• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua

Latar Belakang

Papua adalah daerah di ujung timur Indonesia yang selama ini masih menjadi perhatian publik nasional dan internasional karena situasinya yang jauh dari kesan kondusif dan aman. Sejak awal, baik saat menjalankan administrasi pemerintahan sebelum PEPERA atau sesudah Papua secara resmi menjadi bagian dari wilayah Indonesia, pemerintah memilih dan menggunakan pendekatan keamanan (militer) dengan dalih menegakan kedaulatan negara, mengikis habis gerakan separatisme yang telah dipupuk sebelum Belanda hengkang dari Papua. Bahkan, pendekatan ini juga dijalankan oleh pusat untuk menangani sejumlah gerakan masyarakat sipil yang kritis terhadap pemerintah maupun perlawanan dari kelompok di Papua yang sejak awal menolak integrasi Papua ke Indonesia dengan jalan damai.

Dalam kenyataannya, penanganan konflik Papua tidak berubah walaupun rezim telah beberapa kali berganti. Hal itu bisa dilihat dengan belum adanya perubahan secara jelas terhadap kebijakan pusat setelah 50 tahun lebih integrasi Papua ke Indonesia. Faktanya pendekatan keamanan dan militer masih dipertahankan dan digunakan dengan alasan ancaman keamanan dan kedaulatan negara. Kemudian diperparah ketika terjadi perubahan politik nasional seiring tumbangnya rezim orde baru tahun 1998, penanganan konflik Papua tidak beranjak dari pola pendekatan politik militer. Meskipun tahun 2001 pemerintah pusat yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Megawati Sokarnoputri memberikan Otonomi Khusus (OTSUS) sebagai suatu alat politik terhadap Papua melalui pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, namun hal tersebut tidak menandakan adanya gejala perubahan pola penanganan di Papua, karena kenyataannya pendekatan yang bertumpu pada penggunaan aparat TNI masih diberlakukan. Tetap berlanjutnya pendekatan ini terhadap Papua mencerminkan sikap setengah hati dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan konflik antara Jakarta – Papua secara damai dan tanpa kekerasan.

(2)

belum diselesaikan secara maksimal, dan dengan adanya hal inilah yang menyebabkan timbulnya akar konflik antara rakyat pribumi dengan pemerintah Indonesia.

Pelanggaran HAM yan dilakukan oleh pemerintah terhadap warga papua kian hari semakin membukit dan terus bertambah. Korban jiwa berjatuhan disana sini. Pelanggaran HAM tersebut tak satupun kasus yang dapat diselesaikan dengan baik tetapi selalu membiarkan dan berlalu begitu saja. Yang lebih parah lagi adalah aparat dalam hal ini TNI/POLRI selalu menyangkal bahkan menyembuyikan tindakan pelanggran yang mereka perbuat itu.

Berbagai Macam Pelanggaran HAM di Papua

Pelanggaran HAM di Papua antara lain :

Pelanggaran primer pada UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu pelanggaran kebebasan individu untuk hidup (Liberty), pelanggaran keamanan

(Safety), pelanggaran perlawanan terhadap penindasan (Resistance to Oppression).

seperti pembunuhan dengan segala cara dan juga pemerkosaan. Banyaknya pembunuhan oleh TNI yang kemudian tidak diusut dan dibiarkan begitu saja antara lain : berpihak pada penduduk Papua. Juga terkait pelanggaran pada MRP (Majelis Rakyat Papua) yang sangat dicampuri oleh pemerintah pusat, dan bidang keuangan cenderung tidak transparan pada pembagian sumber daya alam papua. Selain itu, pelanggaran yang mendasar adalah segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk Papua tidak pernah mengikutcampurkan suara Papua atau wakil-wakil Papua di dalamnya.

(3)

Khusus Papua (Mata Kuliah Reformasi Sektor Publik) di Fakultas Hukum dengan kerjasama Lab. OTODA Fakultas Hukum, pada saat itu hadir penduduk Papua yang berkuliah di Universitas Brawijaya, mereka mengungkapkan secara riil bagaimana kondisi di Papua. Bahkan menurut mereka, berita pemerintah di televisi bahwa Papua sekarang sudah maju itu adalah bohong besar. Mereka tidak merasakan perbedaan adanya otonomi khusus atau tidak, karena mereka tetap tidur dan terbangun dengan suasana gelap gulita tanpa lampu. Sehingga banyak pertanyaan apakah otonomi khusus ini hanya alat politik? Mereka juga akhirnya membentuk stigma “membenci masyarakat Jawa”, karena mereka merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat. Mereka juga mengungkapkan bahwa banyak sekali muncul pembenci-pembenci Jawa dikarenakan tindak-tanduk TNI yang menghamili penduduk Papua kemudian mereka tidak bertanggungjawab. Akhirnya lahirlah bibit-bibit pembenci masyarakat Jawa. Selain itu, populasi penduduk Papua juga tiap tahunnya selalu berkurang jauh sekali dikarenakan faktor dibunuh, kesehatan yang buruk, gizi buruk, dll. Sangat ironis sekali bila ditilik papua adalah daerah yang sangat makmur dengan SDA tambangnya dibandingkan dengan daerah Jawa.

Pelanggaran Terhadap Diskriminasi Rasial (Terkait dengan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination). Pelanggara di Papua mencangkup pelanggaran terhadap diskriminasi rasial dikarenakan pada pelanggaran di papua sudah membawa stigma kedaerahan (primordial, kepentingan segelintir orang dan stigma masyarakat Papua – Jawa). Terjadinya diskriminasi bahwa semua orang Papua adalah anggota OPM dan tindakan sewenang-wenang TNI membunuh tanpa aturan dan tidak ada hukuman membuat populasi penduduk Papua menipis. Selain itu, apabila hal ini terus berkelanjutan, maka kekerasan tersebut bisa menjadi genocide yaitu pemusnahan suatu ras atau suku. Karena apabila digambarkan pada tabel analisis perubahan kependudukan di Papua, penduduk asli papua bisa benar-benar punah. Selain itu, banyak persoalan lain seperti menganaktirikan orang papua asli dengan pendatang, dikarenakan orang Papua asli lebih banyak berkulit hitam. Hal ini biasanya terjadi di lingkungan sekolah dan tempat kerja.

Pelanggaran Diskriminasi Terhadap Perempuan (Terkait dengan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Pelanggaran di Papua bisa termasuk pada pelanggaran diskriminasi pada perempuan, dikarenakan tindakan aparatur TNI yang sewenang-wenang menggunakan tubuh perempuan penduduk Papua sebagai pelampiasan kebutuhan seks kemudian ditinggalkan begitu saja. Selain itu, perempuan penduduk Papua khususnya istri – istri anggota OPM juga banyak dimanfaatkan untuk memancing para anggota OPM yang kebanyakan laki-laki agar keluar dari persembunyiannya dan aparat TNI bisa menangkap juga tidak segan – segan membunuh. Namun faktanya adalah bahwa undang – undang tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan terhadap pelanggaran hak asasinya dalam bentuk :

1. Kekerasan berbasis gender bersifat kekerasan fisik, seksual atau psikologis, penganiayaan, pemerkosaan dan berbagai jenis pelecehan

(4)

3. Diskriminasi dalam sistem pengupahan.

Solusi

Untuk memperbaiki kondisi Papua yang kian hari kian memburuk, maka dapat dilakuakn hal – hal berikut ini :

 Mengamandemen UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

 Memperbaiki kebijakan-kebijakan yang cenderung melegitimasi tindakan pelanggaran HAM

 Perbaikan taraf hidup penduduk Papua dan juga aparatur TNI yang ditugaskan di Papua

 Peningkatan ketegasan hukum dan peningkatan kinerja KOMNASHAM dalam menangani masalah pelanggaran HAM di Papua sehingga tidak berlarut-larut

 Meminimalisir campurtangan pihak asing dalam pemerintahan dan perekonomian natara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Papua, juga harus dibentuknya peraturan sistem bagi hasil SDA yang jelas bagi penduduk Papua.

 Pemerintah harus lebih mengontrol saham-saham asing yang ada di Papua, karena sampai sekarang saham asing di tanah Papua itu hampir menyeluruh memiliki SDA tambang di Papua.

 Meminimalisir sikap neoliberalisme terkait dengan janji-janji pada penandatanganan utang luar negeri yang biasanya syarat-syaratnya harus menjual public goods yang ada di Indonesia.

 Pemerintah harus lebih transparan pada penduduk Papua.

 Perubahan stigma penduduk Papua bahwa tindakan pemerintah tidak selalu buruk, begitu juga perubahan stigma aparat TNI yang sedang bertugas bahwa penangkapan tidak boleh sewenang-wenang.

(5)

TUGAS PANCASILA

Studi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua

DISUSUN OLEH:

TSAQIF NUR IKHSAN

13511138

FTSP / T.SIPIL

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Aspek escape/avoidance ini paling dominan sebab apabila menggali riwayat hidupnya terlihat bahwa relasi dirinya dengan suami tidak berjalan dengan baik, pernikahan

2. Edukasi pelaku UMKM. Kegiatan dalam bentuk seminar disarankan untuk dilaksanakan selepas wabah covid-19, dengan melibatkan semua unsur dalam pelaksanaan program, diharapkan

Kebiasaan konsumen melakukan transaksi secara fisik menjadi tantangan bagi perusahaan dalam menerapkan penjualan melalui e-commerce , beberapa konsumen lebih suka untuk

Berdasarkan hasil perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model learning cycle 5E mampu meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dalam

Lebih dari setengah pelaku rawat informal meng- gunakan koping adaptif selama melakukan perawatan kepada klien dengan diabetes dan sebagian pelaku rawat informal

1. Penyelenggaraan penyuluhan di Desa Sari Galuh Kecamatan Tapung secara umum dapat dikatakan berjalan dengan baik karena telah sesuai dengan aturan yang ada dan

Organisasi yang meletakkan matlamat pengabdian diri kepada Allah sudah tentu akan mewujudkan satu budaya dan akhlak yang diredhai oleh Allah. Berakhlak mulia merupakan

Semakin banyak kapang yang tumbuh pada substrat maka kadar karbohidrat akan semakin menurun, karena kapang Rhizopus oryzae akan mengeluarkan