindahalian IPTEK kepada masyarakat
4. Melaksanakan kerjasama bidang produksi dan manajemen
industri perkebunan dengan stakeholder.
5. Melaksanakan uji kompetensi bidang produksi dan manajemen
industri perkebunan.
Posisi Pekerjaan :
Supervisor di bidang penyiapan lahan, di bidang pembibitan, di bidang
penanaman dan pemeliharaan di bidang panen, di bidang pengolahan (fabrikasi)
instruktur, Laboran, Asistensi Peneliti, Tenaga Penyuluh Perkebunan dan
Wirausahawan.
Kajian Utama :
Budidaya dan perbanyakan tanaman perkebunan semusim dan tahunan.
Manajemen Perkebunan, Produksi dan Pengolahan Hasil Perkebunan,
Pengelolaaan Organisme Pengganggu, Penilaian Umum Lahan, Kewirausahaan,
Fasilitas :
Ruang kuliah, Kebun Induk Karet (0,5 Ha), kebun pembibitan kelapa sawit (0,5
Ha), dan lahan pembibitan tanaman perkebunan semusim dan tahunan,
laboratorium tanaman, laboratorium bahasa, laboratorium computer, dan rumah
kaca.
Gambar 2.13. Kegiatan praktikum mahasiswa Politeknik Negeri Lampung
Sumber: 3.bp.blogspot.com
Kompetensi Lulusan :
1. Melaksanakan teknik budidaya tanaman perkebunan
2. Memahami pengembangan tanaman perkebunan
3. Memahami pasca panen dan pengelolaan hasil tanaman perkebunan
4. Menyusun program pengelolaan tanaman oerkebunan
5. Menyusun rencana kerja pengelolaan tanaman perkebunan
7. Mengelola sumber daya manusia usaha perkebunan
8. Memahami pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
9. Mengembangkan jiwa interprenur
10.Melaksanakan quality control
11.Menghasilkan penelitian yang inovatif sesuai dengan perkembangan dunia
usaha perkebunan