• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perub"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat,

Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan)

Alfian Helmi

I34070104

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

ALFIAN HELMI. Fisher’s Adaptation Strategy to Ecological Changes in Coastal Area. Supervised by ARIF SATRIA

The objectives of this research are to assess the effect of ecological change towards fisher’s life and its adaptation strategy in coastal area of Pulau Panjang, Sub-district Simpang Empat, Tanah Bumbu Regency, South Kalimantan. Qualitative and quantitative method are used in this research. The research’s result shows that there are ecological changes caused by the establishment of coal port, opening of coastal pond, illegal logging, and mangrove conversion into housing. Social-economic impacts felt by the fisher’s are depletion of fish diversity, loose of substrate and livelihood threat. The fisher’s adaptation strategies include (i) diversification in economic source (53,3% respondent); (ii) diversification in fishing equipment (33,3% respondent); (iii) fishing area movement (16,7% respondent); (iv) social network improvement and utilization (50% respondent); (v) family members mobilization (33,3% respondent); and (vi) other strategies, such as illegal logging and looking for donation (30% respondent).

(3)

RINGKASAN

ALFIAN HELMI. Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Ekologis Kawasan Pesisir. Di bawah bimbingan ARIF SATRIA

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh perubahan ekologis terhadap kehidupan nelayan dan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Desa ini dipilih karena di sekitar pesisir desa terdapat enam buah pelabuhan khusus pertambangan batubara. Selain itu, desa ini memiliki ekosistem mangrove dan terumbu karang serta hampir seluruh penduduknya memiliki mata pencaharian yang terkait langsung dengan sektor perikanan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk menelusuri lebih jauh alur sejarah desa, pola pemanfaatan sumberdaya pesisir dan perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir. Selain itu, metode kualitatif ini juga digunakan untuk mengetahui lebih jauh kehidupan sosial ekonomi nelayan yang terpengaruh oleh perubahan ekologis, aktivitas-aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan ekologis, serta strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis tersebut.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi studi memiliki rumah dengan kategori rumah semi permanen (75%), menggunakan alat masak utama kayu bakar (94%), dengan sumber energi utama minyak tanah (94%). Seluruh penduduk (100%) belum menikmati penerangan listrik yang bersumber dari PLN. Adapun sumber penerangan utama umumnya menggunakan genset (53%) dan tenaga surya (100%). Artinya, semua penduduk memiliki tenaga surya, akan tetapi hanya sebagiannya yang juga memiliki genset. Selain itu, hampir seluruh penduduk di lokasi studi masih menggunakan jenis jamban yang langsung membuang limbahnya ke laut. Kondisi kependudukan di desa ini dicatat secara berbeda oleh berbagai instansi yang ada di daerah ini. Biro Pusat Statistik Kabupaten Tanah Bumbu pada tahun 2009 mencatat jumlah penduduk Desa Pulau Panjang sebanyak 330 jiwa, dengan 106 KK. Sedangkan pada tahun yang sama Kantor Kecamatan Simpang Empat mencatat jumlah penduduk sebanyak 479 jiwa dengan 115 KK. Selain itu, hasil pemetaan swadaya masyarakat Pulau Panjang pada tahun 2011 mencatat jumlah penduduk di desa ini sebanyak 250 jiwa dengan 67 KK.

(4)

mangrove saat ini berada dalam kondisi yang buruk, sebanyak 23,3 persen menyatakan kondisinya sangat buruk, sementara 16,7 persen menyatakan masih baik, dan hanya 6,7 persen yang menyatakan sangat baik. Hasil yang tidak jauh berbeda juga ditemukan dalam kaitannya dengan persepsi nelayan terhadap kondisi ekosistem terumbu karang. Sebanyak 30 responden yang diwawancara, 50 persen diantaranya menyatakan kondisi terumbu karang sangat buruk, 43,3 persen menyatakan kondisinya buruk, dan hanya 6,7 persen yang menyatakan baik.

Berbagai bentuk perubahan ekologis tersebut pada gilirannya menimbulkan dampak bagi kehidupan nelayan yang merupakan aktor utama yang memiliki kedekatan fisik, teritorial, serta emosional terhadap sumberdaya pesisir. Adapun dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan ekologis tersebut diantaranya adalah (i) penurunan jumlah dan keragaman hasil tangkapan nelayan, (ii) hilangnya pasokan kayu bakar, kayu bangunan, nipah dan bahan baku obat-obatan, (iii) sulitnya menentukan daerah penangkapan ikan, (iv) menurunnya kesempatan berusaha. Kejadian-kejadian ini mengharuskan nelayan untuk dapat beradaptasi guna menjamin keberlangsungan hidupnya.

Hasil penelitian menemukan bahwa strategi adaptasi yang diterapkan oleh rumah tangga nelayan berbeda-beda dan tidak hanya terpaku pada satu jenis adaptasi saja. Rumah tangga nelayan mengkombinasikan berbagai macam pilihan adaptasi sesuai sumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan hasil survai di lokasi penelitian, diketahui bahwa sebanyak 53,3 persen responden memilih untuk menganekaragamkan sumber pendapatan sebagai strategi adaptasinya. Selain itu, sebanyak 50 persen responden melakukan adaptasi dengan memanfaatkan hubungan sosial, sebanyak 33,3 persen melakukan adaptasi dengan memobilisasi anggota rumah tangga, 33,3 persen melakukan penganekaragaman alat tangkap, dan sebanyak 16,7 persen melakukan perubahan daerah penangkapan serta 20 persen responden melakukan strategi lainnya, yakni berupa penebangan hutan mangrove sacara ilegal dan mengandalkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak.

(5)

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS KAWASAN PESISIR (Studi Kasus: Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat,

Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan)

Oleh:

Alfian Helmi I34070104

Skripsi

Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN

EKOLOGIS KAWASAN PESISIR” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, September 2011

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini dinyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Alfian Helmi

NIM : I34070104

Judul Skripsi : Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Ekologis Kawasan Pesisir (Studi Kasus: Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan)

Dapat diterima untuk memperoleh gelar Sarjana pada Depertemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP. 19710917 199702 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198 103 1 003

(8)

RIWAYAT HIDUP

Alfian Helmi (penulis) dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Amarullah dan Ibu Rukoyah.

Penulis memulai pendidikan pada Raudhotul Athfal (RA) At-Thoyyibah, Sawangan Baru, Kota Depok pada tahun 1993-1994. Penulis kemudian melanjutkan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sawangan pada tahun 1994-2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Depok pada tahun 2000-2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Depok pada tahun 2003-2006.

Masuk perguruan tinggi pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur masuk Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih untuk melanjutkan studi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) hingga saat ini.

Selama masa kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, diantaranya pada tingkat pertama penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB IPB dan Koperasi Mahasiswa. Memasuki fakultas, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai Ketua Divisi Politik dan Kajian Strategis. Kiprah dalam organisasi kamahasiswaan dilanjutkan untuk terlibat aktif dalam Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia Indonesia (IMPEMA).

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, serta atas izin-Nya pula, akhirnya kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Ekologis Kawasan Pesisir (Studi kasus: Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan).

Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis kawasan pesisir. Berdasarkan hasil observasi lapangan dan analisis berbagai pustaka yang ada diharapkan akan muncul ide-ide baru untuk program pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan adaptasi nelayan.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

a) Dr. Arif Satria selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.

b)Dr. Rilus A. Kinseng, MA dan Ir. Yatri Indah Kusumastuti, MSi selaku dosen penguji utama. Serta Martua Sihaloho, SP, M.Si yang telah bersedia mengoreksi dan memperbaiki teknik penulisan dalam skripsi ini.

c) Dr. Ir. Arya H. Dharmawan M.Sc,Agr., dan Rina Mardiana,SP,M.Si, yang telah meluangkan banyak waktu untuk berdiskusi dengan penulis.

d)Ibunda Hj. Rukoyah dan Ayahanda Drs. H. Amarullah, yang telah memberikan kasih sayang, ketulusan dan motivasi untuk terus berkarya. Tak lupa untuk Irfan, Fadli dan Neila, engkau adik-adik terbaik yang penulis miliki.

e) Pak H.Alimudin (Pembekal), Bu Harmawati, Bang Imi (Sekdes), Bang Jur, Bang Bacho, Bang Dina, dan semua warga Pulau Panjang yang telah menerima dan memberikan apresiasi yang begitu besar terhadap penulis. f) Rekan-rekan di Yayasan Gada Ulin, Mas Icin, Mba Ana, Mba Fiska, Pak

Rohmad dan Pak Taufik. Terima kasih atas kerjasamanya.

g)Keluarga Besar PT. Arutmin Indonesia yang telah membiayai penelitian ini. Khususnya rekan-rekan di Site Batulicin, Pak Ibnu, Pak Elmi, Pak Edy, Pak Fawa, Mas Syafri, Bang Irfan yang memberikan banyak masukan dan saran selama penulis berada di lokasi penelitian.

h)Keluarga Besar Dinas Perikanan & Kelautan, Biro Pusat Statistik Tanah Bumbu, serta rekan-rekan BKSDA Kalimantan Selatan di Banjarbaru (khususnya Unit Konservasi Selat Laut).

(10)

j) Keluarga Besar IMPEMA 2009-2011, yang selalu memacu penulis untuk memunculkan ide-ide baru dan menularkan semangat baru.

k)Keluarga Besar Mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 44 yang telah memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.

l) I14070011

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Bogor, September 2011

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRACT ...ii

RINGKASAN ...iii

LEMBAR PERNYATAAN ...vi

LEMBAR PENGESAHAN ...vii

RIWAYAT HIDUP ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Perumusan Masalah ...3

1.3.Tujuan Penelitian ...4

1.4.Kegunaan Penelitian ...4

BAB II PENDEKATAN TORITIS ...6

2.1.Tinjauan Pustaka...6

2.1.1.Karakteristik Nelayan dan Penggolongannya ...6

2.1.2.Sumberdaya Pesisir ...9

2.1.3.Perubahan Ekologis ...13

2.1.4.Strategi Adaptasi Nelayan ...19

2.2.Kerangka Pemikiran ...24

2.3.Hipotesis Penelitian ...26

2.4.Definisi Konseptual ...26

2.5.Definisi Operasional ...27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...29

3.1.Metode Penelitian ...29

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...29

(12)

3.4.Teknik Pengumpulan Data ...31

3.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...31

BAB IV PROFIL LOKASI ...34

4.1.Letak Geografis dan Kondisi Alam ...34

4.2.Penduduk dan Mata Pencaharian ...35

4.3.Sarana dan Prasarana ...36

4.4.Kondisi Perikanan ...37

4.5.Kondisi Ekosistem Pesisir ...40

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ...43

5.1.Usia Responden ...43

5.2.Tingkat Pendidikan Responden ...43

5.3.Jumlah Aggota Rumah Tangga ...44

5.4.Pengalaman Melaut...45

5.5.Tingkat Teknologi Penangkapan ...46

BAB VI PENGARUH PERUBAHAN EKOLOGIS TERHADAP KEGIATAN NELAYAN ...47

6.1.Perubahan Ekologis ...47

6.1.1.Konteks Historis ...48

6.1.2.Analisis Ekologi Politik ...49

6.1.3.Bentuk-bentuk Perubahan Ekologis ...51

6.2.Dampak Sosial-Ekonomi Perubahan Ekologis...57

BAB VII STRATEGI ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS ...62

7.1.Penganekaragaman Sumber Pendapatan ...63

7.2.Pengenekaragaman Alat Tangkap ...66

7.3.Perubahan Daerah Tangkapan ...67

7.4.Memelihara Hubungan Sosial ...69

7.5.Memobilisasi Anggota Rumah Tangga ...71

7.6.Strategi Lainnya ...73

(13)

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK NELAYAN

DENGAN STRATEGI ADAPTASI ...78

8.1.Hubungan Usia dengan Strategi Adaptasi...78

8.2.Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Adaptasi ...80

8.3.Hubungan Pengalaman Melaut dengan Strategi Adaptasi ...82

8.4.Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Strategi Adaptasi ...84

8.5.Hubungan Tingkat Kepemilikan Armada Tangkap dengan Strategi Adaptasi...87

BAB IX PENUTUP ...90

9.1.Kesimpulan ...90

9.2.Saran ...91

DAFTAR PUSTAKA ...92

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Penggolongan Nelayan berdasarkan Daerah Penangkapan.... ... 8 Tabel 2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur ... 35 Tabel 3 Produksi Perikanan Laut Kabupaten Tanah Bumbu berdasarkan

Data PPI tahun 2007 - 2010... 38 Tabel 4 Jumlah dan Presentase Responden berdasarkan Usia ... 43 Tabel 5 Jumlah dan Presentase Responden berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 43 Tabel 6 Jumlah dan Presentase Responden berdasarkan Banyaknya

Anggota Rumah Tangga... 45 Tabel 7 Jumlah dan Presentase Responden berdasarkan Pengalaman

Melaut ... 45 Tabel 8 Jumlah dan Presentase Responden berdasarkan Tingkat

Teknologi Penangakapan ... 46 Tabel 9 Matriks Perubahan Ekologis akibat Kegiatan Manusia... 57 Tabel 10 Matriks Penganekaragaman Sumber Pendapatan Nelayan ... 65 Tabel 11 Matriks Kegiatan Institusi dalam mendukung Proses Adaptasi

Nelayan ... 74 Tabel 12 Matriks Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan

Ekologis ... 77 Tabel 13 Sebaran Strategi Adaptasi Nelayan berdasarkan Usia ... 79 Tabel 14 Sebaran Strategi Adaptasi Nelayan berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 80 Tabel 15 Sebaran Strategi Adaptasi Nelayan berdasarkan Pengalaman

Melaut ... 83 Tabel 16 Sebaran Strategi Adaptasi Nelayan berdasarkan Jumlah

Anggota Rumah Tangga ... 85 Tabel 17 Sebaran Strategi Adaptasi Nelayan berdasarkan Tingkat

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Interaksi Manusia dan Alam ... 14 Gambar 2 Kerangka Pemikiran ... 25 Gambar 3 Kerangka Analisis... 33 Gambar 4 Pelabuhan Khusus Batubara di Kawasan Pesisir Pulau

Panjang ... 41 Gambar 5 Bagan Historis Perubahan Ekologis ... 48 Gambar 6 Lampiran SK Menhut No.435/Menhut-II/2009 tentang

penetapan kawasan hutan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 50 Gambar 7 Sebaran Persepsi Responden terhadap Kondisi Ekosistem

Mangrove ... 53 Gambar 8 Sebaran Persepsi Responden terhadap Ekosistem Mangrove

berdasarkan Pengalaman Melaut ... 54 Gambar 9 Sebaran Persepsi Responden terhadap Kondisi Ekosistem

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan luas laut sekitar 5,8 juta km² (0,8 juta km² perairan territorial; 2,3 juta km² perairan nusantara; dan 2,7 juta perairan ZEE)1, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir yang sangat melimpah. Kawasan pesisir ini terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah yang memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi lainnya.

Selain itu, potensi yang tidak kalah pentingnya dari pesisir Indonesia adalah sebagai pusat keanekaragaman hayati laut tropis dunia, yaitu antara lain memiliki 30 persen mangrove di dunia; dan 30 persen terumbu karang dunia (KLH, 2002). Dalam hal perikanan tangkap, menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2010) potensi lestari sumber daya ikan Indonesia pada tahun 2008 mencapai sekitar 6,4 juta ton per tahun. Potensi yang demikian besar tentunya memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai bentuk pemanfaatan seperti pemukiman, pariwisata, penangkapan ikan dan pertambangan.

Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002 (KLH, 2002) menunjukkan bahwa terdapat 42 kota besar dan 181 kabupaten berada di wilayah pesisir yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, industri dan berbagai aktivitas lain. Di wilayah kota dan kabupaten, terdapat kurang lebih 80 persen industri yang memanfaatkan sumber daya pesisir dan membuang limbahnya ke wilayah pesisir. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa 140 juta penduduk atau 60 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dalam jarak 50 km ke arah darat dari pantai2.

Akan tetapi, ditengah derasnya arus pembangunan di kawasan pesisir, fakta lain menunjukan bahwa sekitar 5.254.400 jiwa atau 32,14 persen dari jumlah total

1Kelautan dan Perikanan dalam Angka tahun 2009.

Departemen Kelautan dan Perikanan RI 2

(18)

masyarakat pesisir (16.420.000 jiwa) berada dalam jeratan kemiskinan. Hal ini menandakan jumlah penduduk miskin di kawasan pesisir sebesar 13,45 persen dari total penduduk miskin Indonesia (Kusnadi, 2009). Kenyataan ini memberikan pesan bahwa pada satu sisi potensi kalautan dan perikanan Indonesia sangat melimpah, namun dilain sisi mayoritas masyarakat pesisir / nelayan masih harus berjuang untuk keluar dari jeratan kemiskinan.

Menurut Dahuri et al. (1996), pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dihadapkan pada kondisi yang bersifat mendua. Kondisi pertama, ada banyak kawasan yang belum tersentuh sama sekali oleh aktivitas pembangunan, namun pada kondisi lainnya terdapat beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan (dikembangkan) dengan intensif. Akibatnya, terlihat indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir, dan abrasi pantai, telah muncul di kawasan-kawasan pesisir yang dimaksud.

Pemanfaatan sumberdaya alam yang semakin pesat pada kenyataannya terus dikembangkan kearah pemanfaatan ekonomi yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, yang ternyata berimbas pada penurunan kualitas kehidupan manusia (Keraf, 2002). Hal ini menandakan bahwa perubahan ekologis sangat mungkin terjadi ditengah beragamnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut.

(19)

Kerusakan sumberdaya pesisir yang terjadi dalam pengelolaannya diakibatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya alam (Susanto, 2009). Masyarakat nelayan sebagai aktor yang memiliki kedekatan fisik, teritorial, dan emosional terhadap sumberdaya pesisir merupakan aktor utama yang menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan strategi adaptasinya terhadap sumberdaya pesisir yang mengalami perubahan ekologis tersebut. Strategi adaptasi nelayan dipandang sebagai hal yang terkait dengan kemampuan respon masyarakat terhadap perubahan ekologis sangat penting untuk dipelajari, karena strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan memungkinkan nelayan mengatur sumberdaya terhadap persoalan-persoalan spesifik seperti: ketidakpastian/fluktuasi hasil tangkapan dan menurunnya sumberdaya perikanan.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu, tepatnya di Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat. Lokasi ini merupakan salah satu wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang kaya. Selain sumberdaya pesisir yang beraneka ragam, Tanah Bumbu juga merupakan salah satu daerah penghasil batubara terbesar di Indonesia. Sektor pertambangan terutama pertambangan batubara merupakan salah satu sub sektor yang sangat berperan bagi perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010 mencatat ada 83 perusahaan/KUD yang mendapatkan izin penambangan batubara dan empat pertambangan bijih besi3. Beroperasinya berbagai jenis perusahaan pertambangan tersebut secara tidak langsung juga berdampak pada aktivitas nelayan. Hal ini dikarenakan aktivitas pertambangan menggunakan wilayah pesisir sebagai jalur transportasi (pelabuhan khusus) bongkar muat bahan tambang. Dengan demikian, kajian terhadap strategi adaptasi nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis tersebut merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

1.2. Perumusan Masalah

Kawasan pesisir di Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu, merupakan salah satu kawasan pesisir yang padat aktivitas. Kurang lebih ada enam pelabuhan khusus (pelsus) batubara yang

3Tanah Bumbu dalam Angka

(20)

beroperasi di sekitar kawasan ini. Munculnya berbagai pelabuhan khusus batubara tersebut, baik langsung maupun tidak langsung mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk perubahan ekologis di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang. Selain itu, pada saat ini Desa tersebut juga masih berstatus sebagai kawasan cagar alam yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan nomor 435 tahun 2009. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Desa Pulau Panjang yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Sejauh mana perubahan ekologis mempengaruhi kegiatan nelayan di Desa Pulau Panjang?

2. Bagaimana strategi adaptasi nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis di kawasan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis:

1. Pengaruh perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan.

2. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis di kawasan tersebut.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola adaptasi nelayan dan tindakan yang dipilih dalam menghadapai perubahan ekologis di kawasan pesisir. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:

1. Bagi swasta

(21)

2. Bagi kalangan akademisi dan peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka mengenai perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir, pengaruh perubahan ekologis terhadap nelayan, dan strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis tersebut.

3. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Selain itu, diharapkan agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam memberdayakan nelayan, sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakatnya. Hal ini dikarenakan pemahaman mengenai proses adaptasi nelayan terhadap lingkungannya merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi manusia (people centered development), yang melandasi wawasan pengelolaan sumberdaya lokal (community-based resource management).

4. Bagi masyarakat

(22)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Karakteristik Nelayan dan Penggolongannya

Menurut Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sedangkan nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar lima gross ton (5GT). Inti batasan ini menyatakan bahwa nelayan adalah orang yang pekerjaan utamanya menangkap ikan.

Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2007), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Nelayan pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

Hasil penelitian Bangda Depdagri dan PKSPL IPB (1998) dalam Kusumastanto (2000) nelayan memiliki sifat unik yang berkaitan dengan usaha perikanan tersebut. Hal ini dikarenakan usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar maka sebagian besar karakteristik nelayan tergantung pada faktor-faktor dibawah ini:

a. Ketergantungan pada kondisi lingkungan

Salah satu sifat usaha yang ada di wilayah pesisir (seperti perikanan tangkap dan budidaya) yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan atau keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung pada kondisi lingkungan khususnya perairan dan sangat rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan.

b. Ketergantungan pada musim

(23)

c. Ketergantungan pada pasar

Karakteristik usaha nelayan adalah tergantung pada pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.

Penempatan posisi nelayan pada lapisan tertentu menurut Sukanto (1990) dalam Prameswari (2004) memiliki dua kriteria:

1) Kepemilikan kekayaan atau sumberdaya mencakup kepemilikan perahu dan alat tangkap serta luas tambak yang dikuasai; dan

2) Pengaruh kekuasaan atau hubungan dengan masyarakat lain.

Nelayan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain berdasarkan:

1) Kepemilikan alat tangkap (Mulyadi, 2007): a. Nelayan Buruh

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. b. Nelayan Juragan

Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.

c. Nelayan Perorangan

Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

2) Daya jangkau armada perikanan dan lokasi penangkapan (Widodo, 2008): a. Nelayan pantai atau biasa

Nelayan pantai atau biasa disebut perikanan pantai untuk usaha perikanan skala kecil dengan armada yang didominasi oleh perahu tanpa motor atau kapal motor tempel.

b. Nelayan perikanan lepas pantai

(24)

c. Nelayan perikanan samudera

Nelayan perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100 GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna.

Penggolongan nelayan berdasarkan daerah penangkapan ini lebih lanjut oleh Sojogyo (1996) sebagaimana dikutip Prameswari (2004) dibagi dalam beberapa kriteria seperti yang tercantum dalam tabel 1.

Tabel 1 Penggolongan Nelayan berdasarkan Daerah Penangkapan

Aspek Pantai Lepas Pantai Laut Lepas

Kedalaman 0-2,5 m 2,5-25 m >25 m

Jenis Sasaran Nener, Bener, Ikan Demersal Sumber: Sajogyo (1996) dalam Prameswari (2004)

3) Jenis perahu, alat tangkap dan etnis (Sumarti dan Saharudin, 2003) :

a. Lapisan atas merupakan lapisan pertama yang didominasi oleh etnis Cina, Bugis, dan Jawa dengan kriteria memiliki perahu berkapasitas besar dengan jenis alat tangkap yang bervariasi dapat digunakan menurut perubahan musim. Ciri lain yang melekat pada lapisan ini yaitu mereka mempekerjakan para tekong dan anak buah kapal (ABK) untuk mendukung usaha penangkapan mereka.

b. Lapisan kedua adalah kalangan mayoritas Bugis dan Jawa dan sedikit etnis Melayu, memiliki kapal seperti pompong dan rubin serta memiliki lahan secukupnya yang biasanya digunakan untuk pertanian sawah.

(25)

4) Respon untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian (Satria et al., 2002):

a. Nelayan Besar (large scale fishermen)

Nelayan skala besar dicirikan dengan besarnya kapasistas teknologi penangkapan maupun jumlah armada. Berorientasi pada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks.

b. Nelayan Kecil (small scale fishermen)

Nelayan kecil yang beroperasi di daerah kecil yang bertumpang tindih dengan kegiatan budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga dapat dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya yang keduanya sangat terkait satu sama lain. Selain itu, ciri lain dari nelayan kecil adalah ketiadaan kemampuan untuk memberi pengaruh pada kebijakan publik karena nelayan selalu dalam posisi dependen dan marjinal.

Dalam konteks masyarakat pesisir, stratifikasi memiliki arti penting untuk memahami kelompok superior dan kelompok inferior dalam aspek ekonomi dan politik. Kemudian dikemukakan pula karakteristik budaya masyarakat nelayan yang cukup dikenal adalah sikapnya yang keras, tegas dan terbuka. Hal ini diduga merupakan akibat dari kehidupan laut yang keras dan dialami sepanjang hidupnya (Satria et al., 2002).

2.1.2. Sumberdaya Pesisir 2.1.2.1. Batasan Wilayah

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri et al., 1996). Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai ( cross-shore).

(26)

Sedangkan menurut Soegiarto (1976) dalam Dahuri et al. (1996), definisi wilayah pesisir di Indonesia adalah:

“Daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian

daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan

oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.”

Definisi tersebut memberikan implikasi bahwa selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan ekosistem pesisir (Dahuri et al., 1996). Adapun kegiatan pembangunan yang menimbulkan permasalahan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan wilayah pesisir dan lautan (Mulyadi, 2007), yaitu (1) perkapalan dan transportasi (tumpahan minyak, limbah padat dan kecelakaan); (2) pengilangan minyak dan gas (tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar, konversi kawasan pesisir; (3) perikanan (tangkap lebih, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal dan tenaga/keahlian); (4) budidaya perairan (ekstensifikasi dan konversi hutan); (5) pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang); (6) kehutanan (penebangan dan konversi hutan); (7) industri (reklamasi dan pengerukan tanah); (8) pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air).

2.1.2.2. Fungsi Ekologis dan Sosial-Ekonomi Sumberdaya Pesisir i) Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan laut. Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir dan laut, mangrove mimiliki beberapa fungsi ekologis penting antara lain sebagai:

a. Peredam gelombang dan angin badai (Bengen, 2004; Wahyono et al., 2001; Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996);

(27)

d. Perangkap sendimen yang diangkut oleh aliran permukaan/daratan (Bengen, 2004; Wahyono et al., 2001; Satria, 2009b; Dahuri et al., 1996);

e. Penghasil detritus dan mineral yang dapat menyuburkan perairan (Bengen, 2004);

f. Daerah asuhan (nursery ground), daerah penyedia nutrien (feeding ground) dan pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (Bengen, 2004; Wahyono et al., 2001; Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996);

g. Pencegah intruisi air laut (Wahyono et al., 2001; Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996); dan

h. Habitat satwa liar (Anwar, 2006; Purwoko, 2005).

Selain memiliki fungsi ekologis, ekosistem mangrove juga memiliki fungsi ekonomis sebagai berikut:

a. Penyedia kayu (Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996); b. Bahan baku obat-obatan (Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al.,

1996);

c. Bahan bangunan (Mulyadi, 2007; Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996); d. Alat penangkap ikan (Mulyadi, 2007; Dahuri et al., 1996);

e. Penyedia pupuk pertanian (Mulyadi, 2007, Dahuri et al., 1996); f. Penyedia nipah (Anwar, 2006);

g. Objek wisata (Anwar, 2006; Dahuri et al., 1996; Bengen, 2004; Purwoko, 2005); dan

h. Sarana pendidikan dan penelitian (Purwoko, 2005).

ii) Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibadingkan ekosistem lainnya (Dahuri et al., 1996). Adapun fungsi ekologis dari terumbu karang adalah sebagai berikut:

(28)

b. Tempat asuhan dan tempat bermainnya biota perairan (Dahuri et al., 1996; Mulyadi, 2007; WRI, 2002);

c. Sebagai pelindung garis pantai dari gelombang laut (Bengen, 2004; WRI, 2002);

d. Sebagai habitat beragam jenis ikan (Bengen, 2004); dan e. Mendukung pertumbuhan mangrove dan lamun (WRI, 2002).

Selain mempunyai fungsi ekologis, terumbu karang juga memiliki fungsi ekonomis sebagai berikut:

a. Menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara (Dahuri et al., 1996; Mulyadi, 2007).

b. Sebagai aset yang berharga bagi kegiatan pariwisata bahari karena mimiliki beraneka ragam biota dan panorama yang sangat indah (Bengen, 2004).

c. Pada perairan dangkal terumbu karang merupakan habitat yang produktif bagi sumberdaya rumput laut (Bengen, 2004). Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang mempunyai nilai komersil tinggi dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai mata pencaharian tambahan.

2.1.2.3. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir

(29)

Terlepas dari dua pihak yang bertentangan tersebut, seringkali penentuan kebijakan pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak seimbang akan menghasilkan dua kemungkinan dampak negatif (Bengen, 2004), yaitu: Pertama, tidak berkembangnya kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat kebijakan yang terlalu protektif. Kedua, rusaknya kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat terlalu banyak area pulau-pulau kecil yang dikonversikan menjadi lokasi usaha seperti industri dan pemukiman.

Kejadian-kejadian tersebut semakin menegaskan bahwa pihak yang paling dirugikan adalah nelayan-nelayan atau masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut. Satu sisi harus berhadapan dengan kelompok yang mengusung kebijakan protektif, dan disisi lain masyarakat pesisir harus berhadapan dengan kelompok-kelompok yang berusaha mengambil keuntungan di pulau-pulau kecil tersebut.

2.1.3. Perubahan Ekologis

Pesisir dan laut memiliki keunikan fisik yang terdiri dari daratan dan perairan (payau dan asin) dengan segala dinamikanya, yakni yang didalamnya mengandung sumberdaya alam hayati (ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun) dan non hayati (migas, tambang, dan lain-lain) serta jasa-jasa lainnya (transportasi laut, pariwisata, batas negara, dan lain-lain). Seiring meningkatnya populasi manusia terutama di wilayah pesisir dan laut serta kecanggihan teknologi membuat peluang terjadinya perubahan sistem alamiah dari lautan semakin besar. Menurut Satria (2009a), perubahan tersebut dapat mengakibatkan berbagai hal negatif, baik pada sumberdaya yang terkandung maupun aspek fisik dari laut tersebut.

(30)

Organisasi

Ilustrasi dari interaksi manusia dengan alam dapat dilihat pada gambar 1.

Aktivitas Manusia

Energi, Materi, Informasi

Energi, Materi, Informasi Jasa Lingkungan

Sumber: Marten (2001)

Gambar 1 Interaksi Manusia dan Alam

Hubungan tersebut sering menimbulkan berbagai kerugian. Manusia meminta materi, energi, dan informasi dari alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya (pangan-sandang-papan). Sementara itu, alam lebih banyak mendapatkan materi, energi, dan informasi dari manusia dalam bentuk limbah yang lebih banyak mendatangkan kerugian bagi kehidupan organisme lainnya yang ada di bumi. Hal ini menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan.

2.1.3.1. Bentuk-bentuk Perubahan Ekologis

Berbagai bentuk perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir antara lain:

1. Kerusakan Ekosistem Mangrove

Berdasarkan data statistik sumber daya laut dan pesisir yang diterbitkan BPS (2009) disebutkan bahwa menurut data FAO (2007) luas mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3.062.300 ha atau 19% dari luas mangrove di dunia dan merupakan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%). Di Asia sendiri luasan mangrove Indonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total mangrove di Asia yang diikuti oleh Malaysia (10%) dan Myanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas mangrove di Indonesia telah

(31)

berkurang sekitar 120.000 hektar (ha) dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (KLH, 2009). 2. Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan sekumpulan biota karang hidup atau mati sebagai tempat berlindung ikan dan daerah asuhan ikan. Total luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.000 km2 yang merupakan seperdelapan dari luas areal terumbu karang di dunia (Dahuri, 2000). Akan tetapi, kondisi terumbu karang di Indonesia pada umumnya telah mengalami kerusakan dan penurunan tutupan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan kegiatan pemantauan Coremap II – P2O LIPI, di 985 lokasi selama tahun 2008, kondisi terumbu karang di Indonesia 5,51 persen dalam kondisi sangat baik, 25,48 persen dalam kondisi baik, 37,06 persen dalam kondisi cukup, dan 31,98 persen dalam kondisi kurang (damaged).

2.1.3.2. Faktor Penyebab Perubahan Ekologis

Perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir antara lain disebabkan oleh:

i) Pertumbuhan penduduk (WRI, 2002; Satria, 2009b)

Pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan sebagian hidup di wilayah pesisir mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia di wilayah pesisir terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem pesisir. Meledaknya populasi penduduk 50 tahun terakhir ini mendorong munculnya tekanan-tekanan dan peningkatan kebutuhan yang sangat tinggi akan sumberdaya yang berasal dari darat maupun laut.

Pertumbuhan penduduk berdampak pada:

a. Meningkatnya kebutuhan terhadap konsumsi ikan

(32)

Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan pengeboman ikan merupakan praktek yang umum dilakukan, yang memberikan dampak sangat negatif bagi terumbu karang dan ekosistem lainnya. Penangkapan ikan dengan racun akan melepaskan racun sianida ke daerah terumbu karang, yang kemudian akan membunuh atau membius ikan-ikan. Pengeboman ikan dengan dinamit atau dengan racikan bom lainnya, akan dapat menghancurkan struktur terumbu karang, dan membunuh banyak sekali ikan yang ada di sekelilingnya (WRI, 2002).

b. Penambahan Jumlah Areal Pemukiman (Marzuki, 2002)

Bertambahnya jumlah penduduk baik karena pertumbuhan alamiah maupun karena migrasi telah mendorong meningkatnya permintaan akan areal pemukiman. Peningkatan permintaan akan areal pemukiman mengakibatkan beberapa wilayah di kawasan pesisir beralih fungsi dari hutan mangrove menjadi areal pemukiman (Marzuki, 2002).

c. Peningkatan volume pembuangan sampah cair/padat baik oleh industri maupun rumah tangga (Dahuri et al., 1996)

Pembuangan sampah rumah tangga dan pencemaran oleh limbah pertanian menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut, eutrofikasi, kekeruhan, dan matinya hewan-hewan air yang berasosiasi dengan padang lamun. Selain itu, kemungkinan terlapisinya pneumatofora dengan sampah akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove. Pembuangan sampah padat mengakibatkan perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat larut dalam air ke perairan di sekitar pembuangan sampah. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya. ii) Perubahan iklim (Satria, 2009b; WRI, 2002; Bengen, 2004)

Perubahan iklim menyebabkan berbagai perubahan dalam ekosistem laut antara lain disebabkan oleh perubahan temperatur (suhu) dan keasaman akibat penyerapan CO2 oleh lautan. Peningkatan suhu permukaan laut telah

(33)

a. Peningkatan suhu permukaan laut telah mengakibatkan lebih seringnya terjadi pemutihan karang (coral bleaching) dengan tingkat kerusakan lebih besar (WRI, 2002);

b. Kenaikan permukaan air laut berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir (Satria, 2009b). Kenaikan air laut satu meter akan berdampak pada 1,3 persen penduduk dunia, dan merugikan senilai 1,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, satu persen wilayah kota, dan 0,4 persen lahan pertanian (Dasgupta et al., 2007 dalam Satria, 2009b); dan

c. Sulitnya menentukan musim penangkapan ikan karena cuaca yang tidak menentu (Satria, 2009b).

iii) Pengelolaan pembangunan pesisir (Dahuri et al., 1996; WRI, 2002)

Pengelolaan kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir dan lautan dilakukan secara sektoral dan berorientasi keuntungan jangka pendek secara maksimal. Selain itu, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut memperparah kerusakan yang terjadi di kawasan pesisir.

iv) Pencemaran dari laut (WRI, 2002; Dahuri et al., 1996)

Pencemaran dari laut disebabkan oleh aktivitas manusia yang terjadi di laut. Adapun aktivitas yang mengancam ekosistem pesisir antara lain:

a. Pencemaran dari pelabuhan b. Pencemaran minyak

Pencemaran minyak di laut dapat berasal dari beberapa sumber (DKP, 2005), yang meliputi: (i) tumpahan minyak karena operasional rutin kapal dan kecelakaan kapal, (ii) pelimpasan minyak dari darat, (iii) terbawa asap, (iv) eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, (v) pipa transportasi minyak, (vi) tank cleaning, dan (vii) perembesan alami c. Pembuangan bangkai kapal

d. Pembuangan sampah dari atas kapal e. Pelemparan jangkar kapal

(34)

v) Pencemaran dari darat dan sendimentasi (WRI, 2002):

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri et al., 1996). Oleh karena itu, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling rentan terkena dampak oleh proses-proses alami dari darat. Adapun kegiatan-kegiatan dari darat yang berdampak ke wilayah pesisir diantaranya adalah:

a. Penebangan hutan

b. Perubahan tata guna lahan

c. Praktek pertanian yang buruk (Marzuki, 2002)

Menyebabkan peningkatan sedimentasi dan masuknya unsur hara ke daerah tangkapan air. Sedimen dalam kolom air dapat sangat mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian karang. Selain itu, kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang pertumbuhan alga yang beracun. Keadaan ini mendorong pertumbuhan alga lain yang tidak saja memanfaatkan energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi larva karang dengan cara menumbuhi substrat yang merupakan tempat penempelan larva karang.

vi) Bencana alam (Dahuri et al., 1996)

Bencana alam merupakan fenomena alami baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi perubahan pada lingkungan pesisir dan lautan.

2.1.3.3. Dampak Sosial-Ekonomi Perubahan Ekologis

Berbagai kerusakan ekosistem pesisir menendakan telah terjadi perubahan ekologis. Perubahan tersebut menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat pesisir yang menggantungkan kehidupannya kepada sumberdaya pesisir, baik secara ekonomi maupun spasial. Dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan ekologis antara lain:

i) Pada perikanan, perubahan ekologis berdampak pada:

(35)

rusaknya tempat perlindungan bagi biota laut di kawasan tersebut dan sekitarnya (Purwoko, 2005);

b. Penurunan keragaman jenis tangkapan nelayan secara signifikan (Purwoko, 2005);

c. Berkurangnya stok ikan karang yang kemudian akan mempengaruhi kondisi ekonomi sekitar 30 juta nelayan di dunia yang bergantung pada ketersediaan ikan-ikan karang (Bengen, 2004; Satria, 2009b); dan

d. Sulitnya menentukan wilayah tangkapan ikan sebagai akibat dari perubahan pola migrasi ikan karena kerusakan terumbu karang (Satria, 2009b).

ii) Pada kegiatan usaha nelayan, perubahan ekologis berdampak pada:

a. Menurunnya hasil tangkapan para nelayan dan berkorelasi dengan pendapatan nelayan (Marzuki, 2002; Purwoko, 2005);

b. Hilangnya potensi wisata bahari (Dahuri et al.., 1996; Anwar dan Gunawan, 2006);

c. Menurunnya kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat nelayan, yang disebabkan oleh berkurangnya bahan baku industri pengolahan, berkurangnya bahan/komoditi perdagangan, berkurangnya benih untuk budidaya dan berkurangnya potensi tangkapan (Purwoko, 2005);

d. Terancamnya lokasi pemukiman dan tata guna lahan setempat sebagai akibat dari kerusakan terumbu karang yang menyebabkan erosi di pantai (Dahuri et al.., 1996); dan

e. Hilang/berkurangnya pasokan kayu bakar, kayu bangunan, nipah, dan bahan baku obat-obatan (Anwar dan Gunawan, 2006).

2.1.4. Strategi Adaptasi Nelayan 2.1.4.1. Konsep Adaptasi

Adaptasi dan perubahan adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan bagi makhluk hidup. Adaptasi berlaku bagi setiap makhluk hidup dalam menjalani hidup dalam kondisi lingkungan yang senantiasa berubah. Terdapat beberapa pengertian yang berusaha menjelaskan konsep adaptasi, diantaranya yaitu:

(36)

2) Adaptasi adalah kapasitas manusia untuk menjalankan tujuan-tujuan individu (self-objectification), belajar dan mengantisipasi (Bennett, 1976 dalam Saharudin, 2007). Adaptasi bukan hanya persoalan bagaimana mendapatkan makanan dari suatu kawasan tertentu, tetapi juga mencakup persoalan transformasi sumberdaya lokal dengan mengikuti model standar konsumsi manusia yang umum, serta biaya dan harga atau mode-mode produksi di tingkat nasional.

3) Adaptasi merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial-ekonomi-politik-ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup (Barlet, 1993 dalam Kusnadi, 2000). Pemilihan tindakan yang bersifat kontekstual tersebut bertujuan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia di lingkungannya guna mengatasi tekanan-tekanan sosial-ekonomi. Terdapat tiga konsep kunci mengenai adaptasi (Bennett, 1976 dalam Saharudin, 2007), yaitu:

1) Adaptasi perilaku (adaptive bahavior)

Konsep ini menunjuk pada cara-cara aktual masyarakat menemukan/merencanakan untuk memperoleh sumberdaya untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Adaptasi perilaku (adaptive behavior) merupakan suatu pilihan tindakan dengan mempertimbangkan biaya yang harus dikembangkan dan hasil yang akan dicapai.

2) Adaptasi proses (adaptive process)

Adaptasi proses (adaptive process) adalah perubahan-perubahan yang ditunjukan melalui proses yang panjang dengan cara menyesuaikan strategi yang dipilihnya.

3) Strategi adaptasi(adaptive strategies)

(37)

Adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal (Mulyadi, 2007). Dalam merespon setiap perubahan yang terjadi Bogardus (1983) dalam Marzuki (2002) mengemukakan urutan-urutan adaptasi pada manusia adalah perubahan teknologi, pengisian waktu senggang, pendidikan, kegiatan bermasyarakat, suasana dalam rumah tangga dan terakhir adalah agama dan kepercayaan. Sementara itu, dalam kaitannya dengan lingkungan, adaptasi di bentuk dari tindakan yang berulang-ulang sebagai proses penyesuaian terhadap lingkungan tersebut (Bennett, 1976 dalam Saharudin, 2007).

Dalam konteks ekonomi masyarakat nelayan, adaptasi dikatakan sebagai tingkah laku strategis dalam memaksimalkan kesempatan hidup. Adaptasi bagi suatu kelompok dapat memberikan kesempatan untuk bertahan hidup, walaupun bagi kelompok lain kemungkinan akan dapat menghancurkannya (Hansen, 1979 dalam Saharudin, 2007).

2.1.4.2. Bentuk-bentuk Adaptasi Nelayan

Pada dasarnya manusia dapat bertahan hidup dan memanfaatkan lingkungannya karena adanya tiga bentuk utama adaptasi budaya dari manusia itu sendiri (Miller, 1979 dalam Marzuki, 2002) yaitu:

1) Dengan menggunakan peralatan-peralatan (teknologi) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

2) Hidup di lingkungan dengan belajar secara efektif melalui organisasi sosial dan kerjasama (interaksi) sesama manusia.

(38)

Strategi adaptasi nelayan dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu: 1) Diversifikasi (Wahyono et al., 2001; Kusnadi, 2000)

Diversifikasi merupakan perluasan alternatif pilihan mata pencaharian yang dilakukan nelayan, baik di bidang perikanan maupun non perikanan. Diversifikasi merupakan strategi adaptasi yang umum dilakukan di banyak komunitas nelayan, dan sifatnya masih tradisional. Strategi adaptasi ini dicirikan oleh bentuk-bentuk respon penyesuaian yang sifatnya masih individual atau dilakukan oleh unit rumah tangga nelayan.

2) Intensifikasi (Wahyono et al., 2001)

Strategi adaptasi di kalangan nelayan untuk melakukan investasi pada teknologi penangkapan, sehingga hasil tangkapannya diharapkan menjadi lebih banyak. Melalui intensifikasi kegiatan penangkapan dapat dilakukan pada daerah tangkapan yang jauh dari tempat pemukiman, bahkan mungkin memerlukan waktu penangkapan lebih dari satu hari (one day fishing).

3) Jaringan Sosial (Kusnadi, 2000; Wahyono, 2001)

Jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara sekelompok orang. Karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasi motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat didalamnya.

Strategi jaringan sosial (bentuk dan corak) yang umum dikembangkan pada komunitas nelayan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dibidang kenelayanan (misalnya penguasaan sumberdaya, permodalan, memperoleh keterampilan, pemasaran hasil, maupun untuk pemenuhan kebutuhan pokok) (Wahyono et al., 2001).

4) Memobilisasi peran istri dan anak-anak untuk ikut mencari nafkah keluarga (Kusnadi, 2000) .

5) Menggandaikan atau menjual barang-barang rumah tangga yang dimiliki; melakukan konversi pekerjaan bagi nelayan (Kusnadi, 2000).

Terdapat perbedaan pola adaptasi dari beragam lapisan nelayan (Iwan, 2003), diantaranya adalah:

(39)

(kelembagaan distribusi barang dan jasa) yang dilakukan dalam hal memenuhi kebutuhan modal, pemasaran ikan dan hubungan produksi antar nelayan.

2. Pada lapisan menengah, strategi adaptasinya cenderung mempertahankan sistem kelembagaan patronase. Hal ini dilakukan sebagai jaminan ekonomi (modal usaha) serta jaminan pemenuhan kebutuhan keluarganya baik selama melaut maupun selama musim paceklik dan menjamin kebutuhan sosial lainnya seperti pernikahan, sunatan massal dan gotong royong.

3. Pada lapisan bawah, strategi adaptasi dengan jaringan sosial yang dilakukannya yaitu ikut memperkuat posisinya kelembagaan patronase. Hal ini dilakukannya dengan membina hubungan dengan tauke lokal baik itu dalam pemasaran ikan maupun dalam hal permodalan, pilihan tersebut merupakan suatu pilihan utama karena sulitnya untuk mencari kelembagaan yang mampu memenuhi kebutuhan subsistensinya.

Persaingan dalam menguasai sumberdaya akan meningkatkan beban pekerjaan yang harus ditanggung nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan adalah pekerjaan berat, meskipun demikian, nelayan tidak dapat membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Keterampilan sebagai nelayan bersifat sederhana dan hampir sepenuhnya dipelajari secara turun temurun. Apabila satu keluarga nelayan mampu untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak, maka harapan agar generasi berikutnya tidak menjadi nelayan sangat besar. Namun, umumnya nelayan tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan, dilain pihak, banyak ditemui kelompok-kelompok nelayan tetap mampu bertahan hidup dalam menghadapi keadaan yang sangat berat sekalipun, terutama pada masa-masa paceklik (Sastrawidjaja dan Manadiyanto, 2002).

(40)

strategi hidup itu diperoleh melalui proses panjang dengan persoalan kemiskinan (Kusnadi, 2009).

2.2.Kerangka Pemikiran

Desa Pulau Panjang merupakan pulau kecil yang memiliki kompleksitas permasalahan didalamnya. Desa ini juga sangat rentan terhadap dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya pesisir yang dilakukan oleh manusia, salah satunya adalah pertambangan. Masuknya pertambangan di kawasan ini membawa pula perubahan ekologis yang cukup signifikan pada ekosistem pesisir (mangrove dan terumbu karang).

Perubahan ekologis adalah perubahan yang terjadi pada keseluruhan komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada laut dan pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia. Perubahan ekologis di Desa Pulau Panjang diasumsikan terjadi akibat beragamnya aktivitas pertambangan yang beroperasi di daerah tersebut. Mulai dari aktivitas pelabuhan khusus batubara, hilir mudiknya kapal-kapal tongkang, dan pembuangan limbah industri batubara tersebut.

Masyarakat nelayan sebagai aktor yang memiliki kedekatan fisik, teritorial, dan emosional terhadap sumberdaya pesisir merupakan aktor utama yang menarik untuk dikaji terkait dengan strategi adaptasinya terhadap sumberdaya pesisir yang mengalami perubahan ekologis tersebut. Hal ini dikarenakan perubahan ekologis baik langsung maupun tidak langsung berdampak pada kehidupan nelayan. Dampak dari perubahan ekologis dapat dibagi menjadi dampak ekologis, dampak terhadap kehidupan sosial, dan dampak terhadap kegiatan ekonomi. Dampak ekologis adalah akibat yang ditimbulkan dari perubahan ekologis terhadap lingkungan pesisir yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam. Dampak sosial berkaitan dengan akibat perubahan ekologis terhadap kesejahteraan masyarakat. Sedangkan dampak ekonomi berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan perubahan ekologis terhadap mata pencaharian masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya pesisir.

(41)

tersebut, diantaranya dengan melakukan (i) diversifikasi, (ii) intensifikasi, (iii) jaringan sosial, (iv) mobilisasi peran anggota rumah tangga (Kusnadi, 2000; Wahyono, 2001). Penelitian ini juga akan menganalisis berbagai karakteristik yang berhubungan dengan strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis. Karakteristik pertama berkaitan dengan karakteristik individu nelayan, yakni berupa usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, dan pengalaman sebagai nelayan. Karakteristik kedua berkaitan dengan karakteristik usaha nelayan, yakni berupa jenis armada tangkap. Alur kerangka pemikiran ini digambarkan pada gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Keterangan:

hubungan pengaruh

hubungan langsung

variabel yang diteliti

STRATEGI ADAPTASI

Dampak Ekologis Dampak Sosial Dampak Ekonomi

PERUBAHAN EKOLOGIS Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir

Ekosistem Mangrove Ekosistem Terumbu Karang

Non-Nelayan

Karakteristik Rumahtanggga Nelayan

Usia

Tingkat pendidikan

Pengalaman sebagai nelayan Jumlah anggota rumah tangga Jenis Armada Tangkap

(42)

2.3.Hipotesis Penelitian a. Hipotesis Pengarah

1) Diduga perubahan ekologis mempengaruhi aktivitas usaha nelayan.

2) Diduga terdapat strategi adaptasi yang diterapkan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis di kawasan pesisir.

b. Hipotesis Uji

Diduga terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga nelayan dengan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis.

2.4.Definisi Konseptual

1) Perubahan ekologis adalah perubahan yang terjadi pada keseluruhan komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada laut dan pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia. Berdasarkan dimensi waktunya, perubahan ini diukur pada saat sebelum dan setelah aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir berlangsung (pertambangan, pariwisata, perhubungan laut, dan perikanan).

2) Nelayan adalah salah satu bagian dari masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya perikanan tangkap, secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, serta membentuk kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.

3) Dampak ekologis adalah akibat yang ditimbulkan dari perubahan ekologis terhadap lingkungan pesisir yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam.

4) Dampak sosial perubahan ekologis adalah akibat yang ditimbulkan dari perubahan ekologis terhadap kesejahteraan masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir.

(43)

6) Adaptasi nelayan adalah pilihan tindakan yang dilakukan nelayan dalam menyiasati dampak negatif dari perubahan ekologis yang mempengaruhi aktivitasnya mencari ikan.

2.5.Definisi Operasional

1) Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan dan jumlah anggota rumah tangga.

a) Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Havighurst dan Acherman (dalam Sugiah, 2008) membagi usia menjadi tiga kategori:

i) Muda (18-30 tahun) ii) Dewasa (31-50 tahun) iii) Tua (> 50 tahun)

b) Pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan kedalam kategori:

i) Rendah (jika tidak sekolah, tidak tamat dan tamat SD/sederajat) ii) Sedang (jika tamat SMP/sederajat)

iii) Tinggi (jika tamat SMA/sederajat)

c) Pengalaman sebagai nelayan adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam kategori

i) Rendah (6-14 tahun) ii) Sedang (15-27 tahun) iii) Tinggi (lebih dari 28 tahun)

d) Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang yang menetap dalam satu rumah dimana nelayan itu tinggal. Jumlah anggota rumah tangga dibedakan menjadi:

(44)

e) Tingkat teknologi penangkapan adalah ukuran lokal mengenai jenis perahu yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan, yang meliputi:

i) Rendah (jika armada yang digunakan jenis ketinting) ii) Sedang (jika armada yang digunakan berupa swan)

iii) Tinggi (jika armada yang digunakan berupa balapan/klotok) 2) Strategi adaptasi merupakan tindakan yang dilakukan nelayan dalam

menyiasati dampak negatif perubahan ekologis yang dibagi menjadi penganekaragaman sumber pendapatan, penganekaragaman alat tangkap, perubahan daerah tangkapan, jaringan sosial, mobilisasi anggota rumah tangga, dan strategi lainnya.

1. Penganekaragaman sumber pendapatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan dalam menambah penghasilannya (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

2. Penganekaragaman alat tangkap adalah kegiatan yang dilakukan nelayan dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha penangkapan ikan (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

3. Perubahan daerah tangkapan adalah kegiatan mengubah daerah penangkapan ikan yang biasanya menjadi lokasi penangkapan ikan nelayan sebelum terjadinya perubahan ekologis (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

4. Memanfaatkan jaringan sosial adalah hubungan yang dijalin nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis (1 jika tidak ada, 2 jika ada). 5. Mobilisasi anggota rumah tangga adalah mengikutsertakan anggota

rumah tangga nelayan untuk bekerja, baik disektor perikanan maupun diluar sektor perikanan (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk menelusuri lebih jauh alur sejarah desa, pola pemanfaatan sumberdaya pesisir dan perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir. Selain itu, metode kualitatif ini juga digunakan untuk mengetahui lebih jauh kehidupan sosial ekonomi nelayan yang terpengaruh oleh perubahan ekologis, aktivitas-aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan ekologis, serta strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis tersebut.

Metode kualitatif ini juga didukung dengan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil survei melalui instrumen kuesioner untuk mengetahui karakteristik rumah tangga nelayan dan karakteristik usaha nelayan. Peubah (variabel) yang diteliti terdiri dari peubah bebas yaitu karakteristik rumah tangga nelayan (usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah anggota rumah tangga) dan karakteristik usaha nelayan yakni jenis armada tangkap; serta peubah terikat yakni pilihan adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu strategi penelitian multi-metode, lazimnya memadukan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen (Sitorus, 1998). Menurut Stake (2009) studi kasus dapat berciri kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

(46)

a. Desa Pulau Panjang merupakan kawasan cagar alam (SK Menhut No. 435/Menhut-II/2009).

b. Di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang terdapat pelabuhan khusus pertambangan batubara yang mengangkut hasil tambang lewat jalur laut. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini banyak dilalui kapal-kapal besar pengangkut hasil tambang.

c. Sebagian besar penduduk Desa Pulau Panjang bermatapencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Selama pengambilan data berlangsung, peneliti tinggal bersama objek penelitian di lapangan. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lokasi penelitian dengan baik dan juga terciptanya hubungan sosial yang dekat dengan objek penelitian.

3.3.Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi dari penelitian ini adalah suluruh rumah tangga nelayan tangkap Desa Pulau Panjang yang berjumlah 35 rumah tangga. Populasi ini berdasarkan informasi yang diperoleh dari monografi desa tahun 2010 dan hasil pemetaan swadaya masyarakat Pulau Panjang tahun 2010. Sedangkan unit penelitiannya adalah rumah tangga nelayan. Penentuan responden menggunakan teknik sensus, yang berarti semua populasi dijadikan sebagai responden penelitian. Akan tetapi, dari 35 responden tersebut yang bersedia untuk dijadikan responden hanya 30 rumah tangga nelayan.

(47)

3.4.Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti. Artinya, data tersebut diperoleh dari pengamatan langsung peneliti sendiri, yakni hasil wawancara dengan responden/informan dan hasil pengukuran peneliti sendiri.

Data primer yang diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik wawancara dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan. Sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara. Data primer yang akan dikumpulkan adalah:

1) Karakteristik rumah tangga nelayan, yang meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, dan jumlah anggota rumah tangga.

2) Karakteristik usaha nelayan, yang meliputi jenis armada penangkapan dan jenis alat tangkap yang digunakan.

3) Pengaruh perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan.

4) Pilihan adaptasi yang dilakukan nelayan dalam kaitannya dengan perubahan ekologis.

5) Musim-musim penangkapan ikan dan daerah penangkapan ikan.

Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah oleh pihak lain tersebut. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari Kantor Desa Pulau Panjang, Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Dinas Perikanan dan Kelautan Tanah Bumbu, Biro Pusat Statistik Tanah Bumbu, perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitasnya disekitar kawasan tersebut, serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

3.5.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Gambar

Tabel 1  Penggolongan Nelayan berdasarkan Daerah Penangkapan
Gambar 1  Interaksi Manusia dan Alam
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Gambar 3  Kerangka Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan komposit adalah gabungan antarakekuatan serat dan matrik, sehingga akan tergantung dari interface tersebut, semakin baik ikatan serat- matrik maka beban tarik

Pemain diperbolehkan mengetuk beberapa balok untuk menemukan balok yang longgar - tetapi jika balok diambil, balok harus dikembalikan ke posisi semula sebelum pemain

Kurikulum ini dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Yaitu Upaya penyederhanaan Pelajaran dan menyesuaikan dengan kondisi zaman. mencetak generasi

Madrasah Ibtidaiyah al-Islam Sumurjurang mengalami pasang surut penerimaan siswa baru, puncaknya ketika tahun 1996, dikhawatirkan Madrasah Ibtidaiyah Al-Islam

Yang dimaksud dengan kredit pajak adalah pelunasan / pembayaran pajak dalam tahun berjalan yaitu melalui dibayar sendiri oleh wajib pajak ataupun melalui

Wibowo, Arik. Analisis Kesalahan Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom dalam Mengerjakan Soal pada Materi Limit Fungsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

Bentuk soal 3.4 Mengidentifi kasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksi transaksiona l lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan meminta

Pada Bab IV mengenai temuan dan pembahasan yang ditulis secara tematik menjelaskan tentang bentuk komitmen kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan komitmen