KAJIAN KELAYAKAN POTENSI INVESTASI
RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENYUSUN :
Dr. Chaterina A. Paulus, S.Pi.,M.Si (KETUA)
Dr. Ir. Fonny J. L. Risamasu, M.Si
Ir. Marthen R. Pellokila, M.Sc.,Ph.D
Dr. Lady Cindy Soewarlan, S.Pi.,M.Pi
Dr. Priyo Santoso, S.Pi.,MP
Ir. Jotham S. R. Ninef, M.Sc
Lumban Nauli L. Toruan, S.Pi.,M.Si
Kiik G. Sine, S.Pi.,M.Si
i
IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Kajian Kelayakan Potensi Investasi Rumput Laut di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur
2. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Dr. Chaterina A. Paulus, S.Pi, M.Si b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIDN/Golongan : 0019088405/ IIIc d. Jabatan Struktural : Dosen
: Kelautan dan Perikanan (FKP)/Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)
g. Alamat Kantor : Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang h. Telepon/Faks/
: 0380-881560 / paulus.chaterina@gmail.com
i. Alamat Rumah : Jl. Jeruk No.5 RT 019/RW 008, Kel. Oepura, Kec. Maulafa-Kota Kupang 85142, NTT
j. No. HP/Telp-Fax : 081319985509/ 0380-881560 3. Anggota Peneliti : 8 (delapan) orang
4. Jangka Waktu Penelitian
: 120 hari kalender
5. Sumber Pembiayaan : DPA Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat, NTT 6. Jumlah biaya diajukan : Rp. 307.200.000 (Tiga Ratus Tujuh Juta Dua Ratus
Ribu Rupiah)
Kupang, 11 November 2017
Ketua Peneliti,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan perlindunganNya sehingga kegiatan kajian dan penyusunan laporan Kajian Kelayakan Potensi Investasi Rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini menyajikan hasil kajian tentang kesesuaian dan daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut, peluang investasi budidaya dan industri rumput, pola pengembangan budidaya dan industri rumput laut, dan arahan strategi pengembangan investasi budidaya dan industri rumput laut.
Kegiatan kajian ini dapat terlaksana berkat kerjasama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) kabupaten Manggarai Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat yang telah mempercayakan pelaksanaan kegiatan kajian ini kepada Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana
2. Rektor dan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana beserta staf yang telah memfasilitasi terselenggaranya kegiatan kajian ini.
3. Tim peneliti Pusat Penelitian Perikanan dan Kelautan (PPPK) yang telah berpartisipasi dan bekerja keras dalam menyelenggarakan kajian sampai selesai.
4. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kajian mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan akhir.
Semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat.
Kupang, November 2017
iii
2.2 Kondisi Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut ... 9
2.3 Kondisi Sosial dan Budaya ... 19
2.4 Kondisi Ekonomi ... 22
2.5 Kondisi Usaha Perikanan ... 22
2.6 Kondisi Usaha Budidaya Rumput Laut ... 30
2.7 Kondisi Pasca Panen Rumput Laut ... 33
III. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT ... 41
3.1 Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut ... 41
3.2 Daya Dukung Perairan untuk Budidaya Rumput Laut ... 45
IV. PELUANG INVESTASI BUDIDAYA DAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT ... 48
4.1 Peluang Investasi Budidaya Rumput Laut ... 48
4.2 Peluang Investasi Industri Pengolahan Rumput Laut ... 57
V. POLA PENGEMBANGAN BUDIDAYA DAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT ... 92
5.1 Pola Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 92
iv
VI. ARAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA DAN INDUSTRIPENGOLAHAN RUMPUT LAUT ... 98
6.1 Arahan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 98
6.2 Arahan Pengembangan Industri Pengolahan Rumput Laut ... 110
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
v
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
2.1 Rencana Alokasi Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (WP3K) Provinsi Nusa Tenggara Timur Bagian Kabupaten Manggarai Barat ... 12 2.2 Jumlah pemeluk agama pada 4 (empat) kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat ... 23 2.3 Kisaran umur nelayan pada 3 kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat ... 23 2.4 Tingkat pendidikan nelayan pada ketiga desa kecamatan
pantai di Kabupaten Manggarai Barat ... 23 2.5 Jumlah anggota keluarga dan biaya hidup nelayan pada
ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat ... 24 2.6 Jenis alat tangkap pada ketiga desa kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat ... 24 2.7 Jumlah alat penangkapan ikan pada kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat sampai tahun 2015 ... 25 2.8 Jumlah alat penangkapan ikan pada kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat ... 25 2.9 Jumlah armada penangkapan ikan pada kecamatan pantai
di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2015 ... 25 2.10 Status nelayan berdasarkan waktu operasi dan kepemilikan
usaha pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten
penting di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015 ... 27 2.13 Produksi jenis ikan demersal yang bernilai ekonomis penting
di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015 ... 28 2.14 Produksi Kelompok Non-Ikan Utama yang Bernilai Ekonomi
Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015 ... 28 2.15 Nilai produksi (pendapatan) ikan per trip pada 3 kecamatan
pantai di Kabupaten Manggarai Barat ... 28 2.16 Daerah penangkapan pada ketiga desa kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat ... 29 2.17 Musim penangkapan ikan pada ketiga desa kecamatan
pantai di Kabupaten Manggarai Barat ... 29 2.18 Lokasi pemasaran hasil tangkapan ikan oleh para nelayan
ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat ... 30 2.19 Jumlah RTP/Rumah Tangga Perikanan budidaya rumput
vi
2.20 Jumlah penyerapan tenaga kerja (pembudidaya) dalambudidaya rumput laut di Kecamatan Boleng dan Macang
2.24 Kualitas rumput laut kering E.cottonii dari Desa Terang ... 38
3.1 Kisaran kualitas perairan lokasi kajian ... 41
3.2 Kriteria kesesuaian lingkungan lokasi budidaya rumput laut ... 42
3.3 Tabel skor pada setiap variabel lingkungan lokasi ... 43
3.4 Jumlah unit budidaya rumput laut metode long line di Manggarai Barat ... 47
4.1 Komponen biaya investasi dan produksi budidaya rumput laut metode longline ... 51
4.2 Komponen biaya investasi dan produksi budidaya rumput laut metode lepas dasar ... 54
4.3 Potensi produksi dan kebutuhan pembudidaya di Kabupaten Manggarai Barat ... 55
4.7 Estimasi segmentasi produk olahan rumput laut ... 62
4.8 Prioritas lokasi industri pengolahan hasil rumput laut ... 76
4.9 Produksi komoditas rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2015 dan tahun 2016 ... 78
4.10 Prakiraan lokasi pasar hasil olahan rumput laut ... 78
4.11 Asumsi-asumsi analisis fianansial pada usaha budidaya rumput laut Kabupaten Manggarai Barat ... 80
4.12 Perincian biaya investasi budidaya rumput laut yang dikeluarkan dalam melakukan usaha tersebut ... 81
4.13 Perincian biaya tanaman selama pemeliharaan usaha budidaya rumput laut ... 81
4.14 Produksi dan nilai produksi pada usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 82
4.15 Arus cash flow pada usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Manggrai Barat ... 83
4.16 Asumsi usaha pabrik pengolahan ATC dan SRC ... 85
4.17 Kebutuhan investasi pabrik pengolahan rumput laut menjadi ATC dan SRC ... 85
4.18 Kebutuhan biaya operasional pabrik pengolahan ATC dan SRC ... 85
4.19 Kebutuhan biaya tetap pabrik pengolahan ATC dan tepung agar-agar ... 86
4.20 Produksi dan nilai produksi ATC dan tepung agar-agar ... 86
vii
4.22 Asumsi usaha pengolahan dodol rumput laut ... 87 4.23 Kebutuhan biaya investasi, biaya tetap dan biayaoperasional pembuatan dodol rumput laut ... 88 4.24 Produksi dan nilai produksi dodol rumput laut ... 88 4.25 Kebutuhan invetasi untuk pembibitan rumput laut
menggunakan kultur jaringan ... 89 4.26 Biaya operasional untuk kebun pembibitan rumput laut ... 90 4.27 Perhitungan proyeksi rugi laba, NPV, IRR, dan gross BCR
usaha pembibitan rumput laut ... 90 6.1 Prioritas lokasi industri pengolahan hasil rumput laut ... 106
viii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
2.1 Rerata sebaran kondisi fisik perairan peisisir bagian utara (U) dan selatan (S) Kabupaten Manggarai Barat
berdasarkan waktu ... 7
2.2 Rerata sebaran kondisi kimia dan biologis perairan peisisir bagian utara (U) dan selatan (S) Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan waktu ... 7
2.3 Sebaran SPL (A, B, C), klorofil-a (D), salinitas (E), dan arus laut (F) pada sebagian wilayah perairan Sunda Kecil ... 9
2.4 Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Nusa Tenggara Timur Bagian Kabupaten Manggarai Barat ... 11
2.8 Metode budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat : (a) Metode longline dan (b) Metode lepas dasar ... 31
2.9 Bentuk cemaran fisik rumput laut kering ... 38
3.1 Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di Manggarai Barat ... 46
4.1 Spesies rumput laut yang layak untuk Investasi di Kabupaten Manggarai Barat ... 48
4.2 Konstruksi longline budidaya rumput laut ... 50
4.3 Konstruksi budidaya lepas dasar rumput laut ... 53
4.4 Rumput laut ekonomis penting ... 58
4.5 Struktur hirarki peluang investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 66
4.6 Manajemen budidaya laut ... 67
4.7 Kontribusi setiap tujuan dalam peluang investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 68
4.8 Kontribusi setiap faktor dalam peluang investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 70
4.9 Kontribusi setiap aktor dalam peluang investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 74
5.1 Peran koperasi dan alur niaga rumput laut kering ... 95
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Dokumentasi kegiatan awal ... 120
2. Dokumentasi pelaksanaan penelitian ... 120
3. Dokumentasi Kegiatan Focus Group Discusion (FGD) di Manggarai Barat ... 121
4. Dokumentasi Kegiatan Focus Group Discusion (FGD) di Kota Kupang ... 122
5. Peta RZWP3K di Kabupaten Mnggarai Barat ... 123
6. Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ... 124
7. Peta tematik kecerahan ... 125
8. Peta temaitik nitrat (NO3) ... 126
9. Peta tematik fosfat (PO4) ... 127
10. Peta tematik suhu ... 128
11. Peta tematik derajat keasaman (pH) ... 129
12. Peta tematik kadar garam (salinitas) ... 130
13. Peta tematik oksigen terlarut (DO) ... 131
14. Peta teamti total suspensed solid (TSS) ... 132
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kabupaten Manggarai Barat sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi yang besar dalam pengembangan budidaya rumput laut. Luas wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebesar 9.450 km2 dengan luas wilayah laut sebesar 6.052,50 km2 atau 64,04% dari luas wilayah, sangat diharapkan untuk mampu menyediakan potensi sumber daya lahan baru yang efektif untuk dimanfaatkan bagi pengembangan budidaya rumput laut Indonesia. Melihat fakta tersebut maka perairan Kabupaten Manggarai Barat memiliki peluang investasi rumput laut yang sangat menjanjikan. Secara ekonomis peluang investasi komoditi rumput laut memiliki prospek untuk dikembangkan di masa mendatang, dimana saat ini budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat masih diusahakan secara individu dan tradisional. Kondisi perairan kabupaten Manggarai Barat yang masih alami tentunya memiliki prospek pengembangan budidaya rumput laut secara besar-besaran dengan sentuhan teknologi tepat guna serta pengembangan potensi investasi pada sekor pengolahan hasil rumput laut. Sehungan denga hal tersebut maka Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu merasa perlu untuk melakukan kajian kelayakan potensi investasi rumput laut di Manggarai Barat
Kajian kelayakan potensi investasi rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat ini bertujuan untuk melakukan analisis komprehensif tentang prospek pengembangan budidaya rumput laut dan industri pengolahan hasil rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat. Secara khusus tujuan kajian ini adalah: (1) memetakan kesesuaian dan daya dukung lingkungan bagi pengembangan budidaya rumput laut; (2) mengidentifikasi peluang investasi untuk pengembangan budidaya dan industri pengolahan rumput laut; (3) menyusun pola pengembangan investasi budidaya dan industri pengolahan rumput laut; (4) merumuskan arahan pengembangan investasi budidaya dan industri pengolahan rumput laut.
Hasil kajian kelayakan potensi investasi rumput laut di kabupaten Manggarai Barat menunjukan bahwa :
xi
area yang sangat layak seluas 1.260,64 Ha dan area yang layak seluas 5.843,84 Ha. Luas pemanfaatan lahan eksisting untuk budidaya rumput laut sekitar 123 Ha (1,73%), dengan peluang pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut di kabupaten Manggarai Barat masih sangat tinggi yaitu sebesar 98,27%.2) Daya dukung lingkungan perairan kabupaten Manggarai Barat untuk pengembangan budidaya rumput laut, yaitu sebanyak 3.552 unit usaha budidaya rumput laut dengan metode tali rawai (longline). Luas lahan untuk setiap unit usaha budidaya rumput laut dengan metode tali rawai (longline) adalah 100 meter x 200 meter atau 2 hektar/unit.
3) Kapasitas produksi rumput laut kering (DES) sebanyak 12 ton/ha/tahun, dengan potensi produksi rumput laut di kabupaten Manggarai Barat untuk luasan efektif lahan budidaya perairan 7.104,38 ha adalah rumput laut basah sebesar 682.020,48 ton/tahun dan rumput laut kering: 85.252,56 ton/tahun. Kebutuhan pembudidaya (RTP) untuk menggarap luas lahan efektf untuk budidaya rumput laut yang tersedia di kabupaten Manggarai Barat adalah sebanyak 3552 RTP.
4) Peluang investasi pengambangan rumput laut di kabupaten Manggarai Barat adalah: (1) produk rumput laut kering, mencakup Rumput Laut Kering Asin (RLKA) dan Rumput Laut Kering Tawar (RLKT); (2) produk diversifikasi olahan rumput laut; (3) produk olahan rumput laut setengah jadi yang berupa Alkali Treated Cottonii (ATC) yang digunakan sebagai bahan baku untuk produk Semi Refined Carragenan (SRC) dan Refined Carragenan (RC). 5) Analisis kelayakan investasi rumput laut di kabupaten Manggarai Barat
dengan menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Gross Benfit Cost Ratio menunjukan bahwa usaha budidaya rumput laut, usaha diversifikasi olahan rumput laut dan usaha industri Alkali Treated Cottonii (ATC), dan usaha pembibitan rumput laut, layak secara finansial.
xii
dilakukan dengan pola kemitraan tripatit yang melibatkan investor (pengusaha), pemerintah daerah, dan pembudidaya dan koperasi.1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan, dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai alga/algae. Alga atau ganggang terdiri atas empat kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau-biru). Rumput laut dikenal pertamakali di Cina kira-kira 2.700 SM. Pada masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran.Tahun 65SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik, namun dari waktu kewaktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas.
Usaha rumput laut sekarang telah berkembang dengan pesat, hal ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan pasar baik domestic maupun luar negeri terutamaakibat berkembangnya industri-industri yang berbasiskan bahan baku rumput laut. Permintaan rumput laut kering secara global padat ahun 2012m encapai 541.020 ton rumput laut kering jenis Euchema cottonii dan 95.760 ton rumput laut kering jenis Gracillaria verrucosa. Berdasarkan data yang ada baik produksi maupun ekspor rumput laut, Indonesia menempati urutan kedua setelah Filipina. Potensi pengembangan rumput laut di Indonesia mencapai 1,11 juta ha dengan produksi diperkirakan mencapai sebesar 167.937 MT pertahun. Total produksi rumput laut nasional saat ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Menurut data sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi rumput laut nasional pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat lebih dari tiga kali lipat dimana sebelumnya pada tahun 2010 hanya berkisar di angka 3,9 juta ton.
2
sebagai bahan baku industri kosmetik, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang sangat luas, maka komoditas rumput laut mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi investasi dengan prospek keuntungan yang cukup besar.Rumputlaut (seaweed) merupakan salah satu komoditas potensial dan dapat dijadikan andalan bagi upaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah yang sering disebut sebagai Usaha Kecil Menengah (UKM). Ini terjadi karena rumput laut sangat banyak manfaatnya, baik melalui pengolahan sederhana yang langsung dapat dikonsumsi maupun melalui pengolahan yang lebih kompleks, seperti produk farmasi, kosmetik, dan pangan, serta produk lainnya. Selain itu juga rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa bagi negara dan kegatan budidayanya merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat khususnya nelayan/pembudidaya, dapat menyerap tenaga kerja serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Beberapa negara yang membutuhkan pasokan rumput laut dan menjadi tujuan ekspor antara lain: China, Jepang dan Amerika Serikat. Permasalahannya adalah hingga kini Indonesia hanya merupakan pengekspor rumput laut dalam bentuk bahan mentah dengan nilai jual yang relative rendah. Sekarang ini sekitar 90% rumput laut yang dihasilkan diekspor dalam bentuk kering tanpa diolah dengan negara tujuan ekspor antara lain China, Filipina, Hongkong, Spanyol, Jepang, USA dan Denmark. Dari seluruh rumput laut yang diekspor, 80% adalah rumput laut dalam bentuk basah dan 20% dalam bentuk kering. Pengembangan investasi dalam bentuk industri pengolahan rumput laut yang mampu memberikan nilai tambah dan rantai nilai yang tinggi merupakan tantangan dalam meningkatkan kemakmuran masyarakat.
3
2. Pada tingkat pengolahan hasil rumput laut melalui pengembangan industripengolahan rumput laut memerlukan dukungan sekor lain.
Pada tingkat industri, dampak sosial dan ekonomi pengembangan industri pengolahan berbasis komoditas rumput laut juga sangat positif; paling tidak dapat dilihat dari beberapa alasan sebagai berikut:
1. Industri pengolahan rumput laut memiliki keberlanjutan yang sangat baik dan didukung oleh ketersediaan pasokan bahan baku yang baik sehingga terhindar dari berbagai biaya kelangkaan bahan baku;
2. Industri pengolahan rumput laut memiliki akses dan potensi pasar yang sangat luas, dikarenakan permintaan dan penggunaan hasil pengolahan rumput laut yang semakin luas sementara dari sisi penawaran tidak banyak negara dan daerah yang mampu menyediakan bahan baku rumput laut; dan Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam penyediaan bahan baku rumput laut;
3. Industri pengolahan rumput laut ini juga dapat dilakukan oleh pelaku yang sama dengan pelaku budidaya rumput laut, karena dapat dikembangkan dengan skala rumah tangga maupun skala industri sehingga waktu tunggu panen selain digunakan untuk perawatan budidaya dapat juga digunakan untuk pengolahan rumput laut hasil budidayanya. Dengan demikian industri pengolahan rumput laut ini dapat dikembangkan di lingkungan masyarakat sehingga manfaat yang diterima masyarakat semakin besar dan nyata; 4. Industri pengolahan rumput laut juga relatif tidak membutuhkan peralatan
dengan investasi tinggi dan tidak juga membutuhkan keahlian khusus. Kebutuhan akan kualifikasi tinggi seperti pengukuran standar kadar tertentu dapat dibantu oleh tenaga pendamping atau petugas lapangan dari dinas terkait di daerah;
5. Untuk pengembangan rumput laut Gracillaria dan Cottonii menjadi agar-agar dan keraginan membutuhkan peralatan yang sama dengan proses yang berbeda sehingga untuk pengolahan lebih lanjut menjadi makanan dan minuman berbasis rumput laut dapat dikembangkan kelembagaan yang melibatkan kelompok tani rumput laut dan industri kecil makanan dan minuman;
4
§ Infrastruktur kebijakan dan kelembagaan meliputi kebijakan pembiayaan, kebijakan perwilayahan, pembentukan kelembagaan/asosiasi petani/koperasi petani rumput laut, pembentukan kemitraan antara petani rumput laut dengan pedagang besar/eksportir dan atau industri pengolahan serta kelembagaan standarisasi dan sertifikasi mutu;
§ Pengembangan teknologi mencakup teknologi bibit unggul, teknologi budidaya rumput laut, teknologi pasca panen, teknologi penyimpanan dan pengangkutan serta teknologi informasi yang berkaitan dengan persiapan prabudidaya, teknik budidaya, teknik penanganan pasca panen serta pemasaran dan layanan pelanggan;
§ Pengembangan sumber daya manusia mencakup penyuluhan dan pelatihan teknik budidaya, pelatihan teknologi pasca panen serta pembinaan mutu;
§ Sarana dan prasarana yang mencakup bantuan alat budidaya rumput laut dan bibit unggul, petugas pemantau lapangan dan bantuan alat penanganan pasca panen termasuk alat penyimpanan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu sentra produksi rumput laut di Indonesia telah memberikan kontribusi besar bagi total produksi rumput laut secara nasional. Potensi budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat dihampir semua Kabupaten/Kota kecuali Kabupaten Timor Tengah Selatan yang kecil peluangnya untuk budidaya rumput laut karena memiliki wilayah laut di sebelah selatan Pulau Timor atau berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun kabupaten-kabupaten yang budidaya rumput lautnya telah berkembang yaitu: Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat. Komunitas rumput laut unggulan yang dibudidaya adalah Echeuma Cottonii, Eucheuma Sp, dan Alga Merah (red algae). Luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 51.870 Ha atau 5% dari garis pantai, dengan potensi produksi sebesar.250.000 ton Kering/tahun. Walaupun potensi yang ada cukup besar namun lahan yang dimanfaatkan pada tahun 2010 baru seluas 5.205,70 Ha dengan produksi 1,7 juta ton rumput laut basah.
5
budidaya rumput laut. Luas wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebesar 9.450 km2 dengan luas wilayah laut sebesar 6.052,50 km2 atau 64,04% dari luas wilayah, sangat diharapkan untuk mampu menyediakan potensi sumber daya lahan baru yang efektif untuk dimanfaatkan bagi pengembangan budidaya rumput laut Indonesia. Melihat fakta tersebut maka perairan Kabupaten Manggarai Barat memiliki peluang investasi rumput laut yang sangat menjanjikan. Secara ekonomis peluang investasi komoditi rumput laut memiliki prospek untuk dikembangkan di masa mendatang, dimana saat ini budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat masih diusahakan/dibudidayakan secara perorangan. Kondisi perairan Manggarai Barat yang belum terkontaminasi oleh pencemaran tentunya memiliki prospek pengembangan budidaya rumput laut secara besar-besaran dengan sentuhan teknologi tepat guna serta pengembangan potensi investasi pada sekor pengolahan hasil rumput laut.Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu merasa perlu untuk melakukan suatu kajian atau studi kelayakan tentang pengembangan potensi investasi dan budidaya rumput laut Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan dari Kajian Kelayakan Potensi Investasi Rumput Laut Kabupaten Manggarai Barat adalah melakukan analisis komprehensif tentang prospek pengembangan budidaya rumput laut dan industri pengolahan hasil rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat. Secara khusus tujuan kajian ini adalah:
1. Memetakan kesesuaian dan daya dukung lingkungan bagi pengembangan budidaya rumput laut Kabupaten Manggarai Barat.
2. Mengidentifikasi peluang investasi untuk pengembangan budidaya dan industri pengolahan rumput laut Kabupaten Manggarai Barat.
3. Menyusun pola pengembangan investasi budidaya dan industri pengolahan rumput laut Kabupaten Manggarai Barat.
6
1.3 Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah:
1. Terpetakannya kesesuaian pengembangan kawasan budidaya rumput laut Kabupaten Manggarai Barat.
2. Tersedianya informasi potensi pengembanganinvestasi budidaya dan industri pengolahan rumput laut Kabupaten Manggarai Barat.
3. Tersusunnya profil kawasan budidaya rumput laut yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan ekonomikawasan.
1.4 Luaran (Output)
Luaran yang diharapkan dari hasil kajian ini adalah analisis data dan informasi yang diperlukan dari lapangan (data primer) dan data dari instansi terkait serta sumber lain (data sekunder) yang dirumuskan dalam bentuk laporan hasil kajian yang sudah diekspose untuk dijadikan sebagai informasi peluang potensi investasi rumput laut bagi investor maupun calon investor.
1.5 Dampak (Outcome)
1. Terwujudnya peningkatan dan pengembangan investasi budidaya dan industri pengolahan rumput laut Kabupaten Manggarai Barat;
7
II. POTENSI DAN KONDISI PERAIRAN
2.1 Kondisi Perairan Kab.Manggarai Barat
Luas lautan Kab.Manggarai Barat sebesar 7.052,97 km2 (70,52%) (Statistik daerah Kabupaten Manggarai Barat, 2014). Variabilitas fisika, kimia, dan biologi pada perairan pesisir Kab. Mangarai Barat sangat dipengaruhi oleh perubahan musim akibat sistem muson. Meskipun terdapat perbedaan nilai antara bagian utara dan selatan, namun umumnya menunjukkan pola variabiltas musiman yang serupa (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).
Gambar 2.1. Rerata sebaran kondisi fisik perairan peisisir bagian utara (U) dan selatan (S) Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan waktu (Sumber: www.ecmwf.com)
Gambar 2.2. Rerata sebaran kondisi kimia dan biologis perairan peisisir bagian utara (U) dan selatan (S) Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan waktu (Sumber: ww.ecmwf.com)
8
mengalir ke Australia melalui Indonesia yang mengakibatkan musim hujan. Pola ini umumnya terjadi pada Bulan Oktober sampai Februari.Hal yang berlawanan terjadi pada pola angin timuran/tenggara, dimana tekanan tinggi berasal dari Australia yang menyebabkan musim kemarau. Rendahnya intensitas matahari ditambah iklim kering akibat pengaruh Australia menyebabkan suhu permukaan laut (SPL) menjadi rendah pada musim timur. Kondisi ini berbeda dengan musim barat. Pengaruh intensitas matahari, arah angin, dan kecepatan angin secara konstan akan mempengaruhi baik arah gelombang, periode gelombang, dan tinggi gelombang.
Kandungan nitrat umumnya mencapai puncak tertinggi pada Bulan Januari dan Agustus. Pada Bulan Januari, diduga tingginya kandungan nitrat terjadi akibat aliran air dari daratan ke arah lautan akibat tingginya intensitas hujan selama musim baratan. Pada Bulan Agustus, pengaruh upwelling diduga merupakan penyebab tingginya kandungan nitrat pada musim timur/tenggara ini.
Konsentrasi klorofil-a pada bagian utara Kab.Manggarai Barat umumnya meningkat pada musim baratan. Pengaruh musim hujan kemungkinan merupakan faktor utama meningkatnya klorofil-a di bagian utara. Pada bagian selatan, konsentrasi klorofil-a umumnya meningkat pada musim peralihan I sampai musim timuran/tenggara. Diduga akibat dampak upwelling menyebabkan meningkatnya konsentrasi ini. Dugaan ini didukung dengan kisaran SPL pada bagian selatan lebih tinggi daripada di bagian utara Kab. Manggarai Barat dan ditambah denga intensitas kecepatan angin yang lebih tinggi di bagian selatan. Rendahnya SPL ditambah tingginya kandungan klorofil-a umumnya merupakan indikator terjadinya upwelling.
9
Gambar 2.3. Sebaran SPL (A, B, C), klorofil-a (D), salinitas (E), dan arus laut(F) pada sebagian wilayah perairan Sunda Kecil (Wang et al., 2015)
2.2 Kondisi Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut
Alokasi pemanfaatan ruang perairan kabupaten Manggarai Barat telah diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi NTT (Gambar 2.4, Tabel 2.1), yang terdiri atas beberapa kawasan perairan yaitu:
10
pelagis (setasea), pelagis dan demersal, dan pelagis dan demersal (setasea). Luas zona perikanan tangkap sekitar 1.244.644,50 Ha. Luas keseluruhan alokasi kawasan pemanfaatan umum sekitar 1.247.927,71 Ha. b. Kawasan Konservasi, terdiri dari : (1), Taman Nasional Komodo (TNK) yangletaknya di perairan sekeliling Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Gili Motang, dengan luas sekitar 176.961,64 Ha; (2) Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu yang letaknya di bagian selatan perairan kabupaten Manggarai Barat. Terbagi tiga atas beberapa zona yaitu zona inti dan zona pemanfaatan serta zona perikanan berkelanjutan tradisonal. Luas TNP Laut Sawu di wilayah Kabupaten Manggarai Barat sekitar 47.164,47 Ha; (3) Daerah Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang letaknya di perairan Utara kabupaten Manggarai Barat, mulai dari kecamatan Boleng hingga kecamatan Macang Pacar.
c. Alur Laut, terdiri dari : (1) zona alur pelayaran, yang mencakup sub zona pelayaran penyeberangan, pelayaran nasional, dan pelayaran nasional-internasional; dan (2) jalur pipa dan kabel bawah laut untuk kabel
11 Gambar 2.4. Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Nusa Tenggara Timur Bagian Kabupaten
12
Tabel 2.1. Rencana Alokasi Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil(WP3K) Provinsi Nusa Tenggara Timur Bagian Kabupaten Manggarai Barat
Sumber : RZWP3K Provinsi NTT, 2017
Kawasan Zona Sub Zona Lokasi Luas (Ha)
Pemanfaatan Umum Perikanan Budidaya Budidaya Laut Utara Kec. Macang Pacar hingga Kec. Reok 217.86 Sekeliling Pulau Pontianak (Subabi) 199.06 Utara Kec. Komodo dan Utara Kec. Boleng 2,648.45
Barat Kec. Komodo 115.58
Total 3,180.95
Perikanan Tangkap Pelagis Perairan Utara Kec. Komodo hingga perairan
Utara Kec. Tg. Bunga 981,086.80
Pelagis (Setasea)
Perairan Utara Kec. Komodo, Barat Kec.
Komodo hingga Selatan Kec. Komodo 205,979.53 Pelagis dan Demersal Perairan Utara Kec. Macang Pacar 602.58 Perairan Utara Kec. Boleng hingga Kec. Komodo 39,782.88 Perairan Selatan Kec. Sano Nggoang hingga
Selatan Kec. Lembor Selatan 5,697.29
Pelagis dan Demersal
(Setasea) Perairan sebelah Barat Pulau Seraya Besar 1,236.46 Perairan sekitar Pulau Sebayur Besar Kec.
Komodo 8,055.83
Perairan Selatan Kec. Lembor Selatan hingga
Kec. Satarmese Barat 45,550.06
Taman Nasional Komodo (TNK)
Perairan sekeliling Pulau Komodo, Pulau Rinca
dan Gili Motang 176,961.64
Kawasan Konservasi Perairan (KKP)
Daerah Pengembangan KKP
Perairan Utara Kec. Boleng hingga Kec. Macang
Pacar 22,010.81
Makasar - Bima - Labuhan Bajo - Waingapu -
Ende - Kupang PP 5,558.34
Kupang - Menanga - Maumere - Marapokot -
Reo - Labuhan Bajo - Bima PP 9,312.92 Pelayaran Nasional Maumere - Palue - Maurole - Reo - Labuhan
13
RZWP3K Provinsi NTT dalam ketentuan umum kawasan pemanfaatanumum telah mengatur bahwa zona perikanan budidaya adalah ruang wilayah
laut yang dialokasikan untuk kegiatan budidaya laut yang ramah lingkungan.
Kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona perikanan budidaya sub zona
budidaya laut, terdiri atas: (a) budidaya laut skala kecil dengan metode, alat
dan teknologi yang tidak merusak ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil; dan (b) kegiatan penangkapan ikan skala kecil pada saat tidak terdapat
kegiatan budidaya. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan dalam zona
perikanan budidaya sub zona budidaya laut, terdiri atas: (a) kegiatan budidaya
yang menggunakan metode, alat dan teknologi yang dapat merusak
ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (b) pemasangan rumah ikan
dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta terumbu karang
buatan; (c) penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak
yang mengganggu kegiatan budidaya laut; (d) penangkapan ikan yang
menggunakan bom dan/atau bahan peledak, bius dan/atau bahan beracun,
serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak ekosistem di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil; dan (e) pembuangan sampah dan limbah.
Kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin dalam zona
perikanan budidaya sub zona budidaya laut, terdiri atas: (a) budidaya laut skala
menengah sampai besar dengan metode, alat dan teknologi yang tidak
merusak ekosistem di wilayah pesisir; (b) penelitian dan pendidikan; (c)
pengembangan pariwisata dan rekreasi; dan (d) monitoring dan evaluasi.
Prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan pemanfaatan ruang di
zona perikanan budidaya sub zona budidaya laut, terdiri atas: (a) ruang sebesar
20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang mendukung kegiatan budidaya; dan
(b) prasarana budidaya laut tidak bersifat permanen. Persyaratan khusus pada
zona perikanan budidaya sub zona budidaya laut, terdiri atas: (a) kegiatan
pembudidayaan harus menghindari areal terumbu karang; dan (b)
pengembangan budidaya laut disertai dengan kegiatan pengembangan bibit.
Taman Nasional Komodo (TNK) melalui pendekatan pengelolaan dengan
sistem zonasi telah mengatur zona untuk kegiatan budidaya laut (marikultur) di
zona pemanfaatan tradisional bahari. Zona ini merupakan zona perairan laut
yang didalamnya dapat dilakukan untuk mengakomodasi pemanfaatan bagi
14
Zona Inti, Zona Rimba dan Zona Bahari, serta mempertahankan hubungantradisional antara kepentingan masyarakat asli dengan kegiatan penangkapan
ikan secara tradisional di perairan laut, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
oleh Pengelola Taman Nasional. Luas zona ini mencapai 15.878,81 Ha, meliputi
bagian perairan Loh Gong dan periran Loh Sebita di Pulau Komodo, perairan
sebelah timur Pulau Rinca, antara selat Molo sampai Loh Baru, perairan sebelah
utara Pulau Rinca antara Selat Molo sampai Siaba Besar, perairan di depan
pantai barat daya Pulau Komodo (Loh Wia) dan Barat Laut Pulau Komodo (Loh
Wenci) (Gambar 2.5). Kegiatan budidaya laut (Marikultur) atau pemeliharaan ikan
hidup atau organisme hidup di dalam kurung hanya diijinkan apabila sesuai
dengan hasil kajian/studi AMDAL dan daya dukung dan atas ijin Kepala Taman
15
16
Alokasi ruang perairan untuk kegiatan budidaya laut didalam kawasan
Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu telah diatur dalam zona perikanan
berkelanjutan sub zona perikanan berkelanjutan tradisional. Sub zona perikanan
berkelanjutan tradisional mencakup perairan Selatan kecamatan Lembor Selatan
hingga kecamatan Satarmese Barat dengan luas 45.550,06 Ha (Gambar 2.6).
Peruntukan sub zona ini adalah perlindungan habitat dan populasi ikan;
penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; budidaya
ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan;
pendidikan; dan alur pelayaran. Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang
diperbolehkan di zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha
budidaya; dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.
Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah lingkungan adalah
cara memelihara dan/atau membesarkan ikan serta memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan
pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan,
dan bahan kimia, serta bahan biologis. Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan
konservasi perairan adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi
spesies dan low input. Jenis ikan yang dibudidaya di diutamakan pada jenis
ikan yang dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan tambahan
atau kalaupun diberi pakan tambahan, pemberiannya hanya sekali-kali serta
tidak perlu diberi obat- obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan
kualitas air yang baik. Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi
budidaya tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran yang
rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak menggunakan obat-obatan.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya intensif yang
diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang dalam praktek budidayanya
tidak perlu memberikan pakan tambahan ataupun obat-obatan serta dalam
kegiatan budidaya tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya
tiram mutiara. Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang
terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari masing-masing jenis
dan umur ikan; tidak mengandung zat beracun, bahan pencemaran
yang berbahaya bagi ikan dan/atau manusia atau yang mengakibatkan
17
Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput laut, mutiara,
karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster dan tambak. Jumlah unit usaha
budidaya ikan di kawasan konservasi perairan dibatasi dengan
19
2.3 Kondisi Sosial dan Budaya
Partisipasi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan perencanan,
implementasi dan monitoring pengelolaan perikanan sangat diperlukan.
Keputusan yang bersifat kolaboratf dan partisipatif lebih memberikan
kemaslahatan bagi banyak orang dan kebersamaan dalam pelaksanaan
pengelolaan secara terintegrasi umumnya lebih dapat tercapai. Keterlibatan
masyarakat hanya sebagian kecil dalam menentukan keputusan, dan biasanya
hanya pimpinan daerah dan tokoh-tokoh masyarakat yang lebih berperan.
Interaksi sosial dalam pengelolaan perikanan di wilayah laut, berpeluang
menimbulkan konflik perikanan. Hal ini dikarenakan batasan wilayah belum
terdefinisi dengan baik. Konflik perikanan terjadi ketika pengkapan ikan
bagi nelayan di luar kawasan, tanpa sengaja memasuki kawasan TNK, dan
sering terjadi konflik antara nelayan dengan petugas TNK. Berkaitan dengan
konflik antar nelayan. Potensi konflik juga dapat terjadi pada penguasaan wilayah
laut untuk kegiatan budidaya laut khususnya rumput laut. Penguasaan wilayah
laut tanpa batas oleh satu orang atau sekelompok pembudidaya akan
berdampak terhadap orang lain atau kelompok pembudidaya lainnya untuk untuk
mengakses wialayah laut. Untuk itu perlu dilakukan pembatasan luas laut
maksimal yang bisa dimanfaatkan oleh satu orang pembudidaya dalam
melakukan usaha rumput laut.
Tenaga kerja sangat dibutuhkan dalam kegiatan proses produksi rumput
laut. Pada beberapa lokasi sentra produksi seperti di Naga Kantor kecamatan
Macang Pacar kebutuhan tenaga kerja diatasi dengan keterlibatan kaum
perempuan dan anak-anak dalam membantu kegiatan pengikatan rumput laut.
Anak-anak yang terlibat tidak dipandang sebagai pelibatan tenaga kerja anak,
namun ini sebagai bagian dari proses edukasi bagi anak dalam memahami
tentang kegiatan kewirausahaan khususnya kegiatan budidaya rumput laut, dan
pelibatan anak-anak ini berlangsung setelah usai kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Hal lain juga terlihat dalam proses produksi rumput laut di Golo Sepang
kecamatan Boleng, mengingat lokasi budidaya jauh dari perkampungan, maka
kegiatan pengikatan dan penanaman serta pemanenan dilakukan oleh tenaga
20
a) Kekerabatan dan Adat Istiadat
Hubungan kekerabatan/kekeluargaan dipahami sebagai hubungan
yang terjalin karena pertalian darah perkawinan, karena tempat tinggal yang
berdekatan, dan pergaulan hidup sehari-hari. Ada beberapa pengelompokan
hubungan kekerabatan/kekeluargaan menurut budaya Manggarai, yaitu
asekae (keluarga patrilineal), pa’ang ngaung (keluarga tetangga), anak rona-
anak wina/woenelu (keluarga kerabat istri dan keluarga kerabat penerima
istri), da hae reba (kenalan terdekat).
Dalam menyelesaikan konflik baik yang menyangkut tanah maupun
konflik sosial yang melanggar norma adat, pertama kali dilakukan pada
masing-masing kilo atau masing-masing suku (panga), tergantung pada
muatan jenis dan pelanggarannya. Setiap persoalan biasanya diselesaikan
secara damai dengan mekanisme hambor (perdamaian adat).Setiap
keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip ipo ata poli wa tanan
nganceng lait kole (apa yang telah diputuskan bersama tidak dapat diganggu
gugat). Sanksi terhadap pelanggaran tidak berupa uang melainnkan berupa
benda atau hewan seperti tuak, ayam, anjing, babi dan lain sebagainya.
Jabatan tua-tua adat di Manggarai yang berlaku hingga sekarang
adalah tua kilo/ tua panga, tua olo, tongka, tua teno. Tua kilo/tua panga
menunjuk pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan
musyawarah bersama. Tua Golo bertugas untuk memimpin sidang warga
kampung yang menyangkut kampung. Tua Teno adalah kepala bagi tanah
ulayat. Tongka berfungsi sebagai juru bicara dalam acara perkawinan, antara
keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga kerabat
anak wina (www.manggaraibaratkab.co.id).
Adat istiadat masyarakat Manggarai Barat sangat berkaitan erat
dengan sistem mata pencaharian masyarakat. Oleh sebab itu sistem mata
pencaharian merupakan bagian dari unsur budaya masyarakat. Sistem mata
pencaharian masyarakat di Manggarai Barat pada umumnya adalah nelayan,
petani dan pedagang. Di Manggarai Barat, Suku Manggarai pada umumnya
menggeluti bidang pertanian, sementara Suku Bugis pada umumnya di
bidang perdagangan, dan Suku Bajo serta Bima menggantungkan diri dari
hasil laut, sesuai tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat yang mendiami
21
mendominasi bidang pertanian, sementara masyarakat yang mendiami
pulau-pulau kecil lainnya tersebar di dalam dan di sekitar wilayah Taman
Nasional Komodo mendominasi pekerjaan sebagai nelayan dan berdagang.
Adanya perkembangan masyarakat menuju budaya perkotaan terasa di Kota
Labuan Bajo, masyarakat Labuan Bajo yang dulunya dominan bekerja di
perikanan laut, bergeser ke sektor jasa dan perdagangan yang mendukung
kegiatan pariwisata.
b) Kearifan Lokal
Kearifan lokal yang masih dipertahankan bukan hanya sebatas ritual
semata, biasanya lebih efektif digunakan dalam pengelolaan perikanan.
Kearifan lokal yang ada hingga saat ini hanya berupa ritual memulai dan
mensyukuri hasil tangkapan, sedangkan kearifan lokal yang berbentuk
pengaturan dan pemberian sanksi, tidak ada di kabupaten ini.
Kearifan lokal masyarakat di Kabupaten Manggarai Barat disebut
dengan Nempung Cama atau duduk bersama mendiskusikan hal hal yang
baik untuk keberlanjutan hidup termasuk upaya perlindungan alam dan
habitat dari kerusakan Sanksi atas pelanggaran ditentukan berdasarkan
kesepakatan diantara tokoh desa dan masyarakat, biasanya berupa hewan
ataupun uang. Kearifan lokal terkait penangkapan ikan dapat dijumpai di
desa Nucamolas kabupaten Manggarai. Di desa ini terdapat ritual
Penangkapan ikan Lambagor / Kakap Merah melalui prosesi upacara Adat
yang dipimpin oleh Punggawa /pawang. Kegiatan ini dilakukan pada rentang
bulan Desember - Maret setiap tahunnya dimulai dengan pembuatan
sangkar penangkapan ikan dengan acara bakar ayam atau telur satu untuk
meminta hasil dan keselamatan untuk kemudian dilakukan persembahan
bagi para penguasa lautan agar hasil tangkapan dapat melimpah.
Dalam melakukan kegiatan bercocok tanam di sawah dan kebun,
masyarakat Manggarai Barat mengenal tradisi gotong royong yang dikenal
dengan Julu. Tradisi ini dilakukan dengan cara kerja gotong royong
membantu mengolah lahan untuk bercocok tanam di sawah dan kebun.
Tradisi ini dapat diterapkan dalam kegiatan budidaya rumput laut terutama
pada masa memulai tanam dan pemanenan. Hal ini dapat dilakukan dalam
22
2.4 Kondisi Ekonomi
Kepemilikan aset merupakan salah satu indikator adanya perubahan
kesejahteraan nelayan. Penambahan aset berupa perahu, sarana produksi
rumput laut merupakan aset yang dibeli dan didapat dengan fasilitas bantuan
oleh pemerintah. Indikator lainnya yang digunakan dalam kajian peforma ini
pada domain ekonomi adalah pendapatan rumah tangga. Mengacu pada
pendapatan rumah tangga dan jumlah pengeluaran bulanan akan
menggambarkan tingkat ekonomi nelayan. Pendapatan rumah tangga tertinggi
dari keseluruhan responden dimiliki oleh nelayan pemilik, sedangkan nelayan
yang berfungsi sebagai ABK memiliki nilai pendapatan rumah tangga di bawah
UMR Provinsi NTT. Indikator peforma pengelolaan perikanan di Kabupaten
Manggarai Barat lainnya adalah rasio tabungan. Rasio tabungan adalah nilai
proporsi antara pendapatan bersih dan nilai uang yang ditabung oleh nelayan.
Sebagian besar nelayan memiliki rasio tabungan di bawah bunga bank dan
bahkan tidak memiliki tabungan. Hanya sebagian kecil nelayan yang memiliki
rasio tabungan di atas bunga pinjaman bank.
2.5 Kondisi Usaha Perikanan
2.5.1 Keadaan Umum Nelayan
Kabupaten Mangarai Barat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Manggarai berdasarkan Undang Undang No. 8 Tahun 2003. Terdapat 10
(sepuluh) Kecamatan di Manggarai Barat meliputi Kecamatan Komodo,
Kecamatan Sano Nggoang, Kecamatan Mbeliling, Kecamatan Boleng,
Kecamatan Kuwus, Kecamatan Lembor, Kecamatan Lembor Selatan,
Kecamatan Welak, Kecamatan Ndoso, dan Kecamatan Macang Pacar. Dari
kesepuluh kecamatan ini terdapat 4 (empat) kecamatan pantai meliputi
Kecamatan Komodo, Kecamatan Boleng, Kecamatan Lembor Selatan dan
Kecamatan Macang Pacar.
Nelayan yang berada pada keempat kecamatan pantai terutama pada
ketiga desa kecamatan pantai (Nangalili, Terang dan Nanga Kantor) yang
diamati dominan beragama Islam. Jumlah pemeluk agama pada 4 (empat)
kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat secara keseluruhan disajikan
23
Protestan Islam Hindu Budha Konghucu
Komodo 22.300 1753 29.950 193 12 2
Lembor Selatan 20.315 43 4.025 - - -
Boleng 15.304 21 7.042 - - -
Macang Pacar 32.438 13 2.823 7 - -
Sumber : BPS Manggarai Barat, 2017
Nelayan pada ketiga desa pantai berasal dari Bajo, Bugis dan Bima
(Sape). Umur nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai berdasarkan hasil
penelitian bervariasi antara 20 tahun – 56 tahun disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kisaran umur nelayan pada 3 kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Mulai jadi nelayan
(Tahun)
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa masyarakat yang
berada pada ketiga desa kecamatan pantai ini mulai jadi nelayan pada umur
yang bervariasi dari 7 tahun, 10 tahun, 20 tahun bahkan ada yang berumur 40
tahun baru jadi nelayan. Kisaran umur nelayan tersebut tergolong kelompok
umur yang masih produktif untuk melaut.
Tingkat pendidikan nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai
berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Tingkat pendidikan nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Pendidikan
Lembor Selatan Nangalili Tamat SD, Tidak tamat SD
Boleng Terang Tamat SD, Tidak tamat SD, Tidak
sekolah
Macang Pacar Nanga Kantor Tamat SD
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat ini
umumnya didominasi oleh yang tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD.
24
Jumlah anggota keluarga dan biaya hidup para nelayan pada ketiga desa
kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan hasil penelitian
disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Jumlah anggota keluarga dan biaya hidup nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa
Lembor Selatan Nangalili 5-8 800.000-1.000.000
Boleng Terang 3-9 500.000 – 6.000.000
Macang Pacar Nanga Kantor 4-6 1.000.000
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa bahwa kisaran
jumlah anggota keluarga (orang) pada ketiga desa kecamatan pantai berkisar
antara 3 – 9 orang per KK. Selanjutnya biaya hidup berkisar antara Rp.500.000 –
Rp. 6.000.000 per KK. Biaya hidup yang paling tinggi terdapat pada nelayan
yang memiliki alat tangkap mini Purse Seine, sedangkan terendah pada para
nelayan yang memiliki alat tangkap gill net antara Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000.
Kondisi pemukiman (rumah) dominan semi permanen sampai permanen.
2.5.2 Kepemilikan Unit Penangkapan Ikan
Jenis alat tangkap yang dimiliki ketiga desa kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Jenis alat tangkap pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Jenis alat tangkap
Lembor Selatan Nangalili Gill net permukaan, Mini Purse Seine,
pancing
Boleng Terang Gill net permukaan dan dasar, panah,
bagan, pancing
Macang Pacar Nanga Kantor Gill net dasar, pancing
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa para nelayan pada
ketiga desa pantai umumnya memiliki alat tangkap jaring insang permukaan
(surface gill net) dan jaring insang dasar (bottom gill net) jika dibandingkan
dengan alat tangkap mini purse seine, bagan, pancing dan panah. Selanjutnya
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (2015) mengungkapkan bahwa jumlah
alat penangkapan ikan pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
25
Tabel 2.7. Jumlah alat penangkapan ikan pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat sampai tahun 2015 Sumber data : Bidang Perikanan Tangkap DKP Mabar 2015
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa keempat
kecamatan pantai yang memiliki jumlah alat penangkapan ikan terbanyak
terdapat di Kecamatan Komodo, kemudian Kecamatan Boleng, Macang Pacar
dan terendah di Kecamatan Lembor Selatan. Jenis armada penangkapan ikan
pada ketiga desa di kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Jumlah alat penangkapan ikan pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Jenis armada
Lembor Selatan Nangalili Perahu/kapal motor 1-3 GT, motor temple
Boleng Terang Jukung, perahu papan, motor tempel,
perahu/kapal motor
Macang Pacar Nanga
Kantor Jukung, perahu papan, perahu/kapal motor
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa jenis armada yang
dimiliki para nelayan pada ketiga kecamatan pantai yakni jukung/perahu papan,
motor tempel, perahu/kapal motor 1- 3 GT. Selanjutnya Dinas Ketahanan
Pangan dan Perikanan (2015) mengungkapkan bahwa jumlah armada
penangkapan ikan secara keseluruhan pada kecamatan pantai di Kabupaten
Manggarai Barat sampai tahun 2015 secara keseluruhan disajikan pada
Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Jumlah armada penangkapan ikan pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2015
Kecamatan
26
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa jenis armada yang
dimiliki para nelayan pada keempat kecamatan pantai didominasi oleh kapal
motor 0- 5 GT, kemudian jukung, perahu papan dan terendah motor tempel.
Sementara kecamatan komodo termasuk salah satu kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat yang memiliki jumlah armada penangkapan
terbanyak, kemudian Macang Pacar, Boleng dan terendah Lembor Selatan.
Lama trip penangkapan pada ketiga desa kecamatan pantai rata-rata
berdasarkan hasil penelitian 1 hari (one day fishing). Trip penangkapan hanya 1
hari karena para nelayan hanya melakukan penangkapan di sekitar desa pantai
dimana mereka huni.
2.5.3 Status Nelayan Berdasarkan Waktu Operasi dan Kepemilikan Usaha
Status nelayan berdasarkan waktu operasi dan kepemilikan usaha
berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Status nelayan berdasarkan waktu operasi dan kepemilikan usaha pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Waktu Operasi Kepemilikan Usaha
Lembor Selatan Nangalili Nelayan penuh Perorangan
Boleng Terang Nelayan penuh Perorangan
Macang Pacar Nanga Kantor Nelayan penuh Perorangan
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa status nelayan
berdasarkan waktu operasi penangkapan umumnya tergolong nelayan penuh,
sedangkan berdasarkan kepemilikian usaha tergolong usaha perorangan.
Nelayan selain melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut juga melakukan
usaha budidaya rumput laut dengan alasan mudah mendapatkan pendapatan
dan untuk meningkatkan pendapatan. Sumber modal usaha dominan berasal
dari perorangan, kemudian pemerintah dan kredir di bank. Pendapatan dari
usaha penangakapan ikan biasanya digunakan untuk kehidupan sehari-hari dan
anak sekolah/kuliah.
Selanjutnya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (2015)
mengungkapkan bahwa jumlah nelayan berdasarkan waktu operasi
penangkapan pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat sampai
27
Tabel 2.11. Jumlah nelayan berdasarkan waktu operasi pada kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2015
Kecamatan Nelayan (orang) Nelayan
andon
Sumber data : Bidang Perikanan Tangkap DKP Mabar 2015
2.5.4 Produksi Hasil Tangkapan
Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan pada ketiga desa
kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai yakni ikan permukaan seperti
tembang, kembung, tongkol, serta ikan dasar (demersal) termasuk ikan karang
seperti kerapu, kakap, bambangan, dan lain-lain.
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (2015) menyatakan bahwa
produksi perikanan tangkap di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2015 mencapai
49.872 ton. Kontribusi terbesar diperoleh dari Kecamatan Komodo sebanyak
24.936 ton, kemudian Kecamatan Boleng, sebanyak 14.961,6 ton dan diikuti
kedua kecamatan lainnya (Tabel 2.12).
Tabel 2.12. Produksi jenis ikan pelagis utama yang bernilai ekonomis penting di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015
No. Jenis Ikan Nama Inggris Produksi
(Ton)
1. Kembung Indian Mackerel 4.700,4
2. Tembang Fringescale sardinella 9.350,1
3. Layang Scad 4.573,3
4. Tongkol Eastern little tunas 10.891,6
5. Cakalang Skipjack tuna 6.373,7
6. Tenggiri Narrow-Barred Spanish Mackerel 762,7
7. Tuna Tunas 0,8
8. Teri Anchovies 144,3
9. Selar Travellies 790,1
10. Julung-julung Garfish and Halfbeaks 1.099,2
Sumber data : Bidang Perikanan Tangkap DKP Mabar 2015
Selanjutnya jumlah produksi jenis ikan demersal utama yang didaratkan
28
Tabel 2.13. Produksi jenis ikan demersal yang bernilai ekonomis penting di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015
No. Jenis Ikan Nama Internasional Produksi (Ton)
1 Kerapu Grouppers 205
2 Ekor Kuning Yellowtail /Fusilliers 153
3 Kuwe (Bengkolo) Bigeye Trevally 4.316
4 Lencam (Katamba) Emperors/Scavenger 3.348
5 Kakap Giant Sea perch 815
6 Baronang White-spotted spinefoot -
Sumber data : Bidang Perikanan Tangkap DKP Mabar 2015
Kemudian jumlah produksi kelompok non-ikan pada tahun 2015 di
Kabupaten Manggarai Barat disajikan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Produksi Kelompok Non-Ikan Utama yang Bernilai Ekonomi Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015
No. Jenis Ikan Nama Internasional Produksi (Ton)
1 Cumi-cumi Common squids 14,3
2 Gurita Octopuses 941,2
3 Kepiting/rajungan Mangrove/Mud crab, Swim crabs 9,7
4 Udang barong Lobsters 34,6
Sumber data : Bidang Perikanan Tangkap DKP Mabar, 2015
Produksi ikan yang dihasilkan pada ketiga desa kecamatan pantai di
Kabupaten Manggarai Barat dijual dalam bentuk ikat atau bak/ember. Biasanya
1 ikat ikan yang dijual rata-rata Rp. 10.000, sedangkan 1 bak/ember ikan
bervariansi dari Rp. 80.000 kalau hasil tangkapan ikan banyak, dan kalau hasil
tangkapan sedikit sebesar Rp. 150.000 khusus untuk hasil tangkapan mini purse
seine. Nilai produksi (pendapatan) per trip penangkapan pada ketiga desa
Kecamatan pantai berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Nilai produksi (pendapatan) ikan per trip pada 3 kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Nilai produksi (Pendapatan) per trip (Rp)
Lembor Selatan Nangalili 80.000 - 6.000.000
Boleng Terang 100.000 - 800.000
Macang Pacar Nanga Kantor 250.000 - 4.000.000
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
2.5.5 Daerah penangkapan dan Musim Penangkapan
Para nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai melakukan
29
Tabel 2.16. Daerah penangkapan pada ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Daerah Penangkapan
Lembor Selatan Nangalili Manggamaci, sekitar perairan Nangalili, perairan
Nangabere
Boleng Terang Muara Terang, Laut Flores , Labuan Bajo
Macang Pacar Nanga Kantor Perairan Nanga Kantor
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Data tersebut memperlihatkan bahwa para nelayan pada pada ketiga
desa kecamatan pantai dominan melakukan penangkapan hanya disekitar
perairan desa tempat tinggal, kecuali di Desa Terang nelayan juga melakukan
Kecamatan Desa Musim penangkapan
Musim melaut Musim tidak melaut
Lembor Selatan Nangalili April – Nopember
Desember-Maret karena gelombang dan arus kencang
Boleng Terang Sepanjang tahun,
Juli-September
Tidak ada tetap melaut
Macang Pacar Nanga Kantor Sepanjang tahun Tidak ada tetap melaut
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
Nelayan pada ketiga desa kecamatan pantai melakukan penangkapan
umumnya sepanjang tahun, namun di desa Nangalili Kecamatan Lembor Selatan
nelayan tidak melaut pada bulan Desember – Maret karena pada bulan-bulan
tersebut kondisi perairan bergelombang dan arus kencang.
2.5.6 Pemasaran Hasil Tangkapan
Pemasaran hasil tangkapan oleh para nelayan ketiga desa kecamatan
pantai ini biasanya hanya dijual mengelilingi desa, pasar di setiap kecamatan,
namun ada yang memasarkan sampai ke Ruteng dan Manggarai Timur
30
Tabel 2.18. Lokasi pemasaran hasil tangkapan ikan oleh para nelayan ketiga desa kecamatan pantai di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Desa Lokasi pemasaran
Lembor Selatan Nangalili Pasar Wainakin, Ruteng, Manggarai
Timur
Boleng Terang Desa Terang, Labuan Bajo
Macang Pacar Nanga Kantor Desa Nanga Kantor
Sumber : Data primer hasil penelitian 2017 diolah
2.6 Kondisi Usaha Budidaya Rumput Laut
2.6.1 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya Rumput Laut
Jumlah RTP/Rumah Tangga Perikanan budidaya rumput laut di
Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015 disajikan pada Tabel 2.19. Data
tersebut memperlihatkan bahwa jumlah RTP tertinggi terdapat di Kecamatan
Boleng jika dibandingkan dengan Kecamatan Macang Pacar.
Tabel 2.19. Jumlah RTP/Rumah Tangga Perikanan budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2015
Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya
Rumput Laut (Unit)
Boleng 112
Macang Pacar 24
Jumlah 136
Sumber : Bidang Perikanan Budidaya DKKP Mabar, 2015
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa di desa Terang (Kecamatan
Boleng) dan Nanga Kantor (Kecamatan Macang Pacar) pekerjaan utama
masyarakat sebagai pembudidaya rumput laut, sedangkan pekerjaan sampingan
sebagai petani. Di Desa Warloka dan P. Kukusan perkerjaan utama masyarakat
disana sebagai nelayan, sedangkan pekerjaan sampingan sebagai pembudidaya
rumput laut.
Jumlah penyerapan tenaga kerja dalam budidaya rumput laut di Kecamatan
Boleng dan Macang Pacar Tahun 2015 disajikan pada Tabel 2.20. Data tersebut
memperlihatkan bahwa jumlah pemilik budidaya rumput laut tertinggi terdapat di
Kecamatan Boleng, sedangkan buruh tertinggi terdapat di Kecamatan
31
Tabel 2.20. Jumlah penyerapan tenaga kerja (pembudidaya) dalam budidaya rumput laut di Kecamatan Boleng dan Macang Pacar Tahun 2015
Kecamatan Pembudidaya (orang))
Pemilik Buruh Jumlah
Boleng 112 252 364
Macang Pacar 24 65 89
Jumlah 136 317 453
Sumber : Bidang Perikanan Budidaya dan P3K Mabar, 2015
2.6.2 Jenis Rumput Laut dan Metode Budidaya
Budidaya laut yang dikembangkan di Kabupaten Manggrai Barat meliputi
rumput laut, mutiara, lobster dan kerapu. Kegiatan budidaya rumput laut
terkonsentrasi pada 2 (dua) kecamatan pantai yakni Kecamatan Boleng dan
Macang Pacar. Jenis rumput laut yang dibudidayakan ada 2(dua) jenis yakni
Eucheuma cottonii dan E. spinosum (Gambar 2.7). Pembudidaya menggunakan
dua metode dalam budidaya rumput laut yakni metode long line dan lepas dasar
(Gambar 2.7 dan 2.8).
(a) (b)
Gambar 2.7. Jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Manggarai Barat : (a) Eucheuma spinosum dan (b) Eucheuma cottonii
(a) (b)
32
2.6.3 Luas Areal Budidaya Rumput Laut
Luas areal budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat Tahun
2015 disajikan pada Tabel 2.21. Data tersebut memperlihatkan bahwa luas lahan
budidaya rumput laut terbesar terdapat di kecamatan Boleng jika dibangdingkan
dengan kecamatan Macang Pacar.
Tabel 2.21. Luas areal budidaya rumput laut di Kabupaten Manggarai Barat
Kecamatan Luas Lahan Budidaya Rumput Laut
(ha)
Boleng 2,17
Macang Pacar 0,6
Jumlah 2,77
Sumber : Bidang Perikanan Budidaya DKPP Mabar, 2015
2.6.4 Produksi Rumput Laut
Produksi rumput laut jenis Euchema cottonii terbesar terdapat pada dua
Kecamatan yakni Kecamatan Boleng dan Macang Pacar Tahun 2015 disajikan
pada Tabel 2.22. Data tersebut memperlihatkan bahwa produksi rumput laut
tertinggi terdapat di Kecamatan Boleng jika dibandingkan dengan Kecamatan
Macang Pacar.
Tabel 2.22. Produksi rumput laut jenis Euchema cottonii kecamatan Boleng dan Macang Pacar Tahun 2015
Macang Pacar 26,73 267.300
Jumlah 212,48 2.124.800
Sumber : Bidang Perikanan Budidaya DKPP Mabar, 2015
2.6.5 Pemasaran Rumput Laut
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya rumput laut di desa
Terang dan Nanga Kantor biasanya pembudidaya memasarkan rumput laut
dalam bentuk kering. Harga jual rumput laut kering bervariasi berkisar antara Rp.
4.000 – Rp. 20.000. Biasanya rumput laut dijual kepada pedagang pengumpul
yang mendatangi setiap desa, sedangkan di Labuan Bajo ada toko yang biasa
membeli rumput laut namanya Toko Maha Putra. Saat ini banyak pembudidaya
rumput laut tidak lagi melakukan budidaya karena alasan harga jual rendah dan