TINJAUAN PUSTAKA
Benih Karet
Benih karet tergolong benih rekalsitran. Robert (1973 dalam Farrant et al,
1988) memperkenalkan istilah benih ortodox dan rekalsitran untuk meggambarkan
kondisi benih sebelum simpan. Benih ortodox rontok dari tanaman induknya pada
kondisi kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan
secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini,
benih ortodox dapat disimpan dalam waktu yang lama. Sebaliknya benih rekalsitran
tidak mengalami pengeringan pada saat pemasakan dan mengalami rontok dari tanaman
induknya pada kondisi kadar air yang relatif tinggi. Akibatnya benih rekalsitran sangat
peka terhadap kerusakan karena desikasi dan tidak dapat disimpan di bawah
kondisi-kondisi yang cocok untuk benih ortodox. (King dan Roberts, 1980; Farrant et al, 1988).
Benih rekalsitran memiliki sifat antara lain, biji yang tidak pernah kering di
pohon, tetapi akan merekah dan jatuh dari pohon setelah tecapai masak fisiologis
dengan kadar air sekitar 35%; biji tidak tahan kekeringan dan tidak mempunyai masa
dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah nilai titik kritis yaitu
12%-20%; viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam
kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat; biji tidak dapat dikeringkan
karena akan mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi
lingkungan kering; dalam proses konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap
(kadar air 32-35%); biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan pada suhu di bawah
Hal yang penting dipahami dan di pedomani agar didalam penanganan biji karet,
viabilitas yang cukup tinggi dan dapat dipertahankan adalah pengumpulan biji, seleksi
biji, pengemasan biji untuk pengiriman dan penyimpanan biji (Siagian, 2006).
Saat ini biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah berasal dari klon
GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC100. Biji dari klon LCB 1320, PR
228, dan PR 300 masih boleh digunakan, namun sulit didapat akibat luas tanaman yang
makin berkuran (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Tanaman karet
PB-260 merupakan klon penghasil lateks yang dianjurkan untuk dikembangkan di
Indonesia mulai tahun 1991. Karakteristik klon PB-260 adalah pertumbuhan lilit batang
pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah menghasilkan sedang, tahan terhadap
penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan Oidium). Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2.107 kg/ha/tahun selama 9 tahun
penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna kekuningan.
Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah.
(Erlan, 2004).
Penyimpanan Benih Rekalsitran
Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan
kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan agar mutu benih tetap
terjaga (Sahupala, 2007).
Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat
ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur
penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup yang melakukan
berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang
besar/tinggi; Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok
bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak
mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).
Menurut Harrington (1972), penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat
menimbulkan resiko benih terserang Jamur. Benih akan mengalami kemunduran
tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan
dimana benih disimpan (Purwanti, 2004).
Jamur di gudang merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu benih
(deterioration). Benih akan mengalami perubahan warna dan menjadi tidak
berkecambah, serta kemungkinan timbul zat beracun (toksik). Jamur gudang utama
adalah beberapa spesies dari genus Asperigillus dan Penicillium. (Sukarman dan
Maharani, 2003)
Benih/biji-bijian yang disimpan di gudang, bila penyimpanannya tidak baik akan
dapat dirusak oleh jamur gudang (storage fungi) seperti Aspergillus, Penicillium,
Mucor, dan Rhizopus dalam berbagai bentuk seperti : 1. Turunnya persentase kecambah benih
2. Perubahan warna
3. Peningkatan suhu, sehingga benih menjadi rusak
4. Perubahan senyawa biokimia benih
5. Dapat terbentuknya racun (toxin), dan
6. Penurunan berat benih/biji.
Respirasi dapat terjadi pada saat penyimpanan benih bila ada enzim-enzim, baik
yang memiliki fungsi sangat khusus maupun memiliki fungsi umum. Semakin lama
proses respirasi terjadi, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan
(Justice dan Bass 1994). Enzim amilase pada benih akan merombak pati menjadi
glukosa, enzim lipase merombak lemak dan gliserol, sedangkan enzim protease
merombak protein menjadi asam amino. Senyawa-senyawa sederhana ini akan
ditransport ke embrio untuk pertumbuhan (Gardner, et al., 1991).
Hasil respirasi dalam penyimpanan benih berupa panas dan uap air. Panas yang
timbul sebagai hamburan energi dalam benih yang seharusnya disimpan selama
penyimpanan, secara langsung dapat menyebabkan viabilitas dan vigor benih menurun
(Purwanti, 2004). Benih yang mundur, kecepatan respirasinya meningkat yang
menyebabkan pengurangan cadangan makanan (Ependi, 2009).
Polyethylene Glycol (PEG)
Senyawa Polyethylene glycol (PEG) dengan rumus molekul (HO-CH2-(CH2-O-CH2)n-CH2-OH) merupakan senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah (inert),
bukan ionik dan tidak beracun (Krizek, 1985).
PEG-6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading,
praktis tidak berbau dan tidak berasa. Polyethylene glycol H(O-CH2-CH2)nOH memiliki harga n 158 dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Kelarutan PEG-6000
yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, serta praktis
tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat jenis 1.080 g/cm3, khasiatnya
Polietilena oksida atau sering disebut polietilena glikol (PEG) adalah nonionik, secara luas digunakan sebagai koloid penstabil dalam makanan, cat dan dalam formula
obat-obatan kosmetik (Golander, 1992 dalamRita, 2005).
Dibawah ini adalah struktur kimia PEG :
H H
׀ ׀ HO –C – (CH2 – O – CH2)n – C – OH
׀ ׀ H H
Struktur kimia molekul PEG (Mexal dkk, 1975 dalam Rita, 2005)
PEG memiliki sifat mempertahankan potensi osmotik sel pada benih, molekul
PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang
melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar
masuknya oksigen (respirasi) (Rahardjo, 1986).
Polyethylene glycol mempunyai beberapa keuntungan antara lain : secara
fisiologi inert, tidak terhidrolisis, tidak mendukung pertumbuhan jamur, mempunyai
beberapa macam molekul (Sujono, 2003).
Penelitian tentang PEG telah dilakukan oleh Charloq (2004) yang menyatakan
bahwa peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih karet sangat besar,
pada perlakuan PEG 45% disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu
menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %. Perlakuan sampai konsentrasi 45%
dan 34.07% mampu mencegah berkecambah dan berjamurnya benih karet dalam
Perkecambahan Benih
Perkecambahan benih dimulai dengan penyerapan air oleh benih (imbibisi) dan
diakhiri dengan munculnya akar atau radikula (Bewley dan Black, 1985). Menurut
Copeland (1976) perkecambahan benih adalah mulai aktifnya pertumbuhan embrio yang
mengakibatkan pecahnya kulit benih dan munculnya tanaman muda.
Perkecambahan terjadi karena beberapa faktor yang terdiri faktor dalam dan luar,
faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih karet antara lain; tingkat
kemasakkan benih, ukuran benih, adanya dormansi, serta ada tidaknya zat penghambat
perkecambahan yang ada di dalm dan luar benih. Faktor luar yang mempengaruhi
perkecambahan adalah; adanya air, cahaya, dan oksigen, serta terdapatnya suhu yang
sesuai bagi perkecambahan dan medium yang tepat bagi perkecambahan benih (Sutopo,
2004).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologis dan biokimia. Tahap pertama
perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih yang diikuti
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan
kegiatan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap selanjutnya
adalah terjadinya peruraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi
bentuk-bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap ke empat merupakan
asimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik untuk
menghasilkan energy bagi kegiatan pembentukkan komponen dan pertumbuhan sel yang
baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan,
pembesaran dan pembagian sel pada titik tumbuh (Utomo, 2006).
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak
mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian
tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki
cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo,
2002)
Kesegaran benih karet harus tetap di pertahankan selama penyimpanan maupun
pengiriman ke tempat yang lainnya. Benih karet yang mendapat perlakuan
penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing memiliki daya kecambah 85 %,
63%, 35%, 30%, dan 0 %. (Berita P4TM, 1985, dalam Balai Penelitian Sembawa,