• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENENTUAN WAKTU SALAT DALAM PERSP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODE PENENTUAN WAKTU SALAT DALAM PERSP"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU FALAK

Ismail

Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh Email: ismail_aranda@yahoo.com

Abstrak

Ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang lintasan benda-benda langit seperti, Bumi, Bulan, Matahari dan bintang-bintang agar dapat diketahui arah dan waktu di permukaan Bumi untuk keperluan ibadah.Penentuan awal waktu salat merupakan bahagian dari ruang lingkup kajian ilmu falak.Dalam penelitian ini, permasalahan yang ingin dikaji adalah pengaruh ketinggian tempat dan kecemerlangan langit terhadap penentuan waktu salat. Untuk menjawab permasalahan ini penulis menggunakan metode penelitian dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif, sifat penelitian deskriptif, dan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif,pendekatan ini diperlukan karena timbulnya suatu permasalahan terhadap hasil penyelesaian rumus perhitungan waktu salat yang merupakan salah satu ibadah penting umat Islam dan termasuk salah satu rukun Islam.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, ketinggian tempat sangat mempengaruhi hasil perhitungan awal waktu salat Magrib, Isya dan Subuh.Sedangkan kecemerlangan langit mempengaruhi awal waktu salat Isya dan Subuh.

Kata Kunci: ilmu falak dan penentuan waktu salat

Abstract

Astronomy is a science which studies the trajectory of celestial objects such as the Earth, the moon, the sun and the stars in order to understand the direction and the time at the Earth's surface for the sake of worshiping. The determination of the early time of prayer time is the scope of astronomy. In this study, the issues be studied is the effect of altitude and the brilliance of the sky in determining the prayers' times. To answer the problems, the writer used descriptive qualitative method and normative approach. This approach is necessary because of the emergence problem on the results of the completion on the calculation formulas of the prayers' time which is one of the most important worship and the attributes if Islam. The results of the research find that altitude is greatly affect the results of the initial calculation of Maghrib, Isya, and Subuh. While, the brilliance of the sky affects the initial prayer time of Isya and shubuh.

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Salat merupakan ibadah yang paling utama dan persoalan yang sangat

(2)

74 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

khusus dan fundamental, yaitu menjadikan salah satu rukun Islam yang harus

ditegakkan. Salat juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap hari secara

independen terhadap lingkungan external, bahkan independen dari kondisi fisik

manusia, dalam artian, salat diwajibkan kepada orang yang tua renta, orang yang

sakit bahkan lumpuh sekalipun, dalam perjalanan, bahkan dalam kondisi

peperangan.1

Dalam menunaikan kewajiban ibadah salat, kaum muslimin tidak bisa

memilih waktu seperti yang dikehendakinya. Salat tidak dikerjakan saat kaum

muslimin memiliki waktu luang akan tetapi kaum muslimin harus meluangkan waktu

untuk mengerjakan salat bila waktunya telah tiba, karena salat telah terikat dengan

waktu-waktu yang telah ditentukan.

Waktu salat yang ada selama ini di tempat-tempat ibadah, seperti masjid,

musalla dan menasah adalah hasil kreatifitaspara ahli falakdalam menetapkan

patokan waktu salat berdasarkan pada gerak semu matahari dengan patokan tinggi

matahari dilihat dari suatu tempat, yang dengan keteraturan gerak harian Matahari

sehingga bisa dimodelkan2 dalam bentuk rumus atau algoritma. Setelah posisi

Matahari diketahui, baru dikolaborasikan dengan waktu pertengahan yang bisa

dipedomani dengan mudah oleh manusia dengan cara disimpan di arloji yang biasa

dipakai saat ini.

Tinggi Matahari saat terjadi awal masuk waktu salat adalah sebagai berikut:

1. Awal masuk waktu Zuhur : 0 derajat

2. Awal masuk waktu Asar : Z ashar= tanˉ¹ (tan abs (do – Lu) + 1)

3. Awal masuk waktu Magrib : -1 atau 91 derajat

4. Awal masuk waktu Isya : -18 atau 108 derajat

5. Awal masuk waktu Subuh : -20 atau 110 derajat.

Data tinggi matahari untuk penentuan waktu salat tidak seragam di seluruh

dunia, khususnya pada data tinggi matahari untuk waktu Insya dan Subuh. Menurut

Susiknan Azhari, secara umum data tinggi matahari untuk penentuan waktu salat

yang ada di Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh data yang ada di Mesir. Oleh

1

Tono Saksono, Mengungkap Rahasia Simponi Dzikir Jagat Raya, Cet. I (Bekasi: Pustaka Darul Ilmi, 2006), 99.

2

(3)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 75 karenanya ia menyarankan agar data ketinggian matahari dalam penentuan waktu

salat sudah saatnya untuk didialogkan dengan hasil-hasil riset kontemporer.3

Di Indonesia nilai tinggi matahari dalam rumus waktu salat selalu sama untuk

semua wilayah. Hal ini mengakibatkan hasil perhitungan waktu salat akan sama

untuk semua wilayah tanpa memandang kadar kecemerlangan langit(twilight) dan

tinggi rendah suatu daerah. Realita yang sebenarnya telah diketahui bahwa bentuk

bumi tidaklah datar,akan tetapi berbentuk bulat dengan permukaannya ada lautan dan

daratan. Daratan juga bervariasi dalam keluasan dan ketinggiannya, dalam hal ini

bisa diambil sampel pada provinsi Aceh. Dalam peta Aceh, bisa didapatkan batas

keluasan Aceh dari 2 derajat sampai 6 derajatLintang Utara, 95 derajat sampai 98

derajatBujur Timur, dengan ketinggian tempat dari 0 meter sampai 3000 meter di

atas permukaan laut.4

Kecemerlangan langit di suatu daerah juga berbeda dengan daerah yang lain,

kecerahan langit sangat tergantung pada kepadatan partikel dalam atmosfer lokal

seperti aerosol, polusi cahaya dan ketinggian tempat.5 Data ketinggian tempat dan

kecemerlangan langit selama ini masih terabaikan dalam proses mencari ketinggian

matahari untuk patokan awal waktu salat, padahal secara geografis Negara Indonesia

sangat luas secara lintang dan panjangsecara bujur.

Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa perlu pendiskusianyang

mendalam atau kajian ulang secara khusus terhadappenggunaan data dalam mencari

nilai tinggi matahari untuk metodepenentuan waktu salatagar dapat

menyempurnakan teori yang telah ada. Untuk memastikan pengaruh penambahan

nilai tinggi tempat dan nilai kecemerlangan langit dalam mencarinilai tinggi matahari

untuk perhitungan waktu salat, maka penulis merasa tertarik untuk membahas

permasalahan tersebut secara komprehensifyang penulis tuangkan dalam sebuah

judul “Metode Penentuan Waktu Salat dalam Perspektif Ilmu Falak”.

3

Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Moderen, Cet. II (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), 70.

4

Peta Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Medan: CV. Inti Fajar Baru.

5

(4)

76 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Identifikasi masalah adalah mencari gejala atau masalah yang ada pada suatu

konsep atau kasus yang memerlukan kepada penelitian untuk menjadi jelas.

Sedangkan pembatasan masalah adalah membuat fokus masalah, supaya penelitian

tetap berada dalam koridornya dan tidak lari kepada masalah yang lain.6

Penelitian ini tidak berangkat dari suatu yang tidak ada, namun berdasarkan

persepsi seseorang terhadap adanya suatu masalah.7 Oleh karena demikian, metode

penentuan waktu salat dapat diidentifikasikan dengan masih adanya masalah yang

perlu diteliti dan didalami lebih lanjut, yaitu menyangkut dengan data yang

digunakan dalam mencari nilai tinggi matahari untuk rumusperhitunganwaktu salat,

di mana selama ini masih mengabaikan nilai tinggi tempat, kecemerlangan langit,

lintang tempat hanya digunakan untuk titik perhitungan saja,data astronomis hanya

diambil satu kali dalam satu hari perhitungan, dan nilai ikhtiyat yang tidak seragam.

Pada dasarnyaformat dalam mencari nilai tinggi matahari yang ada dalam

penentuan waktu salat terbagi pada dua kelompok. Pertama, langsung berpatokan

pada pusat Matahari, seperti tinggi Matahari untuk waktu Zuhur, Ashar danMagrib.

Kedua, untuk menentukan nilai tinggi matahari harus berpatokan pada bias cahaya

matahari seperti waktu Insya dan Subuh. Data yang selama ini digunakan dalam

mencari nilai tinggi matahari tidak menganggap penting terhadap nilai tinggi tempat

dan kondisi kecemerlangan langit, sehingga dalam data didapatkan ketinggian tempat

hanya digunakan 10 meter di atas permukaan laut untuk semua lokasi. Hal ini

mengakibatkan nilai tinggi matahari dalam penyelesaian rumus waktu salat bisa

dianggap untuk semua tempat sama walau untuk daratan yang lebih tinggi di atas 10

meter.Sedangkan data kecemerlangan langit, selama ini sama sekali tidak digunakan

dalam data mencari nilai tinggi matahari.

Sampai di sini,bisa diindentifikasikanmasih banyakmasalah dalam metode

penentuan waktu salat, yaitu data ketinggian tempat, data kecemerlangan langit, data

astronomis, lintang tempat dan nilai ikhtiyat.Dalam mencari format baru untuk

penyempurnaan metode penentuan waktu salat, peneliti berusaha memfokus pada

menggali kembali format nilai tinggi matahari dalam rumus waktu salat dengan

mempertimbangkan nilai tinggi-rendah suatu tempat dan nilai kecemerlangan langit.

6

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Cet. V (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 18.

7

(5)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 77

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka

masalah inti dari penelitian ini adalah, “metode penentuanwaktu salat dalam

perspektif ilmu falak”. Selanjutnya, masalah ini melahirkan pertanyaan yang lebih

spesifik dan terfokus, yaitu:

1. Bagaimana dampakpenambahan nilai tinggi tempat terhadap penentuan

waktu salat?

2. Bagaimana dampak penambahan nilai kecemerlangan langit terhadap

penentuan waktu salat?

4. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif tentang

pengaruh penambahan data ketinggian tempat dan kecemerlangan langitterhadap

nilai tinggi matahari dalam penyelesaian rumus waktu salat dengan menganalisis

metode penyelesaian rumus waktu salat yang telah ada dengan tetap

mempertimbangkan ketentuan-ketentuan teori tregonometri bola.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif8 dengan penelitian pustaka

(library reseach), yakni bersifat pernyataan serta proposisi yang

dikemukakan dan dilahirkan oleh para cendekiawan sebelumnya. Dalam hal

ini, penelitian diarahkan dan difokuskan kepada telaah dan pembahasan

bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji, seperti

buku-buku ilmu falak yang membahas tentang metode penentuan waktu salat

untuk penyempurnaan teori dalam penentuan awal waktu salat.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis9 yaitu menggambarkan secara

proporsional bagaimana objek yang diteliti serta menginterpretasikan data

8

Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh, Paradiqma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian, Jld. I, Cet. I (Jakarta: Prenada Media, 2003), 190. Maksud dari penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian ini lebih menekankan pada makna, penalaran, dan definisi situasi tertentu dalam konteks tertentu.

9

(6)

78 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

yang ada untuk selanjutnya dianalisis. Dalam penelitian ini, penulis berusaha

untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pengaruh penambahan data

ketinggian tempat dan kecemerlangan langitterhadap nilai tinggi Matahari

dalam perhitungan waktu salat.Dari sisi cara pandang terhadap masalah yang

diteliti, penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Pendekatan ini

diperlukan karena timbulnya suatu permasalahan terhadap hasil penyelesaian

rumusperhitungan waktu salat yang merupakan salah satu ibadah penting

umat Islam dan termasuk salah satu rukun Islam.

3. Sumber Data

Sumber data yang dijadikan acuan adalah:

a. Sumber primer, merupakan sumber data pokok atau bahan-bahan yang

mengikat dalam pembahasan ini. Sumber pokok dari jenis sumber data dalam

penelitian ini adalah buku-buku ilmu falak yang membahas secara langsung

metode penentuan waktu salat. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada

buku-buku yang diterbitkan setelah tahun 2000 M, seperti buku Kementerian

Agama RI, Ilmu Falak Praktik, Cet. I, 2013, Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak

Dalam Teori dan Praktik, Cet. III, t.t., M. Yusuf Harun, Pengantar Ilmu

Falak,Cet. I, 2008, A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi), Cet.I, 2009, Tim

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab

Muhammadiyah, Cet. II, 2009, Susiknan Azhari, Ilmu Falak: Perjumpaan

Khazanah Islam dan Sains Modern, Cet. II, 2007.

b. Sumber sekunder, merupakan bahan-bahan yang menjelaskan sumber data

primer, seperti hasil penelitian, pendapat para pakar yang mendukung tema

pembahasan. Dalam hal ini adalah Peta Aceh, GPS, Altimeter, Sky Quality

Meter (SQM),Accurate Times, Google Earth, Kamus Ilmu falak dan

Ensiklopedi Hisab Rukyah dan jadwal salat yang telah ada.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik

pengumpulan data dengan cara dokumentasi. Dokumentasi adalah

mengumpulkan data yang berasal dari dokumen-dokumen. Menurut

Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian:

Suatu Pendekatan Praktek, dokumentasi adalah metode mencari data

(7)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 79 kabar, majalah, dan sebagainya.10Metode dokumentasi ini peneliti gunakan

untuk memperoleh data dari dokumen-dokumen kepustakaan guna

mengetahui dan mendeskripsikan ketetapan dalam penentuan waktu salat.

Dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah

dokumen-dokumen yang membahas tentang metode penentuan waktu salat, yang dalam

hal ini adalah kitab-kitab atau buku-buku yang berhubungan dengan ilmu

falak dalam hal menganalisis data ketinggian matahari untuk penentuan

waktu salat. Dokumen lain yang dibutuhkan adalah kitab-kitab atau

buku-buku ilmu falak dan atronomi untuk menemukan pengaruh penambahan data

ketinggian tempat dan kecemerlangan langit terhadap ketinggian matahari

dalam penentuan waktu salat. Juga dibutuhkan kitab-kitab atau buku-buku

fiqh untuk mengetahui hasil ijtihad para ulama dalam memahami dalil-dalil

tentang penentuan waktu salat juga untuk mengetahui singkronisasi dengan

waktu sekarang. Data pendukung lain yang peneliti gunakan adalah GPS,

Altimeter, Sky Quality Meter (SQM),Accurate Times, Google Earth untuk

mengukur keakuratan data yang peneliti temukan dalam dokumentasi sepeti

ketinggian tempat, kecemerlangan langit dan jadwal salat yang telah ada.

5. Teknis Analisis Data

Secara teknis, analisis data dilakukan lewat tahapan sebagai berikut:

a. Tahap editing,11yakni peninjauan kembali terhadap kelengkapan,

kejelasan tulisan, dan tingkat pemahaman peneliti terhadap data yang

telah terkumpul.

b. Tahap reduksi,12 yakni seluruh data yang diperoleh disederhanakan, diberi

kode tertentu, dan dibuat dalam bentuk abstraksi, dengan tujuan untuk

menajamkan pengorganisasian data, dan membuang yang tidak perlu,

sehingga memudahkan dalam verifikasi serta penarikan kesimpulan.

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Cet. XIII (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), 188.

11Editing

adalah kegiatan memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keraguan padanya. Lihat: Muhammad Nazir, Metode Penelitian, Cet. V (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 346.

12

Abstaksi adalah usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Lihat: Lexy J. Moleong, metodologi penelitian.

(8)

80 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

c. Tahap interpretasi,13yakni tahapan penafsiran dan pemahaman terhadap

data yang telah mengalami proses editing dan reduksi, selanjutnya

menetapkan hubungan di antara data tersebut, sehingga menjadi suatu

kesatuan yang utuh, harmonis dan logis. Tujuannya adalah menggali

kandungan makna yang memungkinkan sebagai sebuah konsep subtantif

mengenai masalah yang dikaji.

B. Pembahasan

Ilmu falak yang membahas tentang perhitungan awal waktu salat pada

dasarnya merupakan perhitungan untuk menentukan nilai tinggi matahari dan nilai

sudut waktu matahari dalam perjalanan semu dari arah Timur ke Barat.Dalam

penerapannya yaitu menghitung berapa jarak busur tinggi matahari sepanjang

lingkaran vertikal mulai dari ufuk sampai ke matahari dan berapa nilai sudut waktu

matahari yang dihitung mulai dari titik kulminasi atas sampai matahari berada.14

Secara historis, cara perhitungan awal waktu salat di Indonesia dari masa ke

masa mengalami perkembangan sesuai dengan majunya ilmu pengetahuan dan sains

teknologi yang dimiliki oleh masyarakat Islam Indonesia itu sendiri. Perkembangan

tersebut terlihat pada peralatan yang digunakan untuk penentuannya, seperti adanya

jam bencet atau miqyas, tongkat istiwa’, rubu’ al-mujayyab, jadwal salat abadi secara

manual dan jadwal salat abadi secara digital.Selain itu, data yang digunakan untuk

perhitungan juga mengalami perkembangan dari segi akurasi titik koordinat maupun

sistem teori perhitungannya.15

Dari perkembangan ini, metode perhitungan awal waktu salat dapat

diklasifikasikan menjadi metode klasik dan metode kontemporer.Di samping itu juga

dapat diklasifikasikan menjadi metode hisab dan metode rukyah.Metode rukyah

disimbolkan bagi penentuan awal waktu salat dengan menggunakan miqyas, tongkat

13Interprestasi

data adalah memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.Lihat : Lexy J. Moleong,

metodologi penelitian..., 103.

14

Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. II (Yogyakarta: Buana Pustaka, t.th), 80-82.

15

(9)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 81 istiwa’ dan rubu’ al mujayyab.Sedangkan hisab disimbolkan bagi yang menentukan

awal waktu salat dengan teori trigonometri bola.16

1. Pengertian Ilmu Falak

Ilmu falak merupakan ilmu pengetahuan eksak yang objeknya berkaitan

dengan benda-benda langit seperti Bumi, Bulan dan Matahari.17Secara etimologi,

kata falak berasal dari bahasa Arab yaitu ﻚﻠﻓ yang mempunyai arti lintasan

benda-benda langit atau bermakna orbit dalam bahasa Inggris.18

Adapun secara terminologi, dapat dikemukakan beberapa definisi yang ada

dalam tulisan individu dan lembaga, antara lain sebagai berikut:

1. Kementerian Agama RI, ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tentang

lintasan benda-benda langit, di antaranya Bumi, Bulan dan Matahari.19

2. Muhammadiyah, ilmu falak sepadan maknanya dengan ilmu haiah dan ilmu

astronomi, yaitu ilmu pengetahuan yang mengkaji posisi-posisi geometris

benda-benda langit guna menentukan penjadwalan waktu di muka Bumi.20

3. Nur Hidayatullah Al-Banjari, ilmu falak adalah ilmu pengetahuan eksak yang

objeknya berkaitan dengan Bumi, Bulan, Matahari dan benda-benda langit

lainnya.21

4. Susiknan Azhari, ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

lintasan benda-benda langit, seperti Matahari, Bulan, bintang-bintang dan

benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari

benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang

lain.22

5. Muhyiddin Khazin, ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

lintasan benda-benda langit, khususnya Bumi, Bulan dan Matahari pada

16

Ahmad Izzuddin, Akurasi Metode-metode…, hlm. 26.

17

Nur Hidayatullah Al-Banjary, Penemu Ilmu Falak: Pandangan Kitab Suci dan Peradaban Dunia, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), hlm. 1.

18

Kementerian Agama RI, Ilmu Falak Praktik, Cet. I, (Jakarta: Sub. Direktorat Pembina Syariah dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam & Pembina Syariah, 2013), hlm. 1.

19

Kementerian Agama RI, Ilmu Falak Praktik…, hlm. 1.

20

Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Cet. II (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2009), 3.

21

Nur Hidayatullah Al-Banjary, Penemu Ilmu Falak…,1.

22

(10)

82 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit

antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di

permukaan Bumi.23

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ada yang sudah membatasi objek

kajian ilmu falak pada lintasan Bumi, Bulan dan Matahari saja, ada juga yang masih

memperluas cakupannya hingga ke planet-planet lain. Bila dilihat dalam literatur

modern, materi ilmu falak khusus mengkaji tentang orbit benda-benda langit seperti,

Bumi, Bulan, Matahari dan bintang-bintang yang berkaitan dengan penentuan arah

dan waktu di Bumi untuk keperluan ibadah saja, seperti penentuan arah kiblat, awal

waktu salat, awal bulan dan perhitungan gerhana. Oleh karena itu, definisi ilmu falak

yang relevan dengan kajian ilmu falak selama ini adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang lintasan benda-benda langit seperti, Bumi, Bulan, Matahari dan

bintang-bintang agar dapat diketahui arah dan waktu di permukaan Bumi untuk

keperluan ibadah.

Dalam masyarakat Aceh, ilmu falak sering disamakan dengan ilmu nujum

(astrologi).Menurut mereka, ilmu falak adalah sebuah ilmu pengetahuan yang

mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta, tidak dibedakan antara

ilmu falak dalam pengertian sains dan ilmu falak dalam pengertian mitos

(astrologi).24Ini mungkin salah satu penyebab kurangnya minat masyarakat Aceh

dalam mempelajari dan mendalami ilmu falak di masa-masa awal pasca

kemerdekaan, karena ada penggabungan asumsi antara makna ilmu falak sains dan

ilmu falak mitos (ilmu nujum) dalam masyarakat.Aktivitas kajian ilmu falak saat itu

dapat dihentikan oleh pemahaman pelarangan dalam mempelajari ilmu nujum.25

Peristiwa ini suatu hal yang wajar, karena bila dilihat objek formal dan material

antara ilmu falak dengan ilmu nujumsama. Objek material ilmu falak dan ilmu nujum

adalah benda-benda langit, begitu pula objek formal kedua ilmu ini juga sama, yaitu

lintasan (orbit) benda-benda langit. Perbedaan yang mendasar antara ilmu falak

dengan ilmu nujum adalah, ilmu falak mempelajari lintasan benda-benda langit untuk

23

Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. III (Yogyakarta: Buana Pustaka, t,th), 1. Lihat juga tulisan T. Mahmud Ahmad, Ilmu Falak, Cet. I (Banda Aceh: PeNA, 2013), 1.

24

Husna Tuddar Putri, Tesis: Pemikiran Syekh Abbas Kuta Karang Tentang Hisab Penentuan

Awal Bulan Hijriah (Semarang: IAIN Walisongo, 2013), 14.

25

(11)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 83 penentuan arah dan waktu di permukaan Bumi, sedangkan ilmu nujum mempelajari

lintasan benda-benda langit untuk penentuan peristiwa-peristiwa baik dan buruk di

Bumi, seperti bencana dan nasib baik buruk seseorang.26

Ilmu ini juga memiliki beberapa sebutan, disebut dengan “ilmu falak”, sebab

mempelajari lintasan benda-benda langit.Disebut “ilmu hisab”, karena ilmu ini

menggunakan perhitungan.27 Disebut “ilmu rashd (ﺪﺻﺮﻟا)”, sebab ilmu ini

memerlukan pengamatan.28Bila dilihat dari segi penamaan dan pengertian, ilmu falak

perlu penelitian khusus untuk menemukan format yang tegas, mengingat banyak

literatur ilmu falak selama ini belum ada perbedaan yang signifikan dalam memberi

pengertian dan penamaan ilmu falak dengan ilmu astronomi.

2. Objek Kajian Ilmu Falak

Setiap disiplin ilmu pengetahuan harus memiliki objek material dan

formal.Objek formal dan material menjadi syarat keilmuan untuk dapat disebut ilmu

pengetahuan.29Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan harus memiliki objek

material dan objek formal, termasuk ilmu falak.

Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran kajian, penyelidikan

atau sesuatu yang diteliti, baik sesuatu yang konkrit atau yang abstrak. Sementara

objek formal adalah cara pandang dan perspektif yang digunakan oleh seorang

peneliti dalam mempelajari atau mengkaji objek material. Objek formal inilah yang

membedakan cabang ilmu yang satu dengan lainnya. Objek material suatu ilmu bisa

sama, misalnya manusia, namun perspektif yang digunakan untuk mengkaji dan

memahami manusia bisa berbeda, misalnya bisa psikologi, sosiologi, politik,

ekonomi maupun antropologi.30Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa objek

material ilmu falak adalah benda-benda langit, seperti Bumi, Bulan, Matahari dan

bintang-bintang, karena benda-benda langitlah yang dijadikan sasaran kajian atau

penyelidikan atau penelitian dalam ilmu falak. Sedangkan objek formalnya adalah

26Ibid

., 3.

27

Untuk katagori sekarang, ada beberapa buku yang langsung diberi nama dengan ilmu hisab, seperti buku Muchtar Yusuf, Ilmu Hisab dan Rukyah, 2010. Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, 2007.

28

Nur Hidayatullah Al-Banjary, Penemu Ilmu Falak…, 2-3.

29

Danial, Seri Buku Daras Filsafat Ilmu, Cet. I (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), 5-6.

(12)

84 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

lintasan atau orbit benda-benda langit, karena lintasan benda-benda langitlah yang

dijadikan cara pandang ilmu falak.31

Bila dilihat dari sisi objek material, maka ilmu falak memiliki kesamaan

dengan ilmu lain, seperti astrofisika, astromekanik, kosmografi dan kosmologi,

karena sama-sama menjadikan benda-benda langit sebagai sasaran penyelidikan atau

penelitian, tetapi objek formalnya yang berbeda. Astrofisika melihat benda-benda

langit dari segi ilmu alam dan kimia.Astromekanik, dari segi ukuran dan jarak antara

satu benda langit dengan lainnya.Kosmografi, dari segi susunan dan gambaran umum

terhadap benda-benda langit.Kosmologi, dari segi asal-usul struktur dan hubungan

ruang waktu dari alam semesta.32

3. Data dalam Perhitungan Waktu Salat

Dalam perhitungan waktu salat, mengetahui data-data yang digunakan dalam

penyelesaian rumus sangatlah penting, karena menjadi jantung dalam perhitungan

waktu salat, dalam artian kebenaran hasil perhitungan waktu salat sangat tergantung

keakuratan dari data-data yang digunakan. Oleh karena itu penulis merasa penting

untuk membahas data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan rumus penentuan

waktu salat.

1. Lintang dan Bujur tempat

Dalam setiap perhitungan waktu salat, lintang dan bujur tempat sangat

penting karena hasil perhitungan tidak akan sesuai dengan suatu daerah bila lintang

dan bujur tidak sesuai.

Lintang tempat yang biasanya disimbolkan dengan fi (φ) adalah jarak garis

khayali yang diukur dari garis khatulistiwa ke suatu tempat sampai ke kutub.Bila

daerah berada sebelah utara garis katulistiwa dinamakan Lintang Utara (LU) yang

bernilai positif (+), sedangkan daerah yang ada di belahan selatan garis katulistiwa

dinamakan dengan Lintang Selatan (LS) yang bernilai negatif (-).33 Sebagai contoh,

31

Kesimpulan penulis tentang objek material dan objek formal ilmu falak berbeda dengan apa yang telah disimpulkan oleh Susiknan Azhari, dimana benda-benda langit yang dijaikan objek formal dan lintasan benda-benda langit dijaikan objek material. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak:

Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Cet. II (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007),

2. Lihat juga, A, Kadir, Formila Baru Ilmu Falak, Cet. I (Jakarta: Amzah, 2012), 23.

32

Kementerian Agama RI, Ilmu Falak Praktik…, 2

33

(13)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 85 Lhokseumawe +05° 10ʹ 48,36ʺ dan kota Semarang -07ᵒ 00ʹ. Dari dua daerah ini dapat

dipastikan bahwa kota Lhokseumawe berada di belahan Utara garis khatulistiwa

dengan jarak 5 derajat 10 menit 48,36 detik, dan kota Semarang berada di belahan

Selatan garis katulistiwa dengan nilai 7 derajat 00 menit. Penetapan garis

khatulistiwa sebagai garis lintang 0 tidak dipolitisi oleh pihak manapun, dimana

penetapan ini terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang Bumi

yang dimiliki oleh manusia.

Bujur tempat yang biasanya disimbolkan dengan lamda (λ) adalah garis

khayali yang diukur dari jarak suatu tempat mulai dari kota Greenwich di Inggris

yang dijadikan sebagai garis bujur 0° sampai dengan bujur 180° sebelah Timur atau

180° sebelah Barat. Daerah yang berada di sebelah Timur kota Greenwich nilai

bujurnya minus (-) dan dinamai dengan Bujur Timur (BT). Sedangkan daerah yang

berada sebelah Barat kota Greenwich nilai bujurnya positif (+) dan dinamai dengan

Bujur Barat (BB). Daerah perjumpaan antara Bujur Timur dengan Bujur Barat

dijadikan sebagai batasan Garis Tanggal Internasional (GTI) yang dalam bahasa

Inggris dikenal dengan International Date Line, di mana garis ini tepat melintas di

tengah-tengan Samudera Pasifik.34

2. Sudut waktu Matahari

Sudut waktu Matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran harian

Matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai Matahari berada.35 Nilai sudut

waktu Matahari adalah 0 derajat ketika Matahari berkulminasi atas, atau ketika

Matahari tepat pada garis meridian langit, dan 180 derajat ketika Matahari berada di

titik kulminasi bawah. Nilai sudut waktu Matahari bertanda positif (+) ketika

Matahari berada di belahan Barat dan bernilai negatif (-) di saat Matahari berada di

sebelah Timur. Sudut waktu Matahari terbentuk pada satu sudut 90 derajat di kutub

Utara langit atau kutub Selatan langit yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran

deklinasi yang melewati Matahari. Setiap lingkaran waktu membentuk sudut dengan

lingkaran meridian langit, sudut waktu ini terlihat pada kutub langit.

34

Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat…, 47. Lihat juga, A.Jamil, Ilmu Falak: Teori dan Aplikasi…, 10.

35

(14)

86 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

Nilai sudut waktu Matahari ini kemudian dijadikan patokan waktu di Bumi

dengan memindahkan dari nilai busur ke nilai waktu, sistem pembahagiannya adalah

sebagai berikut:

360 derajat = 24 jam

15 derajat = 1 jam

1 derajat = 4 menit waktu

15 menit = 1 menit waktu

1 menit = 4 detik waktu.36

Waktu di Bumi dibagi berdasarkan nilai sudut waktu Matahari dengan

berpedoman pada pembagian bujur di Bumi. Garis bujur waktu di Bumi dimulai pada

garis bujur istimewa yaitu bujur 0 derajat yang melintasi kota Greenwich di Inggris,

waktu di bujur 0 biasanya diistilahkan dengan GMT (Greenwich Mean Time). Setiap

15 derajat bujur ditetapkan satu zona waktu dengan selisih waktu satu jam. Agar

sesuai waktu untuk masing-masing wilayah, maka sebelah Barat Greenwich

dikurangi satu jam untuk satu zona waktu dari waktu waktu Greenwich dan ditambah

satu jam untuk satu zona waktu di sebelah Timur Greenwich. Untuk wilayah

Indonesia, berdasarkan Keputusan Presiden RI (Soeharto) Nomor 41 Tahun 1987

tanggal 26 November 1987 untuk selanjutnya mencabut Keputusan Presiden

(Soekarno) Nomor 243 tahun 1963, waktu daerah atau daerah kesatuan waktu dibagi

menjadi 3 wilayah yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah

(WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT).

3. Deklinasi Matahari

Deklinasi Matahari adalah nilai jarak suatu benda langit dari equator langit

yang dihitung berdasarkan panjang lingkaran waktu dengan satuan derajat, menit dan

detik busur, nilai deklinasi biasanya disimbolkan dengan delta (δ). Dengan diketahui

nilai deklinasi Matahari, maka posisi Matahari terhadap Bumi juga bisa ditentukan.

Hal ini sangat berguna untuk mengetahui sejauhmana bayang-bayang yang dicapai

oleh sinar Matahari pada permukaan Bumi yang merupakan data utama dalam proses

penentuan waktu salat. Mengetahui patokan waktu dalam perhitungan waktu salat

adalah suatu keharusan, karena salat diwajibkan dalam waktu tertentu dalam sehari

36

Abdul Karim dan M.Rifa Jamaluddin Nasir, Mengenal Ilmu Falak: Teori dan

Implimentasi,Cet. I (Yogyakarta: Qudsi Media, 2012), 1. Lihat juga, Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak

(15)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 87 semalam lima waktu. Dengan mengetahui nilai deklinasi Matahari di suatu daerah,

perhitungan awal waktu salat di suatu daerah akan akurat dan tepat pada waktunya.37

Nilai deklinasi Matahari dalam setahun tidaklah sama, nilainya akan selalu

berubah-ubah sesuai dengan pergeseran dalam gerak semu harian Matahari dari arah

Timur ke Barat yang diakibatkan oleh miringnya ekliptika terhadap equator langit

sebesar 23 derajat 27 menit busur. Nilai deklinasi Matahari sebelah Utara equator

diberi tanda positif (+) dan sebelah Selatan equator diberi tanda negatif (-). Nilai

deklinasi Matahari 0 derajat pada saat Matahari persis berada pada garis equator

langit yaitu pada tanggal 21 Maret, selanjutnya Matahari akan bergerak ke arah Utara

sampai pada pada titik penghujung Utara yang dikenal dengan titik balik Utara pada

tanggal 21 Juni dengan nilai deklinasi tertinggi +23 derajat 30 menit. Setelah itu

Matahari kembali ke garis equator pada tanggal 23 September untuk kemudian

bergerak ke Selatan sampai pada titik penghujung Selatan pada tanggal 22 Desember

dengan nilai deklinasi -23 derajat 30 menit.38

Nilai deklinasi Matahari yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu

selama setahun dapat diketahui pada tabel astronomis, seperti Almanak Nautika,

Ephemiris, atau pada software yang menyajikan data astronomis.

4. Tinggi Matahari

Tinggi Matahari adalah nilai jarak busur sepanjang lingkaran vertikal

dihitung dari ufuk sampai Matahari berada. Nilai tinggi Matahari bertanda positif (+)

apabila posisi Matahari berada di atas ufuk, dan bila posisi Matahari berada di bawah

ufuk, maka nilai tinggi Matahari bertanda negatif (-), dalam ilmu falak disimbolkan

dengan hₒ sebagai singkatan dari hight of sun.39

Untuk merespon upaya pengembangan ilmu falak, khususnya dalam

perhitungan awal waktu salat, penelitian ini mencoba untuk menempatkan diri pada

tahapan penyempurnaan teori.Dimana penulis menambahkan data ketinggian tempat

untuk waktu salat Magrib, dan data kecemerlangan langit untuk penentuan tinggi

Matahari untuk awal waktu Isya dan Subuh.Persoalan kecemerlangan langit dalam

penentuan waktu salat Isya dan Subuh bukanlah hal yang baru. Selama ini penetapan

37

Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, cet. I (Bandung: Refika Aditama, 2007), 21-22. Lihat juga, M.Yusuf Harun, Pengantar Ilmu Falak…, 9-10.

38

A.Jamil, Ilmu Falak: Teori dan Aplikasi, Cet. I (Jakarta : Amzah, 2009), 15-16.

39

(16)

88 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

awal waktu Isya -18 derajat dan awal waktu Subuh -20 derajat di bawah ufuk mar’i

adalah sepenuhnya berdasar kecemerlangan langit yang dihasilkan oleh peneliti pada

masa dulu. Untuk kasus Indonesia, bila disepakati seperti yang disampaikan oleh

Susiknan Azhari bahwa ilmu falak di Indonesia berasal dari Mesir40 maka bisa

dipastikan bahwa penetapan -18 derajat untuk waktu Isya dan -20 derajat untuk awal

waktu Subuh merupakan patokan kecemerlangan langit yang ada di Mesir, belum

sepenuhnya sesuai dengan kondisi kecemerlangan langit yang ada di Indonesia.

4. Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Perhitungan Waktu Salat.

Dari ketentuan yang termuat dalam Alquran dan hadis dapat dipahami bahwa

ketentuan waktu salat berkaitan dengan posisi Matahari pada bola langit, hal ini

sebagaimana dipahami dalam pembahasan sebelumnya.Bila dilihat dari system

perhitungan awal waktu salat, bisa dipastikan bahwa waktu salat Zuhur dan salat

Asar tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Artinya, dalam mencari tinggi

Matahari untuk waktu salat Zuhur dan Asar tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya

suatu daerah, karena ketinggian Matahari untuk waktu salat Zuhur ditentukan

bersamaan dengan perhitungan kapan Matahari menempati posisi titik kulminasi atas

atau saat Matahari berada pada titik zenith, dan untuk sudut tinggi Matahari dalam

perhitungan waktu salat Asar ditentukan berdasarkan bayang suatu benda yang

dihasilkan saat Matahari menempati posisi terjadinya bayang suatu benda sama

panjangnya.

Waktu salat yang ada pengaruhnya dengan ketinggian tempat adalah waktu

salat Magrib, Isya dan Subuh. Artinya, dalam mencari tinggi Matahari untuk waktu

salat Magrib, Isya dan Subuh dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suatu daerah karena

tinggi Matahari untuk waktu salat Magrib ditetepkan saat seluruh piringan Matahari

melewati garis ufuk mar’i. Garis ufuk mar’i tidak tetap, garis ini akan tinggi bila si

pengamat berada pada posisi rendah dan akan rendah bila posisi si pengamat berada

di atas dataran yang lebih tinggi. Tinggi Matahari untuk waktu salat Isya ditetapkan

saat Matahari menempati posisi yang saat itu cahaya senja (mega merah) hilang dari

ufuk Barat. Kadar waktu hilang bias cahaya senja ini juga dipengaruhi oleh tinggi

rendah lokasi sipengamat. Begitu juga dengan waktu salat Subuh, tinggi Matahari

ditetapkan saat bias cahaya fajar kelihatan di ufuk Timur dari lokasi si pengamat.

40

(17)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 89 Kadar waktu terlihat bias cahaya fajar juga sangat tergantung tinggi rendah lokasi

pengamatan. Artinya, penduduk yang berada di dataran tinggi akan lebih duluan

melihat cahaya fajar ketimbang penduduk yang berada di dataran rendah, karena

yang menjadi batasan terlihat atau tidak terlihat cahaya fajar atau cahaya senja

adalah garis ufuk.

Untuk melihat sejauhmana pengaruh ketinggian tempat terhadap perhitungan

waktu salat Magrib, Isya dan Subuh, penulis telah menghitung awal waktu salat

dengan mengambil sampel perhitungan pada dua tempat yang berbeda. Untuk

dataran rendah penulis ambil kota Lhoksemawe dengan lintang tempat (φ) = 05° 10ʹ

48,36ʺ LU. Bujur tempat (λ) = 97° 08ʹ 30,33ʺ BT. Tinggi tempat dari permukaan laut

= 1 meter. Sedangkan untuk dataran tinggi penulis ambil kota Takengon dengan

lintang tempat (φ) = 04° 37ʹ 14,59ʺ LU. Bujur tempat (λ) = 96° 50ʹ 49,86ʺ BT.

Tinggi tempat dari permukaan laut = 1256 meter.

5. Pengaruh Kecemerlangan Langit Terhadap Perhitungan Waktu Salat.

Metode perhitungan waktu salat yang dipengaruhi oleh kecemerlangan langit

adalah waktu salat yang ditetapkan oleh syar’i berdasarkan bias cahaya Matahari.Hal

ini bisa dipastikan dalam perhitungan penentuan waktu salat Isya dan Subuh, karena

kedua salat inilah yang ditetapkan oleh Aquran dan hadis berdasarkan bias cahaya

fajar dan cahaya senja. Selama ini untuk kadar cahaya senja yang merupakan

patokan bagi awal waktu salat Isya ditetapkan saat Matahari berada pada posisi -18

derajat di bawah ufuk Barat, sedangkan untuk kadar cahaya fajar yang merupakan

patokan bagi awal waktu salat Subuh sudah ditetapkan saat Matahari menempati

posisi -20 derajat di bawah ufuk Timur.

Di Indonesia kadar kecemerlangan langit semakin hari semakin redup, hal ini

diakibatkan oleh polusi dan pemanasan global. Kadar kecemerlangan langit di suatu

daerah sangat tergantung pada komposisi partikel aerosol dan partikel awan yang ada

dalam atmosfer suatu daerah.Hal ini telah disampaikan oleh seorang ahli Matahari

Universitas Teknologi Bandung yaitu Dhani Herdiwijaya. Dari hasil penelitian yang

telah dilakukan pada beberapa tempat di Indonesia yaitu Kupang, Lembang,

Yogyakarta, Cimahi dan Bandung telah mendapatkan sebuah hasil terhadap data

(18)

90 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

peringkat daerah yang paling cerah dimiliki oleh Kupang, kemudian Yogyakarta dan

Lembang, dan peringkat terakhir Cimahi dan Bandung.41

Berangkat dari beberapa fakta di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi

kecemerlangan langit di Indonesia semakin hari semakin redup, keredupan langit

sangat mempengaruhi penentuan awal waktu Isya dan Subuh, karena kedua salat ini

ditentukan berdasarkan kadar bias cahaya fajar dan senja. Dalam hal pengamatan

kadar kecemerlangan langit untuk awal waktu salat Isya dan awal waktu salat Subuh,

penulis juga pernah melakukan pengamatan cahaya senja dan fajar bersama tim

Himpunan Astronomi Amatir Aceh dengan mengambil lokasi di Kota Lhokseumawe

pada bulan Juni dan Juli 2013. Pengamatan ini dilakukan 3 (tiga) kali untuk

penetapan kadar bias cahaya fajar dan 5 (lima) kali untuk kadar bias cahaya senja.

C. Kesimpulan

Dari hasil perbandingan perhitungan awal waktu salat antara hasil

perhitungan yang menambahkan data ketinggian tempat dengan hasil perhitungan

yang ada selama ini di dua masjid (Islamic Center Kota Lhokseumawe dan Mesjid

Ruhama Takengon) dapat disimpulkan bahwa ketinggian tempat mempengaruhi

penentuan awal waktu salat Magrib, Isya dan Subuh, sedangkan waktu salat Zuhur

dan Asar tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat, selisih hasil perhitungan pada

waktu Zuhur dan Asar satu atau dua menit masih dalam katagori toleransi. Bila dua

tempat perhitungan di atas dapat dipastikan bahwa waktu salat yang ada selama ini

lebih cocok digunakan pada daerah dataran rendah, seperti Kota Lhokseumawe, dan

tidak baik digunakan pada daerah yang dataran tinggi, seperti Kota Takengon.

Dari hasil pengamatan yang telah penulis lakukan terhadap kadar

kecemerlangan langit, dapat disimpulkan bawah bias cahaya senja 10 menit lebih

awal hilang dari yang ditetapkan sebagai awal waktu Isya, dan cahaya fajar 10 menit

terlambat dari waktu yang telah ditetapkan untuk waktu salat Subuh. Artinya, saat ini

waktu salat Isya 10 menit terlambat dari waktu seharusnya dan waktu salat Subuh 10

menit lebih awal dari waktu yang seharusnya.

41

(19)

Volume 14 No.2, Februari 2015 | 91

DAFTAR PUSTAKA

A. Jamil. Ilmu Falak (teori & aplikasi). Jakarta: Amzah, 2009.

Al-Banjary, Nur Hidayatullah. Penemu Ilmu Falak: Pandangan Kitab Suci dan Peradaban Dunia. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta, 2006.

Azhari, Susiknan. Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Moderen. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007.

______________. Ensiklopedi Hisab Rukyat.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Danial. Seri Buku Daras Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Kaukaba, 2014.

Hasan Bisri, Cik. Model Penelitian Fiqh, Paradiqma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian. Jakarta: Prenada Media, 2003.

Herdiwijaya, Dhani. Diskusi Pengamatan Kecemerlangan Langit. Imah Noong , Lembang 30 Agustus 2014.

Ibrahim, Abdullah. Peranan Ilmu Falak Dengan Ibadah. t.tp: t.p, 2011.

Izzuddin, Ahmad. Akurasi Metode-metode Penentuan Arah Kiblat. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012.

J. Moleong, Lexi. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.

Karim, Abdul dan M. Rifa Jamaluddin Nasir. Mengenal Ilmu Falak: Teori dan Implimentasi. Yogyakarta: Qudsi Media, 2012.

Kementerian Agama RI. Ilmu Falak Praktik. Jakarta: Sub. Direktorat Pembina Syariah dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam & Pembina Syariah, 2013.

Khazin, Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka, t.th.

Musonnif, Ahmad. Ilmu Falak, Metode Hisab Awal Waktu Salat, Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan.Yokyakarta: Teras, 2011.

Nasution, S. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara, 2002.

Saksono, Tono. Mengungkap Rahasia Simponi Dzikir Jagat Raya. Bekasi: Pustaka Darul Ilmi, 2006.

Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan.Jakarta: Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, 2005.

(20)

92 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA

Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Pedoman Hisab Muhammadiyah.Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2009.

Tuddar Putri, Husna. Tesis: Pemikiran Syekh Abbas Kuta Karang Tentang Hisab Penentuan Awal Bulan Hijriah. Semarang: IAIN Walisongo, 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam industri penerbangan dikenal istilah load factor , yang mana dalam industri perhotelan dikenal dengan istilah tingkat okupensi ( occupancy rate), tingkat okupensi atau

Gerakan motor servo dan buzzer dengan frekuensi suara 2578Hz dapat mengusir hama burung dan respon murni dari burung tersebut menjauh dari prototipe serta

Pada penelitian ini memperlihatkan semakin lama anak menderita sakit, maka kualitas hidup fungsi sekolah anak semakin menurun .Hal tersebut dapat disebabkan oleh

Dalam kasus ini pelaku melakukan penganiayaan yang tergolong ringan sehingga penyidik dapat melakukan upaya restorative justice sehingga tidak harus menindak

assalamualaikum wr.wb mas edi, mohon ijin mengamalkan, kalo gak salah ilmu rombak jasad itu dari mas risky muhammad, saya pernah buka forum kaskus katanya bisa download ilmunya

pada angka 29 dan 30, halaman 14 dan 15, karena sebagaimana telah Tergugat sampaikan pada dalil-dalil jawaban Tergugat, terurai pada angka 1 s/d angka 6 diatas, oleh