• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PKR 1103699 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PKR 1103699 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah yang menarik untuk kita kaji dalam hal pendidikan

dewasa ini adalah mutu pendidikan di Indonesia yang masih rendah.

Menurut Education for All Global Monitoring Report yang ditulis oleh

UNESCO tahun 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan

peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69

dari 127 negara dalam Education Development Index. Sedangkan menurut

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menitnya ada empat anak

yang putus sekolah.

Selain itu mahalnya biaya pendidikan menjadi salah satu hal yang

membuat banyaknya siswa putus sekolah. Untuk tingkat SD, SMP, dan

SMA pemerintah sudah memberikan bantuan berupa BOS (Bantuan

Operasional Sekolah). Tetapi pada kenyataannya masih ada

pungutan-pungutan liar yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab yang

membuat orang tua siswa tetap mengeluarkan uang untuk menyekolahkan

anak-anaknya.

Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia

masih perlu mendapat perhatian, lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tidak

dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan

komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar

kualifikasi yang perlu ditingkatkan dan 13,19% bangunan sekolah dalam

kondisi perlu diperbaiki.

Salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan

(2)

2

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X DI SMK NEGERI 3 BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kurikulum. Sejauh ini sudah ada 7 kurikulum yang diterapkan di

Indonesia, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,

Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan) dan terakhir adalah Kurikulum 2013.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 Sisidiknas Pasal 4 ayat 4

menyatakan, “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses

pembelajaran.” Kreativitas ini yang diharapkan dapat tumbuh dalam diri

siswa. Hal tersebut membuat sekarang ini guru lebih sering menyuruh

siswa-siswanya untuk mencari materi yang diajarkan sebelum mereka

yang memberikan materi tersebut.

Maka dari itu pemerintah menerapkan Kurikulum 2013 yang

ternyata banyak menimbulkan pro dan kontra. Banyak guru dan siswa

yang kelelahan dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Malah belum

semua guru benar-benar mengerti apa itu Kurikulum 2013. Masih banyak

yang tidak mengerti bagaimana menerapkannya ketika mengajar. Hal ini

akan berakibat fatal. Karena sang panutan pun tidak mengerti apa yang

harus ia lakukan. Padahal banyak tuntutan yang harus diselesaikan.

Tetapi ada beberapa hal yang kita dapat cermati dari kurikulum

baru ini. Kurikulum 2013 menekankan model pembelajaran Discovery

Learning, Problem Based Learning dan Discovery Learning. Tiga model

pembelajaran ini diharapkan dapat membangun kreativitas siswa karena

siswa diharuskan mencari dan membuat sesuatu yang sama sekali baru

bagi mereka. Mereka akan terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar

mengajar.

Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana siswa

menemukan konsep sendiri dan mengorganisasinya sampai pada suatu

kesimpulan. Model pembelajaran memiliki prinsip yang sama seperti

(3)

Nita Alifanti, 2015

beberapa hal yang mungkin telah ia ketahui sebelumnya. Siswa akan

mengkolaborasikan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya dengan

pengetahuan yang baru diketahuinya dan lahirlah sebuah konsep.

Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang

membuat siswa agar berpikir dan memecahkan sebuah masalah. Masalah

dijadikan sebuah awal untuk membuat siswa berpikir kreatif untuk

mencari solusi dari masalah tersebut. Guru berperan dalam meluruskan

pemecahan masalah yang ditemukan oleh siswa.

Sedangkan Discovery Learning adalah model pembelajaran yang

hampir sama dengan Problem Based Learning, tetapi di dalam model

pembelajaran ini siswa sudah tahu apa yang harus dilakukan, kemudian

siswa membuat sebuah proyek dari materi yang telah didapatkannya. Hal

ini akan membuat siswa bereksplorasi. Learning by doing akan terjadi

dalam metode pembelajaran ini. Siswa akan lebih termotivasi dengan

pembelajaran.

Di Kota Bandung, sudah banyak sekolah yang menerapkan

Kurikulum 2013. Salah satunya adalah Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK). Dengan adanya Kurikulum 2013 ada beberapa pelajaran baru.

Untuk SMK yang memiliki jurusan Administrasi Perkantoran, mata

pelajaran Korespondensi termasuk mata pelajaran baru. Sebenarnya mata

pelajaran ini sudah ada sejak dulu tetapi dengan nama Melakukan

Prosedur Administrasi (MPA).

Perbedaan MPA dengan Korespondensi adalah kompetensi yang

diajarkannya. Dalam MPA, siswa diajarkan bagaimana menangani surat

(mail handling). Tetapi dalam mata pelajaran Korespondensi, siswa

diajarkan untuk membuat surat. Mulai dari ejaan sampai bentuk-bentuk

(4)

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X DI SMK NEGERI 3 BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam pelajaran Korespondensi, siswa diajarkan komunikasi lisan

dan tulisan. Tetapi, meskipun Korespondensi mengenai surat menyurat,

siswa harus tahu bagaimana cara berkomunikasi secara lisan baik secara

langsung atau tidak. Salah satu materi yang akan diajarkan kepada siswa

adalah Tata Cara Menerima Panggilan Telephone. Materi ini perlu

dipahami oleh siswa karena mereka harus tahu bagaimana menangani

telephone dengan baik dan benar.

Melakukan komunikasi melalui telephone memang sudah bukan

hal yang asing. Tetapi dalam mata pelajaran Korespondensi, siswa-siswa

akan diajari bagaimana cara berkomunikasi melalui telephone sesuai

aturan. Mereka juga akan diajari spelling abjad yang akan mempermudah

mereka ketika berkomunikasi melelaui telephone. Spelling abjad juga

berguna agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika sedang melakukan

komunikasi melalu telephone.

Di bawah ini adalah nilai materi Tata Cara Menerima Panggilan

Telephone kelas X SMK Negeri 3 Bandung tahun ajaran 2012-2013 dan

(5)

5

Nita Alifanti, 2015

Tabel 1.1

Nilai Kompetensi Dasar Tata Cara Menerima Panggilan Telephone Tahun Ajaran 2012-2013

Kelas KKM Jml.

Siswa

Pengetahuan Keterampilan Sikap

(6)

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X DI SMK NEGERI 3 BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 1.2

Nilai Kompetensi Dasar Tata Cara Menerima Panggilan Telephone Tahun Ajaran 2013-2014

Kelas KKM Jml.

Siswa

Pengetahuan Keterampilan Sikap

(7)

Nita Alifanti, 2015

(8)

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X DI SMK NEGERI 3 BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dilihat dari dua tabel di atas, tidak ada perubahan yang

signifikan untuk nilai siswa pada tahun ajaran 2012-2013 dengan

2013-2014. Memang terdapat perbedaan seperti pada tahun ajaran 2012-2013,

presentase siswa yang memiliki nilai di bawah KKM untuk aspek

pengetahuan mencapai 52,5% dan menurun di tahun selanjutnya

menjadi 49%. Dan untuk keterampilannya pun terdapat penurunan

presentase, dari 56,5% menjadi 55,3%.

Meskipun turunnya nilai siswa ini tidak begitu signifikan, tetap

saja ini tidaklah memuaskan. Karena berdasarkan data yang dimiliki

penulis, nilai siswa lebih banyak yang berada di bawah KKM atau di

bawah 2,67 yang setara dengan 75 apabila dikonversikan ke skor nilai

berskala 10-100. Terlebih untuk keterampilan. Karena yang diharapkan

dari lulusan siswa-siswi SMK adalah mereka akan lebih terampil ketika

berada di lapangan.

Kurang maksimalnya hasil belajar ini dapat disebabkan oleh

faktor internal dan eksternal. Seperti yang dikatakan oleh B.Bloom

dalam Sudjana (2010: 23):

“Terdapat dua faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar

yaitu karakteristik intern siswa yang meliputi: kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya dan motivasi. Serta karakteristik ekstern kualitas pengajaran yang meliputi: guru, metode

pembelajaran dan fasilitas belajar.”

Berdasarkan pernyataan di atas, model pembelajaran termasuk

faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa. Maka dari itu peneliti

memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan dengan cara

melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran yang

akan diterapkan pada siswa.

Peneliti memilih Discovery Learning karena dirasa akan

(9)

Nita Alifanti, 2015

Sebenarnya dari tahun kemarin, ketika Kurikulum 2013 mulai

diterapkan di SMKN 3 Bandung, beberapa guru sudah menerapkan juga

model pembelajaran ini. Tetapi dari wawancara peneliti dengan guru

Korespondensi, terkadang guru lebih memilih metode konvensional

karena dianggap lebih mudah untuk diterapkan.

Peneliti memilih model pembelajaran Discovery Learning

karena setelah berbincang dengan guru mata pelajaran Korespondensi di

SMKN 3 Bandung, model pembelajaran ini dianggap cocok diterapkan

di kelas agar siswa mengeksplor sendiri kompetensi yang akan mereka

capai agar mereka lebih tahu konsep dasar dari materi tersebut. Siswa

harus benar-benar paham akan ilmunya terlebih dahulu sebelum

menerapkannya di dunia kerja.

Discovery Learning akan menumbuhkan rasa penasaran bagi

siswa yang akan membuat mereka berinisiatif untuk mencari

informasa-informasi yang dibutuhkan. Hal positif ini tentunya diharapkan oleh

para guru agar siswa merasa senang ketika belajar karena apabila siswa

hanya mendengarkan dan mencatat apa yang dikatakan guru, siswa

dapat merasa bosan.

Model Pembelajaran ini juga dapat menimbulkan rasa puas bagi

siswa, apabila siswa tersebut berhasil menemukan apa yang harus

mereka cari. Hal ini akan menumbuhkan motivasi bagi siswa yang

membuat siswa semangat dalam mengikuti pelajaran dan membuat

siswa lebih mudah dalam menerima pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti

mengadakan penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran

(10)

Nita Alifanti, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X DI SMK NEGERI 3 BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Melihat latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka inti

dari penelitian dapat dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut:

Adakah perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran Discovery Learning dengan siswa yang menggunakan

model pembelajaran konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan peneliti secara umum adalah

untuk memperoleh informasi melalui kajian ilmiah tentang penerapan

Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa. sedangkan secara

khusus, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya perrbedaan

hasil belajar siswa yang belajar menggunakan Discovery Learning

dengan siswa yang menggunakan model konvensional.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif

model pembelajaran untuk guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa

didiknya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi peneliti lainnya untuk dijadikan penelitian selanjutnya.

Selain itu, apabila penelitian ini berhasil, penelitian ini dapat

meningkatkan hasil belajar mereka dan untuk pendidik dapat dijadikan

alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa

didiknya. Penelitian ini juga dapat dijadikan media informasi bagi

sekolah dan dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hasil

Gambar

Tabel 1.1  Nilai Kompetensi Dasar Tata Cara Menerima Panggilan Telephone
Tabel 1.2 Nilai Kompetensi Dasar Tata Cara Menerima Panggilan Telephone

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia dalam batas-batas tertentu telah menunjukkan kemajuan di bidang peningkatan partisipasi anak sekolah pada tingkat Pendidikan dasar, SLTP dan SLTA,

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi”.Berdasarkan pernyataan tersebut telah jelas bahwa melalui pemecahan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga (yang berbahan dasar rotan) di Toko Mulia Rattan,

Terdapat pengaruh yang signifikan pada pembelajaran dengan model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pesawat sederhana.. Terdapat

497.500.000,- (Empat ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Kelompok Kerja Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Barang /

[r]

Pejabat Pengadaan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi