• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan - Analisa Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Dengan Menggunakan Model Z – Score Dan O-Score Pada Laporan Keuangan PT PLN (Persero)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab I Pendahuluan - Analisa Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Dengan Menggunakan Model Z – Score Dan O-Score Pada Laporan Keuangan PT PLN (Persero)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi global, persaingan antara

perusahan-perusahaan juga semakin berkembang. Setiap perusahaan berusaha

untuk saling bertahan hidup di tengah persaingan global yang semakin lama

semakin ketat. pada tahun 2011, sebanyak 17 perusahaan Badan Usaha Milik

Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 700 miliar. Hal ini tentu saja menjadi

catatan buruk bagi perekonomian Indonesia dikarenakan begitu banyaknya Badan

Usaha Milik Negara yang merugi.

Dahulu salah satu tujuan utama perusahaan adalah untuk mendapatkan laba

sebanyak-banyaknya, namun seiring dengan semakin berkembangnya pemikiran

serta kemunculan konsep-konsep ekonomi baru, perlahan-lahan pernyataan

bahwa Laba adalah tujuan utama dari suatu perusahaan pun mulai berubah.

Sekarang selain mendapatkan laba, perusahaan juga berusaha untuk menjaga

eksistensinya dan bertahan untuk waktu yang lama. Bisnis dikatakan Going

Concern apabila bisnis tersebut dapat terus berjalan tanpa ada ancaman Likuidasi

di masa depan, biasanya dalam jangka waktu 12 tahun (A going concern is

(2)

tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk menjaga eksistensi perusahaannya

agar bertahan untuk waktu yang lama dan mendapatkan laba. Salah satu hal yang

paling ditakutkan oleh sebuah perusahaan berkaitan dengan Going Concern

adalah kebangkrutan.

Kondisi keuangan merupakan indikator yang dapat digunakan oleh suatu

perusahaan ketika melakukan kegiatan operasinya untuk melihat apakah ada

gangguan pada kegiatan operasionalnya atau tidak. Untuk mengetahui kondisi

keuangan dari suatu perusahaan dapat dilihat melalui laporan keuanganya.

Laporan keuangan tidak hanya mencerminkan kondisi suatu perusahaan pada

masa lalu tetapi juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi keuangan suatu

perusahaan pada masa mendatang (Pankof dan Virgil, 1970) dalam Suharman

(2007). Melalui analisis laporan keuangan, baik pihak internal maupun eksternal

dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan

serta mengetahui keadaan serta perkembangan financal perusahaan dan hasil

kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan. Selain itu dengan melakukan analisis

laporan keuangan, dapat ditemukan letak kelemahan dan kekuatan perusaahn

serta dapat mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Salah satu hal

yang dianalisis dalam laporan keuangan adalah rasio keuangan suatu perusahaan.

Melalui analisis rasio keuangan juga dapat dinilai kemampuan dari sebuah

perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Short-term Liabilities)

(3)

aktiva, tingkat profitabilitas serta dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk

memprediksi potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh perusahaan.

Seperti yang telah dituliskan diatas bahwa salah satu hal paling ditakutkan

oleh sebuah perusahaan adalah kebangkrutan. Kebangkrutan adalah sebuah

keadaan hukum dimana seseorang atau organisasi tidak mampu membayar

utangnya kepada kreditor. Ketika jumlah utang dari sebuah organisasi telah

melebihi nilai asetnya maka kebangkrutan terjadi (Gitman,1996). Untuk

mencegah terjadinya kebangkrutan, suatu perusahaan maka seharusnya menjaga

kinerja keuanganya. Menurut Goudie , salah satu hal yang menyebabkan

kebangkrutan adalah kesalahan manajemen (Mismanagement). Sementara Menurut Hanafi dan Halim (2009:264), “Ketidakmampuan untuk membaca

sinyal-sinyal kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang

telah dilakukan oleh investor. Untuk mengatasi hal tersebut investor harus bisa

mendeteksi kemungkinan kesulitan keuangan dengan menggunakan indikator

kesulitan keuangan.” Hal ini juga dapat menjadi contoh dari mismanagement

seperti yang dikatakan oleh Goudie. Oleh karena itu perusahaan harus mampu

mengukur apakah kinerja manajemennya baik atau buruk.salah satu caranya

adalah dengan melihat kinerja keuangan dari suatu perusahaan. Perusahaan harus

menjaga kinerja keuangan agar terhindar dari kebangkrutan. Perusahaan juga

memerlukan suatu analisis kebangkrutan untuk memperoleh peringatan awal

tentang kebangkrutan. Apabila perushaan mendapatkan tanda-tanda kebangkrutan

(4)

perubahan-perubahan dalam perusahaan ataupun perbaikan yang memang

diperlukan untuk mencegah kebangkrutan itu terjadi. Pihak kreditur juga dalam

memberi kredit dapat lebih berhati-hati jangan terjadi penambahan NPL ( non-performing loan).

Untuk memprediksi kebangkrutan , terdapat beberapa model yang sudah

dikembangkan oleh para ahli antara lain adalah model Beaver (1966), Altman

(1968), Springate (1978), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983) dan CHS model

(2010).

Dari semua model tersebut,salah satu model yang paling terkenal dan paling

sering digunakan adalah metode Altman Z-Score. Model Altman Z-score

merupakan salah satu model analisis multivariate yang berfungsi untuk

memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan

yang relatif dapat dipercaya. Model ini dikembangkan oleh seorang asisten

profesor di New York University Edward I. Altman pada tahun 1968.

Penelitiannya didasarkan pada perusahaan manufaktur yang terbuka (66

perusahaan dan setengahnya sudah melaporkan kebangkrutan). Altman

menghitung 22 rasio keuangan pada semua perusahaan tersebut dan menggunakan

analisis Diskriminan berganda ( Multiple Discriminant Analysis) untuk memlilih

rasio-rasio keuangan yang paling tepat untuk membedakan perusahaan sehat dan

perusahaan yang bangkrut. Berdasarkan hasil pengujian pertamanya, model

terseut memiliki tingkat keakuratan hingga 72% dalam memprediksi

(5)

pengujian-pengujian berikutnya hingga tahun 1990 oleh berbagai peneliti menunjukan

Altman Z-Score memiliki tingkat keakuratan hingga 80-90% dalam memprediksi

kebangkrutan 1 tahun sebelum kebangkrutan terjadi.

Dalam modelnya, Altman menggunakan 5 jenis rasio keuangan yaitu working

capital to total aset , retained earning total asset, earning before interest and taxes

to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total

asset.

Z = 1.2T1 + 1.4T2 + 3.3T3 + 0.6T4 + 0.999T5.

Rumus diatas adalah rumus awal yang dirumuskan oleh Altman, namun seiring

dengan berjalannya waktu , Altman akhirnya mengembangkan modelnya

sehingga model ini tidak hanya digunakan oleh perusahaan manufaktur yang go public namun juga dapat diterapkan dalam perusahaan swasta maupun perusahaan non-manufaktur. Beberapa perkembangan model yang dibuat oleh altman untuk

perusahaan non-manufaktur adalah sebagai berikut :

Z = 6.56T1 + 3.26T2 + 6.72T3 + 1.05T4

Sementara untuk perusahaan swasta Altman merumuskan modelnya sebagai

berikut :

(6)

Selain Model Altman Z-Score , model untuk memprediksi kebangkrutan yang

lain adalah O-Score. Model yang diciptakan dan dikembangkan oleh James

Ohlson pada tahun 1980 ini merupakan salah satu model yang masih digunakan

oleh para analis. O-Score masih sering dibahas pada beberapa literatur dan

merupakan salah satu model yang dikembangkan dengan menggunakan metode

regresi Logistik, sebuah metode statistik yang digunakan untuk prediksi

probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokan dengan data pada

fungsi kurva logistik. Model O-Score ini memiliki kesamaan dengan Z-Score

yang menggunakan berbagai macam rasio keuangan untuk memprediksi

kebangkrutan. Dalam pengembanganya, Ohslon menggunakan sampel yang jauh

lebih banyak dibandingkan yang digunakan oleh Altman. Ohlson menggunakan

hampir 2000 sampel dan menghasilkan 9 variabel yang digunakan untuk

meningkatan keakuratan model ini untuk memprediksi kebangkrutan dari suatu

perusahaan. 9 variabel yang dihasilkan antara lain adalah Ukuran perusahaan

( Size), Levergae measure, Working Capital, Inverse current ratio, discontinuity

correction for leverage measure, return on assets, fund to debt ratio, discontinuity

correction for return on assets, change in net income

( Sumbe

(7)

O = -1.32 - 0.407x1 - 6.03x2 - 1.43x3 - 0.0757x4

- 2.37x5 - 1.83x6 - 0.285x7 - 1.72x8 - 0.521x9

Hasil dari perhitungan model itu kemudian di ubah kedalam bentuk probabilitas

untuk menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan itu terjadi. Sebuah

penelitian pada tahun 2007 dari universitas Marquette menunjukan bahwa O-Score

memiliki tingkat keakuratan hingga 96% (Sumber :

Beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Mani Shehni

Karamzadeh pada tahun 2012 yang berjudul “Application and comparison of Altman and Ohlson Model to Predict Bankrupcty of Companies” menunjukan bahwa Altman memiliki hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan Model

Ohlson. Beliau menggunakan sampel yang terdiri dari 90 perusahaan yang tercatat

di Iran Stock Exchange dimana 45 perusahaan diantaranya sudah melaporkan

kebangkrutan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Altman memiliki tingkat

keakuratan untuk memprediksi kebangkrutan 1 tahun sebelum terjadi adalah

sebesar 74,4 % sementara Ohlson hanya sebesar 53,3%. Sementara itu pada

penelitian lain yang dilakukan oleh Dr.Yin Wang,CPA dalam penelitiannya yang

berjudul “Financial Ratios and the Prediction of Bankruptcy : The Ohlson Model applied to Chinese publicly Traded Companies” pada tahun 2010 justru menunjukan bahwa Ohlson memiliki tingkat keakuratan hingga 95%. Kedua

(8)

dilakukan sebelumnya oleh Mani. Hal ini menjadi salah satu hal yang membuat

penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Selain itu Altman Z-score sebagai salah satu model yang masih menjadi

favorit dikalangan para analis menurut beberapa penelitian hanya memiliki tingkat

keakuratan mendekati 70-80%. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Sanoba Anjum berjudul “ Business Bankruptcy Prediciton Models : A Significant study of the Altman’s Z – Score model” yang diterbutkan pada Asian Journal of Management Research pada tahun 2012 menunjukan bahwa untuk keadaan ekonomi global seperti saat ini. Model Altman Z-Score masih cocok untuk

digunakan dalam memprediksi kesulitan keuangan dan kebangkrutan 2-3 tahun

sebelum terjadinya kebangkrutan. Sanoba menguji 3 model Altman yang

dikembangkan secara bersamaan dan ketiga menunjukan tingkat keakuratan yang

sama. Sehingga menurutnya Altman masih menjadi prediktor yang tepat untuk

digunakan.

Melalui hal-hal yg disebutkan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap perusahan PLN dengan menggunakan 2 model tersebut karena

berdasarkan berbagai macam penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa

model Altman Z-Score dan juga model O-Score memiliki tingkat keakuratan yang

baik. selain itu hal yang membuat penulis memilih perusahaan PLN adalah

penyataan dari Nur Padmudji, direktur Utama PT.PLN (Persero) pada bulan juni

2013 yang secara tegas mengatakan bahwa ditakutkan PT.PLN akan bangkrut

(9)

ini terutama di wilayah Sumatera Utara sering terjadi pemadaman listrik oleh

PT.PLN.

Berdasarkan gambaran dan uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian untuk memprediksi kebangkrutan pada PT.PLN dengan

judul “ Analisa perbandingan Model Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan

model Z-Score dan O-Score pada laporan Keuangan PT.PLN (Persero)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah Z-Score memiliki kesimpulan yang sama dengan O-Score dalam

memprediksi kebangkrutan

2. Apakah PT.PLN masuk dalam zona bangkrut dalam perhitungan Altman

Z-Score dan O-Z-Score

3. Apakah jumlah Utang PLN akan mempengaruhi Perhitungan O-Score

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah hasil perhitungan O-Score memiliki kesimpulan

yang sama dengan Z- Score dalam memprediksi kebangkrutan

2. Untuk mengetahui apakah PT.PLN masuk dalam zona bangkrut dalam

(10)

3. Untuk mengetahui apakah Jumlah utang PLN akan mempengaruhi perhitungan

O-score

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai model

prediksi kebangkrutan Altman Z-Score dan O-Score

2. Bagi Perusahaan , untuk informasi tambahan sekaligus masukan untuk

mengetahui kondisi perusahaan serta melihat potensi kebangkrutan yang

mungkin muncul dari hasil perhitungan kedua model prediksi ini.

3. Bagi Peneliti selanjutnya, sebagai referensi serta dasar pemikiran untuk

Referensi

Dokumen terkait

Kepada peserta Lelang yang berkeberatan terhadap pelaksanaan pelelangan diberikan kesempatan waktu untuk mengajukan sanggahan secara tertulis selambat- lambatnya dalam

Nilai t hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang tertera pada kolom t pada tabel Coefficients diatas untuk menunjukan adanya hubungan Linier antara Variabel

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang menjadi maka tujuan penelitian ini adalah: membantu memahami situasi sebenarnya akar permasalahan mahasiswa mangkir di

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Teknik pembuatan

SKRI SI SKRINING MALARIA DALAM RANGKA.... RITHA

Berbagai hal yang dapat menjadi sumber stres yang berasal dari pekerjaan pun dapat beraneka ragam seperti beban tugas yang terlalu berat, desakan waktu, penyeliaan

 Memutuskan bahwa konsep matematika yang digunakan sudah sesuai untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Melaksanakan

Jumlah pita DNA polimorfisme dalam analisis keragaman genetik sangat menentukan dalam penentuan tingkat keragaman suatu populasi, maka banyaknya pita DNA polimorfis