• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan tentang Peraturan Menteri Desa P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Catatan tentang Peraturan Menteri Desa P"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PRIORITAS DANA DESA UNTUK KEWENANGAN LOKAL1

Anom Surya Putra2

1. Pendahuluan

Ketidaksempurnaan aturan hukum diawali sejak aturan resmi diterbitkan. Adagium hukum ini untuk menegaskan produk hukum sebagai teks terbuka untuk kritik dari berbagai perspektif. Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa oleh Kementerian Desa PDTT merupakan peraturan kebijakan yang ditujukan untuk mendaratkan UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa). Peraturan Menteri Desa PDTT No. 5/2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 (selanjutnya disebut Permendesa PDTT No. 5/2015), menghadirkan horison pemahaman baru dan sekaligus terbuka bagi kritik untuk penyempurnaan sistem kebijakan Dana Desa kedepan.

Uraian dalam makalah ini dibatasi pada kerangka berpikir sistemik tentang Asas Rekognisi dan Subsidiaritas yang melandasi prioritas penggunaan Dana Desa dan pola pemberdayaan yang mengiringinya. Tema yang kurang disentuh dalam makalah ini adalah perihal administrasi keuangan desa karena hal seperti itu menjadi urusan pemerintahan yang bersifat administratif dalam lingkup otoritas Kemendagri.

Pada masa awal terbitnya Perpres No. 165/2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Kementerian Desa PDTT memasuki babak awal untuk berbenah diri terhitung sejak akhir Oktober 2014. Perdebatan tentang otoritas penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang desa menjadi multi-tafsir sekalipun materi perdebatan yang ada sama-sama hendak mewujudkan Desa sebagai self-governing community (organisasi masyarakat yang berpemerintahan, organisasi pemerintahan yang bermasyarakat). Dalam Perpres 165, Kementerian Desa PDTT sementara diarahkan Presiden untuk memimpin dan mengkoordinasikan kelembagaan dan pelatihan masyarakat desa, pemberdayaan adat dan sosial budaya masyarakat desa, usaha ekonomi masyarakat desa, dan sumber daya alam dan teknologi tepat guna perdesaan yang semula dilaksanakan oleh Kemendagri. Substansi Perpres 165 ini dibayang-bayangi oleh organisasi dan tata kerja Ditjen PMD Kemendagri minus

Direktorat Pemerintahan Desa. Tepat pada bulan Januari 2015 Perpres 165 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku seiring terbitnya Perpres No.

                                                                                                               

1

Makalah dipresentasikan dalam acara diskusi tentang Permendesa PDTT No. 5/2015 Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015, diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen Keuangan dan Ilmu Pemerintahan (MKIP), di Surabaya 6 Mei 2015.

2

(2)

12/2015 tentang Kementerian Desa PDTT. Substansi Perpres 12/22015 pun menggeser pola otoritas yang semula bias urusan pemerintahan ke-ditjen-an (inward looking) menjadi urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan serta pemberdayaan masyarakat desa --selain urusan pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi. Masa transisi organisasi Kementerian Desa PDTT berpuncak pada terbitnya Permendesa PDTT No. 6/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa PDTT. Seribu pasal lebih dalam “Permendesa SOTK” ini memberikan landasan organisasi pelaksanaan otoritas pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan dan pemberdayaan masyarakat desa kepada 2 (dua) Ditjen yang menangani urusan pemerintahan di bidang desa yakni: Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) dan Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP).

Masa pembentukan Kementerian Desa PDTT mencerminkan tak-mudahnya bagi otoritas kementerian untuk menyusun dan menerbitkan suatu peraturan menteri pada akhir tahun 2014. Berbagai asupan kritik, masukan, rumusan dan pendapat yang beragam muncul terus menerus agar segera diterbitkannya suatu peraturan menteri guna menjawab problematika “mendaratnya” UU Desa. Kementerian Desa PDTT memilih untuk menungggu kepastian hukum melalui terbitnya Perpres No. 12/2015. Faktor kepastian hukum inilah kiranya yang menyebabkan mengapa Kementerian Desa PDTT tidak terburu-buru untuk menerbitkan suatu peraturan kebijakan. Suatu aturan hukum tentang desa yang diterbitkan sebelum Perpres No. 12/2015 mungkin validitasnya terjamin, akan tetapi keberlakuan kaidahnya menjadi sirna ketika substansinya bertentangan dengan Perpres No. 12/2015. Dilain pihak, suatu aturan hukum yang dipaksakan untuk terbit sebelum adanya kejelasan otoritas kementerian (c.q. Perpres No. 12/2015) akan memicu keberlakuan empirik suatu aturan hukum yang ditopang oleh praksis politik tanpa ujung.

Permendesa PDTT tentang Dana Desa terbit bersamaan dengan peraturan menteri lainnya dan memiliki satu kesatuan konseptual dengan spirit kehati-hatian dalam mendaratkan Asas Rekognisi dan Subsidiaritas dalam UU Desa. Para analis kebijakan perlu hijrah paradigmatik dalam menafsirkan peraturan kebijakan tentang prioritas penggunaan Dana Desa. Landasan ideologis dalam memahami prioritas penggunaan Dana Desa adalah Asas Rekognisi dan Asas Subsidiaritas, sebagai asas utama dalam Pasal 3 UU Desa. Asas Rekognisi adalah pengakuan terhadap hak asal usul Desa. Asas Rekognisi disertai dengan redistribusi ekonomi dalam bentuk Dana Desa dan Alokasi Dana Desa. Dilain pihak, Asas Subsidiaritas merupakan asas penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan Desa.

(3)

mudah mengguratkannya dalam rumusan pasal suatu peraturan menteri

(legislative drafting; legal drafting) ditengah silang-sengkarut tafsiran atas

kewenangan desa dan otoritas kementerian yang menanganinya. Kementerian Desa PDTT memulainya dengan menerbitkan Permendesa PDTT No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa (selanjutnya disebut

Permendesa PDTT No. 1/2015), yang merinci daftar kewenangan hak

asal usul dan kewenangan skala lokal desa. Dalam interpretasi sistem hukum, muatan dalam peraturan tersebut relasional dengan Pasal 2 Permendesa PDTT No. 5/2015, “Dana Desa yang bersumber dari APBN digunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa yang diatur dan diurus

oleh Desa.”

2. Masalah

1. Apa saja prioritas penggunaan Dana Desa berdasarkan kriteria kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dan diurus oleh Desa?

2. Apa saja contoh penggunaan Dana Desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa?

3. Analisis

3.1. Kewenangan Desa dan Substansi Perubahan PP No. 60/2014 tentang Dana Desa

Kewenangan Desa diatur dalam Pasal 19 UU Desa dengan bahasa hukum yang bersifat kumulatif. Kewenangan Desa dimaksud meliputi (i) kewenangan berdasarkan hak asal usul, (ii) kewenangan lokal berskala Desa, (iii) kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemda Provinsi atau Pemda Kabupaten/Kota, dan (iv)

kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemda Provinsi, atau Pemda Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertama, perumus UU Desa memberikan guidance tentang kewenangan Desa kategori kewenangan berdasarkan hak asal usul. Penjelasan Pasal 19 huruf a UU Desa merumuskan kategori kewenangan berdasarkan hak asal usul sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.”

(4)

Gambar    1  Kewenangan  Hak  Asal  Usul,  Paparan  Hasman  Ma’ani,  Kemendesa  PDTT  (2015)

Kedua, perumus UU Desa memberikan guidance tentang kewenangan Desa kategori kewenangan lokal berskala Desa. Penjelasan Pasal 19 huruf b UU Desa merumuskan kategori kewenangan lokal berskala Desa sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan “kewenangan lokal berskala Desa” adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa, antara lain tambatan perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan Desa, embung Desa, dan jalan Desa.”

(5)

Gambar     2   Daftar   Kewenangan   Lokal   Berskala   Desa,   Paparan   Hasman   Ma’ani,   Kemendesa   PDTT   (2015)

Ketiga, perumus UU Desa memberikan rumusan norma terbuka terhadap kewenangan yang ditugaskan dan kewenangan lain sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Disatu sisi ketentuan ini

membuka kemungkinan inisiatif program/kegiatan dari Pemerintah, Pemprov dan Pemkab yang mendukung praksis kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. Dilain pihak ketentuan ini memerlukan tindakan kontrol dari publik terkait substansi program yang justru serba-kontrol, serba-kendali dan akhirnya mematikan spirit rekognisi dan subsidiaritas atas Desa. Kementerian Desa PDTT berupaya memberikan kerangka organisasional melalui Ditjen PPMD yang fokus pada promosi dan implementasi kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, sedangkan Ditjen PKP fokus pada inisiatif pemerintah agar sinkron dengan kewenangan lokal skala Desa antar-desa (lingkup kawasan perdesaan menurut UU Desa). Inisiatif program kementerian/lembaga terdahulu seperti Desa Tangguh (antisipasi bencana), Desa Siaga (promosi kesehatan), Perdesaan Sehat (kelembagaan untuk desa-desa sehat di daerah tertinggal), PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM-MP Generasi Sehat-Cerdas dan lain sebagainya secara normatif harus mengadaptasi kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

(6)

60/2014 tentang Dana Desa. Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan dalam PP No. 60/2014 tentang Dana Desa belum sinkron dengan Perpres 12/2015 tentang Kemendesa PDTT. Oleh karenanya, Kementerian Keuangan melakukan inisiatif untuk melakukan perubahan atas substansi dalam PP No. 60/2014 tentang Dana Desa. Draft terakhir yang penulis terima sebelum PP Perubahan itu menjadi PP No. 22/2015 memberikan muatan pengaturan tentang otoritas Menteri Desa PDTT menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa.

Prioritas penggunaan Dana Desa mengikuti peta jalan (road map) Dana Desa yang nantinya ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Isi peta jalan Dana Desa yang sementara disusun oleh Kementerian Keuangan antara lain memberikan guidance tentang penggunaan Dana Desa sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. Selain itu, penggunaan Dana Desa bersifat

open menu dengan prioritas untuk mendukung program

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa dan tidak dapat digunakan untuk penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Penulis tidak akan mendalami tema penghasilan tetap tersebut yang akhir-akhir ini menjadi isu utama di berbagai media, namun menyoroti substansi utama dalam peta jalan Dana Desa yang seolah-olah didominasi infrastruktur dasar Desa. Apabila konsisten dengan spirit UU Desa, maka penggunaan Dana Desa dalam konteks pembangunan infrastruktur dasar desa menjadi prioritas sekunder. Prioritas primernya adalah daftar kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Isi substantif Permendesa No. 5/2015 memiliki relevansi yang kuat dengan spirit peta jalan (road map) Dana Desa dalam hal kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. Daftar kewenangan dimaksud yang lebih lengkap dan tanpa bermaksud “menggurui/mengontrol” Desa sudah diatur dalam Permendesa No. 1/2015.

Mengapa muatan pengaturan Permendesa No. 5/2015 memuat prioritas saja dan bukan positive/negative list? Pendekatan prioritas diterapkan dalam Permendesa tersebut agar Desa lebih leluasa dalam menyusun daftar kewenangannya sendiri yang beraspek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang nantinya didanai oleh Dana Desa.

Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan Desa dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan Desa yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui:

(7)

b. pembangunan sarana dan prasarana Desa; c. pengembangan potensi ekonomi lokal; dan

d. pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

3.2. Prioritas Penggunaan Dana Desa

Rincian penggunaan Dana Desa untuk kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dalam Permendesa PDTT No. 5/2015, bukan hanya untuk aspek pembangunan desa. Prioritas penggunaan DD juga ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat desa (vide Bab IV Permendesa PDTT No. 5/2015).

Pembangunan desa dilandasi Asas Rekognisi-Subsidiaritas, mencakup pemenuhan kebutuhan dasar, sarana prasana Desa, potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Misalnya, pengelolaan Posyandu (kebutuhan dasar), kedaulatan energi dan jalan Desa (sarana dan prasarana Desa), pendirian dan pengembangan BUM Desa (potensi ekonomi lokal), dan komoditas tambang kalsedonia (pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan).

Penggunaan DD untuk pemberdayaan masyarakat meliputi proses perencanaan Desa, BUM Desa dan kelompok usaha masyarakat Desa lainnya, pembentukan KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa), paralegal Desa, dan seterusnya.

Sebagai contoh adalah penggunaan Dana Desa dalam pemenuhan kebutuhan dasar (kesehatan dan pendidikan). Ketentuan ini diinspirasikan dari beberapa praktek pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada beberapa Desa. Sebagai contoh adalah pengembangan Poskesdes, Polindes, Posyandu serta PAUD. Kegiatan berskala lokal desa ini lebih bermakna bagi Desa dalam rentang waktu yang panjang. Kegiatan yang dapat didanai Dana Desa tersebut potensi untuk berkembang dalam community centre

dan menyumbangkan kinerja pemberdayaan desa (Desa Driven

(8)

keberadaannya   CC   lahir   untuk   memperbaiki   kualitas   pelayanan  

memfasilitasi  penyelesaian  masalah-­‐masalah  terkait  dengan  TKI.   Di  Desa  Kekeri,  lebih  dari  50%  perempuan  memilih  bekerja  sebagai  TKI,  

namun   sayangnya   banyak   dari   mereka   tidak   mengetahui   informasi   seputar  TKI,  sehingga  seringkali  pulang  dengan  membawa  persoalan.   Karena   itu,   CC   mengambil   peran   untuk   melakukan   transformasi   pengetahuan  sehingga  pilihan  untuk  menjadi  TKI  bisa  menjadi  pilihan   yang  rasional  serta  seorang  TKI  sebelum  berangkat  sudah  mengetahui   hak-­‐hak  baik  sebagai  tenaga  kerja  maupun  warga  negara  yang  bekerja   di   negara   asing.   CC   di   Desa   Kekeri   juga   melakukan   advokasi   kepada   pemerintah   desa   agar   turut   memberikan   perlindungan   kepada   warganya   sehingga   tidak   terjebak   pada   bentuk-­‐bentuk   kecurangan   dalam  pengurusan  administrasi  calon  TKI,  seperti  pemalsuan  umur.  “3

Contoh penggunaan Dana Desa untuk pengembangan institusi ekonomi kolektif Desa adalah pendirian dan pembentukan BUM Desa sesuai ketentuan baru dalam UU Desa dan Permendesa No. 4/2015 tentang BUM Desa. Siasat pendirian BUM Desa difokuskan kepada proses pelibatan (deliberatif) warga kedalam Musyawarah Desa (Permendesa No. 2/2015 tentang Musyawarah Desa).

Tindakan rekognisi atas “BUMDes” yang sudah eksis untuk menjadi BUM Desa antara lain dengan mengembangkan berbagai tipe unit usaha yang eksis untuk didanai Dana Desa, sesuai kesepakatan dalam Musyawarah Desa.

Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk pengembangan BUM Desa, seperti pengembangan terhadap BUM Desa “Maju Makmur”, Desa Minggirsari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. BUM Desa tersebut telah berkolaborasi dengan pemerintah daerah setempat dan berhasil menjalankan usaha distribusi pupuk dan nasabah kredit sebanyak 173 orang dengan omset ratusan juta rupiah, serta nasabah tabungan 61 orang dengan omset mencapai 81 juta rupiah.4 Adapun besaran Dana Desa untuk pengembangan BUM Desa yang

                                                                                                               

3

Borni Kurniawan, Desa Mandiri, Desa Membangun, Kementerian Desa PDTT, Maret 2015. Kisah good practices dari Community Centre diatas dikutip oleh Borni Kurniawan dari Buku Persembahan Perempuan untuk Kemandirian Desa, 2013.

4

(9)

sudah berkembang itu dapat disepakati bersama dalam Musyawarah Desa.

Contoh lainnya adalah penggunaan Dana Desa untuk menguatkan kapasitas KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) dalam skup kapasitas paralegal desa. Program pemberdayaan masyarakat desa sebelumnya telah mewariskan masalah hukum pidana yang luar biasa dan segera harus dituntaskan di jalur prosedur litigasi. Dilain pihak tradisi berdesa (hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di desa) mewariskan kemampuan mediasi dan rasa

malu dalam berbuat pidana-koruptif. KPK juga sudah memberi titik

rawan elit capture dalam penyaluran dan penggunaan Dana Desa.

Gambar    3.  Paparan  KPK  (2015)

(10)

4. Simpulan dan Rekomendasi

4.1. Simpulan

Penggunaan Dana Desa untuk kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa merupakan tantangan baru dalam mendaratkan UU Desa. Sikap pesimis dan sinis terhadap penggunaan Dana Desa yang berskala minim dibandingkan dana “mega proyek” pemberdayaan sebelumnya sudah selayaknya dijawab dengan model pendampingan Desa yang didasarkan spirit pengakuan (rekognisi-subsidiaritas) terhadap Desa.

4.2. Rekomendasi

Gambar

Gambar 
   
  1 
  Kewenangan 
  Hak 
  Asal 
  Usul, 
  Paparan 
  Hasman 
  Ma’ani, 
  Kemendesa 
  PDTT 
  (2015)
Gambar 
    
   2 
   Daftar 
   Kewenangan 
   Lokal 
   Berskala 
   Desa, 
   Paparan 
   Hasman 
   Ma’ani, 
   Kemendesa 
   PDTT 
  (2015)
Gambar 
   
  3. 
  Paparan 
  KPK 
  (2015)

Referensi

Dokumen terkait

Tata cara Pembangunan Rumah dengan Struktur Tahan Gempa (RTG) ini disusun dengan memperhatikan kaidah teknis dan aturan yang berlaku untuk menjadi acuan perencanaan pembangunan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang diteliti, sebagai berikut: (1) Kinerja mengajar guru Penjas

Selain itu, pada penelitian yang dilakukan Maulana (2009) menggunakan adsorben arang sekam padi dengan metode batch menyimpulkan bahwa turunnya persentase teradsorpsi dari ion Cd 2+

Hasil pengujian prototype mesin plotter x-y menunjukan bahwa mesin ini sudah layak jika digunakan sebagai design grafis dengan tingkat akurasi yang tinggi serta hasil gambar

(3) Jenis kesenian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat( 2) yang dapat dipertunjukkan di Hotel/Restaurant/Puri/Tempat lain yang dianggap layak adalah seni kreasi

Tanpa seka kultural apapun (termasuk sekat etnis, ras, agama. geografis, dan strata sosial) individu bebas melalukan aktivítas di ruang cyberpublik. la

5-. Pen#uuran Ke&e*atan.. Ke"epatan biasanya diukur se"ara tidak langsung melalui pengukuran selisih antara tekanan stagnasi dengan tekanan aliran bebas,

Menurut Quality in Tourism dalam Hostel Accommodation Quality Standard (2009), hostel adalah tempat menginap yang sering berupa shared room atau kamar bersama