• Tidak ada hasil yang ditemukan

D ADPEND 1202623 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "D ADPEND 1202623 Chapter1"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Elis Rosdiawati, 2016

PENGELOLAAN TEACHER CAPACITY BUILD ING (TCB) UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS GURU D I TINGKAT SEKOLAH

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan adalah sebuah business yang didalamnya melibatkan suatu proses produksi yang mengolah input yang ada untuk menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Telepas dari beragamnya resources yang menjadi input penyelenggaraan pendidikan, human resources adalah input yang memegang peranan yang sangat penting karena tanpa human capital yang diberdayakan dengan baik, maka resources yang lain hanya akan menjadi resources yang ‘merana’ dan tidak dapat memberikan kontribusi maksimal dalam pencapaian tujuan lembaga. Dengan demikian, pemberdayaan human resources merupakan key words bagi sebuah penyelenggaraan pendidikan yang produktif.

Berbagai hal dapat dilakukan untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembangkan kompetensi human resources. Salah satu diantaranya adalah dengan cara mengembangkan lembaga menjadi sebuah learning organization yang dapat memfasilitasi seluruh human resourcesnya untuk tetap berada pada kerangka profesionalitas. Kontribusi yang diberikan oleh seorang anggota organisasi sangat tergantung pada tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi tersebut. Meskipun demikian, secara umum dapat disebutkan bahwa kontribusi yang diberikan dapat dilihat dalam bentuk kinerja (performance) yang pada hakekatnya merupakan refleksi dari hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja seseorang mengandung substansi pencapaian hasil kerja seseorang.

(2)

bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

Dalam konteks pendidikan di sekolah, kualitas kinerja sekolah sangat tergantung pada kualitas kinerja yang ditunjukkan oleh individu guru. Tenaga pendidik berkualitas atau profesional menjadi ‘jaminan kualitas’ (quality assurance) tidak saja bagi meningkatnya luaran peserta didik sekaligus memastikan tenaga pendidik tetap melakukan pengembangan profesi (Danielson & McGreal 2000: 8) karena kemampuan, komitmen dan kesadaran guru terhadap profesinya sebagai tenaga pendidikan menentukan kualitas pada proses pembelajaran (Nicoll 2013).

Meskipun demikian, kinerja individual tidak muncul dengan sendirinya. Kinerja individu muncul dan terbentuk sebagai jawaban dari sebuah upaya keras dan terencana yang disebut managent kinerja (performance managent). Pentingnya pengelolaan kinerja individu dalam bentuk performance managent yang pada gilirannya memberikan sumbangan yang besar terhadap peningkatan kualitas kinerja organisasi memang sudah tidak terbantahkan lagi. Pengelolaan kinerja yang baik dapat menghasilkan 4 hal yaitu stabilitas organisasi, stabilitas finansial, kualitas program, produk dan layanan dan pertumbuhan organisasi (Blumenthal 2003).

Meningkatnya kualitas guru tidak terlepas dari dukungan tujuh unsur lain karena sekolah merupakan kumpulan dari berbagai unsur penting yang saling mendukung satu dengan yang lain untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan tsb. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 13 tahun 2015 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 yang ditentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) salah satu standar yang mendapat perhatian lebih adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini dapat dimungkinkan karena sumber daya manusia memiliki daya penggerak (power) untuk menggerakkan sumber daya lain dalam sebuah organisasi.

(3)

tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional. Dalam konteks persekolahan guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan karena di pundak guru terletak tanggung jawab terhadap seluruh stakeholder pendidikan terkait tinggi rendahnya kualitas pelayanan pendidikan. Kualitas tenaga pendidik menjadi variabel atau elemen kunci bagi peningkatan hasil belajar siswa (Schacter, 2000).

Terlepas dari demikian pentingnya peran seorang guru di sekolah, kenyataan menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi minimal yang dimiliki guru di Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya kualitas guru di Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi guru dalam hal ini penguasaan kompetensi minimal guru dan dimensi siswa dalam hal ini prestasi siswa sebagai output dari proses produksi yang terjadi di sekolah.

Data yang dikeluarkan oleh Pusbangprodik menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi pedagokik dari hasil UKG yang diselenggarakan pada tahun 2013 adalah 45, 06, sedangkan kompetensi profesional rata-ratanya adalah 49, 05 sehingga rata-rata nilai UKG tahun 2013 adalah 47,84 (distribusi peserta dan nilai rerata per jenjang untuk setiap provinsi UKG untuk kompetensi pedagogi dan professional yang dilakukan pada tahun 2013, secara rinci dapat dilihat pada lampiran disertasi ini).

Masih rendahnya SDM guru di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan rendahnya prestasi siswa. Hasil perolehan prestasi siswa kita menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) tahun 2004 menunjukkan bahwa siswa Indonesia Pada tahun 1999 siswa kelas VIII Indonesia dalam prestasi sains berada di peringkat ke 32 dari 48 Negara. Pada tahun 2003 berada di peringkat ke 37 dari 46 negara, dan pada tahun 2007 berada di peringkat ke 35 dari 49 negara. (Litbang, Kemdikbud, 2012).

(4)

Development atau CPD). Teacher Capacity Building (TCB) merupakan salah satu bentuk CPD guru yang implementasinya dapat berbentuk kegiatan diskusi dan refleksi serta kegiatan penelitian sebagai guru professional untuk memperbaiki praktek-praktek pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai seorang professional, guru memiliki lokus utama untuk meningkatkan kualitas pada proses pembelajaran, pengembangan diri guru, serta peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan.

Upaya untuk meningkatkan TCB tidak dapat terlaksana hanya dengan mengandalkan komitmen dan motivasi yang dimiliki oleh guru secara individu. Pembentukan TCB memerlukan dukungan kebijakan sistemik yang tepat dan efektif. Proses pengembangkan TCB seyogyanya lebih terintegrasi dengan kebijakan, pengorganisasian, implementasi dan pengawasan yang tepat. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan UNESCO (2006) yang menyatakan bahwa kapasitas individu terkait dengan pemahaman, pengetahuan dan akses informasi dimana seseorang dapat menunjukan performancenya secara efektif.

Kapasitas guru gabungan antara keahlian, motivasi, dan kesempatan yang diberikan kepada guru tersebut (capacity = expertise + motivation + opportunities). Pembelajaran bermutu akan terwujud bila guru memiliki keahlian dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat memberikan layanan bermutu kepada siswa dan seluruh stake holder sekolah, serta memiliki kesempatan untuk menampilkan kompetensi yang dimiliki sehingga dapat memberikan kontribusi optimal terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah (Murray et al 2009, hlm 456).

(5)

Persoalan dalam capacity building dan kualitas pembelajaran merupakan persoalan yang perlu diselesaikan melalui perbaikan pada kapasitas guru.

Pada kenyataannya, kebijakan dalam membangun TCB untuk meningkatkan profesionalitas guru sesuai dengan fungsinya masih jauh dari harapan. Hanya beberapa sekolah yang memiliki sumber daya dan sistem yang efektif mampu menyelenggarakan TCB. Hal ini menyebabkan masalah mutu sekolah tetap menjadi masalah yang sulit diselesaikan oleh sekolah terutama yang memiliki keterbatasan sumber daya.

Upaya peningkatan profesionalitas guru masih lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat melalui berbagai kebijakan pendidikan yang diluncurkan. Padahal apabila dicermati lebih dalam, pemerintah daerah justru lebih berkepentingan dengan hasil dari kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi guru dibandingkan dengan pemerintah pusat. Dengan kata lain, pengembangan profesionalitas guru masih memerlukan sentuhan yang lebih besar dari pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota.

Di pihak lain, TCB yang dikembangkan di sekolah masih bersifat plagiarism dalam arti sekolah hanya melaksanakan kebijakan didesiminasikan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan. Sekolah sudah merasa cukup puas apabila mereka sudah berusaha melaksanakan kebijakan pembanguanan kapasitas guru yang digulirkan pemerintah pusat. Dalam banyak kasus, pelaksanaan kebijakan pusat inipun hanya diakukan di sekolah untuk kepentingan memenuhi persyaratan administratif semata. Dengan demikian, sangat mudah difahami apabila peningkatan profesionalitas guru yang menjadi tujuan pengembangan TCB masih jauh dari harapan untuk tercapai.

(6)

memenuhi standar diharapkan mau berbagi dengan guru lain baik melalui cara receptive (membaca/mendengarkan) maupun cara productive (berbicara/menulis).

Pada kenyataannya, banyak kepala sekolah mengakui bahwa pelaksanaan PK guru yang sudah dirancang sedemikian idean dengan ketentuan: 1) dilakukan oleh guru senior yang sudah dilatih, 2) menggunakan instrumen Pk guru yang sudah ditemtukan, dan 3) menggunakan mekanisme penilaian kinerja yang sudah ditetapkan dalam Permendiknas No 35 tahun 2010 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan PK guru, ternyata dilakukan semata- mata hanya untuk keperluan pelaporan ke dinas Pendidikan dan keperluan upload data ke data pokok pendidikan (dapodik) bahwa sekolah sudah melaksanakan PK guru.

Laporan hasil penilaian kinerja guru yang dilakukan pada tahun 2014 berdasarkan data yang diambil dari Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) guru yang diajukan kepada tim penilai angka kredit kota Bandung menunjukkan bahwa hampir 100% hasil PK guru pengusul mencantumkan angka 56 yang berarti semua guru mencapai standar yang diinginkan dan tidak ada satu kompetensipun yang berada pada tingkat dibawahnya. Hal ini dirasakan sangat tidak rasional karena apabila dibandingkan dengan kriteria kinerja, seorang guru yang mendapat nilai 56 dengan sebutan amat baik adalah mereka yang berkinerja baik melebihi persyaratan, mempersiapkan materi tambahan bagi siswa, memberikan umpan balik yang cepat dan penuh, membuat peluang untuk dapat bekerja dengan rekan-rekan, rutin memberitahukan kemajuan peserta didik kepada orang tuanya. Dilihat dari segi peserta didik, guru dengan sebutan amat baik adalah mereka yang peserta didiknya menikmati proses belajarnya, menggunakan sebagian besar waktunya dengan bekerjasama, mengumpulkan semua tugas dengan tepat waktu dan memperoleh hasil yang bagus dalam setiap tes ataupun ujian.

(7)

alasan digunakan oleh sekolah-sekolah, tetapi semuanya berujung pada satu kesimpulan akhir yaitu kebijakan PK guru baru dilakukan untuk pemenuhan administrasi semata karena kalau tidak dilakukan, maka guru akan mengalami kendala dalam pencairan tunjangan profesi.

Masalah lain yang terkait dengan pembangunan TCB di sekolah adalah kurangnya inovasi yang dilakukan di sekolah dalam menciptakan kegiatan-kegiatan pembangunan kapasitas guru. Hal ini sangat kental terjadi di sekolah-sekolah negeri. Berbeda dengan sekolah-sekolah swasta, sekolah-sekolah negeri harus mengikuti pakem-pakem khusus yang harus diikuti dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Kondisi ini diperburuk dengan adanya ketentuan-ketentuan pengeloaan keuangan yang mengamanatkan sekolah untuk tidak mengeluarkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selain untuk tiga belas aspek yang dicantumkan dalam aturan pengeluaran dana BOS. Jumlah nominal dana BOS yang memang hanya ditujukan untuk membiayai kegiatan minimal di sekolah ditambah dengan sering melesetnya waktu pencairan membuat para kepala sekolah sering mengalami kesulitan untuk melakukan inovasi di sekolah, tidak terkecuali inovasi untuk pembangunan kapasitas guru.

Dari segi guru, pembangunan TCB terhambat karena guru masih belum menganggap bahwa peningkatan kualitas diri adalah sebuah kebutuhan. Data yang diambil dari usulan kenaikan pangkat guru yag diperiksa oleh tim penilai angka kredit dari Biro Kepegawaian Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan republik Indonesia tahun 2014 menunjukkan tidak kurang dari 30 % dokumen publikasi ilmiah dan karya inovatif yang diajukan terpaksa ditolak dengan alasan tidak asli.

(8)

guru masih sangat rendah. Para guru masih lebih tertarik dengan angka kredit yang ditawarkan sebagau reward dari

Kegiatan PKB yang dilakukan dibanding dengan 'hadiah sejati' yang ditawarkan PKB yakni peningkatan kualitas diri.

Patut disyukuri, ternyata tidak semua guru di Republik Indonesia ini beranggapan sebagaimana dipaparkan di atas. Kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Seolah (MKKS), atau Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) terlihat masih cukup ramai dihadiri oleh guru-guru yang memiliki semangat untuk meningkatkan diri. Hal yang masih harus mendapat perhatian adalah kenyataan bahwa kegiatan peningkatan profesionalitas guru yang diselenggarakan di komunitas tersebut masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dengan kebutuhan para guru. Kegiatan yang ditawarkan dalam komunitas ini sering merupakan kegiatan berbasis proyek yang konten utamanya belum dikaitkan dengan tujuan peningkatan kompetensi yang masih harus ditingkatkan oleh guru. Seringkali terlihat kegiatan ini hanya diikuti oleh guru yang sama. Seringkali pula terjadi overlapping konten sehingga kegiatan dilakukan secara berulang-ulang di komunitas yang sama.

(9)

Permasalahannya adalah kegiatan tadi masih belum dikelola dengan efektif sehingga hasil yang diharapkan masih belum bisa dicapai secara optimal. Disamping itu belum adanya kontrol penjaminan mutu yang diberlakukan membuat kegiatan TCB menjadi hal yang belum bisa diukur efektifitas dan sustainabilitasnya.

Hal terakhir yang menjadi permasalahan pembangunan TCB di tingkat sekolah adalah masalah keberlanjutan (sustainability) dari program TCB yang dikembangkan. Sebagaimana dipaparkan di atas, masih sangat jarang sekolah yang melakukan kegiatan-kegiatan penjaminan mutu TCB. Masih sangat jarang ditemukan sekolah sudah mendokumentasikan kegiatan TCB, menggunakan instrument penjaminan mutu TCB atau bahkan bekerja sama dengan pihak tertentu yang berkompeten dalam hal penjaminan mutu. Kebanyakan sekolah yang melaksanakan pembangunan TCB belum memiliki Standar Operational Procedure (SOP) yang tetap untuk kegiatan yang dilakukan. Sekolah-sekolah ini juga belum memiliki manual-manual yang dikembangkan untuk memonitor dan mengevaluasi kegiatan sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan feedback yang sangat berharga untuk meningkatan kualitas kegiatan TCB selanjutnya. Kondisi seperti ini membuat dampak dari kegiatan TCB tidak terukur ketercapaiannya. Dan yang lebih menyedihkan adalah tidak adanya pola yang bisa diapatasi oleh sekolah lain yang memilki perhatian untuk meningkatkan kapasitas guru.

Identifikasi permasalahan sebagaimana dipaparkan di atas dapat divisualisasikan dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 Identifikasi Masalah

No Permasalahan TCB Dampak Implikasi

(10)

Keenam permasalahan yang dikemukakan di atas memberikan peluang kepada peneliti untuk mengkaji lebih jauh tentang bagaimana pengelolaan Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di sekolah. Dalam penelitian ini, penulis memilih dua sekolah di kota Bandung yang dinilai dapat mewakili sekolah-sekolah lain yang telah mampu mengembangkan TCB secara mandiri sehingga dapat memberikan layanan mutu pendidikan yang betkualitas. Kedua sekolah dimaksud adalah SMP Negeri 2 dan SMP Darul Hikam yang keduanya berada di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung.

Berdasarkan latar belakang penelitian serta kedudukan permasalahan dalam ruang lingkup ilmu administrasi pendidikan maka peneliti mengambil judul penelitian “Pengelolaan Teacher Capacity Building (TCB) untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru di Tingkat Sekolah. (Studi Kasus pada Guru SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Kota Bandung).

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka fokus penelitian ini adalah: "Bagaimana Teacher Capacity Building (TCB) dikelola untuk meningkatkan profesionalitas guru di sekolah?"

Secara lebih khusus, fokus dari penelitian ini adalah:

1. Tahapan pengambilan kebijakan Sekolah tentang TCB yang meliputi: a. Proses identifikasi permasalahan (problem identification)

kebutuhan administrasi oleh sekolah

3. TCB masih bersifat parsial 4 TCB belum menjadi

kebutuhan

5 TCB belum direncanakan dengan baik

6 TCB masih belum

(11)

b. Proses menentukan alternative solusi yang akan diambil (alternative solution)

c. Proses memilih, menjelaskan, dan mensosialisasikan kebijakan yang diambil (policy implementation)

2. Pengelolaan TCB yang dilakukan sekolah yang meliputi: a. Perencanaan (plan)

b. Pelaksanaan (do) c. Evaluasi (check) d. Tindak lanjut (action)

3. Sistem penjaminan mutu (quality assurance) dari TCB yang meliputi: a. Lembaga yang ditunjuk untuk menjamin mutu TCB

b. Instrumen yang digunakan untuk menjamin mutu c. Mekanisme penjaminan mutu

d. Penggunaan feedback dari hasil penjaminan mutu e. Follow up penjaminan mutu

4. Dampak dari TCB yang meliputi:

a. Dampak terhadap diri guru (teacher professionalsm) b. Dampak terhadap mutu pembelajaran ( learning quality) c. Dampak terhadap mutu sekolah (school quality)

C. Pertanyaan Penelitian

Secara lebih terperinci, keempat problem area diatas dijabarkan dalam beberapa pertanyan penelitian (research question) sebagai berikut:

1. Bagaimana proses identifikasi permasalahan (problem identification), pengambilan kebijakan TCB (alternative solution), dan implementasi kebijakan (policy implementation) yang terjadi dalam pengambilan kebijakan TCB di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam?

(12)

3. Bagaimana lembaga, instrument, mekanisme, penggunaan feedback dan follow up dari sistem penjaminan mutu (quality assurance) dikembangkan untuk menjamin mutu TCB di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam?

4. Bagaimana dampak dari pelaksanaan TCB terhadap diri guru (teacher profesionalism), mutu pembelajaran (learning quality) dan mutu sekolah (school quality) di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan

a. Tahapan pengambilan kebijakan sekolah dalam Teacher Capacity Building (TCB)untuk meningkatkan profesionalitas guru di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung

b. Pengelolaan Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung.

c. Quality Assurance dari Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di SMPN 2 Kota dan SMP Darul Hikam Bandung

d. Dampak dari Teacher Capacity Building (TCB) terhadap diri guru (teacher professionalism), terhadap mutu pembelajaran (learning quality), dan dampak terhadap mutu sekolah (school quality) di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung.

2. Menganalisis

a. Tahapan pengambilan kebijakan sekolah dalam Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung.

(13)

c. Quality Assurance Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung.

e. Dampak dari Teacher Capacity Building (TCB) terhadap diri guru (teacher professionalism), terhadap mutu pembelajaran (learning quality), dan dampak terhadap mutu sekolah (school quality) di SMPN 2 dan SMP Darul Hikam Bandung.

3. Merancang model hipotetik Teacher Capacity Building (TCB) untuk meningkatkan profesionalitas guru di tingkat sekolah.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari dua segi, yaitu manfaat dari segi teoritis dan praktis.

1. Manfaat secara teoritis

Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menelaah beberapa konsep atau teori yang sudah ada tentang TCB dan upaya-upaya pembinaan dan pengembangan profesionalitas guru melalui peningkatan kapasitas diri (TCB). Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan konsep-konsep dalam TCB untuk meningkatkan professionalitas guru di sekolah khususnya di Sekolah Menegah Pertama.

2. Secara praktis

(14)

F. Struktur Organisasi Disertasi

Secara keseluruhan, disertasi ini diorganisasikan ke dalam 5 bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang dari penelitian yang dilakukan. Latar belakang penelitian ini dikembangkan dengan mengkaji kondisi ideal (ideal condition) dari penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas yang diambil dari teori-teori, kebijakan, fakta, maupun dari pengalaman empiris.

Kondisi ideal ini kemudian dikontraskan dengan kondisi yang terjadi di lapangan (existing condition) sehingga diperoleh sebuah sebuah gap yang dijadikan peluang perlunya dilakukan sebuah penelitian tentang pengeloaan TCB untuk meningkatkan profesionalitas guru di sekolah. Secara rinci bab ini terdiri dari sub bab yang memuat latar belakang penelitian, focus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi.

Bab II Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran. Bab ini menguraikan tinjauan pustaka terkait management pengembangan sumber daya manusia (MSDM) terutama yang berkenaan dengan pengembangan kapasitas (capacity building), Continous Professional Development (CPD), Teacher Capacity Building (TCB), profesionalitas guru, kebijakan peningkatan profesionalitas gutu, serta sistem penjaminan mutu (Quality Assurance) di sekolah yang diambil dari beberapa sumber baik berupa teori, hasil penelitian yang relevan, pengalaman empirik, maupun hasil konstruk berfikir peneliti. Bab ini merupakan bagian yang sangat penting dari disertasi karena memuat bagaimana masalah yang ditemukan dalam penelitian dapat dipecahkan secara teoritik. Kerangka pemecahan masalah penelitian dapat dilihat pada bagian kerangka pemikiran.

(15)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini menguraikan hasil penelitian, rangkuman hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian, dan pengembangan model hipotetik sistem pengelolaan TCB. Pada bab ini penulis membandingkan, menganalisis, dan memprediksi hasil penelitian melalui teori-teori yang dikemukakan pada bab II untuk kemudian melakukan restrukturisasi sehingga penulis mendapatkan model pengelolaan TCB untuk meningkatkan profesionalitas guru di sekolah. Pada bab ini penulis juga mengemukakan keterbatasan serta persyaratan dari model yang ditemukan.

Gambar

Tabel 1.1 Identifikasi Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Perangkat lunak ini diharapkan dapat menerima input berupa sebuah jaringan kerja lengkap dengan parameter waktu dari tiap kegiatan di dalamnya, dan mengeluarkan output berupa

Sahabat MQ/ pendidikan berkualitas merupakan salah satu indikator untuk mengukur gengsi negaranya terhadap negara lain// Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan

5. Pendidikan ruhani merupakan sarana bagi seseorang untuk memperoleh taufik dalam segala perilaku dan perkataannya. Hal ini karena jiwa telah memiliki kesiapan menerima dan

average , berhasil didapatkan hasil akurasi yang berbeda sehingga teknik tersebut cocok dan sesuai untuk digunakan pada data yang akan diuji yang sebagian besar

pada klon karet metabolisme tinggi terhadap pemberian stimulan etilen kulit. pisang di bawah

Garis Pangkal Lums

klon unggul dengan produktivitas yang tinggi sebagai penghasil lateks dan kayu,.. yang terdiri atas klon IRR 107, IRR 112, IRR 118 dan

PELAKSANAAN PROGRAM BINA KELUARGA BALITA D ALAM PENINGKATAN PERAN PENGASUHAN IBU UNTUK ANAK. USIA D INI D I BKB D