BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf pusat merupakan penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika Serikat. Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu juga merupakan penyebab utama cacat menahun. Penyakit- penyakit dengan lesi vaskular di otak dikenal sebagai penyakit serebrovaskular atau disingkatkan dengan CVD (“cerebral vascular disease”) (Mardjono dan Sidharta, 2012).
Stroke didefenisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Defenisi lain lebih mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah sebagai berikut : “suatu defisit neurologis mendadak akibat iskemik atau hemoragik sirkulasi saraf otak. (Martono, Hadi dalam buku Ilmu Penyakit Dalam, 2009).
Stroke atau manifestasi CVD mempunyai etiologi dan patogenesis yang multikompleks. Rumitnya mekanisme CVD disebabkan oleh adanya integritas tubuh yang sempurna. Otak tidak berdiri sendiri diluar lingkup kerja jantung dan susunan vascular: metabolisme otak tidak berdiri sendiri diluar lingkup kerja organ-organ tubuh sebagai suatu keseluruhan dalam ekspresi (gerakan) dan persepsi (sensori dan fungsi luhur) suatu keadaan yang kita jumpai pada penderita yang mengidap “stroke”. (Mardjono dan Sidharta,2012)
2.2. Epidemiologi stroke
semua kasus stroke. Insidens stroke diperkirakan 25% lebih tinggi pada laki-laki dibandingakan dengan perempuan. Diperkirakan 85% kasus stroke disebabkan oleh karena adanya blokage (disebut stroke iskemik) dan 15 % kasus stroke disebabkan oleh karena adanya perdarahan di otak (disebut stroke hemoragik) dengan 10% disebabkan perdarahan intraserebral dan 5% disebabkan perdarahan subaraknoid.
Menurut Riskesdas (2013) prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%) < diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survey ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit diseluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang drawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitasnya dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Menurut Misbach, J dalam buku Unit Stroke Manajemen Stroke Komprehensif, 2007)
2.3. Pengaturan Aliran Darah Otak
lebih rendah di dalam rentang fisiologik, arteriol-arteriol berdilatasi untuk menurunkan resistensi sehingga aliran darah ke jaringan otak dipertahankan konstan. Sebaliknya, apabila tekanan arteri sistemik meningkat mendadak di dalam rentang fisiologik, arteriol-arteriol berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak walaupun terjadi peningkatan tekanan dorongan darah arteri. (Price and Wilson, 2005)
2.4. Faktor Resiko Stroke
Menurut National stroke Association (2014), ada 2 tipe faktor resiko terjadinya stroke:
2.4.1. Faktor resiko non modifiable a. Umur
Resiko stroke meningkat seiring meningkatnya umur. Perubahan-perubahan yang menjurus ke aterosklerosis yang merupakan penyebab stroke sudah mulai terjadi setelah manusia dilahirkan. Pada umur 30 tahun, lesi aterosclerosis mulai tampak di arteri-arteri intracranial Setelah umur 55 tahun, resiko stroke menjadi 2kali lipat setiap dekadenya.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih banyak memiliki kecacatan setelah stroke dibanding pria. Wanita juga lebih banyak meninggal setiap tahunnya karena stroke dibandingkan pria. Namun insidensi stroke lebih tinggi pada pria.
c. Ras
Amerikan Afrikan beresiko terkena stroke 2 kali lipat dibanding kaukasian. Orang Asia Pasifik juga beresiko lebih tinggi dari pada kaukasian.
d. Riwayat Keluarga
2.4.2. Faktor resiko modifiable
a. Tekanan darah tinggi/hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko yang paling penting. Tekanan darah normal pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80mmHg. Prehipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang yang bertekanan darah tinggi memiliki resiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk terkena stroke disbanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah tinggi menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila kolesterol atau substansi fat-like lain terperangkap di arteri otak akan menghambat aliran darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Selain itu peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding pembuluh darah sehingga memudahkan pecahnya pembuluh darahyang dapat menyebabkan perdarahan otak.
b. Fibrilasi atrium Penderita fibrilasi atrium beresiko 5 kali lipat untuk terkena stroke. Kira-kira 15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat membentuk bekuan-bekuan darah yang apabila terbawa aliran ke otak akan menyebabkan stroke.
c. Kolesterol Tinggi
Kolesterol atau plak yang terbentuk di arteri oleh low-density lipoproteins
(LDL) dan trigliserida dapat menghambat aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke.
d. Diabetes
Penderita diabetes beresiko 4kali lipat untuk terkena stroke. Kerusakan otak akan semakin parah jika kadar gula darah tinggi saat terjadinya stroke.
e. Merokok
Merokok juga meningkatkan terbentuknya plak di arteri yang menghambat aliran darah otak, sehingga menyebabkan stroke.
f. Pengguna alkohol
Meminum alkohol lebih dari 2 gelas/hari meningkatkan resiko terjadinya stroke 50%. Namun, hubungan antara alkohol dan terjadinya stroke masih belum jelas.
g. Obesitas
Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi sistem sirkulasi. Obesitas juga menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes, yang semuanya dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke.
2.5. Klasifikasi Stroke
Menurut Misbach (1999), dalam Ritarwan (2002) dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Adapun klasifikasi stroke antara lain :
2.5.1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke Iskemik
a. TIA
b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subrakhnoid
3. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu : a. Serangan iskemik sepintas / TIA
Pada bentuk ini gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap. 2.5.2. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
Sistem karotis dan sistem vertebra-basiler.
2.6. Patofisiologi
Infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional dibatang otak terjadi karena kawasan pendarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat aliran darah lagi. Aliran darah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat ataupun pecah. Lesi yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu stroke dapat dibagi dalam:
(a) Stroke iskemik (b) Stroke hemoragik
menerobos kawasan kapilar sambil mencarikan dirinya (lisis). Tetapi keadaan arteri-arteri serebral yang sudah aterosklerotik ikut menentukan juga terjadinya oklusi arteri-arteri pada embolisasi. Angka statistik untuk infark serebri akibat embolisasi adalah 80%. Sedangkan dahulu diperkirakan berdasarkan gambaran klinisnya, embolis serebri mencakup hanya 5% dari semua kasus infark serebri.
Keadaan arteri-arteri serebral yang sudah aterosklerotik atau arteriosklerotik itu mendasari sebagian besar lesi vascular di otak dan batang otak. Sebagaimana nanti akan dijelaskan lebih lanjut, arteri-arteri cerebral tersebut diatas dianggap sebagai arteri-arteri yang tidak sehat.
(a) Secara struktural arteri-arteri tersebut mempermudah terjadinya oklusi dan turbulensi (karna penyempitan lumen) sehingga mempermudah pembentukkan embolus.
(b) Secara fungsional arteri-arteri tersebut tidak dapat mengelola dilatasi dan konstriksi vaskular secara sempurna. Sehingga pada keadaan-keadaan yang kritis akan timbul gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya iskemik dan infark serebri. (Sidharta, 2009)
2.7. Gejala dan Tanda
Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan koma dalam sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragik seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja (Martono, Hadi dalam buku Ilmu Penyakit Dalam, 2009).
2.8. Outcome Pasien Stroke Akut
Stroke masih menjadi satu dari masalah kesehatan masyarakat utama di Amerika Serikat saat ini, dengan perkiraan 500.000 kasus baru atau kasus yang berulang setiap tahun. Satu dari 4.000.000 orang yang hidup sekarang berjuang melawan stroke dan mempunyai defisit neurologi. Walaupun kemampuan penyedia jasa kesehatan untuk mengobati dan merehabilitasi pasien cukup baik, tetapi untuk menetapkan standar sistem pengelompokkan yang komprehensif untuk mendokumentasikan kecacatan dan disabilitas yang dihasilkan belum banyak berkembang (Kelly-Hayes, 1998)
penelitian intervensi target rehabilitasi. Penggantian kalimat disability dan handicap
menjadi keterbatasan dalam aktivitas dan restriksi dalam partisipasi.
Tabel 2.1. Outcome Stroke (ICIDH)
• Impairment : Hilangnya Fungsi fisiologis, anatomis serta psikologis karena
stroke
• Disabilitas : Hambatan/kehilangan kemampuan melakukan sesuatu yang
normal pada orang sehat (tidak bisa berjalan, menelan, dll). Mengukur
Activities of Daily Living (ADL), mobilitas dan pengukuran aktivitas berat. • Handicaps: tidak dapat berperan sebagai manusia normal. Pengukuran
kualitas hidup seseorang berdasarkan aktivitasnya dan emosi yang menunjukkan frekuensi depresi berhubungan dengan aktivitas
stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Komorbiditas juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap outcome stroke. Prognosis juga bergantung pada jenis strokenya, derajat dan lamanya obstruksi atau perdarahan, dan luas kematian jaringan otak. Lokasi dari stroke perdarahan juga merupakan faktor yang penting mempengaruhi outcome stroke,dan jenis stroke ini umunya mempunyai prognosis yang lebih buruk dari stroke iskemik.
Sakit kepala dan penurunan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Muntah pada saat perawatan juga lebih sering terjadi pada pasien dengan perdarahan intraserebral (Barret, et al., 2007).
2.9. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
NIHSS adalah skala yang secara umum digunakan untuk mengukur tingkat keparahan stroke akut. Skala ini sudah digunakan diberbagai percobaan sebagai alat yang sudah tervalidasi untuk memprediksi prognosis stroke (Fischer, et al., 2005).
2.10. Tekanan darah
2.10.1. Defenisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung didalam pembuluh dan compliance, atau distensibilitas dinding pembuluh (Sherwood, 2011). Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Gunawan,2001;dalam P, Naysa Maryska, 2012).
2.10.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah :
Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah tinggi menurut Joint National Committe (JNC) VII
Classification Systolic Blood Pressure Diastolic Blood Pressure
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 and <80
Prehypertension 120-139 or 80-90
Hypertension, Stage 1 140-159 or 90-99
2.11. Pengaruh Tekanan Darah dengan Tingkat Keparahan stroke
Pembuluh darah serebral menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa, sehingga aliran darah tidak banyak berubah-ubah, walaupun tekanan darah arterial sistemik mengalami fluktuasi yang berat. Pengaturan diameter lumen arteri serebral dinamakan autoregulasi serebral. Konstriksi arterial terjadi apabila tekanan intra-lumenal melonjak. Dan dilatasi arteri terjadi jika tekanan intraluminal menurun, reaksi dinding pembuluh darah serebral tersebut terhadap fluktuasi tekanan intraluminal itu sangat cepat, yaitu dalam beberapa detik (Sidharta, 2009).
Leonardi-Bee (2002) pada penelitiannya yang dilakukan pada 17.398 pasien dengan stroke akut menemukan bahwa tekanan darah tinggi maupun rendah secara tidak langsung berpengaruh terhadap prognosis yang buruk. Sedangkan menurut Wilmot (2004) pada 10.892 pasien stroke iskemik dan stroke hemoragik akut dengan tekanan darah sistolik yang tinggi dan diastolik yang tinggi secara signifikan berhubungan dengan outcome nya yaitu kematian dan disabilitas.