Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada Kami, sehingga Kami dapat
menyelesaikan makalah Filsafat Ilmu ini dengan pembahasan Metodologi dan
Ilmu Pengetahuan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada Sang
Pembawa Risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya, yakni Baginda
Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, serta pengikutnya. Semoga
syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Makalah ini telah Kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya.
Untuk itu Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka Kami menerima segala kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 3 Agustus 2016
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ………. ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1
B. Rumusan Masalah ……… 1
C. Tujuan ………. 2
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Metodologi ……… 3
B. Unsur-Unsur Metodologi ………. 4
C. Metodologi Ilmu Pengetahuan ……….. 12
D. Susunan Ilmu Pengetahuan ……….. 15
E. Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan ………. 18
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 21
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji prihal urutan
langkah-langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang diperoleh memenuhi
ciri-ciri ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang
mengkaji kaidah penalaran yang tepat.
Pada dasarnya di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin
apapun, baik ilmu sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing menggunakan
metode yang sama. Jika ada perbedaan, maka hal itu tergantung pada jenis, sifat,
dan bentuk objek material dan objek formal yang tercakup di dalamnya
pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), ujuan, dan ruang lingkup
masing-masing disiplin itu.
Manakala kita membicarakan metodologi dan ilmu pengetahuan, maka hal
yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai
metode yang dipergunakan dalam aktifitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud
adalah pendirian atau sikap yang akan dikembangkan para ilmuwan di dalam
kegiatan ilmiah mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, diantaranya ialah:
1. Apa pengertian dari metodologi?
2. Apa saja unsur-unsur dalam metodologi?
3. Apa itu metodologi ilmu pengetahuan?
4. Bagaimana susunan ilmu pengetahuan?
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 2
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari metodologi.
2. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur dalam metodologi.
3. Untuk mengetahui pengertian metodologi ilmu pengetahuan.
4. Untuk mengetahui susunan ilmu pengetahuan.
5. Untuk mengetahui seperti apa langkah-langkah dalam pengembangan
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 3
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi bisa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari
bahasa yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui,
mengikuti, sesdah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah)
kata methodos sendiri lalu berarti: penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah,
uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.(1)
Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu jalan,
petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.( 2 ) Adapun
metodologi disebut juga science of methodos, yaitu ilmu yang membicarakan
cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi penelitian
membahas konsep teoritis berbagai metode.(3) Jadi metodologi ilmiah merupakan
pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistimologi.
Epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan: Apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan
dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin
untuk ditangkap manusia?(4)
Dapat pula dikatakan bahwa metodologi ilmiah adalah membahas tentang
dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian, karena metodologi belum memiliki
1 Anton Bakker, 1994, hlm 10.
2 Peter R. Senn, Social Science and Its Methods (Boston: Holbrook, 1971), hlm. 4. 3 Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 4
langkah-langkah praktis, adapun derevasinya adalah pada metode penelitian.
Bagi ilmu-ilmu seperti sosiologi, antropologi, politik, komunikasi, ekonomi, hukum,
serta ilmu-ilmu kealaman, metodologi adalah merupakan dasar-dasar filsafat ilmu
dari suatu metode, atau dasar dari langkah praktis penelitian.
Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka metodologi lebih
bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Dengan kata lain dapat dipahami
bahwa metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat dan bentuk umum mengenai
cara-cara, aturan dan patokan prosedur jalannya penyelidikan, yang
mengambarkan bagaimana ilmu pengetahuan harus bekerja. Adapun metode
adalah cara kerja dan langkah-langkah khusus penyelidikan secara sistematik
menuut metodoogi itu, agar tercapai suatu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.
B.
Unsur-Unsur Metodologi
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Anton Bakker
dan Achmad Charris Zubair dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994)(5),
antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1. Interpretasi (menafsirkan)
Dalam pelaksanaan segala macam penelitian seorang peneliti akan
berhadapan dengan kenyataan. Dalam kenyataan itu dapat dibedakan beberapa
aspek. Bisa berbentuk fakta, yaitu suatu perbuatan atau kejadian-kejadian. Bisa
berbentuk data, yaitu pemberian, dalam wujud hal atau peristiwa yang disajikan;
atau pula dalam wujud sesuatu yang tercatat tentang hal, peristiwa, atau
kenyataan lain yang mengandung pengetahuan untuk dijadikan dasar keterangan
selanjutnya. Mungkin juga kenyataan berbentuk gejala, yaitu sesuatu yang
tampak sebagai tanda adanya peristiwa atau kejadian. Ketiga aspek tersebut
akan mendapat titik berat yang berbeda menurut masing-masing disiplin ilmu.
Interpretasi artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat
subjektif (menurut selera orang menafsirkan) melainkan harus bertumpu pada
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 5
evidensi objektif untuk mencapai kebenaran yang autentik. Dengan interprestasi
ini diharapkan manusia dapat memperoleh pengertian, pemahaman, atau
Verstehen(6). Pada dasarnya interprestasi berarti tercapainya pemahaman yang
benar mengeni ekspresi manusiawi yang dipelajari. Menurut Ricoeur fakta atau
produk itu dibaca sebagai suatu naskah. Pemahaman seperti itu terjadi, jikalau
misalnya ada pemahaman mengenai:
- Bahasa bukan sekedar sebagai bunyi-bunyian, tetapi sebagai komunikasi;
kursi tidak semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan
sebagai kedudukan social;
- Tarian tidak hanya sebagai gerak yang bersifat biotik, tetapi sebagai bagian
dalam upacara ritual;
- Kurban tidak hanya sebagai pembakaran benda, atau penyembelihan
binatang, tetapi sebagai tanda penyerahan.
Unsur interpretasi ini merupakan landasan bagi metode hermeneutika.
Dalam interpretasi itu memuat hubungan-hubungan atau lingkaran-lingkaran yang
beraneka ragam, yang merupakan satuan unsur-unsur metodis. Unsur-unsur itu
menunjukkan dan menjamin, bahwa interpretasi bukan semata-mata merupakan
kegiatan manasuka, menurut selera orang yang mengadakan interpretasi,
melainkan bertumpu pada evidensi objektif , dan mencapai kebenaran otentik.
2. Deduksi dan Induksi
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode
induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi
bebrapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi) dan
evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut
melainkan terjadi sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam
penelitian filsafat, berhubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa,
yaitu manusia.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 6
a. Metode Deduktif
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat
umum dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan
ilmiah. Sedangkan pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan
kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar,
karena akal dapat menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan
menerapkan metode deduktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan
ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun
setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu
yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian
maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan
terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat
diibaratkan sebagai “rumah atau batu-bata yang bercerai-berai”(7) Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang
rasional kepada obyek yang berada dalam focus penelahaan.
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran
koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final. Sebab sesuai
dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistic, maka dimungkinkan
disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu obyek pemikiran tertentu.
Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis
ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan
yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan
dalam penyusunan argumentasi. Oleh sebab itu maka dipergunakan pula
berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 7
b. Metode Induktif
Pemikiran empiris yang dikemukakan oleh Bacon menyatakan bahwa
manusia melalui pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan
hukum-hukum relasi antar benda-benda. Sedangkan Hume mengemukakan sumber
ilmu pengetahuan adalah pengalaman, dengan pengamatan manusia
memperoleh kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian (ideas).
Pemikiran induktif mempunyai proposisi a posteriori, sintetik yang berarti tidak
dapat diuji kebenarannya hanya dengan analitis pernyataan tapi harus diuji
secara empiris. Teori empirikal berdasarkan atas eksperimentasi. Eksperimen
ilmiah telah menunjukkan bahwa indera adalah yang memberikan
persepsi-persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi manusia. Berpikir secara
induktif dianggap lebih luwes dibandingkan dengan deduktif karena
menggunakan data-data empirik yang tidak dipatok oleh pola apapun, dan
berdasar data-data empiriklah kemudian disusun suatu model yang
menggambarkan hubungan sebab-akibat. Kaum empiris mengembangkan
pengamatannya dari pengalaman itu menjadi pengetahuan yang cakupannya
lebih luas dan umum. Namun demikian induktif ini juga mempunyai kelemahan
yang fundamental yaitu orang harus menunnggu terkumpulnya sejumlah fakta
untuk menentukan suatu pola yang tampak pada seseorang dari alam
empiris,dan apabila terjadi kesalahan dalam melakukan perumusan akan
merugikan berbagai pihak.
Namun juga harus diperhatikan bahwa eksperimen manusia, secara umum
tidak dapat membuka jalan untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan dan
realitas-realitas tanpa pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Sehingga
penggabungan antara metode deduktif dengan induktiflah yang paling tepat,
dalam rangka mencari kebenaran ilmiah. Metode ilmiah mencoba
menggabungkan berpikir deduktif dengan berpikir induktif dalam membangun
pengetahuannya. Argumentasi rasional meski didasarkan pada premis ilmiah
yang teruji kebenarannya mungkin saja terjadi kesalahan dalam penyusunan
argumentasi, sehingga untuk menghindari kesalahan tersebut perlu
dipergunakan metode induktif yang didasarkan pada kebenaran
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 8
Secara umum dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Bacon
bersifat praktis, konkret, dan utilitaris. Untuk mengenal sifat-sifat segala
sesuatu, dibutuhkan penelitian-penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang
menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu sangat penting dan sangat
diperlukan oleh manusia karena hanya dengan pengetahuanlah manusia
sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan
penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis
tradisional hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa
yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan
memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan
diganti dengan metode induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal khusus ke
hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia
berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui
pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang
cermat.
3. Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat
dengan menunjukkan semua unsur structural dilihat dalam suatu struktur yang
konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal
relations . walaupun mungkin terdapat semacam oposisi di antaranya, tetapi
unsur-unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan
terjadi suatu lingkaran pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari
suatu pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain.
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan,
fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami
pesan yang dihubungkannya. Ada beberapa penanda koherensi yang digunakan
dalam penelitian ini, diantaranya penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 9
pertentangan (kontras), hasil (simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel),
tempat (lokasi), dan waktu (kala).
4. Holistika
Holistika merupakan corak khas dan suatu ‘kelebihan’ dalam konsepsi
filosofis, sebab justru filsafat berupaya mencapai kebenaran yang utuh. Dalam
penelitian filsafat ini subjek yang menjadi objek studi tidak hanya dilihat secara
atomistis, yaitu secara terisolasi dari lingkungannya, melainkan ditinjau dalam
interaksi dengan seluruh kenyataannya.(8)
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai suatu kebenaran secara utuh.
Objek dilihat interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan terlihat
bila ada korelasi dan komunikasi dengan lingkungnnya. Objek (manusia) hanya
dapat dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya
dengan manusia, dan manusia sendiri dalam hubungannya dengan segalanya
yang mencakup hubungan aksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya.
Maka terjadi lagi suatu lingkaran hermeunitis, yaitu antara objek penelitian
dan cakrawalanya. Penelitian filsafat harus mengupayakan menangkap interaksi
antara keunikan dan otonomi objeknya dan konteks universal lingkungan hidup
dan sejarah yang luas. Manusia dalam hakikatnya tidak bisa dipisahkan atau
diisolasikan dari yang lain. Kalau mereka dilawankan, maka perlawanan itupun
berarti: hubungan.
Pandangan menyeluruh ini juga dapat disebut totalitas; semua dipandang
dalam kesinambungannya dalam suatu totalitas. Whitehead mempergunakan
kata pikiran organis. Husserl bicara mengenai Aussenhorizont: fenomena harus
dilihat dalam cakrawalanya. Hakikat atau eidos, menurut Husserl, tidak hanya
meliputi inti dan sifat-sifat pokok, melainkan juga semua relasi-relasi
transcendental dengan yang lain. Descartes bicara tentang discours; tidak ada
kebenaran terisolasi, melainkan setiap pemahaman dihubungkan dalam suatu
pembicaraan menyeluruh.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 10
5. Kesinambungan Historis
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusia itu adalah makhluk
historis. Manusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan
pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang
bergerumul dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus
nasibnya dibentuk oleh mereka. Dalam perkembangan pribadi itu harus dapat
dipahami melalui suatu proses kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan
peristiwa dalam kehidupan setiap orang merupakan mata rantai yang tidak
terputus. Yang baru masih berlandaskan yang dahulu, tetapi yang lama juga
mendapatkan arti dan relevansi baru dalam perkembangaan yang lebih
kemudian.
Justru dalam hubungan mata rantai itulah harkat manusia yang unik dapat
diselami. Misalnya dalam kesinambungan itu peneliti berusaha memahami
Friedrich Nietzsche, yang begitu menantang agama dan Tuhan, dan yang dengan
tubuh lemah dan sakit-sakitan mampu melawan nasib dengan pikiran-pikiran
penuh keberanian. Atau dalam rantai itu dicoba dipahami, mengapa Jean-Paul
Sartre melihat hidup manusia sebagai suatu konflik yang tak putus-putus, dengan
berusaha membuat orang lain menjadi objeknya, atau sebaliknya diobjekkan
sendiri.(9)
6. Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam
penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
7. Komparasi
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek penelitian
sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat
menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat
objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan
objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan
perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yan masih ada, banyak ditemukan
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 11
kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga
dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek
utama. Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang
berlaku untuk dua objek, namun skaligus dapat ditemukan beberapa persamaan
ang mungkin sangat strategies.
8. Heuristika
Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan.
Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan
mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala
bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan
topik/judul penelitian.
Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di
berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional.
Sejarawan dapat juga mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara
untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta
dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau
yang begitu banyak periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik,
ekonomi, sosial, dan budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam
sehingga perlu adanya klasifikasi data dari banyaknya sumber tersebut.
Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat
berharga Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa
sejarah yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut sifatnya ada dua, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang dibuat
pada saat peristiwa terjadi, seperti dokumen laporan kolonial. Sumber primer
dibuat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber
yang menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh
tangan atau pihak kedua. Contohnya, buku, skripsi, dan tesis.
9. Analogi
Berbicara mengenai analogi adalah berbicara tentang dua hal yang
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 12
perbandingan itu hanya diperhatikan persamaannya saja tanpa melihat
perbedaannya, maka timbullah analogi, yakni persamaan di antara dua hal yang
berbeda.
Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses penalaran induktif.
Sehinggga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif, yaitu
proses penalaran dari satu fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan
bahwa apa yang berjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada
fenomena yang lain.(10) Persamaan hanya terdapat pada anggapan orang saja.
Ini dalam kesusastraan disebut sebagai metafora. Oleh karena orang yakin bahwa
sebetulnya memang hanya anggapan saja, kerap kali dipakai kata seakan-akan
atau olah. Yang demikian ini bukanlah analogi sebenarnya, hanya
seolah-olah. Bisa dikatakan analogi jika pengertian itu menunjuk perbandingan dalam
realitas.(11)
10. Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan
memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
C.
Metodologi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan diambil dari kata science, yang berasal dari bahasa latin
scienta dari bentuk kata scire yang berarti mempelajari atau mengetahui. Ilmu
adalah rangkaian aktivitas manusia rasional dan konegtif dengan metode berupa
aneka dan prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan
penerapan.
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian
aktivitas penelaahanyang mencari penjelasan suatu metode untuk
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 13 memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini
dalam berbagai seginya, dan seluruh pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang dimengerti manusia.( 12)
Dalam bagan tersebut, menjelaskan bahwa ilmu harus diusahakan
dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus di laksanakan dengan
metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan
pengetahuan yang sistematis. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu
mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap
pengetahuan sistematik.
Ilmu pengetahuan selalu dicirikan sebagai suatu metode. Sebagai suatu
metode, ilmu pengetahuan haruslah memiliki serangklaian proses cara kerja dan
langkah-langkah tertentu yang mewujudkan model penyelidikan ilmiah tertentu
dan tetap. Rangkaian cara kerja tersebut dalam prosedur keilmiahan disebut
sebagai metode ilmiah (scientific method) atau metodologi keilmuawan. Selain
sebagai sebuah proses kerja, metode harus menjadi semacam pola berfikir atau
penunjuk jalan bagi seorang ilmuwan.
Seorang ilmuwan akan bekerja dengan hasil yang memuaskan dalam
penelitiannya apabila telah menentukan dengan tepat metode apa yang akan
digunakannya. Sebagai contoh, seseorang sedang meneliti suatu ritual yang
dilakukan oleh masyarakat Tengger, maka ia harus menguasai metode dan teknik
wawancara secara mendalam (depth interview) agar mendapatkan data lengkap
terkait penelitiannya. Metode yang dilakukannya itu merupakan salah satu bagian
dari metode yang sifatnya kualitatif.
Dengan demikian, kegiatan ilmiah tidak hanya ditandai dengan aktivitas dan
kreativitas seorang ilmuwan tapi juga ditandai dengan ciri metode ilmiah atau
12 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, 2007, hlm. 55.
Aktivitas
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 14
metodologi ilmu. Metodologi ilmu sangatlah penting dalam proses kegiatan ilmiah.
Tanpa metodologi ilmu proses kerja ilmu tidak dapat bekerja dengan baik.
Dalam arti luas metodologi dipahami sebagai suatu analisis dan penyusunan
asas-asas, cara, atau proses yang mengatur penelitian ilmiah pada umumnya
serta pelaksanaannya dalam ilmu pengetahuan. Dalam kegiatan tersebut terdapat
hubungan yang sangat erat antara subjek dan (peneliti) dan objek yang ditelitinya.
Metodologi ilmu memberikan pemahaman filosofis tentang hakikat suatu
ilmu (masalah kebenaran, objektivitas dan struktur ilmu), sedangkan metode
penelitian mengajak seorang peneliti paham dengan teknik penelitian
(menggunakan instrumen tertentu, misalnya wawancara, kuesioner, eksperimen
dan sebagainya) dan langkah-langkah kerja (mampu melakukan dengan baik dan
cermat hal-hal yang berkaitan dengan observasi, data hipotesis, teori dan
sebagainya serta sanggup membuat suatu rancangan penelitian untuk kegiatan
penelitiannya).
Penyebutan metodologi ilmu atau metodologi ilmu pengetahuan lebih
diarahkan pada context of justification yang sangat erat kaitannya dengan filsafat
ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena pembahasan kegiatan ilmu berkaitan
dengan konsep berfikir atau pola berfikir tentang asas-asas atau paradigma yang
memayungi suatu proses kegiatan ilmiah atau struktur suatu pengetahuan yang
sedang ditelitinya.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam metodologi ilmu adalah:
1. Unsur umum yang dimiliki si subjek.
2. Unsur metode penelitian atau teknik penelitian yang telah dimiliki oleh
seorang ilmuwan.
3. Kemampuan seorang peneliti atau si subjek dalm melihat suatu situasi ilmiah
dengan benar.
Adapun unsur metode penelitian atau teknik penelitian yang telah dimiliki
oleh seorang ilmuwan berupa kemampuan untuk:
a. Melakukan identifikasi dan menentukan problem atau hipotesis.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 15
c. Mampu melakukan klasifikasi.
d. Mampu melakukan komparatif dan dapat memberikan pembuktian secara
verifikasi ataupun falsifikasi.
D.
Susunan Ilmu Pengetahuan
Dalam buku What is Science karya Archei J. Bahm di dalam bukunya
Muhammad Muslih bahwa secara umum membicarakan enam komponen dari
rancang bangun ilmu pengetahuan, artinya dengan enam komponen itu, sesuatu
itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:(13)
a) Adanya masalah (problem)
Dalam persoalan ini, Archei J. Bahm menjelaskan bahwa tidak semua
masalah menunjukkan ciri keilmiahan. Suatu masalah disebut masalah ilmiah jika memenuhi ‘persyaratan’, yaitu bahwa masalah itu merupakan masalah yang dihadapi dengan sikap dan metode ilmiah; Masalah yang terus mencari solusi;
Masalah yang saling berhubungan dengan masalah dan solusi ilmiah lain secara
sistematis (dan lebih memadai dalam memberikan pemahaman yang lebih besar).
Untuk itu ia menawarkan, masalah yang dapat dikomunikasikan
dan capable, yang disuguhkan dengan sikap dan metode ilmiah sebagai ilmu
pengetahuan awal, sudah pantas dikatakan “masalah ilmiah” (scientific problem).
b) Adanya sikap ilmiah
Sikap ilmiah, menurut Bahm paling tidak, meliputi enam karakteristik pokok,
yaitu: keingintahuan, spekulasi, kemauan untuk objektif, kemauan utnuk
menangguhkan penilaian, dan kesementaraan.
Pertama, Keingintahuan; Yang dimaksud di sini adalah keingintahuan ilmiah,
yang bertujuan untuk memahami. Ia berkembang dan berjalan terus sebagai
perhatian bagi penyelidikan, penelitian, pengujian, eksplorasi, petualangan dan
eksperimentasi.
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 16
Kedua, Spekulatif yang penuh arti; Yaitu diawali dengan keingintahuan untuk
mencoba memecahkan semua masalah yang ditandai dengan beberapa usaha,
termasuk usaha untuk menemukan solusi, misalnya dengan mengusulkan satu
hipotesa atau lebih. Artinya, spekulasi adalah sesuatu hal yang disengaja dan
berguna untuk mengembangkan dan mencoba membuat berbagai hipotesa.
Dengan demikian, spekulasi merupakan karakteristik yang esensial dalam sikap
ilmiah.
Ketiga, Kemauan untuk objektif di sini Archei J. Bahm menjelaskan bahwa ‘objektifitas’ adalah salah satu jenis sikap subjektif. Dalam arti bahwa objektifitas bergantung kepada eksistensinya, tidak hanya eksistensi sebuah subyek, tetapi
juga atas kemauan subyek untuk memperoleh dan mengikuti sikap objektif, dalam
arti sifat untuk memahami sifat dasar objek itu sendiri, sejauh objek tersebut bisa
dipahami dengan cara ini.
Keempat, Keterbukaan. Maksud sikap ini menyangkut kemauan untuk bersikap
terbuka. Ini termasuk kemauan untuk mempertimbangkan semua saran yang
relevan dengan hipotesis, metodologi, dan bukti yang berhubungan dengan
masalah di mana seseorang bekerja. Sikap ini harus dibarengi dengan sikap
toleran, dan bahkan menerima ide-ide baru, termasuk, tidak saja ide yang
berbeda dengan ide-idenya, tetapi juga yang kontradiksi atu yang berseberangan
dengan kesimpulan-kesimpulannya.
Kelima, Kemauan, untuk menangguhkan penilain atau menunda keputusan. Bila
penyelidikan tentang suatu objek atau masalah tidak menghasilkan pemahaman
atau solusi yang diinginkan, maka seseorang tidak boleh menuntut jawaban yang
lebih dari apa yang ia peroleh. Sikap ilmiah menyangkut kemauan untuk
menangguhkan penilaian sampai bisa diperolehnya semua bukti yang diperlukan.
Keenam, Kesementaraan. Sikap kesementaraan akan selalu meragukan validitas
suatu hipotesa termasuk pengerjaannya, bahkan meragukan segala usaha ilmiah
termasuk bidang keahlian seseorang. Meskipun pengalaman perorangan dan
kelompok cenderung membenarkan keyakinan yang lebih kuat dan
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 17
c) Menggunakan metode ilmiah
Sifat dasar metode ilmiah ini, menurut Archei J. Bahm harus dipandang sebagai hipotesa untuk pengujian lebih lanjut. “Esensi ilmu pengetahuan adalah metodenya”, sedang sisi yang lain, “Berkenaan dengan sifat dasar metode ilmiah. Archei J. Bahm berpendapat bahwa metode ilmiah itu adalah satu sekaligus
banyak; dikatakan satu karena metode ilmiah, dalam penerapannya tidak ada
persoalan, sedang dikatakan banyak, karena pada kenyataannya terdapat banyak
jalan, yaitu:
a. masing-masing ilmu mempunyai metodenya sendiri-sendiri, yang paling
cocok dengan jenis masalahnya sendiri.
b. Setiap masalah particular memerlukan metode uniknya sendiri.
c. Secara historis, para ilmuwan dalam bidang yang sama dalam waktu
yang berbeda, memakai metode yang sama sekali berbeda, lantaran
berbeda dalam perkembangan teoritis dan temuan teknologis.
d. Perkembangan yang cepat dalam banyak ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin lama semakin saling bergantung dewasa ini,
memerlukan perkembangan berbagai metodologi baru yang cepat,
berkenaan dengan jenis masalah yang lebih ruwet dan dinamis.
e. Siapa saja yang concern pada metode ilmiah harus mengakui bahwa
metode ini mempunyai tahapan-tahapan yang membutuhkan metode
yang berbeda pada setiap tahapannya.
Secara lebih khusus, metode ilmiah meliputi lima langkah, yaitu 1) Menyadari
akan masalah; 2) Menguji masalah 3) Mengusulkan solusi 4) Menguji usulan
atau proposal; dan 5) Memecahkan masalah.
d) Adanya aktifitas
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 18
Aspek Individu; Ilmu pengetahuan adalah suatu aktifitas yang dilaku-kan
oleh orang-orang khusus. Aspek Sosial; Aktivitas ilmiah mencakup lebih banyak
dari apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan khusus.
e) Adanya kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah pengetuan yang dihasilkan. Makanya ilmu
pengetahuan sering dipahami sebagai kumpulan pengetahuan. Ide-ide adalah
ilmu pengetahuan itu sendiri. kesimpulan pemahaman yang dicapai sebagai hasil
pemecahan masalah—adalah tujuan ilmu pengetahuan. Kesimpulan adalah akhir
atau tujuan yang membenarkan sikap, metode, dan aktifitasnya sebagai
cara-cara. Kesimpulan adalah ilmu yang diselesaikan, bukan ilmu sebagai prospek
atau dalam proses.
f) Adanya pengaruh
Ilmu pengetahuan adalah apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan. Bagian
apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan tersebut, kemudian menimbulkan
pengaruh beraneka ragam, yang dapat dihubungkan pada dua hal, yaitu; a).
Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap teknologi dan industri, yang disebut ilmu
terapan. b). pengaruh ilmu terhadap atau dalam masyarakat dan peradaban.
E.
Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Nazir (1988) dalam buku Metode Penelitian, menyimpulkan bahwa
penelitian dengan menggunakan metode ilmiah, sekurang-kurangnya dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan serta mendefinisikan masalah
Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan
dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan, masalah tersebut didefinisikan
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 19
2. Mengadakan studi kepustakaan
Langkah kedua adalah mencari data yang tersedia yang pernah ditulis
peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin
dipecahkan. mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat
dihindari oleh seorang peneliti.
3. Memformulasikan hipotesa
Merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan
yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
4. Menentukan model untuk menguji hipotesa
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial
yang telah lebih berkembang, seperti ilmu ekonomi misalnya, pengujian hipotesa
didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah ditetapkan.
Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan
antarfenomena yang secara implisit terdapat dalam hipotesa, untuk diuji dengan
teknik statistik yang tersedia.
Pengujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan
tersebut. Data tersebut bisa saja data primer ataupun data sekunder yang akan
dikumpulkan oleh peneliti.
5. Mengumpulkan data
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang
merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesis perlu dikumpulkan.
Teknik pengumpulan data akan menjadi berbeda tergantung dari masalah
yang dipilih serta metode yang digunakan. Misalnya, penelitian yang
menggunakan metode percobaan, maka data diperoleh dari plot-plot percobaan
yang dibuat sendiri oleh peneliti. Penelitian yang menggunakan metode sejarah
pertanyaan-Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 20
pertanyaan kepada responden, baik secara langsung ataupun dengan
menggunakan questionair.
6. Menyusun, menganalisa, dan memberikan interpretasi
Setelah data terkumpul, peneliti menyusun data untuk mengadakan analisa.
Sebelum analisa dilakukan, data tersebut disusun lebih dahulu untuk
mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk tabel ataupun
membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa, maka
perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.
7. Membuat generalisasi dan kesimpulan
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari
penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan.
Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah
hipotesa benar untuk diterima, ataukah hipotesa tersebut ditolak. Apakah
hubungan-hubungan antarfenomena yang diperoleh akan berlaku secara umum
ataukah hanya berlaku pada kondisi khususnya saja.
8. Membuat laporan ilmiah
Langkah akhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metodologi disebut juga science of methodos, yaitu ilmu yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga
metodologi penelitian membahas konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula
dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah membahas tentang dasar-dasar
filsafat ilmu dari metode penelitian, karena metodologi belum memiliki
langkah-langkah praktis, adapun derevasinya adalah pada metode penelitian.
Unsur-unsur metodologi meliputi interpretasi, induksi dan deduksi, koherensi
intern, holistis, kesinambungan historis, idealisasi, komparasi, heuristika,
analogikal, dan deskripsi.
Sebagai obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode
pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan
berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan
sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum
logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif,
kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas.
Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang
Metodologi dan Ilmu Pengetahuan |Filsafat Ilmu 22
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Pustaka
Setia: Bandung.
Bertens, K. 1989. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu,
Gramedia: Jakarta.
Dani,Vardiansyah. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks: Jakarta.
Daoed, Joesoef. 1987. Pancasila Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, dalam
Pancasila sebagai orientasi Pengembangan Ilmu, PT Badan Penerbit Kedaulatan
Rakyat: Yogyakarta.
Dep.Dik.Bud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Mustafa, H.A. 1997. Filsafat Islam, Pustaka Setia: Bandung.
Meslen, Van. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia: Jakarta.
Muslih, Muhammad. 2004. Filsafat Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan
Kerangka teori Ilmu Pengetahuan, Belukar: Yogyakarta.
Mustansyir, Rizal. 2006. Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Runes. 1975. Dictionary of Philosophy. New Jersey.
Sifat-sifat ilmu pengetahuan http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2070
Sontag. 1987. Element og Philosophy. Charles Schibner’s Son: New York.
Suriasumantri, Jujun. 1998. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Pustaka
Sinar Harapan: Jakarta.
Salam, Burhanuddin. 1987. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika
Cipta: Jakarta
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara: Jakarta. 2005
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya,cet. VII 2007
Wattimena, Reza. 2008. Filsafat dan Science Sebuah Pengantar. Grasindo: Jakarta.
Wahyudi, Imam. 2007. Pengantar Epistemologi, Badan Penerbitan Filsafat UGM: