A. Konsep Teoritis TB Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013, Hal. 137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan
Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan
asam basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit
sampai 20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
3. Patofsiologi
TB Paru
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fbroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fbrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fbrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :
a. Gejala respiratorik, meliputi ;
Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak.
b. Gejala sistemik, meliputi :
Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam infueza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius Wijaya, (2013, Hal. 140)
5. Penatalaksanaan
TB Paru
Menurut Ardiansyah (2012. Hal: 309) Penatalaksanaan dari TB dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita :
a. Pencegahan Tuberkulosis paru.
mass chest X-ray. Yaitu Pemeriksaan massal terhadap
kelompok-kelompok tertentu misalnya: Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa-siswai pesantren.
Vaksinasi BCG (bacille Calmette -Guerin); reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari tujuh hari.
Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit
Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas lembaga swadaya masyarakat.
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan Pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, selain untuk mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, reistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis serta memutuskan rantai penularan.
c. Penemuan Penderita TB Paru
Penatalaksnaan terapi: asupan nutrisi adekuat/mencukupi.
Kemoterapi yang mencakup pemberian : isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18 s.d 24 bulan dan dengan dosis 10-20mg/kg berat badan/hari melalui oral. Kombinasi antara NH, rifampicin, dan prrazinamid yang diberikan selama 6 bulan. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid bersamaan dengan obat anti tuberkulosis untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.
Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Tindakan ini
dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
7. Pemeriksaan Penunjang
TB Paru
Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fuid) : positif untuk BTA.
Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
Darah: leukositosis, LED meningkat.
Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
8. Komplikasi
TB Paru
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian TB Paru
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal 319-323) adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas/Istirahat
a. Gejala :1) Kelelahan umum dan kelemahan, 2) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas, 3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam, 4) Setiap hari menggigil dan berkeringat, serta mimpi buruk
b. Tanda :1) Takikardia, Takipnea atau dispnea pada saat beraktivitas, 2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (Tahap Lanjutan)
2. Integritas Ego:
a. Gejala1) Adanya faktor stres lama, 2) Masalah keuangan dan rumah tangga, 3) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan, 4) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara, dan suku indian.
b. Tanda :1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini), 2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta mudah marah.
3. Makanan/Cairan
a. Gejala :1) Kehilangan nafsu makan, 2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan berat badan.
b. Tanda :1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, 2) Kehilangan otot atau mengecil karena hilangnya lemak subkutan
4. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : 1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Tanda :1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit, 2) Perilaku distraksi (terganggu) seperti gelisah
5. Pernapasan
b. Tanda :1) Peningkatan frekuensi pernapasan, 2) Fibrosis parenkimparu dan pleura yang meluas, 3) Pasien menunjukkan pola pernapasan yang tak simestris (efusi pleura), 4) Perfusi pekak dan penurunan fremitus (getaran dalam paru), 5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang menurun, 6) Aspek paru selama inspirasi cepat : namun setelah batuk biasanya pendek (krekels postusik), 7) Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan disertai dengan bercak darah), 8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik) menunjukkan sikap mudah tersinggung yang jelas dan perubahan mental.
6. Keamanan
a. Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun (contoh AIDS, kanker, tes HIV yang hasilnya positif
b. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut
7. Interaksi Sosial
a. Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
b. Tanda : Perubahan pola biasa dalam kapasitas fisik untuk melakukan peran
8. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala : 1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru, 2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, 3) Gagal untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru sering kambuh dan tidak mengikuti terapi pengobatan dengan baik.
b.Pertimbangan : DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar 6,6 hari.
c. Rencana Pemulangan :
Pasien dengan Tuberkulosis paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta pemeliharaan rumah.
B. Diagnosa Keperawatan TB Paru
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal 323-324) adalah sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptitis, kelemahan fisik, upaya batuk buruk dan edema
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasi, kerusakan membran alveolar-kapiler dan edema bronchial.
4. Perubahan nutrisi : kurang asupan nutrisi dari kebutuhan ideal tubuh yang berhubungan keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh. 5. Kecemasan berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang imformasi dan pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya imformasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan dirumah.
7. Infeksi dan risiko tinggi penyebaran atau aktivasi ulang kuman Tuberkulosis Paru berhubungan dengan kerusakan jaringan/infeksi tambahan.
C. Intervensi keperawatan
TB Paru
Intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru menurut Ardiansyah (2012 Hal. 324-343) adalah sebagai berikut :
Tabel: 3.1
Intervensi Keperawatan Diagnosa
Keperawatan Intervensi Rasional Bersihan jalan napas
tak efektif berhubungan dengan secret kental, atau secret darah. sputum dan adanya hemoptisis.
3. Berikan posisi
fowler/semifowler tinggi (yakni posisi tidur dengan
dahak akan sulit bila secret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak memadai).
3. Posisi fowler
punggung bersandar di bantal atau seperti tidur duduk) dan bantu pasien untuk bernapas dalam dan batuk efektif.
4. Bersihkan secret
dari mulut dan trakea, bila perlu dilakukan
pengisapan (suction).
5. Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi OAT (Obat Anti menjadi dua fase, yaitu fase intesif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tinggi dan miring
1. Dengan vital dapat terjadi sebagai akibat stress fsiologi dan nyeri.
3. Posisi fowler
pada sisi yang sakit dan bantu pasien untuk latihan napas dalam dan batuk efektif.
4. Auskultasi bunyi
napas
5. Kaji pengembangan
dada dan posisi trakea.
6. Kolaborasi untuk
tindakan
thorakosentesis atau kalau perlu WSD (Water Seal Drainage).
4. Bunyi napas dapat
menurun bahkan tidak ada, pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral).
5. Ekspansi paru
menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada tension.
6. Bertujuan sebagai
evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara maksimal.
Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasi, kerusakan membran alveolar-kapiler dan edema bronchial.
1. Kaji dispnea,
takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi toraks dan kelemahan.
1. Tuberkulosis paru
mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkho
2. Evaluasi perubahan
tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna untuk pasien dengan fbrosis dan
kerusakan parenkim paru.
4. Tingkatkan tirah
baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan jaringan paru yang sehat dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh. udara melalui paru dan mengurangi
PCO2menunjukkan
sesuai kebutuhan tambahan.
7. Kortikosteroid.
.
dan bila reaksi infamasi
mengancam kehidupan.
Perubahan nutrisi : kurang asupan nutrisi dari kebutuhan ideal tubuh yang
berhubungan keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan
metabolisme tubuh.
1. Kaji status nutrisi
pasien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual atau muntah dan diare.
2. Fasilitasi pasien
untuk memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi).
3. Pantau asupan
danoutput makanan dan timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu
4. Lakukan dan
ajarkan perawatan mulut sebelum dan
1. Memvalidasi dan
menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
2. Memperhitungkan
keinginan individu dapat memperbaiki asupan gizi.
3. Berguna dalam
mengukur
keefektifan asupan gizi dan dukungan cairan.
4. Menurunkan rasa
sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi atau pemeriksaan peroral.
5. kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menetapkan
komposisi dan jenis diet yang tepat.
terapi diet dan membantu sumber koping yang ada.
1. Pemanfaatkan
(ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang
Kurang imformasi dan pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
suasana yang tepat). 2. Jelaskan tentang
dosis obat, frekuensi pemberian, kerja gejala atau tanda reaktiftas penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
kondisi fsik pasien sebelum jadwal dan efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjutan.
4. Diet TKTP (Tinggi
Kalori TInggi
Protein) dan cairan yang adekuat
tinggi penyebaran atau aktivasi ulang kuman Tuberkulosis Paru berhubungan dengan kerusakan jaringan/infeksi
tambahan.
1. Kaji patologi
penyakit (aktif/fase tak aktif, yakni diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensi penyebaran infeksi melalui butiran-butiran (droplet) udara selama batuk,
bensin, meludah, bicara, tertawa dan menyanyi.
2. Identifkasi orang
lain yang berisiko, contoh anggota tisu dan minta pasien untuk menghindari kelompok ini perlu mendapatkan
berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi adanya rongga atau
7. Dorong pasien
untuk memilih atau mencerna makanan seimbang.