• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Analisis Potensi Rawan Hazard da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH Analisis Potensi Rawan Hazard da"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Page | 1 ANALISIS POTENSI RAWAN (HAZARD) DAN RESIKO (RISK) BENCANA BANJIR DAN

LONGSOR (STUDI KASUS PROVINSI JAWA BARAT)1

An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood and Landslide (Case Study in West Java Province)

Waluyo Yogo Utomo2, Widiatmaka3, Komarsa Gandasasmita3

ABSTRACT

West Java is one of the regim in the high potential occurrence of floods and landslides. This is due to the characteristics of its topography, as well as high population density which increase every year, causing pressure on the ecosystem. The purpose of this study was to build methodology in determining floods and landslides criteria, mapping of potential hazards and the risk of flooding and landslides. Models of potential hazard and risk of flooding and landslides built through spatial analysis (overlay) system with weighted and scoring of the 7 parameters used: landuse, rainfall, slope, elevation, landform, soils and geology; while the risk model to floods and landslides used three main parameters: population density (density), infrastructure and accessibility. The results showed West Java has the potential flood-prone high of 460.204 ha (12,5%) and very high at 507.274 ha (13,8%), with distribution locations in Bekasi, Cirebon, Indramayu, Karawang, Majalengka, Subang, Bandung City, Banjar City, Bekasi City, Bogor City, Cirebon City and Depok City. As for the potential of landslide-prone high of 141.855 ha (3,9%) and very high at 14.895 ha (0,4%), with distribution locations in Bandung dan Garut. Based on the results of field validation and data recapitulation incidence of floods and landslides in the field from BNPB (2010-2012), showing the accuracy of a map of the results of the analysis of potential hazard and risk of flooding and landslides are quite high. The frequency of floods in the field occurs 88 times as much as the class of potential flood hazard areas of moderate to very high with a total of 115 times the incidence of flooding, or by 76.5% of the total flood. While the frequency of landslides in the field occurs 86 times in the classes as potential landslide hazard moderate to very high with a total of 113 times the incidence of landslides, or 76.1% of the total landslide.

Keywords: hazard, risk, floods, landslides, accuracy

PENDAHULUAN

Trend bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang merupakan jenis bencana yang

dominan di Indonesia. Bencana

hidrometeorologi terjadi rata-rata hampir 70 % dari total bencana di Indonesia. Perubahan iklim global, perubahan penggunaan lahan dan meningkatnya jumlah penduduk makin memperbesar ancaman risiko bencana di Indonesia. (BNPB, 2011). Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar sungai sebagai akibat meluapnya air

sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai. Terjadinya banjir merupakan interaksi antara aspek manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan (Suwardi, 1999). Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan

keseimbangan yang menyebabkan

bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor gaya yang terletak pada bidang tanah yang tidak rata atau disebut dengan lereng (Alhasanah, 2006).

1 Bagian dari Tesis, disampaikan pada Seminar Nasional “Pengarusutamaan Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam : Tantangan Dalam Pembangunan Nasional”

(2)

Page | 2 Penyebab tanah longsor secara

alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan dan kegempaan. Selain faktor alamiah, longsor juga disebabkan oleh

faktor aktivitas manusia yang

mempengaruhi bentang alam seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng dan penambangan (Somantri, 2007). Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang memiliki potensi tinggi untuk terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini disamping disebabkan oleh topografi wilayahnya yang berbukit dan bergunung, juga tingginya kepadatan penduduk yang menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Kawasan rawan longsor Provinsi Jawa Barat antara lain di Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi,

Majalengka, Sumedang, Ciamis,

Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Dilihat dari aspek demografinya, daerah tersebut merupakan kawasan padat penduduk (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, 2002).

Salah satu bentuk mitigasi dalam rangka menghadapi terjadinya bencana alam dan sekaligus untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya adalah tersedianya sistem peringatan dini (early warning system). Tidak adanya sistem peringatan dini yang dapat menyelamatkan masyarakat dan lingkungan serta minimnya pemahaman tentang lingkungan tempat mereka tinggal, menjadi penyebab banyaknya jatuh korban pada setiap bencana banjir dan longsor (Somantri, 2007). Penerapan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG dapat membantu upaya mitigasi bencana alam dengan melakukan identifikasi lokasi serta pengkajian masalah yang berkaitan dengan dampak bencana banjir dan longsor. Upaya mitigasi untuk mengurangi atau meminimalisir dampak akibat bencana banjir dan tanah longsor dilakukan dengan cara membuat suatu model SIG, yaitu dengan menggabungkan beberapa variabel untuk memperoleh kawasan yang rentan terhadap bahaya dan resiko bencana banjir dan tanah longsor (Barus, 1999).

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1). menentukan

kriteria dan parameter pembentuk banjir dan longsor; serta (2). mengetahui daerah yang berpotensi terjadinya rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan longsor.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April 2011 sampai dengan bulan Oktober 2012. Lokasi penelitian terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat, sedangkan pengolahan dan analisis data dilakukan di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta serta di Laboratorium Bagian Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana menentukan kriteria dan parameter pembentuk banjir dan longsor; serta mengetahui daerah yang berpotensi terjadinya rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan longsor. Matriks rancangan penelitian ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Metode Pembobotan dan Skoring

Dalam penentuan bobot dan skor masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor, digunakan metode Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgement) dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dalam proses

pembuatan AHP dilakukan dengan

(3)

Page | 3 Tabel 1. Matrik rancangan penelitian analisis potensi rawan dan resiko banjir dan longsor

Tujuan Jenis dan dan tanah longsor

Responden yang terlibat dalam proses pembuatan AHP ini sejumlah 6 (enam) orang, yang mewakili keahlian di bidang banjir dan longsor, fisik lahan, geologi, kesesuaian lahan, mitigasi bencana lingkungan, serta permodelan dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengolahan data kuesioner AHP dilakukan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000. Bobot menunjukkan besaran atau derajat nilai masing-masing parameter yang ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-1, sedangkan skor menunjukkan nilai setiap variabel pada masing-masing parameter yang ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-100. Hasil analisis AHP untuk bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor ditunjukkan pada Tabel 2, sedangkan bobot dan skor masing-masing parameter dan variabel pembentuk banjir dan longsor ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Tabel 2. Bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor

No. Parameter Bobot Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Analisis Tingkat Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor

Nilai rawan (hazard) suatu daerah terhadap banjir dan longsor ditentukan dari total penjumlahan hasil perkalian antara bobot dan skor dari 7 (tujuh) parameter yang berpengaruh terhadap banjir dan longsor di atas. Penentuan tingkat bahaya (hazard)

dilakukan dengan membagi sama

banyaknya nilai-nilai bahaya (hazard) dengan jumlah interval kelas yang sama; interval kelas ditentukan dengan persamaan i = R/n; dimana i : lebar inteval, R: selisih skor maksimum dan minimum, n : jumlah kelas kerawanan.

Analisis Tingkat Resiko (Risk) Banjir dan Longsor

(4)

Page | 4 Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Biofisik Provinsi Jawa Barat

Secara geografis Provinsi Jawa Barat terletak di 5o50’-7o50’ LS dan 104o48'-108o48' BT dimana sebelah utara

(5)

Page | 5 46.497.175 juta jiwa, yang tersebar di 26

Kabupaten/Kota, 625 Kecamatan dan 5.899 Desa/Kelurahan. Bedasarkan sistem klasifikasi Koppen yang mendasarkan hubungan antara iklim dan pertumbuhan vegetasi, Provinsi Jawa Barat termasuk kedalam tipe iklim Afa (dimana: A

Kemiringan lereng datar sampai landai mendominasi dengan prosentase luas 24,3 % berupa lahan dengan kelerengan datar (<2 %), dan 23,9 % berupa lahan dengan kelerengan landai (2-8 %). Bentang lahan (landform) didominasi oleh Dataran (Plains) sebesar 30,4 %, Perbukitan (Hills) sebesar 19,8 %, Pegunungan (Mountains) sebesar 19,4 % dan Dataran Alluvial (Alluvial Plains) sebesar 15,6 % dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat. Penggunaan lahan tahun 2012 didominasi oleh sawah dengan luas 1.323.822 ha atau 35,7 %, kebun campuran seluas 972.747 ha atau 26,2 %, permukiman seluas 453.044 ha atau 12,2 % dan tegalan/ladang seluas 313.026 ha atau 8,4 % dari luas total Provinsi Jawa Barat.

B. Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor

Berdasarkan hasil analisis terhadap peta potensi rawan banjir dan longsor dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat didominasi oleh potensi rawan banjir agak rawan sebesar 37,8 %; sedangkan potensi rawan banjir tinggi dan sangat tinggi hanya sebesar 12,5 % dan 13,8 %. Potensi rawan longsor didominasi oleh kelas agak rawan sebesar 42,5 % dan tidak rawan 31,6 %; sedangkan potensi rawan longsor tinggi dan sangat tinggi hanya sebesar 3,9 % dan 0,4 % dari luas total Provinsi Jawa Barat (Tabel 3).

Sebaran luas daerah yang berpotensi untuk

terjadinya bencana banjir per

kabupaten/kota dengan kelas rawan banjir tinggi dan sangat tinggi terdapat di Sedangkan sebaran luas daerah yang berpotensi terjadinya bencana longsor per kabupaten/kota dengan kelas rawan longsor tinggi dan sangat tinggi terdapat di Kabupaten Bandung (21,8 % dan 2,7 %) serta Kabupaten Garut (12,5 % dan 1,0 %). Sebaran potensi rawan (hazard) banjir dan longsor per kabupaten/kota, serta peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 di bawah ini.

C. Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor

Berdasarkan hasil analisis terhadap potensi resiko (risk) banjir dan longsor dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat didominasi oleh potensi resiko banjir rendah sebesar 93,0 %; sedangkan resiko sedang dan tinggi hanya sebesar 5,2 % dan 1,8 %. Potensi resiko longsor Provinsi Jawa Barat didominasi oleh resiko rendah sebesar 98,2 %; sedangkan resiko sedang dan tinggi hanya sebesar 1,7 % dan 0,1 % (Tabel 4).

(6)

Page | 6 Tabel 3. Selang nilai dan luas potensi rawan banjir dan longsor Provinsi Jawa Barat

No. Kelas Kerawanan

Potensi Rawan Banjir Potensi Rawan Longsor

Selang Nilai Luas Selang Nilai Luas

Ha % Ha %

1 Tidak Rawan 4,82 - 8,69 653.871 17,8 3,34 - 7,39 1.164.444 31,6 2 Agak Rawan 8,69 - 12,56 1.393.211 37,8 7,39 - 11,44 1.564.541 42,5 3 Rawan Sedang 12,56 - 16,43 666.389 18,1 11,44 - 15,49 795.215 21,6 4 Rawan Tinggi 16,43 - 20,30 460.204 12,5 15,49 - 19,54 141.855 3,9 5 Rawan Sangat Tinggi 20,30 - 24,17 507.274 13,8 19,54 - 23,62 14.895 0,4

Total 3.680.951 100,0 3.680.951 100,0

Sumber : hasil analisis, 2013

Gambar 2. Grafik sebaran potensi rawan (hazard) banjir per kabupaten/kota

(7)

Page | 7 Tabel 4. Luas potensi resiko (risk) banjir dan longsor Provinsi Jawa Barat

No. Potensi Resiko (Risk) Luas Potensi Resiko Banjir Luas Potensi Resiko

Ha % Ha %

1 Rendah 3.422.677 93,0 3.616.460 98,2

2 Sedang 190.671 5,2 61.836 1,7

3 Tinggi 67.603 1,8 2.655 0,1

Total 3.680.951 100,0 3.680.951 100,0

Sumber : hasil analisis, 2013

Gambar 4. Grafik sebaran potensi resiko (risk) banjir dan longsor per kabupaten/kota

Gambar 5. Peta potensi resiko (risk) banjir dan longsor di Provinsi Jawa Barat

D. Tingkat Akurasi Berdasarkan Validasi Lapangan

Berdasarkan hasil validasi lapangan (field groundcek) dan data rekapitulasi kejadian bencana banjir dan longsor di lapangan (existing) dari BNPB (tahun

(8)

Page | 8 Tabel 5. Frekuensi kejadian bencana banjir dan longsor di lapangan (existing)

Kejadian Bencana

Frekuensi Kejadian Banjir dan Longsor

Total Tidak

Rawan

Agak Rawan

Rawan Sedang

Rawan Tinggi

Rawan Sangat Tinggi

Banjir 6 21 7 50 31 115

Longsor 4 23 8 51 27 113

Total 10 44 15 101 58 228

Sumber : hasil analisis, 2013

Gambar 6. Grafik frekuensi kejadian dan prosentase bencana banjir dan longsor di lapangan (existing) terhadap peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor hasil analisis

potensi rawan banjir sedang sampai dengan sangat tinggi dari total 115 kali kejadian banjir, atau sebesar 76,5 % dari total bencana banjir. Sedangkan frekuensi bencana longsor di lapangan (existing) terjadi sebanyak 86 kali pada kelas potensi rawan longsor sedang sampai dengan sangat tinggi dari total 113 kali kejadian longsor, atau sebesar 76,1 % dari total bencana longsor (Tabel 5 dan Gambar 6).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Parameter utama dan nilai bobot yang berkontribusi terhadap rawan (hazard) banjir adalah curah hujan (0,324), lereng (0,212), elevasi (0,158), bentang lahan (0,146), geologi (0,056), penggunaan lahan (0,055) dan jenis tanah (0,049). Sedangkan parameter utama dan nilai bobot yang berkontribusi terhadap rawan (hazard) longsor adalah curah hujan (0,274), elevasi (0,254), bentang lahan (0,135),

penggunaan lahan (0,095), geologi (0,094), jenis tanah (0,091), dan lereng (0,057).

(9)

Page | 9 kota dengan kelas rawan longsor tinggi dan

sangat tinggi terdapat di Kabupaten Bandung (21,8 % dan 2,7 %) serta Kabupaten Garut (12,5 % dan 1,0 %).

Berdasarkan hasil validasi lapangan (field groundcek) dan data rekapitulasi kejadian bencana banjir dan longsor di lapangan (existing) dari BNPB (tahun 2010-2012), menunjukkan tingkat akurasi peta hasil analisis potensi rawan (hazard) dan resiko

Disarankan dalam penelitian-penelitian lanjutan, untuk dapat memasukkan parameter nilai ekonomi (value) dalam tahapan analisis kerentanan bencana lingkungan (banjir dan longsor), sehingga dapat dihitung seberapa besar potensi kerugiannya (loss damage).

DAFTAR PUSTAKA

Acar, M. 2010. Determination of Strain Accumulation in Landslide Areas with GPS Measurements. Scientific Research and Essays. Vol. 5(8):763-768. 18 April 2010. ISSN 1992-2248

©2010 Academic Journals.

Http://www.academicjournals.org/SRE

Alhasanah, F. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan SIG: Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(1):7-16

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun 2011. Jakarta

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2002. Laporan Singkat Hasil Pemeriksaan Bencana Gerakan Tanah di Provinsi Jawa Barat, 1985-2005. Direktorat Jenderal Geologi

dan Sumberdaya Lingkungan,

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung

Gupta, AK. dan Nair, SS. 2010. Flood Risk and Context of Land-Uses: Chennai City Case. Journal of Geography and Regional Planning. 3(12):365-372. December 2010. ISSN 2070-1845

©2010 Academic Journals.

Http://www.academicjournals.org/JGRP

Kabir, A., Mahdavi, M., Bahremand, A. dan Noora, N. 2011. Application of a geographical information system (GIS) based hydrological model for flow prediction in Gorganrood river basin, Iran. African Journal of Agricultural Research. 6(1): 35-45. 4 Januari 2011. ISSN 1991-637X ©2011 Academic Journals.Http://www.academicjournals. org/AJAR

Maantay, J. dan Maroko, A. 2009. Mapping Urban Risk: Flood Hazards, Race and Environmental Justice in New York . Elsevier. Applied Geography 29 (2009) 111-124. http:// www.elsevier.com/locate/apgeog

Marimin. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Stok. IPB Press. Juni 2010. Bogor

(10)

Page | 10 Lampiran 1. Hasil AHP bobot dan skor parameter pembentuk banjir

Gambar

Tabel 2. Bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2. Grafik sebaran potensi rawan (hazard) banjir per kabupaten/kota
Gambar 4. Grafik sebaran potensi resiko (risk) banjir dan longsor per kabupaten/kota
+2

Referensi

Dokumen terkait

4) Dipersetujui oleh kedua pasangan suami isteri. Dari penjelasan yang sudah di paparkan di atas, dapat di simpulkan bahwa anak yang dilahirkan oleh wanita single dari hasil

Tujuan kegiatan ialah untuk memfasilitasi masyarakat tani Desa Partibi Lama, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dalam melakukan riset aksi partisipatif penggunaan bibit kentang

Adapun yang menjadi perhatian dari penulis bahwa pengelolaan dana desa akan di khawatirkan berdampak pada ruang yang bisa menjebak para oknum aparat desa dalam penggunaan dana

Gambar 8 menjelaskan ilustrasi penyisipan pesan. Warna kuning merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan file format media sebesar 56 bytes, warna biru digunakan

Dengan rasio LDR melihat tingginya penyaluran kredit yang diberikan, maka pendapatan bunga dari kredit tersebut juga akan meningkat, yang berdampak pada tingginya

Ketidaksesuaian antara teori Ferrari, Johnson &amp; McCown (1995: 40) yang menyatakan semakin tinggi motivasi mengerjakan tugas yang dimiliki individu maka akan semakin rendah

Installing a 550 MHz Slot 1 Pentium III may damage the processor or motherboard because the faster processor draws more current than the VRM (Voltage Regulator Module) on

untuk melaksanakan kegiatan rembug warga maka upaya selanjutnya yaitu perencanaan program, merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan baik itu dalam bidang