BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Laporan Keuangan
2.1.1Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya sangat penting diketahui
oleh pemilik dan manajemen. Kondisi keuangan yang dimaksud ialah mengetahui
seberapa besar jumlah harta, kewajiban, serta modal. Kemudian juga mengetahui
jumlah pendapatan yang diterima dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama
periode tertentu. Dengan demikian, dapat diketahui bagaimana kondisi keuangan
perusahaan sehingga akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang
telah direncanakan sebelumnya atau tidak.
Menurut Subramanyam dan Wild (2010:4), analisis laporan keuangan adalah
aplikasi dari alat dan teknik analisis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan
data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang
bermanfaat dalam analisis bisnis. Hasil dari analisis laporan keuangan juga akan
memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.
Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, maka manajemen
dapat memperbaiki kelemahan tersebut dan meningkatkan kekuatannya untuk
dijadikan modal selanjutnya.
2.1.2Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan
Analisis keuangan perlu dilakukan secara terpadu dan komprehensif;
belakang (historical financial statements analysis), bila ada sedikitnya 5 tahun,
dalam suatu tabel analisis komprehensif. Hal ini dilakukan agar lebih tepat dalam
menilai kemajuan atau kinerja manajemen dari periode ke periode selanjutnya,
khususnya tentang stabilitas, pertumbuhan dan potensinya dalam memberikan
return kepada pemegang saham.
Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan
keuangan adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008:92):
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu,
baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk
beberapa periode;
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan
perusahaan;
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki;
4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan
ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini;
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal;
6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang
hasil yang mereka capai.
2.1.3Langkah atau Prosedur Analisis Keuangan
Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis
terhadap perusahaan menyangkut review data, menghitung, mengukur,
tertentu (Jumingan, 2006:240). Sebelum melakukan analisis laporan keuangan,
diperlukan langkah-langkah atau prosedur tertentu. Hal ini diperlukan agar urutan
proses analisis mudah untuk dilakukan. Adapun langkah atau prosedur yang
dilakukan dalam analisis keuangan (Kasmir, 2008:95) adalah:
1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan
selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode;
2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan
rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara
cermat dan teliti, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar tepat;
3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam
laporan keuangan secara cermat;
4. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang
telah dibuat;
5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan;
6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis
tersebut.
2.2 Rasio Keuangan
2.2.1Pengertian Rasio Keuangan
Ada beberapa teknik analisis laporan keuangan yang digunakan, salah satu
caranya adalah dengan analisis rasio. Analisis rasio keuangan digunakan untuk
membandingkan kinerja suatu perusahaan pada tahun-tahun tertentu dengan
kinerja tahun-tahun sebelumnya dan sesudahnya atau membandingkan kinerja
Brigham dan Houston (2010:133), rasio keuangan dirancang untuk membantu
mengevaluasi laporan keuangan. Dari hasil analisis rasio, dapat diketahui posisi
keuangan perusahaan yang berkaitan dengan masalah likuiditas, solvabilitas, dan
rentabilitas perusahaan.
2.2.2Kelebihan dan Kelemahan Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengetahui atau menggambarkan posisi kinerja keuangan perusahaan. Menurut
Harahap (2006:298) rasio keuangan memiliki keunggulan antara lain adalah:
1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistic yang lebih mudah dibaca
dan ditafsirkan.
2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan
laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah indsutri lain.
4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan
keputusan dan model prediksi (Z-score).
5. Menstandarisir size perusahaan.
6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau
melihat perkembangan perusahaan secara periodic atau time series.
7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang
akan datang.
Namun, walaupun dapat memberikan informasi yang berguna atas kondisi
perhatian dan pertimbangan lanjut. Menurut Brigham dan Houston (2010:161)
rasio keuangan memiliki keterbatasan atau kelemahan antara lain:
1. Kebanyakan perusahaan besar mengoperasikan beberapa divisi dalam industri
yang berlainan, dan bagi perusahaan seperti ini akan sulit untuk
mengembangkan rata-rata industri yang berarti. Oleh karena itu, analisis rasio
lebih bermanfaat bagi perusahaan kecil yang memiliki fokus lebih sempit
dibandingkan perusahaan besar yang multidivisional.
2. Sebagian besar perusahaan menginginkan hasil di atas rata-rata sehingga
hanya mencapai kinerja rata-rata tidak selalu berarti sesuatu yang baik.
Sebagai sasaran untuk kinerja tingkat tinggi, akan lebih baik jika berfokus
pada rasio-rasio pemimpin industri. Dalam hal ini, benchmarking akan dapat
membantu.
3. Inflasi telah mendistorsikan neraca banyak perusahaan. Nilai tercatat sering
kali sangat jauh berbeda dengan nilai yang “sebenarnya”.
4. Faktor musiman juga dapat mendistorsi analisis rasio. Misalnya, rasio
perputaran persediaan untuk perusahaan pengolah makanan akan sangat jauh
berbeda jika angka neraca persediaan yang digunakan adalah angka tepat
sebelum dibandingkan dengan angka setelah akhir musim pengalengan.
5. Perusahaan dapat menggunakan teknik “window dressing” untuk membuat
laporan keuangannya terlihat lebih kuat.
6. Praktik akuntansi yang berlainan dapat mendistorsi perbandingan.
7. Sulit mengatakan apakah suatu rasio tertentu itu “baik” atau “buruk”.
yang kuat yang artinya baik, atau perusahaan memiliki kas yang berlebih yang
artinya buruk (karena kelebihan kas di bank merupakan aset yang
non-produktif).
8. Suatu perusahaan mungkin memiliki beberapa rasio yang terlihat “bagus” dan
beberapa rasio lain yang terlihat “buruk” sehingga membuat kita sulit menilai
secara keseluruhan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah.
Sedangkan beberapa kelemahan dari analisis rasio keuangan untuk
mengukur kinerja keuangan (Asnawi dan Wijaya, 2010:43) adalah:
1. Rasio ini hanya berkaitan dengan data kuantitatif. Rasio keuangan tidak
mempertimbangkan berbagai faktor kualitatif seperti nilai etika, kualitas
manajemen, moral pekerja, dan lain-lain. Hal-hal tersebut perlu
dipertimbangkan jika ingin melakukan evaluasi terhadap perusahaan.
2. Manajemen dapat melakukan ‘pemanisan’ terhadap rasio keuangan.
3. Membandingkan rasio antar perusahaan dapat menyebabkan interpretasi yang
keliru, hal ini karena dimungkinkan terjadi perbedaan metode akuntansi yang
dipakai, misalnya depresiasi, pengakuan pendapatan, serta aset tak berwujud.
Untuk alasan ini maka analis membuat perbandingan akuntansi terlebih
dahulu sebelum perbandingan rasio.
4. Menggunakan berbagai definisi dari rasio yang umum dipakai oleh banyak
analis. Hal ini dapat menciptakan perbandingan serta interpretasi yang keliru.
5. Catatan akuntansi berdasarkan data historis rupiah maka perubahan dari daya
beli rupiah (terhadap rupiah) dapat menyebabkan distorsi jika membandingkan
6. Menggunakan hanya rasio tidaklah memiliki signifikansi. Telah ada
kesepakatan bahwa rasio ditentukan oleh industri, strategi manajemen, dan
kondisi ekonomi secara umum. Rasio harus dievaluasi disesuaikan dengan
konteks bisnisnya.
7. Rasio dihitung berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan,
menunjukkan hubungannya dengan kejadian di masa lalu. Jika analis tertarik
pada masa depan sebaiknya tidak memercayai data masa lalu.
2.3 Refined Economic Value Added (REVA)
2.3.1Pengertian Refined Economic Value Added (REVA)
Bacidore menyempurnakan konsep EVA sehingga menghasilkan konsep
Refined Economic Value Added (REVA). Konsep ini dalam perhitungannya
memakai komponen seperti dalam perhitungan EVA, namun dibedakan dalam
memperlakukan modal. EVA memakai nilai buku ekonomis (economic book
value) sedangkan REVA menggunakan nilai pasar badan usaha (market value of
the firm), karena dianggap lebih mencerminkan kekayaan pemegang saham
daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak (NOPAT)
dikurangi dengan biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikan
(Bacidore, 1997).
2.3.2Metode Perhitungan Refined Economic Value Added (REVA)
Secara matematis, pengukuran REVA dapat dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut (Bacidore, 1997):
Keterangan:
REVA = Refined Economic Value Added
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes in period t
WACC = Weighted Average Cost of Capital
M. Capitalt-1
Interprestasi dari hasil pengukuran REVA dapat dijelaskan sebagai berikut: = Market Value of The Firm’s
a. Jika REVA > 0, hal ini menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah
ekonomis bagi perusahaan atau ada nilai ekonomis lebih setelah perusahaan
membayarkan semua kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur
maupun pemegang saham di pasar modal.
b. Jika REVA = 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah maupun
pengurangan ekonomis karena laba telah habis digunakan membayar
kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang
saham di pasar modal.
c. Jika REVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah
ekonomis bagi perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan
kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang
saham di pasar modal.
2.3.3Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba bersih setelah pajak
merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan
tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki aset finansial. NOPAT dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Gitman, 2006:111):
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Tax
EBIT = Earning Before Interest and Tax
Faktor yang non-operasional dan laba-rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari
penghentian unit usaha serta beberapa akun rugi lain-lain yang sama sekali tidak
berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada
keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak
diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.
2.3.4Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata
tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya utang masing-masing dikalikan dengan
presentasi ekuitas dan utang dalam struktur modal perusahaan. WACC dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Brealey et al., 2008:11):
e
Perusahaan dapat menghitung WACC dengan mengetahui hal-hal sebagai
1. Jumlah utang dalam struktur modal, pada nilai pasar
2. Jumlah ekuitas dalam struktur modal, pada nilai pasar
3. Biaya utang
4. Tingkat pajak
5. Biaya ekuitas
6. Total investasi
Cost of capital atau biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari
sisi investor atau perusahaan. Dari sudut pandang investor, cost of capital adalah
opportunity cost dari dana yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan.
Sedangkan, dari sudut pandang perusahaan, cost of capital adalah biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.
Untuk praktisi keuangan, istilah cost of capital ini digunakan sebagai:
1. Discount rate untuk membawa cash flow pada masa mendatang suatu
proyek ke nilai sekarang.
2. Tarif minimum yang diinginkan untuk menerima proyek baru.
3. Biaya modal dalam perhitungan REVA.
Komponen dari cost of capital terdiri dari cost of debt (biaya utang) dan
cost of equity (biaya ekuitas). Utang adalah pinjaman perusahaan masa kini yang
timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus
keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Utang
terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Sedangkan ekuitas
kewajibannya dalam perusahaan. Ekuitas terdiri dari modal saham dan saldo laba.
Modal saham meliputi saham preferen dan saham biasa.
Cost of debt atau biaya utang timbul akibat perusahaan menggunakan
sumber dana dari kreditor (Prihadi, 2013:459). Biaya utang adalah tingkat
pengembalian yang dikehendaki karena adanya resiko kredit (credit risk), yaitu
resiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga utang yang
harus dibayarkan kepada kreditur. Semakin lama utang jatuh tempo maka resiko
kreditnya akan semakin besar. Mengingat biaya utang (bunga) dibayar sebelum
perusahaan memperhitungkan pajak penghasilan (tax deductible), maka biaya riil
yang ditanggung perusahaan adalah biaya utang setelah pajak (cost of debt after
tax). Biaya utang setelah pajak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Block
dan Hirt, 2005:315) berikut:
Kd = Yield (1 – T)
Keterangan:
Kd = Cost of Debt
Yield = Pay on a before-tax basis
T = Tax
Cost of equity atau biaya ekuitas merupakan biaya yang timbul dari
penggunaan dana yang berasal dari investor (Prihadi, 2013:437). Biaya ekuitas
adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki investor karena adanya
ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban membayar bunga dan pokok utang
membuat laba bersih perusahaan lebih bervariasi (naik turun). Biaya ekuitas
secara teoritis lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya utang. Hal ini
Artinya, jika perusahaan dalam keadaan buruk atau mengalami likuidasi, maka
asset-aset perusahaan harus terlebih dahulu dibayarkan kepada pemegang obligasi
(surat utang). Jika ada sisanya, barulah dibayarkan kepada pemegang saham.
Biaya ekuitas dapat dinyatakan dalam rumus berikut (Herbst, 2002:33):
) R R ( R
Ke = f +β m − f
Keterangan:
ke
R
= Biaya ekuitas (Cost of Equity)
f
β
= Risiko Bebas
R
= Beta Koefisien
m = Return Market
2.3.5Market Value of The Firm’s
Market Value of The Firm’s merupakan penjumlahan dari nilai pasar ekuitas
(market value of equity) pada periode t-1 dengan nilai buku utang (book value of
debt) pada periode t (Bacidore, 1997:15). Nilai pasar ekuitas dihitung dengan
mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar (Brigham dan
Houston, 2010:111). Seperti dinyatakan berikut:
Market value of equity = Closing price year end x Outstanding stock Book
Sedang nilai buku utang merupakan penjumlahan dari utang jangka pendek
dengan utang jangka panjang. Rumus dapat ditulis sebagai berikut:
Book Value of debt = Short term debt + Long term debt
2.3.6Kelebihan dan Kelemahan Refined Economic Value Added (REVA)
Refined Economic Value Added (REVA) sebagai metode perhitungan
kelemahan. Terdapat beberapa kelebihan refined economic value added (REVA),
yakni:
1. Refined Economic Value Added (REVA) bermanfaat sebagai penilai kinerja
yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation), membuat perusahaan
lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian
lebih tinggi daripada biaya modal (cost of capital).
2. Manajemen dipaksa untuk mengetahui berapa the true cost of capital dari
bisnisnya sehingga tingkat pengembalian bersih dari modal yang merupakan
hal yang sesungguhnya menjadi perhatian para investor dapat diperlihatkan
secara jelas.
3. Manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu
memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimumkan.
Adapun beberapa kelemahan financial value added (FVA), yaitu:
1. REVA yang dalam perhitungannya menyatakan menggunakan nilai pasar
(market value) ternyata hanya ekuitas saja yang menggunakan market value of
equity sedangkan hutang masih menggunakan book value of debt.
2. Secara praktis, penerapan REVA masih sulit, karena proses perhitungan
REVA memerlukan estimasi atas biaya modal (cost of capital) dan estimasi
2.4 Financial Value Added (FVA)
2.4.1Pengertian Financial Value Added (FVA)
Financial Economic Value Added atau lebih singkat disebut Financial Value
Added (FVA) merupakan metode baru dalam mengukur kinerja dan nilai tambah
perusahaan. Metode ini mempertimbangkan kontribusi fixed asset dalam
menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2005).
Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan
penyusutan. Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan bahwa keuntungan
bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation. Jika hal ini terjadi
maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah
ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan
pemegang sahamnya.
Terdapat tiga keputusan dalam manajemen keuangan yang akan menjadi
value drivers bagi terciptanya Financial Value Added. Ketiga keputusan tersebut
adalah:
1. Operating Decision
Suatu keputusan yang harus diambil oleh perusahaan dalam menghasilkan
volume penjualan dan mengelola biaya-biaya yang timbul baik variable cost
maupun fixed cost sedemikian rupa sehingga menghasilkan operating profit
margin bagi perusahaan. Pertumbuhan volume penjualan (sales growth)
merupakan indikator dari pertumbuhan perusahaan yang ini merupakan value
tinggi dan income tax rate tertentu akan meningkatkan operating proft margin
yang pada akhirnya financial value added diharapkan juga akan meningkat.
2. Financing Decision
Suatu keputusan pembiayaan perusahaan dimana perusahaan harus
menentukan sumber dana yang paling efisien, yang direfleksikan oleh cost of
capital yang dibayarkan selama periode n. Cost of capital ini kemudian
menjadi faktor pembagi terhadap nilai income yang diterima. Dalam konteks
value driver, semakin rendah cost of capital yang ditanggung oleh perusahaan
maka semakin besar nilai per 1 sen uang yang diterima oleh perusahaan.
Konsekuensinya, pada formula measure, semakin kecil cost of capital,
semakin besar income yang diterima, sehingga semain besar bilai FVA.
3. Investment Decision
Suatu keputusan manajemen terhadap pilihan-pilihan investasi yang secara
normatif harus mampu memaksimalkan nilai perusahaan. Proses pemilihan
alternatif investasi harus mempertimbangkan sumber-sumber pendanaan yang
terlibat, karena akan mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini juga
mempengaruhi komposisi working capital dan fixed capital yang merupakan
komponen pengubah nilai dalam konteks pengukuran FVA. Manajemen harus
bisa mengoptimalkan pengelolaan working capital dan fixed capital-nya agar
tidak tercipta idle capital atau capital yang kurang efektif dalam proses
peningkatan nilai perusahaan. Otomatis, jumlah working capital dan fixed
besar bagi perusahaan. Ini juga akan menurunkan nilai FVA, karena sumber
dana menjadi besar.
2.4.2Metode Perhitungan Financial Value Added (FVA)
Secara matematis, pengukuran FVA dapat dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut (Sandias, 2002):
FVA = NOPAT – (ED – D)
Keterangan:
FVA = Financial Value Added
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes
ED = Equivalent Depreciation
D = Depreciation
Interprestasi dari hasil pengukuran FVA dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jika FVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah finansial bagi
perusahaan.
b. Jika FVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas bagi perusahaan.
c. Jika FVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi
perusahaan.
Perusahaan tentunya akan berusaha untuk memiliki nilai tambah finansial
bagi perusahaan dimana FVA bernilai positif atau lebih besar dari nol, hal ini
terjadi manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi
equivalent depreciation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Jika ini tercapai
2.4.3Equivalent Depreciation
Equivalent Depreciation adalah jumlah biaya-biaya yang sederajat dengan
biaya penyusutan yang sebenarnya dimana diberikan kepada perusahaan
berdasarkan penerimaan output untuk investasi aset. Rumus untuk menghitung
equivalent depreciation (ED) adalah sebagai berikut (Sandias, 2002):
ED = (Q – VC)(1 – T) – FC(1 – T) + (D x T)
Keterangan:
ED = Equivalent Depreciation
Q = Penjualan
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
T = Tarif Pajak
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
D = Depreciation
2.4.4Penyusutan (Depreciation)
Menurut Gitman (2006:104), penyusutan atau depreciation adalah
pengalokasian harga perolehan aktiva secara sistematik dan rasional selama masa
manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Akan tetapi ada kecenderungan di
kalangan pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan penyusutan akuntansi
sebagai pengumpulan dana untuk mengganti aktiva tersebut kelak. Akan tetapi ini
tidak berarti bahwa dana kas yang besarnya sama dengan penyusutan yang tercatat
akan disisihkan untuk penggantian aktiva tetap. Pendapatan mungkin saja
digunakan untuk berbagai keperluan seperti meningkatkan persediaan,
meningkatkan piutang, dan pos-pos modal kerja lainnya, untuk perolehan aktiva
2.4.5Kelebihan dan Kelemahan Financial Value Added (FVA)
Financial Value Added (FVA) sebagai metode perhitungan pengukuran
kinerja perusahaan tentu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut
Iramani (2005) terdapat beberapa kelebihan financial value added (FVA), yakni:
1. Ditilik ulang konsep NOPATD, FVA melalui definisi Equivalent
Depreciation mengintegrasikan seluruh kontribusi aset bagi kinerja
perusahaan, demikian juga opportunity cost dari pembiayaan perusahaan.
Kontribusi ini konstan sepanjang umur proyek investasi.
2. FVA secara jelas mengakomodasi kontribusi konsep value growth duration
(durasi proses penciptaan nilai) sebagai unsur penambah nilai. Unsur ini
merupakan hasil pengurangan nilai Equivalent Depreciation akibat bertambah
panjangnya umur aset dimana aset bisa terus berkontribusi bagi kinerja
perusahaan.
3. FVA mengedepankan konsep Equivalent Depreciation dan Accumulated
Equivalent tampaknya lebih akurat menggambarkan financing costs.
Adapun beberapa kelemahan financial value added (FVA), yaitu:
3. FVA kurang praktis dalam mengantisipasi fenomena bila perusahaan
menjalankan investasi baru di tengah-tengah masa investasi yang
diperhitungkan.
4. Pemakaian FVA sebagai metode perhitungan tidak lebih praktis jika
2.5 Penelitian Terdahulu
Bosra et al. (2013) juga melakukan penelitian dengan judul “The
Relationship between Economic Value Added and Refined Economic Value Added
with Stock Returns in the Companies Listed in Tehran Stock Exchange (to the
Breakdown of Industries)”. Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa berdasarkan
F-Limer test dan Hausman test, hampir di seluruh industri menunjukkan bahwa
hubungan economic value added dengan pengembalian saham (stock returns)
lebih baik dibandingkan dengan refined economic value added. Namun
berdasarkan nilai dari statistik-t bahwa hubungan refined economic value added
dengan pengembalian saham (stock returns) lebih baik dan signifikan
dibandingkan dengan economic value added.
Rahmatika (2012) yang berjudul “Analytical Comparison of Financial
Performance PT. Semen Indonesia Tbk. and PT. Indocement Tbk. Using
Economic Value Added (EVA), Financial Value Added (FVA), and Shareholder
Value Added (SVA) Methods”. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa
dengan menggunakan metode pengukuran kinerja yang berbeda maka kita bisa
memperoleh hasil yang berbeda. Kinerja keuangan PT. Semen Indonesia Tbk.
lebih baik jika diukur dengan metode EVA. Sementara kinerja keuangan PT.
Indocement Tbk. lebih baik jika diukur dengan metode FVA dan SVA.
Nasution (2010) yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan
Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) pada PTPN IV
nilai perusahaannya dilihar dari EVA dan FVA yang selalu positif selama periode
2003 sampai dengan 2007, kecuali FVA pada tahun 2006.
Bakar (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan
Kinerja Perusahaan Telekomunikasi dengan Menggunakan EVA, REVA, FVA,
dan MVA”. Hasil dari penelitiannya adalah kelima perusahaan telekomunikasi
memiliki kinerja keuangan yang berbeda baik nilai (besarnya, Rp) maupun
kondisinya (positif atau negatif) dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Adanya
perbedaan kebijkan bisnis dalam pengelolaan keuangan dari kelima perusahaan
telekomunikasi, terkait kebijakan: investasi, operasional, dan finansial, yang
mempengaruhi nilai indikator pengukuran kinerja berbasis nilai tambah (value
added).
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel Teknik
Analisis Data Hasil Penelitian
1 Fatemeh Returns in the Companies Listed in Tehran Stock
Exchange (to
the Breakdown
of Industries)”
Independent
-Analisis Model Data Panel -F-Limer test -Hausman test -Nilai statistik-t
-Berdasarkan F-Limer test dan Hausman test, hampir di seluruh industri
menunjukkan bahwa hubungan
EVA dengan
pengembalian saham lebih baik dibandingkan saham lebih baik dan signifikan dibandingkan
Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Tahun Judul
Penelitian Variabel
Teknik
Analisis Data Hasil Penelitian
2 Rahmatika/2012 “Analytical Comparison of lebih baik jika diukur dengan lebih baik jika diukur dengan metode FVA dan SVA.
3 Nasution/2010 “Analisis Kinerja dilihar dari EVA dan FVA yang selalu positif selama periode 2003 sampai dengan 2007, kecuali FVA pada tahun 2006. 4 Bakar/2010 “Analisis
Perbandingan
2.6 Kerangka Konseptual
Untuk mengetahui perkembangan, maka perusahaan perlu melakukan
pengukuran knerja keuangan. Selain penggunaan rasio keuangan dalam
pengukuran kinerja keuangan, dapat juga menggunakan pengukuran kinerja
berdasarkan nilai (value based) yaitu Refined Economic Value Added (REVA) dan
Financial Value Added (FVA).
Refined Economic Value Added (REVA) adalah sama dengan laba operasi
bersih setelah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal dari nilai pasar modal yang
diinvestasikan (Bacidore, 1997). Perhitungan REVA merupakan konsep atas
penyempurnaan EVA. Hasil perhitungan REVA yang positif menunjukkan telah
terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan atau ada nilai ekonomis
lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban kepada para penyandang
dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal.
Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi bersih
setelah pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi
dengan penyusutan (Sandias, 2002). Hasil FVA yang positif menunjukkan
manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah finansial bagi perusahaan atau
ada nilai finansial lebih manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan
mampu menutupi equivalent depreciation (Iramani, 2005).
Kedua perhitungan kinerja keuangan berdasarkan nilai (based value)
tersebut memiliki perbedaan yang mendasar dalam penilaian nilai tambah. REVA
pasar modal yang diinvestasikannya, sedangkan FVA memfokuskan penilaiannya
dengan mempertimbangkan seluruh kontribusi aset bagi perusahaan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
≠
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara Refined Economic Value Added
(REVA) dan Financial Value Added (FVA) dalam mengukur kinerja
keuangan perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Value Based Management
Pengukuran Kinerja Perusahaan
Hasil Analisis
Berdasarkan Metode Refined Economic Value Added (REVA)
(X1)
Berdasarkan Metode Financial Value
Added (FVA) (X2)
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Refined Economic Value Added
(REVA) dan Financial Value Added (FVA) terhadap harga saham perusahaan
food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010