• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekilas Hukum Acara yang Baru tentang Hu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sekilas Hukum Acara yang Baru tentang Hu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, selanjutnya akan disebut UU 5/1999 dengan pertimbangan sebagai berikut: (1). bahwa pembangunan ekonomi harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; (2). Pemerintah ingin agar setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien; (3). Setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.

UU 5/1999 memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. UU 5/1999 adalah dasar hukum pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU. Berdasarkan Pasal 30 ayt (2), Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.

UU 5/1999 bagian Penjelasan Umum memaparkan bahwa para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Muncul konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati adalah salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.

(2)

lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Berdasarkan Pasal 35 UU 5/1999, beberapa tugas KPPU ialah (a). melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; (b). mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi; (c). memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

KPPU memiliki hukum acara dalam melakukan penyelidikan untuk memberikan sanksi yang tepat bagi pihak yang diduga melanggar. Menurut penelusuran penulis, terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha, yakni: (1). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; (2). Keppres Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, Keputusan, Pedoman, maupun Petunjuk Teknis mengenai KPPU; (3). Keputusan KPPU Nomor 5 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Adanya Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; (4). HIR/RBg atau Hukum Acara Perdata, yakni untuk ketentuan hukum acara perdata jika pelaku usaha menyatakan keberatan atas putusan komisi sesuai dengan pasal 44 ayat (2) UU 5/1999 atau jika terdapat gugatan perdata yang didasarkan pada adanya perbuatan melanggar hukum; (5). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni untuk ketentuan hukum acara pidana jika perkara tersebut dilimpahkan ke pihak penyidik dengan Pasal 44 ayat (4) UU 5/1999. (6). Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU; (7). Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara.

(3)

DPR dan Pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis dan mengkritisi hukum acara yang berlaku dan diatur dalam UU 5/1999 dan RUU tersebut.

B. Rumusan Masalah

Atas latar belakang tersebut, penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

(1) Prinsip apa yang digunakan oleh KPPU dalam menetapkan pihak yang melanggar UU 5/1999?

(2) Bagaimana prosedur dan tata cara penanganan perkara hukum acara oleh KPPU?

(4)

C. Landasan Teori

1. Asas dan Tujuan UU 5/1999

Berdasarkan Pasal 2 disebutkan bahwa “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

KPPU dalam sistem hukum Indonesia ditempatkan sebagai lembaga peradilan tingkat awal, sehingga memungkinkan dilakukan upaya hukum bagi para pelaku usaha. Keberatan terhadap putusan KPPU merupakan upaya hukum bagi para pelaku usaha1.

Untuk mengawasi pelaksanaan UU 5/1999, dibentuklah KPPU yang merupakan lembaga independen yang ‘terlepas’ dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain2. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 30 UU

5/1999 yang isinya:

a) Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawasa Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi;

b) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain;

c) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden

Tugas KPPU diatur dalam ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 UU 5/1999, beberapa diantaranya adalah:

1 Johnny Ibrahim, 2006, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Malang, Banyimedia Publishing, hlm.89.

(5)

a) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

b) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehata sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36.

Adapun wewenang KPPU diatur dalam Pasal 36, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b) Melalukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau

tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaigngan usaha tidak sehat;

c) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.

3. Sanksi Administratif dan Pidana Tambahan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi ataupun tindakan administratif. Adapun berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UU 5/1999, sanksi tersebut adalah:

a) Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksu dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16;

(6)

ayat (2) huruf b, penghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagaian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangakain produksinya

c) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat; Berdasarkan Penjelasan 47 huruf (c) yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan.

d) Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;

e) Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksu dalam Pasal 28;

f) Penetapan pembayaran ganti rugi; Berdsarkan Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf f disebutkan bahwa ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.

g) Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pidana tambahan yang diatur oleh UU 5/1999 terdapat dalam Pasal 49 yakni sebagai berikut:

a) Pencabutan izin usaha;

(7)

c) Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

D. Analisis

Kewenangan KPPU sebagai lembaga peradilan yang bersifat quasi atau semu menjadi penentu bahwa KPPU bukan merupakan tulang punggung dalam melaksanakan UU 5/1999. Kewenangan yang dimiliki KPPU begitu besar namun UU 5/1999 menempatkan KPPU hanya sebagai lembaga yang pertama kali memeriksa kasus-kasus pelanggaran UU 5/1999.

Secara teori terdapat 2 (dua) prinsip indikasi pelanggaran terhadap UU 5/1999 yakni Per se Illegal (Per Se Illegal Approach), dan Rule of Reason

(Rule of Reason Approach).

1. Prinsip pendekatan Per Se Illegal

Prinsip ini adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga KPPU, prinsip ini menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tertentu. Kegiatan yang dianggap per se illegal

biasanya meliputi penerapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan kembali. Singkatnya bahwa, per se illegal melihat perilaku atau tindakan yang dilakukan adalah bertentangan dengan hukum.3

Dalam UU 5/1999, prinsip pendekatan per se biasanya dipergunakan dalam pasal yang menyatakan dengan kalimat ‘dilarang’ tanpa kalimat tambahan “...yang dapat mengakibatkan....”, atau dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana yang disyaratkan dalam prinsip pendekatan rule of reason. Adapun pasal-pasal yang mengandung prinsip pendekatan per se adalah pasal yang mengatur tentang Penetapan Harga (Pasal 5 ayat 1), Perjanjian Tertutup (Pasal 15), Persekongkolan (Pasal 24), serta Posisi Dominan (Pasal 25 ayat 1).

3 Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia),

(8)

2. Prinsip Pendekatan Rule of Reason

Prinsip pendekatan rule of reason dalam persaingan usaha adalah kebalikan dari dan lebih luas cakupannya jika dibandingkan dengan prinsip

per se illegal. Dalam prinsip pendekatan ini, penangangan terhadap perbuatan yang dituduhkan melanggar UU 5/1999 harus atas dasar pertimbangan situasi dan kondisi kasus. Perbuatan yang dituduhkan tersebut harus diteliti terlebih dahulu, apakah perbuatan itu telah membatasi persaingan usaha secara tidak patut. Oleh karena itu, disyaratkan bahwa penggugat dapat menunjukkan akibat yang ditimbulkan dari perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan yang telah menghambat persaingan dan atau menyebabkan kerugian4.

Dalam UU 5/1999, umumnya mayotritas menggunakan prinsip pendekatan

rule of reason. Penggunaan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan dahulu akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam UU 5/1999, apakah telah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli ataupun praktik persaingan tidak sehat5.

Adapun pasal-pasal yang mengandung prinsip pendekatan rule of reason

adalah oligopoli, perjanjian pembagian wilayah (market allocation), oligopsoni, kartel, trust, integrasi vertikal, monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, kegiatan menjual rugi (predatory pricing), persekongkolan tender, jabatan rangkap, serta penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Penangangan perkara berdasarkan Peraturan KPPU 1/2010 dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:

4Ibid, hlm.66.

(9)

a. Penanganan perkara berdasarkan laporan pelapor yang terdiri dari : (1). Laporan; (2). Klarifikasi; (3). Penyelidikan; (4). Pemberkasan; (5). Sidang majelis komisi; (6). Putusan Komisi.

b. Penanganan perkara berdasarkan laporan pelapor dengan permohonan ganti rugi terdiri dari tahapan: (1). Laporan; (2). Klarifikasi; (3). Sidang Majelis Komisi; (4). Putusan Majelis Komisi.

c. Penangangan perkara berdasarkan inisiatif komisi yang terdiri dari tahapan, (1). Kajian; (2). Penelitian; (3). Pengawasan Pelaku Usaha; (4). Penyelidikan; (5). Pemberkasan; (6). Sidang Majelis Komisi; (7). Putusan Komisi.

Berikut adalah penjelasan mengenai tahapan penanganan perkara tersebut:

a. Pelaporan

Berdasarkan Pasal 11 Peraturan KPPU 1/2010, setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang dapat melaporkan kepada komisi dalam bentuk tertulis;

b. Klarifikasi

Berdasarkan Pasal 12 Peraturan KPPU 1/2010, unit kerja yang menangani laporan akan melakukan klarifikasi terhadap laporan tersebut, apakah laporan tersebut merupakan kompetensi absolut, apakah laporan tersebut jelas diduga dapat melanggar UU 5/1999.

c. Kajian KPPU

(10)

d. Penelitian

Berdasarkan Pasal 21 bahwa unit kerja yang menangani monitoring pelaku usaha melakukan penelitian misalnya dengan melakukan survey pasar, melakukan pengumpulan data dari pelaku usaha.

e. Penyelidikan

Bahwa berdasarkan Pasal 31, investigator KPPU melakukan penyelidikan untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran UU 5/1999. Penyelidik dapat memanggil dan meminta keterangan pelapor, terlapor; dapat memanggil dan meminta keterangan saksi; dapat melakukan pemeriksaan setempat. Berdasar Pasal 38, unit kerja yang membidangi investigasi wajib menyampaikan perkembangan hasil penyelidikan kepada Komisi paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dimulainya penyelidikan, dan Komisi dapat memperpanjang waktu. Namun, berdasarkan analisis penulis, penentuan perpanjangan waktu tidak disebutkan sehingga memberikan ketidakpastian hukum terhadap penyelesaian penyelidikan

f. Pemberkasan

Berdasar Pasal 1 angka (7), pemberkasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja yang menangani pemberkasan dan penanganan perkara untuk meneliti kembali laporan hasil penyelidikan guna menyusun rancangan laporan dugaan pelanggaran untuk dilakukan gelar laporan.

g. Sidang Majelis Komisi

(11)

pelanggaran serta penjatuhan sanksi berupa tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan Pasal 58 ayat (1), Komisi melakukan musyawarah majelis komisi untuk menilai, menganalisa, menyimpulkan, dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang yang terungkap dalam sidang majelis komisi. 4. Hukum Acara dalam RUU Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

Terdapat hal baru dalam RUU Antimonopoli yakni pengaturan tentang

Liniency. Pasal 74 ayat (1) RUU Antimonopoli mengatur bahwa KPPU dapat

memberikan pengampunan dan/atau pengurangan hukuman bagi pelaku usaha yang mengakui dan/atau melaporkan perbuatannya yang diduga melanggar ketentuan Pasal 4 tentang oligopoli, Pasal 5 tentang penetapan harga, Pasal 6 tentang larangan membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda daripada pembeli lain, Pasal 7 tentang larangan membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, Pasal 8 tentang larangan tentang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau/jasa yang diterimanya, Pasal 9 tentang pembagian wilayah, Pasal 10 tentang pemboikotan, Pasal 11 tentang kartel, Pasal 12 tentang Trust untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barng dan/atau jasa, Pasal 13 tentang oligopsoni, Pasal 14 tentang perjanjian tertutup, dan Pasal 21 tentang jual rugi dan kecurangan biaya dengan maksud untuk menyingkirknan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan.

(12)

kepastian hukum, namun yang menjadi pertanyaan lebih lanjut, apakah pelaku usaha tersebut mau ataupun beritikad baik untuk mengaku kepada KPPU?

Terdapat perbedaan upaya hukum/keberatan terhadap putusan KPPU antara RUU Antimonopoli dan UU 5/1999. Pada Pasal 44 ayat (2) UU 5/1999 diatur bahwa pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) diatur bahwa Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut. Berdasarkan Pasal 44 ayat (3) diatur bahwa pihak yang keberatan terhadap Putusan Pengadilan Negeri, dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, dan ayat (4) mengatur bahwa Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.

RUU Antimonopoli mengatur berbeda tentang upaya hukum atau keberatan atas Putusan KPPU. Pasal 90 ayat (1) RUU mengatur bahwa para pihak dapat mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pembacaaan putusan KPPU, ayat (2) mengatur bahwa keberatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Niaga. Pasal 91 ayat (1) mengatur bahwa pengadilan niaga wajib memeriksa keberatan dalam wktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya kebertan tersebut. Pasal 91 ayat (2) mengatur bahwa Pengadilan Niaga wajib memberikan putusan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut. Pasal 91 ayat (5) mengatur bahwa pihak yang keberatan terhadap Puutsan Pengadilan Niaga, dalam waktu 14 (empat) belas hari kerja dapa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan ayat (6) mengatur bahwa Mahkamah Agung wajib memberikan putusan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.

(13)

karena kompetensi Hakim di Pengadilan Niaga tentu berbeda dengan hakim pada pengadilan negeri pada umumnya. Walaupun, keberadaan Pengadilan Niaga terdapat di Pengadilan Niaga. Penambahan waktu dalam memberikan putusan baik di Pengadilan Niaga, dan Mahkamah Agung adalah baik karena waktu yang diberikan pada UU 5/1999 adalah singkat, dan Hakim mungkin kurang maksimal dalam memberikan keputusan karena keterbatasan waktu.

E. Kesimpulan

Atas pembahasan diatas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Prinsip Yang Digunakan Oleh KPPU Dalam Menetapkan Pihak Yang Melanggar UU 5/1999

Prinsip yang digunakan adalah prinsip pendekatan per se illegal dan prinsip pendekatan rule of reason. Prinsip pendekatan per se illegal

dilaksanakan dengan menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan, sedangkan prinsip rule of reason dilaksanakan dengan harus diteliti terlebih dahulu, apakah perbuatan itu telah membatasi persaingan usaha secara tidak patut

2. Prosedur Dan Tata Cara Penanganan Perkara, Serta Kebaharuan Hukum Acara Oleh KPPU

Prosedur dan tata cara penanganan perkara oleh KPPU diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, dimana KPPU dapat menangani perkara atas dasar aduan/laporan dari masyarakat, ataupun KPPU inisiatif ‘jemput bola’. 3. Perbedaan Hukum Acara Persaingan Usaha Di UU 5/1999 Dan RUU

(14)

Menurut penelusuran penulis pada RUU Antimonopoli, tidak terdapat perbedaan signifikan pada RUU dan UU 5/1999. Hal baru yang diatur dalam RUU adalah tentang liniency, dan jika ada keberatan terhadap putusan KPPU harus diajukan kepada Pengadilan Niaga, serta perpanjangan waktu pemeriksaan keberatan diperpanjang oleh RUU.

Daftar Pusataka Buku

Ibrahim, Johnny, 2006, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Malang, Banyimedia Publishing.

Kamal Rokan, Mustafa 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia), PT. Rajagrafindo, Jakarta.

Sitompul,Asril 1999, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat \ (Tinjauan Terhadap UU Nomor 5 Th.1999), Citra Aditya Bakti, Bandung.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor, 33. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, Berita Negara Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa dapat mengetahui, menguasai, memahami dan mengaplikasikan konsep mengenai Hakikat Pengembangan Bahan Pengajaran TK, Prinsip Pembelajaran TK, Bidang

Disamping itu, banyak penelitian tentang modal intelektual yang tidak mencantumkan item pengungkapan maupun kurangnya penjelasan mengenai definisi item pengungkapan

Hasil evaluasi pada tolok ukur panjang hipokotil produksi tahun 2009 dan 2010, menunjukkan bahwa antara vigor daya simpan benih cabai hibrida dan non hibrida tidak berbeda nyata,

Dari pengertian pekerja tersebut jelas bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh.Istilah buruh/pekerja yang sekarang disandingkan muncul karena

Aplikasi Youtube di Android dapat digunakan untuk mengunggah video dengan merekam video baru atau memilih video yang telah ada di galeri, berikut langkah- langkahnya:. ➢ Login

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan pedagang sembako menggunakan beberapa strategi antara lain, (a) strategi pelayanan, tidak mudah putus asa

Pendidikan Jiwa (al-Tarbiyah al-Nafs) adalah Suatu upaya untuk membina, medidik, memelihara, menjaga, membimbing dan membersihkan sisi dalam diri manusia (Jiwa)

promosi pengecer yang dilaksanakan oleh Alfamart Moch. b) Untuk mengetahui gambaran ekuitas merek Alfamart di Bandung. menurut konsumen Alfamart Moch. c) Untuk