BAB II
PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS
Keberadaan lembaga Notaris di indonesia senantiasa dikaitkan dengan
keberadaan fakultas hukum, hal ini terbukti dari institusi yang menghasilkan
Notaris (sekarang ini) semuanya dari fakultas hukum dengan kekhususan
(sebelumnya) Program Pendidikan Spesialis Notaris atau sekarang ini Program
Studi Magester Kenotariatan, dan secara subtansi yang di pelajari di fakultas
hukum, padahal sebenarnya ada materi-materi yang bukan bagian dari materi ilmu
hukum, artinya ada materi yang harus ditempatkan sebagai kajian yang tersendiri
(otonom) dengan nama Hukum Notaris.
Adapun kaitan ini perlu dicermati pendapat A.Pitlo, bahwa :
“Hukum Notariat ( het notariele recht) sedang menampakkan diri sebagai suatu bagian otonom dalam ilmu hukum, hal mana telah didahului oleh Hukum
Administrasi, Hukum Pajak, Hukum Publik, dan lain-lainnya. Dalam
perkembangannya setiap bagian otonom ini membentuk suatu sistem
dasar-dasarnya tersendiri.”†††††
†††††
Habib Adjie., Op.Cit.,hlm 1-2
Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, Akta Authentik adalah suatu akta yang
di buat dalam bentuk yang di tentukan oleh undang-undang, di buat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa uuntuk itu di tempat dimana akta
di buatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu satunya yang mempunyai
wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang pejabat
Menurut Wirjono Prodjodikoro, akta authentik adalah akta yang dibuat
dengan maksud untuk dijadikan alat bukti oleh atau dimuka seorang pejabat
umum yang berkuasa untuk itu, Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, suatu
akta tidaklah cukup apabila akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat saja,
disamping itu caranya membuat akta authentik haruslah menurut ketentuan yang
ditetapkan oleh undang-undang, suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa
ada wewenang dan tanpa kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi
syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta authentik, tetapi memopunyai
kekuatan sebagai akta dibawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.‡‡‡‡‡
Menurut C.A. Kraan akta authentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :§§§§§
a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti
atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan di
buat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut
ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang
bersangkutan saja.
b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, di anggap berasal dari pejabat
yang berwenang
c. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut
mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat
ketentuan- ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu
‡‡‡‡‡
Sjaifurrachman., Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 25
§§§§§
tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang membuatnya c.q. data
dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut).
d. Seorang pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan
pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdigheid-impartiality) dalam menjalankan jabatannya.
e. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah
hubungan hukum didalam bidang hukum privat.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik
sejauh pembuatan akta authentik tidak di khususkan kepada pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum. Selain itu, akta authentik yang di buat oleh atau di hadapan notaris, bukan
saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga kehendaki
oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak
demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Menurut Izenic,
bentuk atau corak Notaris dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu: ******
******
Ibid., hlm 8
Bilamana tindakan Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi
ternyata berdasarkan UUJN dan Kode Etik Notaris bukan suatu pelanggaran,
maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena
ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UUJN dan Kode Etik
Notaris dipidana tanpa memperhatikan aturan hukum yang berkaitan dengan
tata cara pemanggilan Notaris yang terdapat pada pasal 66 UUJN dan hanya
berdasarkan Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja,
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dan dianggap menyepelekan
pasal 66 UUJN.
Menurut Meijers, diperlukan adanya kesalahan besar (hard schuldrecht) untuk perbuatan yang berkaitan dengan pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti
Notaris.††††††
Akta authentik merupakan alat bukti bagi para pihak yang mengadakan
hubungan hukum perjanjian. Adanya akta ini untuk kepentingan para pihak, dan
dibuat oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta demikian mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang membuatnya. Sebagai alat bukti Notariat Fungsionnel, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah di
delegasikan (gedelegeerd), dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di
negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti terdapat pemisahan yang
keras antara “wettleijke” dan “niet wettleijke” weerzaamheden, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan Undang-Undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam
notariat.
Notariat Professionel, dalam kelompok ini, walaupun pemerintah mengatur
tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat khusus
tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.
††††††
yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta
notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain.
Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut
karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan Notaris sebagai pejabat umum yang di
angkat oleh Pemerintah.‡‡‡‡‡‡
Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta di bawah tangan diakui oleh
orang terhadap siapa akta itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan
alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para
ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.§§§§§§
Berbeda dengan akta authentik, akta di bawah tanggan adalah akta yang
cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat
pegawai umum, tetapi hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja. Akta di
bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat
perjanjian jual beli, dsb.
Adapun pengertian dari akta notaris yaitu terdapat dalam pasal 1 ayat 7
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 yaitu mengatakan bahwa “
Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta authentik yang dibuat
oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
undang-undang ini.” *******Oleh karena itu peranan notaris dalam pembuatan akta
authentik terdapat pada pengeritan Notaris tersebut dan di kuatkan pada pasal 1
‡‡‡‡‡‡
PUTRI . A. R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, PT. SOFT MEDIA, Jakarta, 2011, hlm. 2-3
§§§§§§
di akses pada tanggal
29 januari 2015 *******
ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 di mana pengertian
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik.
Pasal ini merupakan penegasan dari pasal 1868 KUH Perdata “ Suatu akta
authentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di tentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu di tempat dimana akta dibuatnya.†††††††
†††††††
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam
menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta
Notaris yang bersifat authentik, dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh
dalam setiap perkara yang terkait dengan akta Notaris tersebut. Dalam berbagai
macam hubungan bisnis, seperti kegiatan di bidang perbankan, pertanahan,
kegiatan sosial dan lain-lain, baik dalam lingkup lokal, regional, maupun nasional,
kebutuhan akan akta authentik sebagai alat bukti pembuktian semakin meningkat.
Akta otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, yang menjamin
kepastian hukum sekaligus diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya sengketa,
walaupun sengketa tersebut pada akhirnya mungkin tidak dapat dihindari, dalam
proses penyelesaian sengketa tersebut akta authentik yang merupakan alat bukti
tertulis dan terkuat dan memberi sumbangan yang nyata bagi penyelesaian perkara
secara mudah dan cepat. Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh apa
yang dinyatakan dalam akta Notaris harus di terima kecuali pihak yang
berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan
Kekuatan akta notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter
pembuatnya, yaitu Notaris sebagai pejabat umum yang secara khusus diberi
wewenang untuk membuat akta. Pada asasnya setiap orang yang diangkat sebagai
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik
tanpa keuali sepanjang tidak ditujuk pejabat lain oleh undang-undang yang secara
tegas memberikan kewenangan kepada pejabat lain tersebut.‡‡‡‡‡‡‡
1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskract) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahanya sebagai akta
authentik
Akta Notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat yang bersifat
sempurna. Karena akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :
2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul
diketahui dan didengar oleh notaris dan diterangkan oleh pihak yang
menghadap, yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang
sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris.
3. Kekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi suatu akta.
Berbeda dengan perkara pidana akta Notaris sebagai akta authentik merupakan
alat bukti yang tidak dapat mengikat penyidik dan hakim dalam pembuktian, atau
‡‡‡‡‡‡‡
bersifat bebas. Dasar alasan ketidakterkaitan atas alat bukti surat tersebut
didasarkan beberapa asas, antara lain :§§§§§§§
a. Asas proses perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materil atau
kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal. Walaupun dari segi formil alat bukti surat telah benar dan sempurna,
namun kebenaran dan kesempurnaan formal itu dapat disingkirkan demi
mewujudkan kebenaran materill.
Dengan asas ini hakim bebas menilai kebenaran yang terkandung pada alat
bukti surat.
b. Asas Keyakinan Hakim seperti terdapat dalam jiwa ketentuan pasal 183
KUHAP. Menurut pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran system
pembuktian “ menurut undang-undang secara negatif ” artinya bahwa
hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila
kesalahan terdakwa telah terbukti sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah dan atas keterbuktian itu hakim “yakin” terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
c. Asas-asas minimum pembuktian, alat bukti surat resmi (authentik)
berbentuk surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang
adalah alat bukti yang sah dan bernilai sempurna, namun nilai
kesempurnaan yang melekat pada alat bukti surat yang bersangkutan tidak
mendukung untuk berdiri sendiri.
§§§§§§§
Jika dikaitkan dengan Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Oleh karena itu
meskipun akta authentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak,
namum dalam perkara pidana, akta authentik masih dapat digugurkan dengan alat
bukti lain yang lebih kuat yaitu keterangan pihak ketiga atau para pihak yang
terkait dalam pembuatan akta tersebut. Karena dalam perkara pidana alat bukti
yang sah menurut undang-undang di sebut secara rinci atau limitative sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,
Petunjuk dan Keterangan terdakwa.
Kekuatan pembuktian akta Notaris dalam perkara pidana,merupakan alat
bukti yang sah menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Namun nilai
kesempurnaannya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat
bukti lain. Notaris tidak menjamin bahwa apa yang di nyatakan oleh penghadap
tersebut adalah benar atau suatu kebenaran.********
Dan mulai belaku/terjadinya pembatalan sejak akta tetap mengikat selama
belum ada yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan akta menjadi tidak Akta notaris yang dapat dibatalkan apabila melanggar unsur subjektif,
ialah Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toetsemming van degenen die zich verbiden),Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene verbindtenis aaan te gaan).
********
mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Akta notaris juga bisa batal demi hukum apabila melanggar unsur objektif,
ialah suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), suatu sebab yang tidak terlarang ( eene geoorfloofde oorzaak).
Dan mulai berlaku/terjadinya pembatalan sejak saat akta tersebut
ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak
pernah terjadi, dan tanpa perlu ada putusan pengadilan.††††††††
††††††††
HABIB ADJIE, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 42
Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap
akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah (Vermoeden van Rechtmatigheid) atau Presumptio lustae Causa. Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah sampai ada
pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai
akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan
sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan umum.
Selama dan sepanjang gugatan berjalan maka akta Notaris tetap sah dan mengikat
para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.
Dalam gugatan untuk menyatakan akta Notaris tidak sah, maka harus
dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan materil akta Notaris.
Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para
Dengan demikian dengan alasan tertentu maka kedudukan akta Notaris
:‡‡‡‡‡‡‡‡
1. dapat dibatalkan;
2. batal demi hukum;
3. mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan;
4. dibatalkan oleh para pihak sendiri;
5. dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena penerapan asas Praduga Sah.
Kelima kedudukan akta Notaris sebagaimana tersebut di atas tidak dapat
dilakukan secara bersamaan, tapi hanya berlaku satu saja, yaitu jika akta Notaris
diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum
(negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai
kedudukan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta Notaris batal demi
hukum atau akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri dengan akta Notaris
lagi, maka pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku
pula untuk asas Praduga Sah.§§§§§§§§
Asas Praduga Sah ini berlaku, dengan ketentuan jika atas akta Notaris
tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta Notaris tidak mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak
di batalkan oleh para pihak sendiri.Dengan demikian penerapan Asas Praduga Sah
‡‡‡‡‡‡‡‡
Habib Adjie., Op.Cit., hlm. 141 §§§§§§§§
untuk akta Notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut
di penuhi.*********
1. Ambtelijk acten, procesverbaal acten dan
Akta authentik yang dibuat oleh notaris ada dua (2) macam, yaitu :
2. Party acten
Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimasudkan yaitu akta yang dibuat oleh ( door enn ) Notaris atau yang dinamakan “akta reelas” atau “akta pejabat” (ambtelijke akten) sebagai akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara
rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau
inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.
Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para
pihak dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak
tersebut, dinamakan “ akta partij” ( partij aktan ). Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya †††††††††
Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktek Notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau
perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.
Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan)\Notaris, dalam praktik Notaris
*********
Ibid., hlm. 142 †††††††††
disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan
agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Pengeritan seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis
dari akta Notaris, tidak berarti Notaris sebagai pelaku dari akta tersbeut, Notaris
tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan
kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta Notaris dipermasalahkan,
maka kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan
atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat
atau Turut Tergugat dalam pekara perdata. Penempatan Notaris sebagai pihak
yang turut serta atau membantu para pihak dengan kualifikasi membuat atau Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi
dasar utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris yaitu harus ada keinginan
atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan permintaan para pihak tidak ada, maka Notaris tidak ada, maka Notaris tidak akan
membuat akta yang dimaksud.
Untuk memenuhi keinginanan permintaan para pihak Notaris dapat
memberikan salaran dengan tetap berpijak pada aturan hukum . Ketika saran
Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, meskipun
demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan
para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan perbuatan
para pihak bukan perbuatan atau tindakan notaris.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡
menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan Notaris
sebagai pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke
dalam akta authentik atau menempatkan Notaris sebagai tergugat yang berkaitan
dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, maka hal tersebut telah
mencederai akta Notaris dan Notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum
lainnya mengenai kedudukan akta Notaris dan Notaris di Indonesia. Siapapun
tidak dapat memberikan penafsiran lain atas akta Notaris atau dengan kata lain
terikat dengan akta Notaris tersebut.§§§§§§§§§
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan
hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang
membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat authentik mengenai keadaan,
peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat
sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas
pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai
dengan tugas dan jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris.
Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak
membutuhkannya.**********
B. Kewenangan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik
Dengan demikian Notaris merupakan suatu Jabatan (Publik) mempunyai
karateristik, yaitu:††††††††††
a. Sebagai Jabatan
§§§§§§§§§
Habib Adjie.,Cetakan I., Op.Cit., hlm 44-45 **********
Dr. Habib Adjie, SH., M.Hum., Op.Cit., hlm 14 ††††††††††
UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris,
Artinya satu satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang
mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, Sehingga segala hal yang berkaitan
dengan Notaris di indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris
merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan
Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas
yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi
tertentu ( kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai
suatu lingkungan pekerjaan tetap.
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu.
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan
hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan
tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian
jika seorang pejabat (Notaris) melakukan tindakan di luar wewenang yang
telah di tentukan, dapat di kategorikan sebagai perbuatan melanggar
wewenang. Wewenang notaris hanya di cantumkan dalam pasal 15 ayat
(1), (2), dan (3) UUJN.
c. Diangkat dan di berhentikan oleh pemerintah
Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi
kenotariatan . Notaris meskipun secara administratif diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi
dalam menjalankan tugas jabatannya : bersifat mandiri, tidak memihak
siapapun, tidak tergantung kepada siapapun, yang berarti dalam
menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang
mengangkatnya atau oleh pihak lain.
d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya.
Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi
tidak menerima gaji pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima
honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat
memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.
Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
memerlukan dokumen hukum (akta) authentik dalam bidang hukum
perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani
masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata notaris dan
menuntut biaya ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat
dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini
merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.
Setiap perbuatan pemerintahan disyaratkan harus pada wewenang yang
sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun Badan Tata
Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh
karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun
Dalam hukum administrasi negara, dasar bagi pemerintah untuk
melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan bevoegdheid yang berkaitan dengan suatu jabatan ambt. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi, dan mandat, ketiga sumber
kewenangan ini akan melahirkan kewenangan (bevoegdhei, legal power, competence). Kewenangan yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu kententuan
perundang-undangan. Perundang- undanganlah yang menciptakan suatu wewenang
pemerintahan baru.
Jadi pada atribusi terjadi pemberian suatu wewenang oleh suatu peraturan
perundang-undangan. Kewenangan yang di peroleh dengan cara delegasi atau
pelimpahan, merupakan pemberian wewenang yang sudah ada oleh suatu badan
administrasi negara yang telah memperoleh suatu kewenangan pemerintahan
secara atributif kepada badan administrasi negara lainnya. Suatu deligasi selalu
didahului oleh adanya suatu atribusi lainnya. Suatu deligasi selalu didahului oleh
adanya suatu atribusi wewenang. Jadi harus dipastikan apakah suatu badan yang
mengeluarkan suatu keputusan yang berisi suatu pendelegasian wewenang itu
berdasarkan suatu wewenang pemerintahan atributif yang sah atau tidak. Jadi,
pada wewenang delegasi terjadi pelimpahan atau pemindahan wewenang yang
telah ada kepada pejabat atau organ administrasi lainya.
Pada wewenang mandat, tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru
maupun pelimpahan wewenang dari suatu badan ke badan lainnya, pada mandat
hanya terjadi suatu hubungan intern antara penerima mandat (mandataris) dengan
dan tidak berlaih pada mandataris. Dari perspektif sumber kewenangan, Notaris
memiliki wewenang atributif yang diberikan oleh pembentuk undang-undang
(badan legislator), yang dalam hal ini melalui Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Jadi, Notaris memiliki legalitas untuk melakukan
perbuatan hukum membuat akta authentik.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 15 UUJN kewenangan
Notaris bisa dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Kewenangan utama/umum, pasal 15 ayat (1),
2. Kewenangan tertentu, pasal 15 ayat (2), dan
3. Kewenangan lain-lain, pasal 15 ayat (3).
Kewenangan utama/umum Notaris membuat akta authentik yang menyangkut
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta authentik, dan menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta , semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang di tetapkan oleh undang-undang.
Adapun pengaturan tentang kewenangan notaris yaitu terdapat pada pasal 15
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 yang berbunyi:§§§§§§§§§§
1. Notaris berwenang membuat Akta authentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Habib Adjie., Cetakan ke III., Op.Cit., hlm 78 §§§§§§§§§§
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta authentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. membukukan seurat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus.
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan.
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta.
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau
g. membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mepunyai kewenangan lain yang di atur dalam peraturan
Di samping itu juga dapat dilihat dalam rumusan ketentuan Pasal 15 ayat (2)
huruf f ini menimbulkan multi penafsiran dan penafsiran terhadap pasal ini
menumbulkan adanya dua pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan
dengan pertanahan yaitu:***********
a. Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti
luas meliputi baik yang menjadi kewenangan PPAT berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 maupun kewenangan
lainnya yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998
b. Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti
sempit, yang tidak termasuk kewenangan PPAT berdasarkan PP
Nomor 37 Tahun 1998
Adapun rumusan Pasal 15 ayat (2) huruf g ini menimbulkan multi
penafsiran, dan penafsiran terhadap pasal ini menimbulkan adanya dua pandangan
tentang arti kewenangan Notaris berkaitan dengan akta risalah lelang
yaitu;†††††††††††
a. Pertama, setiap Notaris secara serta merta berwenang untuk membuat akta risalah lelang artinya jabatan Notaris dengan jabatan
pejabat lelang disatukan, begitu menjadi Notaris otomatis ia
menjalankan pekerjaan-pekerjaan pejabat lelang. Dengan demikian
jika seorang sudah diangkat menjadi Notaris ia tidak perlu diangkat
menjadi pejabat lelang.
***********
Sjaifurrachman.,Op.Cit., hlm 82-83 †††††††††††
b. Kedua, tidak semua Notaris mempunyai wewenang untuk membuat risalah lelang walaupun Notaris dan pejabat lelang
mempunyai kualifikasi yang sama sebagai pejabat umum, hanya
Notaris yang telah disahkan dan ditetapkan sebagai pejabat lelang
kelas II yang berwenang untuk membuat akta risalah lelang.
Adapun beberapa akta authentik yang merupakan wewenang Notaris dan
juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW);
2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227
BW)
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (
Pasal 1405 dan 1406 BW),
4. Akta protes wesel dan cek ( Pasal 143 dan 218 WvK).
5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) – (Pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).
6. Membuat akta risalah lelang.
Adapun kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam
bentuk in Originali, yaitu akta :§§§§§§§§§§§
a. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Penawaran pembayaran tunai;
c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimannya surat berharga;
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Habib Adjie., Cetakan ke III., Op.Cit., hlm 79 §§§§§§§§§§§
d. Akta kuasa;
e. Keterangan kepemilikan; atau
f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Akta yang di buat oleh Notaris hanya akan menjadi akta authentik apabila
notaris mempunyai wewenang untuk meliputi 4 hal, yaitu :************
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat
itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris
adalah pejabat umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan
kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat. Pasal 52 ayat (1) UUJN
menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta
untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai
hubungan keluarga dengan notaris baik karena perkawinan maupun
hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/ atau ke atas tanpa
pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping dengan derajat
ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu
kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan
dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan
memihak dan penyalahgunaan jabatan.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta
itu dibuat. Menurut Pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat
kedudukan di daerah kabupaten/kota. Wilayah jabatan notaris
************
meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukkannya.
Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan
akta itu. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti
atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh
membuat akta sebelum ia memangku jabatannya.
C. Peran MPD dan MPW dalam hal menerima penngaduan masyarakat
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomot 2 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, pengawasan Notaris tidak dilakukan oleh Pengadilan Negeri sesuai
wilayah kerja Notaris yang bersangkutan berada. Ada dua lembaga yang
berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris, yaitu lembaga Majelis
Pengawas Notaris yang dibentuk oleh menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan pengawas
terhadap Notaris dan Dewan Kehormatan yang merupakan salah satu dari alat
pelengkapan organisasi Notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia. Kedua
lembaga tersebut berwenang untuk mengawasi Notaris sampai dengan penjatuhan
sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Terdapat perbedaan kewenangan antara kedua lembaga
tersebut dikarenakan keduanya terbentuk dari lembaga yang berbeda, namun
keduanya tetap tidak dapat di pisahkan dari keberadaan organisasi
Notaris.††††††††††††
††††††††††††
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas, yang di dalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian
setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas yang
memahami dunia Notaris. Adanya anggota Majelis Pengawas dari kalangan
Notaris merupakan pengawasan internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris
yang memahami dunia Notaris luar dalam. Sedangkan unsur lainnya merupakan
unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan masyarakat.
Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan sinergi
pengawasan dan pemeriksaan yang objektif sehingga setiap pengawasan
dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi
secara internal dan eksternal.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Dewan kehormatan dan Majelis Pengawas Notaris merupakan dua
lembaga yang berbeda dan mempunyai kewenangan yang berbeda pula dalam hal
pelaksanaan pengawasan bagi Notaris. Dewan kehormatan dibentuk sebagai alat
perlengkapan organisasi Ikatan Notaris Indonesia, sedangkan Majelis Pengawas
Notaris dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Dari kewenangannya, maka Dewan Kehormatan berwenang untuk
melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik organisasi
yang bersifat tidak berkaitan secara langsung dengan masyarakat atau hanya
bersifat internal organisasi saja, sedangkan Majelis Pengawas Notaris berwenang
melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran jabatan Notaris,
dan kode etik jabatan Notaris apabila berkaitan langsung dengan masyarakat yang
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
menggunakan jasa notaris, meskipun dalam kewenangan masing-masing
tercantum bahwa kedua lembaga tersebut berwenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran kode etik Notaris, namun
lingkup kewenangannya berbeda berdasarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan
oleh Notaris. Apabila pelanggaran kode etik yang dilakukan bersifat internal,
maka Dewan Kehormatan bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran tersebut dan bila sifat pelanggaran yang dilakukan telah merugikan
klien atau masyarakat, maka Majelis Pengawas Notaris yang bertugas untuk
melakukan pemeriksaan. Namun demikian, Dewan Kehormatan tetap bertugas
untuk membantu Majelis Pengawas Notaris dalam hal pemerikasaan pelanggaran
kode etik dan jabatan Notaris. §§§§§§§§§§§§
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
menentukan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan
oleh Menteri yang membawahi bidang kenotariatan, dan dalam pelaksaan
pengawasan teersebut menteri membentuk suatu lembaga tersendiri yang disebut
Majelis Penagawas Notaris. Mengenai Majelis Pengawas, menurut UUJN
memberi batasan sebagai suatu badan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Pengertian pengawasan dalam ketentuan ini termasuk pembinaan yang dilakukan
oleh menteri terhadap Notaris. Pengawasan itu sendiri adalah kegiatan yang
bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas terhadap Notaris. Majelis Pengawas ini dibentuk oleh menteri
§§§§§§§§§§§§
dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris yang terdiri atas
:*************
a. Majelis Pengawas Daerah, yang dibentuk dan berkedudukan di
Kabupaten atau Kota;
b. Majelis Pengawas Wilayah, yang dibentuk dan berkedudukan di
Propinsi; dan
c. Majelis Pengawas Pusat yang dibentuk dan berkedudukan di Ibu
Kota Negara
Adapun wewenang MPD yang diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2014, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10. Tahun 2004. Dalam pasal 66 UUJN diatur
mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan :
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta atau Protokol Notaris dalam
Penyimpanan Notaris;
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris
*************
2. pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.
Ketentuan pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak
dipunyai oleh MPW maupun MPP. Subtansi Pasal 66 UUJN imperatif dilakukan
oleh penyidik, pejabat umum, atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan
dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana
tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara
pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut
umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seseorang Notaris digugat
perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena setiap orang untuk
mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris.
Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau
meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan akta
Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para
pihak, bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek pemeriksaan, sehingga
tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan
tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik unsur Notaris,
pemerintahan dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur
maupun subtansinya. Tanpa ada izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan
hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara
pidana.†††††††††††††
†††††††††††††
Adapun Pasal 70 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan
dengan:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau waktu yang dianggap perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menentapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul
Notaris yang bersangkutan;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih;
f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (4);
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
undang-undang ini;
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan g kepada Majelis
Pengawas Wilayah.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur
mengenai pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa,
yaitu:§§§§§§§§§§§§§
1. Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri
atas 3 (tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk
oleh Majelis Pengawas Daerah yang dibantu oleh 1 (satu) orang
sekretaris;
2. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak
untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau
hubungan dara dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa
pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan derajat
ketiga dengan Notaris;
3. Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Ketua Majelis Pengawas daerah menunjuk
penggantinya.
Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana tersebut di atas wajib
dibuat Berita Acara dan dilaporkan kepada MPW, pengurus organisasi jabatan
Notaris dan MPW, hal ini berdasarkan pasal 17 peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004,
yaitu:**************
§§§§§§§§§§§§§
Ibid,. hal 182 **************
1. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam pasal
15 dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani
oleh Ketua Tim Pemeriksa dan Notaris yang diperiksa;
2. Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan
Tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah Ikatan
Notaris Indonesia, dan Majelis Pengawas Pusat.
Wewenang MPW di samping diatur dalam UUJN, juga diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004. Dalam Pasal
73 ayat (1) UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan
dengan:††††††††††††††
a. Menyelengarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui
Majelis Pengawas Wilayah;
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)
tahun;
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
yang, memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
††††††††††††††
e. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa:
1. Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan atau
2. Pemberhentian dengan tidak hormat
f. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f.
Menurut Pasal 73 ayat (2) UUJN, Keputusan Majelis Pengawas Wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final, dan terhadap setiap
keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
huruf f dibuatkan berita acara (Pasal 73 ayat (3) UUJN).
Wewenang MPW menurut Pasasl 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, berkaitan
dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh MPW, yaitu:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Majelis Pengawas Wilayah memeriksa dan memutuskan hasil
pemeriksaan Majelis Pemeriksaan Daerah;
2. Majelis Pengawas Wilayah mulai melakukan pemeriksaan terhadap
hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima;
3. Majelis Pemeriksa Wilayah berwenang memanggil Pelapor dan
Terlapor untuk di dengar keterangannya;
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
4. Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak berkas diterima.
Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10. Tahun 2004, mengenai Tugas
Majelis Pengawas menegaskan bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan
sanksi yang tersebut dalam pasal 73, 85 UUJN, dan Pasal 26 Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004, kemudian angka 2 butir 2 keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10. Tahun 2004 mengatur pula
mengenai kewenangan MPW, yaitu:§§§§§§§§§§§§§§
1. Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi
pemberhentia dengan hormat;
2. Memeriksa dan memutuskan keberatan atas putusan penolakan cuti oleh
Majelis Pengawas Pusat;
3. Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti;
4. Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsur pidana
yang telah diberitahukan oleh Majelis Pengawas Daerah. Atas laporan
tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah
hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat;
5. Menyampaikan Laporan kepada Majelis Pengawas Pusat, yaitu :
a. Laporan berkala setiap enam (6) bulan sekali dalam bulan
Agustus dan Febuari;
§§§§§§§§§§§§§§
b. Laporan Insidentil paling lambat 15 (lima belas) hari setelah
putusan Majelis Pemeriksa.
Mengenai mekanisme yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris
dalam rangka laporan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik
Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris adalah sebagai berikut :
untuk keperluan pemeriksaan sehubungan dengan ada dan diterimanya laporan
masyarakat, Ketua Majelis Pengawas Daerah membentuk Majelis Pemeriksa yang
berasal dari setiap unsur, dan terdiri dari seorang ketua dan dua orang anggota
yang dibantu oleh seorang sekretaris dalam waktu paling lambat lima hari kerja
sejak diterimanya laporan, Majelis Pemeriksa harus menolak melakukan
pemeriksaan terhadap Notaris terlapor yang mempunyai hubungan perkawinan
dan hubungan darah dalam garis tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping
sampai derajat ketiga, laporan masyarakat tersebut harus dilakukan secara tertulis
dan dalam bahasa Indonesia disertai bukti-bukti yang dapat pertanggung
jawabkan, sebelum pemeriksaan dilakukan baik ke dalam pelapor maupun
terlapor atau Notaris yang hendak diperiksa diberi tahu secara tertulis, dalam
waktu sekurang-kurangnya lima hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan,
apabila terlapor tidak hadir, sekalipun telah dipanggil secara patut maka dilakukan
pemanggilan kedua, apabila setelah dilakukan pemanggilan kedua ternyata
terlapor tetap tidak bisa hadir maka pemeriksaan tetap dilakukan dan putusan
diambil serta laporan dinyatakan gugur dan tidak dapat diajukan lagi, pemeriksaan
dilakukan paling lambat dalam jangka pertama dimana pelapor hadir Majelis
Pemeriksa mulai melakukan pemeriksaan dengan membacakan laporan dan
untuk melakukan pembelaan diri, pelapor maupun terlapor dapat mengajukan
bukti-bukti dalil yang diajukan Majelis Pemeriksa membuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris sedapat mungkin
sebanyak dua rangkap, dimana satu rangkap untuk disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah.
Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang
ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris berikut peraturan pelaksanannya,
maka perlu dilakukan hal-hal atau dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: untuk
pihak pemeriksa atau Majelis Pemeriksa, setiap anggota Majelis Pemeriksa
dituntut untuk menguasai hal-hal yang berkenaan dan/atau berhubungan dengan
materi yang hendak diperiksa, maupun teknik pemeriksaan terutama dalam
rangka mendapatkan data yang diperlukan, sebelum atau pada waktu pemeriksaan
dilakukan, sebaiknya Majelis Pemeriksa menjelaskan tentang maksud dan tujuan
pebentukan, serta wewenang dan kewajiban Majelis Pengawas, termasuk di
dalamnya wewenang dan kewajiban Majelis Pemeriksa.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, kewajiban Majelis pemeriksa tidak
semata-mata mencari dan menemukan data/atau yang berhubungan dengan materi
laporan masyarakat yang disampaikan kepada majelis, namun yang tidak kalah
pentingnya adalah menyampaikan informasi dengan maksud untuk memberikan
pemahaman yang benar tentang materi laporan tersebut baik ditinjau dari aturan
hukum materill yang berlaku maupun dari hukum yang mengatur tentang
pelaksanaan tugas jabatan Notaris serta kode etik Notaris, kepada Notaris yang
sedang diperiksa, apabila dipandang perlu dapat diberi penjelasan mengenai
terhadap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya sekalipun pada prinsipnya
Notaris hanya bertugas mengkonstatir hal-hal yang dikehendaki dan dinyatakan
oleh para pihak atau penghadap, sebab ada bagian tertentu dari akta yang
merukapan tanggung jawab sepenuhnya dari Notaris pembuat akta, yaitu
mengenai awal dan akhir kata.***************
***************