• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA POTENSI KAWASAN PETERNAKAN BERBASIS DAYA DUKUNG LOKAL DI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETA POTENSI KAWASAN PETERNAKAN BERBASIS DAYA DUKUNG LOKAL DI JAWA BARAT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

835

PETA POTENSI KAWASAN PETERNAKAN BERBASIS DAYA DUKUNG LOKAL DI JAWA BARAT

Hasni Arief, Lizzah Khaerani, dan Romi Zamhir Islami

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor - Sumedang, Jawa Barat 40363 Surel: [email protected] dan [email protected]

ABSTRAK

Daya dukung lokal, dalam hal ini sumber daya pakan lokal, sangat penting untuk pengembangan peternakan berbasis kawasan, yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap keunggulan komparatif maupun kompetitif, terutama dalam menghadapi kompetisi produk peternakan pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisis fakta dan informasi aktual yang berkaitan dengan penyebaran dan pengembangan komoditas peternakan yang didasari oleh kondisi agro-ekosistem (sumber daya.pakan lokal). Data dan informasi yang dikumpulkan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan, serta instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini, berupa: data populasi ternak yang ada pada saat ini dan tingkat pertumbuhannya; luas wilayah pertanian dan produksinya, terdiri dari: lahan sawah, lahan kering, dan lahan hutan; dan data sekunder lainnya terkait dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Potensi kawasan peternakan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:Ruminasi besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau)- a) Indeks daya dukung >2, memiliki potensi pengembangan tertinggi berada pada Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Karawang, Subang, Indramayu dan Majalengka, b) Indeks daya dukung >1, memiliki potensi yang relatif cukup berada pada Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Cirebon, dan c)Indeks daya dukung ≤1, wilayah yang sangat kritis untuk pengembangan kawasan peternakan ruminansia besar berada pada daerah perkotaan dan daerah sub-urban (Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi); Ruminansia kecil (domba dan kambing)- a) Indeks daya dukung >2: Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Bogor dan Ciamis, b) Indeks daya dukung >1: Kabupaten Bandung, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Bandung Barat, dan c) Indeks daya dukung ≤1: Cirebon diikuti oleh kota-kota yang ada di Jawa Barat; Unggas (ayam ras pedaging, petelur, dan itik)- a) Indeks daya dukung > 2: Kabupaten Garut, Majalengka, dan Sumedang, b) Indeks daya dukung >1, yaitu Kabupaten Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Kabupaten Bekasi dan Bandung Barat, dan c) Indeks daya dukung ≤1, yaitu Kabupaten Karawang; 2) Terkait dengan poin (1) dengan berdasar pada PERDA No. 22 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan, maka kawasan peternakan yang ada di Jawa Barat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu: a) Kawasan khusus/komoditas, kawasan yang relatif homogen yang didominasi dengan satu pakan ternak. Kawasan peternakan ini diberi nama sesuai dengan nama komoditas ternak yang dikembangkan; dan b) Kawasan terpadu/terintegratif.

Kata kunci: Daya Dukung Lokal, Kawasan, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif, Indeks Daya Dukung, Ruminansia Besar, Ruminansia Kecil, Unggas

(2)

836

PENDAHULUAN

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki letak yang sangat stategis. Hal ini beralasan karena provinsi ini terletak di antara pusat konsumsi (Jabodetabek) dan pusat produksi (Jawa Tengah). Posisi strastegis ini tentunya berimplikasi terhadap karakteristik masyarakatnya dalam menjalankan usahaternak yang ada.Tipologi usahaternak yang ada di provinsi ini sebagian besar telah mengarah pada komersialisasi usaha, yang mana hal ini lebih nyata terlihat pada komoditas sapi potong dengan banyaknya usaha penggemukkan yang berkembang pada wilayah ini.

Secara empirik, tipologi peternakan pada wilayah ini lebih didasari oleh kondisi agro-ekosistem yang ada. Daya dukung lokal (agro-ekosistem), dalam hal ini sumber daya pakan lokal, sangat penting untuk pengembangan peternakan berbasis kawasan, yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap keunggulan komparatif maupun kompetitif, terutama dalam menghadapi kompetisi produk peternakan pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebagai contoh, wilayah Keresidenan Cirebon: Indramayu, Majalengka, dan Kuningan: berkembang usahaternak itik, karena kondisi ekologi dan limbah tanaman pangan yang relatif banyak mendorong aktivitas peternakan tersebut terbentuk; wilayah Keresidenan Priangan Timur: Tasikmalaya, dan Ciamis, berkembang usahaternak ayam broiler; wilayah Lembang dan Pangalengan (Bandung selatan) merupakan wilayah sentra komoditas sapi perah; dan wilayah-wilayah lainnya dengan kondisi agro-ekosistem yang ada melahirkan usaha peternakan yang khas (komoditas ternak disesuaikan).

Terlepas dari hal tersebut, yang menjadi permasalahan sekarang adalah daya tampung wilayah yang bersangkutan terkait dengan ketersediaan pakan terhadap ternak yang dikembangkan. Atas hal tersebut, pemerintah setempat berupaya membuka dan mengembangkan wilayah-wilayah baru sebagai kawasan peternakan yang didasari pada sebatas ketersediaan pakan dan karakteristik sosial masyarakat wilayah setempat.Kajian Peta Potensi Kawasan Peternakan ini merupakan salah satu upaya untuk menganalisis fakta dan informasi aktual yang berkaitan dengan penyebaran dan pengembangan komoditas peternakan yang didasari oleh kondisi agro-ekosistem.

METODE PENELITIAN Objek dan Subjek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, sedangkan subjek penelitian adalah wadah atau tempat di mana variabel penelitian atau titik perhatian itu melekat (Arikunto, 1998).

Sejalan dengan pengertian di atas, maka objek dalam penelitian ini adalah pemetaan potensi kawasan peternakan. Adapun data yang diperlukan sesuai dengan tujuan dari kajian ini adalah data mengenai populasi ternak yang ada pada saat ini dan tingkat pertumbuhannya; luas wilayah pertanian dan produksinya, terdiri dari: lahan sawah, lahan kering, dan lahan hutan; dan data sekunder lainnya terkait dengan penelitian ini.

Metode Penelitian Desain Penelitian

Sekaran (2006) mendefinisikan bahwa penelitian sebagai penyelidikan atau investigasi yang terkelola, sistematis, berdasarkan data, kritis, objektif dal ilmiah terhadap suatu masalah spesifik, yang dilakukan dengan tujuan menemukan jawaban

(3)

837

atau solusi terkait. Lebih lanjut, Nazir (2002) menyatakan bahwa penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah–masalah yang dapat dipecahkan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang peta potensi kawasan yang ada di Jawa Barat dan rumusan dasar penilaian kawasan yang terbentuk sehingga dapat dijadikan panduan atau pedoman untuk menilai kelayakan suatu kawasan.

Teknik Penarikan Sampel

Terkait dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, maka penelitian ini tidak melakukan teknik penarikan sampel.

Data Penelitian

Data dan informasi yang dikumpulkan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan,diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan.

Model Analisis Statistik

Bertitik tolak dari tujuan kegiatan yang dilakukan pada tahun ini, maka metode analisis yang digunakan adalah analisis ketersediaan dan daya dukung pakan.Bertitik tolak dari tujuan kegiatan yang dilakukan pada tahun ini, maka metode analisis yang digunakan adalah analisis ketersediaan dan daya dukung pakan.Oleh karena itu, analisis daya dukung pakan/daya tampung adalah sebagai berikut:

a. Ternak Ruminansia Kecil

Kapasitas tampung ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) didasarkan pada estimasi produksi bahan kering (yang selanjutnya disingkat BK) rumput yang dihitung berdasarkan perkiraan ketersediaan rumput pada berbagai jenis ekologi lahan dengan rumus sebagai berikut (Fitriani, dkk., 2007):

 Lahan sawah = (0,77591 x luas lahan x 0,06 x 6,083) ton BK/tahun

 Lahan Kering = (1,062 x luas lahan x 0,09785 x 6,083) ton BK/tahun

 Lahan Pangonan = (1,062 x luas lahan x 6,083) ton BK/tahun

 Lahan Hutan = (2,308 x luas lahan x 0,05875 x 6,083) ton BK/tahun

Ketersediaan BK rumput akan digunakan untuk mengestimasi kapasitas tampung ternak ruminansia kecil, dengan rumus sebagai berikut:

WKj = - 0.065(Ydb + Ykb)

Keterangan:

WK = Kemampuan wilayah kabupaten ke-j menampung satuan ternak

KH = Kebutuhan hijauan setiap satuan ternak per tahun (3 ton BK/tahun)

Li = Luas tiap-tiap jenis ekologi lahan (i = 1, 2, 3, dan 4)

Ri = Produktivitas rumput dari setiap jenis ekologi lahan per tahun

Ydb, Ykb= populasi domba dan kambing (dalam satuan ekor)

(4)

838

b. Ternak Ruminansia Besar

Kapasitas tampung ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau) didasarkan pada estimasi produksi BK jerami padi dan palawija. Pengukuran produksi BK jerami padi dan palawija didasari pada luas panen, produksi jerami setiap jenis tanaman, dan perkiraan pemanfaatan jerami dengan rumus sebagai berikut:

PiJj =Luas panen (Ha/th) x prod.BK (ton/Ha) x pemanfaatan (%)

Tabel 1 Pemanfaatan Berbagai Jerami sebagai Makanan Ternak Ruminansia

Jenis Tanaman Prod. Bahan Kering*) (ton/Ha) Pemanfaatan**) (%) 1. Jagung 6.0 30—40 2. Padi 2.5 16—60 3. Kacang tanah 2.5 17—45 4. Kacang kedele 2.5 26—44 5. Ubi jalar 1.5 - 6. Ubi kayu 1.0 10—76 7. Pucuk tebu 4.0 25—42

Keterangan: *) Muller&Ellemberg(1974) dalam Hadiana, dkk. (2004) **) Fapet UGM dan Dirjenak (2002) dalam Hadiana, dkk. (2004) Analisis daya tampung wilayah dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

WKj = - 0.8(Ysh + Ykrb) + 0.7(Ysp)

Keterangan:

WK = Kemampuan wilayah kabupaten ke-j menampung satuan ternak KH = Kebutuhan hijauan setiap satuan ternak per tahun (3 ton BK/tahun)

Pi = Luas panen dari tiap-tiap jenis tanaman (i = 1, 2, 3, 4,....7), yang terdiri dari

tanaman jagung, padi, kacang kedele, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu, dan pucuk tebu

Jj = Produktivitas jerami dari setiap hektar jenis tanaman i per tahun

Ysh, Ykrb, Ysp = populasi sapi perah, kerbau dan sapi potong (dalam satuan ekor)

Faktor koreksi populasi dari ekor ke animal unit (satuan ternak) untuk sapi perah dan kerbau adalah 0.8 dan sapi potong adalah 0.7.

c. Ternak Unggas

Kapasitas tampung ternak unggas dan babi didasarkan pada estimasi produksi biji-bijian (jagung dan kedele) dan limbah processing hasil usahatani (dedak padi). Proyeksi ketersediaan dedak dihitung dari konversi produksi padi dengan asumsi produksi dedak sebesar 10% dari produksi padi (Rahayu, 2008). Untuk itu, analisis daya dukung/kapasitas tampung berdasarkan rumus sebagai berikut:

(5)

839

Berdasarkan analisis daya dukung diperoleh kriteria status daya dukung sebagai berikut: Tabel 2 Kriteria Status Daya Dukung

No. Indeks Daya

Dukung Kriteria Keterangan

1. ≤1 Sangat kritis Ternak tidak mempunyai pilihan dalam

memanfaatkan sumberdaya yang tersedia

2. >1—1.5 Kritis

Ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi

3. >1.5—2 Rawan Pengembalian bahan organik ke alam pas-

pasan

4. >2 Aman

Ketersediaan sumberdaya pakan secara

fungsional mencukupi kebutuhan

lingkungan secara efisien Sumber: Kriteria Sumanto dan Juarini (2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan ruminasia besar, ruminansia kecil dan unggas di Jawa Barat sangat jelas tergantung kepada kemampuan wilayah dalam menampung ternak tersebut, Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh daya dukung potensi rumput/hijauan dan potensi limbah pertanian lokal yang dimiliki oleh wilayah kabupaten/kota yang berjumlah 26 di Jawa Barat.Berdasarkan karakteristik yang ada dirancang strategi pengembangan peternakan dengan3 (tiga) kategori, yaitu: 1) ruminansia besar, meliputi sapi perah,kerbau, dan sapi potong; 2) ruminansia kecil meliputi domba dan kambing; dan 3) unggas meliputi ayam pedaging, ayam petelur, itik dan ayam buras.

Peningkatan populasi ternak khususnya ternak ruminansia sangat perlu didukung dengan ketersediaan hijauan pakan ternak, baik kuantitas maupun kualitasya sepanjang tahun. Salah satu masalah yang dihadapi peternak ruminansia adalah terbatasnya sumber hijauan yang tersedia. Umumnya hijauan pakan yang digunakan di Jawa Barat berasal dari berbagai jenis tumbuhan rumput-rumputan, leguminosa dan limbah-limbah pertanian. Oleh karena itu, kajian ini diarahkan untuk mengetahui potensi hijauan pakan dan kapasitas tampung ternak sapi di kabupaten/kota di Jawa Barat, komposisi botanis dan produksi hijauan, dan satuan ternak (ST) yang dapat dikembangkan dalam luasan tanah tertentu secara efesien tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.

Pengembangan Ruminansia Besar di Jawa Barat

Pengembangan peternakan pada ternak ruminasia besar sangat dipengaruhi oleh keberadaan rumput dan hijauan serta jerami dari beberapa tanaman pangan yang daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia besar. Kuantitas, kualitas dan kontinuitas pakan salah satunya didukung oleh ketersediaan limbah pertanian, seperti: jerami padi, jerami kedelai, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kacang hijau, daun ubi jalar dan daun ubi kayu.

(6)

840

Tabel 3. Produksi Sisa-sisa Pertanian sebagai Pakan Ternak di Jawa Barat (per tahun)

Sumber : BPS Jawa Barat, 2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa di Jawa Barat sisa-sisa pertanian yang memberikan kontribusi terhadap pakan ternak ruminansia besar berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu jerami padi, jerami jagung, jerami ubi kayu, jerami kacang tanah, jerami ubi jalar, jerami kacang kedelai dan pucuk tebu. Pakan ternak potong (ruminansia) yang berbasis tanaman ubi kayu, jagung, kacang tanah, ubi jalar produksinya perlu ditingkatkan karena ketersediaan limbahnya cukup banyak, sehingga palatabilitas ternak terhadap limbah hasil pertanian ini sangat tinggi, yaitu 30—90%. Adapun produksi hijauan/jerami padi meskipun produksinya cukup tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ruminasia besar masih rendah.Jerami jagung dan kacang tanah cukup tinggi produksinya dan sangat disukai ternak ruminansia; sedangkan potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah jerami padi dan pucuk daun tebu.

Berdasarkan kajianterhadap produktivitas sisa limbah tersebut maka kami menyusun sebuah kapasitas tampung ternak ruminansia besar yang merupakan unsur penyusunan tata ruang peternakan berbasis ruminansia besardengan berdasar pada daya dukung lokal, yaitu ketersediaan hijauan makanan ternak dan juga potensi limbah pertanian. Kapasitas tampung ternak ruminansia besar dalam suatu kabupaten/ kota menunjukkan populasi maksimum suatu jenis ternak ruminansia yang ada di wilayah tersebut yang berhubungan dengan kemampuan wilayah dalam menyediakan pakan hijauan dan potensi ketersediaan limbah pertanian yang dibagi konsumsi bahan kering

Padi Jagung Ubi Kayu Kacang

Kedelai Kacang Tanah Ubi Jalar Pucuk Tebu

1 Kab. Bogor 80941 1575 37017 32 1115 5886 2 Kab.Sukabumi 123796 15349 4929 2547 2702 2228 3 Kab.Cianjur 132935 11330 3644 5686 7319 2388 4 Kab.Bandung 74022 20773 3632 38 979 3525 5 Kab.Garut 145535 127193 11043 8273 13769 9939 287 6 Kab.Tasikmalaya 129120 19100 7043 1924 2217 2160 7 Kab.Ciamis 109341 16930 2324 3134 1265 1394 8 Kab.Kuningan 59645 6342 1122 524 989 6744 1139 9 Kab.Cirebon 80789 113 68 634 111 198 8302 10 Kab.Majalengka 93375 33730 561 1325 761 1007 5138 11 Kab.Sumedang 75895 27548 5048 2933 3610 2820 168 12 Kab.Indramayu 219436 95 68 1904 48 38 4357 13 Kab.Subang 167551 3070 717 200 935 243 6019 14 Kab.Purwakarta 36121 7346 2594 658 777 1715 15 Kab.Karawang 179331 1197 133 396 233 32 16 Kab.Bekasi 93645 0 96 5 57 26 17 Kab.Bandung Barat 37048 14828 2001 655 377 858 18 Kota Bogor 1487 0 181 0 73 222 19 Kota Sukabumi 3423 139 22 2 12 53 20 Kota Bandung 936 139 25 0 16 35 21 Kota Cirebon 664 11 11 0 9 18 22 Kota Bekasi 809 97 32 0 5 33 23 Kota Depok 814 256 146 0 149 158 24 Kota Cimahi 526 0 24 0 33 50 25 Kota Tasikmalaya 12588 504 234 228 29 30 26 Kota Banjar 6470 1357 156 117 108 102 ………..……….ton……….……….. No Kabupaten/ Kota Produksi Jerami

(7)

841 Sapi Perah Kerbau Sapi Potong ST ST ST

1 Kab. Bogor 8960 27366 33220 42189 52315 -10126 Kritis

2 Kab.Sukabumi 5859 11587 18772 50517 27097 23420 Aman 3 Kab.Cianjur 1920 10967 28023 54434 29926 24508 Aman 4 Kab.Bandung 36403 3640 36849 34323 57829 -23506 Kritis 5 Kab.Garut 21858 17372 28378 105346 51249 54098 Aman 6 Kab.Tasikmalaya 2072 13937 50662 53855 48271 5584 kritis 7 Kab.Ciamis 442 4334 36389 44796 29293 15503 kritis 8 Kab.Kuningan 5920 7285 26406 25502 29048 -3547 Kritis 9 Kab.Cirebon 78 4202 3515 30072 5885 24187 Aman 10 Kab.Majalengka 1010 2924 10880 45299 10763 34536 Aman 11 Kab.Sumedang 9610 4886 41614 39340 40727 -1386 Kritis 12 Kab.Indramayu 406 1523 9931 75315 8495 66820 Aman 13 Kab.Subang 1202 3677 31933 59578 26256 33322 Aman 14 Kab.Purwakarta 18 9470 10679 16403 15066 1338 kritis 15 Kab.Karawang 6 741 12949 60440 9662 50778 Aman 16 Kab.Bekasi 108 1166 25477 31276 18853 12423 kritis

17 Kab.Bandung Barat 40818 3405 5189 18589 39011 -20422 Kritis

18 Kota Bogor 833 202 331 654 1060 -406 Kritis

19 Kota Sukabumi 279 84 574 1217 692 524 Kritis

20 Kota Bandung 570 81 1216 383 1372 -989 Kritis

21 Kota Cirebon 33 327 237 255 -18 Kritis

22 Kota Bekasi 28 178 2299 325 1774 -1449 Kritis

23 Kota Depok 671 204 2912 508 2738 -2231 Kritis

24 Kota Cimahi 776 27 45 211 674 -463 Kritis

25 Kota Tasikmalaya 95 781 3375 4537 3063 1474 kritis

26 Kota Banjar 28 85 1044 2770 821 1949 kritis

No Kabupaten/ Kota ……….ekor……..…… Populasi Kapasitas Tampung Populasi Ruminansia Besar Kemampuan wilayah menambah satuan Indeks Daya Dukung Wilayah ruminansia besar selama satu tahun.Berikut adalah tabel kapasitas tampung wilayah untuk ruminansia besar.

Tabel 4. Kapasitas Tampung Ternak Ruminasia Besar di Jawa Barat (per tahun)

Sumber: BPS Jawa Barat 2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4.di atas dapat diketahui bahwa daerah Kabupaten Garut memiliki kapasitas tampung tertinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena produktivitas jerami jagung, ubi kayu dan jerami padinya sangat tinggi dibanding daerah lain. Kami mencoba membandingkan dengan populasi ternak ruminansia yang eksisting ternyata Kabupaten Indramayu memiliki potensi pengembangan tertinggi diikuti oleh daerah Kabupaten Garut, Karawang, Subang, Indramayu dan Majalengka yang nota bene merupakan daerah penghasil beras yang tinggi, sehingga ketersediaan jerami padi nya sangat besar. Daerah lain yang cukup berpotensi adalah daerah Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Cirebon untuk dikembangkan karena masih memungkinkan untuk dikembangkan dalam populasi yang cukup besar.

Informasi lainnya dari tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi trend peningkatan populasi ternak seperti di Kabupaten Bogor dengan populasi yang cukup tinggi dengan kapasitas tampung yang tetap sehingga terjadi over populasi. Hal ini juga terlihat pada daerah Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Daerah-daerah yang lain sangat memungkinkan di tambah populasi ternaknya bahkan secara angka Jawa Barat masih dapat menampung ternak besar sebanyak 200 ribu unit ternak yang dapat disebar di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Indramayu, Karawang, Subang, Majalengka dan Cirebon. Khusus daerah dengan status perkotaan (kotamadya), tidak memiliki daya dukung lahan pertanian yang cukup sehingga pengembangan peternakan

(8)

842

akan menemui hambatan ketersediaan pakan, sehingga kota-kota tersebut cukup jenuh atau kepadatan ternaknya sangat tinggi dan dilihat dari populasi berbanding dengan luasan lahan yang tersedia, kepadatannya dapat kurang dari1 (satu) unit ternak per hektar. Kota-kota tersebut lebih cocok sebagai daerah pengembangan perdagangan dan konsumsi daging ternak besar.

Daerah-daerah potensial yang telah disebutkan sebelumnya ternyata belum mampu merealisasikan peningkatan populasi ternaknya.Hal tersebut sepertinya terkendala oleh terbatasnya informasi dan hasil penelitian mengenai potensi wilayah dan pengembangan ternak besar di Propinsi Jawa Barat menjadikan perkembangan ternak besar tidak pesat. Berdasarkan hal tersebut maka perencanaan pengembangan ternak besar di Jawa Barat harus lebih terarah dan dapat dilakukan pada beberapa wilayah potensial.Beberapa faktor lain yang menjadi bahan pertimbangannya diantaranya adalah faktor biologis, sosial ekonomis, dan adat istiadat atau budaya beternak. Pendekatannya tidak cukup dengan bantuan fisik saja baik ternak maupun infrastruktur tetapi juga di perlukan pendekatan-pendekatan huminiora dan tentu saja pembentukan karakter peternak yang ulet dan tahan banting.

Dalam upaya mendukung kegiatan tersebut perlu direncanakan kegiatan sebagai berikut:

a. Penyebaran tenak ruminasia besar terutama sapi potong ke daerah yang potensial b. Pemanfaatan hijauan pakan lokal

c. Penyediaan bibit unggul melalui kontes ternak d. Perbaikan reproduksi melalui inseminasi buatan e. Optimalisasi daya dukung lahan

f. Penyusunanbuku panduan pengembangan wilayah pengembangan g. Pemberdayaan kelompok peternak

h. Peningkatan kerjasama dengan lembaga keuangan

Pengembangan Ruminansia Kecil di Jawa Barat

Potensi ketersediaan rumput/hijauan sangat berhubungan dengan luasan wilayah lahan sawah, lahan kering, pangonan dan lahan hutan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Provinsi Jawa Barat, potensi rumput dan limbah pertanian yang dihasilkan di Jawa Barat cukup besar. Hal ini didasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terdapat potensi pakan tersebut. Perhitungan potensi pakan ini dimaksudkan untuk menghitung potensi lainnya, yaitu kapasitas tampung ruminansia kecil yang mampu ditampung di wilayah tersebut. Untuk mengitung daya tampung ternak harus diketahui luas lahan dan produksi hijauan tiap penggunaan lahan/tahunnya. Berikut kami sajikan produktivitas pakan di berbagai tipe lahan.

(9)

843

Tabel 5. Produktivitas Pakan di Berbagai Tipe Lahan (ton BK per tahun) serta Populasi Ruminansia Kecil di Jawa Barat

Sumber : BPS Jawa Barat, 2012 (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui bahwa produktivitas pakan pada beberapa tipe lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Bogor memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan ternak ruminansia kecil. Daerah-daerah tersebut memiliki areal lahan kering dan produksi pakan yang tinggi melebihi 50 ribu ton bahan kering/tahunnya serta lahan hutan yang cukup luas dengan produksi hijauan lebih dari 40 ribu ton bahan kering per tahunnya.Untuk daerah penghasil lumbung padi ternyata tidak terlalu besar kontribusinya terhadap perkembangan ruminansia kecil.Hal ini beralasan karena limbah sisa padi tersebut sulit di manfaatkan oleh ternak ruminansia kecil.Hijauan merupakan bahan pakan pokok untuk ternak ruminansia kecil.Rata-rata ternak ruminasia kecil memerlukan hijauan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya per hari sehingga ketersediaan hijauan menjadi prioritas utama bagi usaha ternak ruminansia kecil.Namun, tidak semua potensi rumput dan hijauan tersebut tidak dapat diakses semuanya oleh peternak karena kendala topografi, kontur lahan, jarak yang jauh antara sumber pengembangan ruminansia kecil dengan sumber pakan hijauan dan sebagainya.Oleh karena itu, diasumsikan kemampuan kapasitas tampung ruminansia kecil di Jawa Barat hanya

(10)

844

sebesar 40% dari total kapasiatas tampung maksimum.Berikut kami sajikan kapasitas tampung ternak ruminansia kecil di Jawa Barat.

Tabel 6. Kapasitas Tampung Ruminasia Kecil di Jawa Barat

Sumber : BPS Jawa Barat 2010-2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 6 di atas di ketahui bahwa kapasitas tampung setiap daerah pada kondisi yang realtif stabil. Daerah yang memiliki kapasitas tampung yang tinggi berada di daerah Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Bogor dan Ciamis dengan kapasitas tampung di atas 40.000 satuan unit ternak atau hampir setara dengan 280 000 ekor ternak ruminansia kecil. Daerah lain memiliki kapasitas tampung 10.000 - 30.000 satuan ternak di Daerah Kabupaten Bandung, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Bandung Barat. Sedangkan pada Kabupaten Cirebon memiliki kapasitas tampung yang rendah diikuti oleh kota-kota yang ada di Jawa Barat.

Daya dukung lingkungan yang digambarkan oleh kapasitas tampung ternak

merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.Kapasitas tampung

mengindikasikan sejauh mana peningkatan populasi ternak tersebut mampu ditingkatkan secara optimal.Berdasarkan Tabel 4.12 kemampuan wilayah menambah ternak ruminansia kecil diketahui bahwa beberapa daerah dapat meningkatkan kapasitas tampungnya melebihi 30.000 satuan ternak yaitu daerah Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis. Daerah tersebut dapat dijadikansebagai wilayah prioritas pertama dalam pengembangan ruminansia kecil di Jawa Barat, yakni wilayah yang potensial dikembangkan dengan percepatan dan kapasitas tinggi.

Penetapan wilayah ini sebagai wilayah pengembangan peternakan sangat tepat mengingat wilayah ini merupakan basis penyediaan sumberdaya lokal, yang mana hal

(11)

845

ini akan mendukung produksi peternakan secara efisien dan berkesinambungan.Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan swasembada daging maka sebaiknya wilayah ini merupakan prioritas utama dalam mengakselerasi peningkatan populasi ruminansia besar.Sedangkan daerah yang dapat mengakselerasi penambahan populasi 10.000-20.000 satuan ternak dapat dilakukan di daerah Kabupaten Bandung, Garut, Kuningan, Sumedang, dan Subang.Daerah tersebut dapat dijadikan sebagai wilayah prioritas kedua untuk pengembangan ruminansia kecil di Jawa Barat.

Pada beberapa daerah ternyata mengalami over populasi seperti Purwakarta dan Karawang yang menjadi sentra ternak potong diikuti oleh beberapa kota yang memang memilik daya dukung wilayah yang kurang untuk memenuhi hijauan untuk ruminansia kecil. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kapasitas tampung disebabkan keterbatasan lahan sebagai sumber ketersediaan pakan untuk ruminansia kecil.Daerah-daerah tersebut mengalami situasi yang melebihi kapasitasnynya karena perkembangan populasi ruminansia kecil cukup besar atau mengalami kejenuhan. Khusus daerah-daerah ini yang perlu dikembangkan adalah peningkatan produktivitas lahan yang dimiliki atau dikembangkan sitem pemenuhan kebutuhan pakannya dengan input pakan dari luar wilayahnya. Hal lain yang bisa dilakukan d daerah ini adalah dengan Optimalisasi Daya Dukung Lahan melalui Penataan Kebun Bibit Hijauan Makanan Ternak dengan tahap awalinventarisasai kebun rumput/hijauan untuk mengetahui keberadaan kebun HMT yang berada di kabupaten/kotamadya. Dari hasil inventarisasi dapat ketahui rumput yang banyak ditanam dan mengintroduksi rumput lokal yang sesuai dengan lahan didaerah tersebut. Dengan demikian dapat ditingkatkan produksinya dan kandungan nutrisinya.

Pengembangan Ternak Unggas di Jawa Barat

Pakan unggas sangat dipengaruhi oleh daya dukung dari pertanian padi, tanaman jagung dan kedelai.Berikut disajikan produktivitas potensi daya dukung dari dedak, jagung dan kedelai sebagai pakan unggas di kabupaten/kotamadya di Jawa Barat serta kebutuhan pakan dan nilai indeks daya dukungnnya.

Tabel 7. Potensi Produksi Pakan Unggas (ton per tahun) dan Indeks Daya Dukung di Jawa Barat

(12)

846

Berdasarkan tabel produksi dan indeks daya dukung Kota/kabupaten di Jawa Barat di atas terlihat yang memiliki indeks daya dukung > 2 adalahKabupaten Garut, Majalengka, Sumedang dan Indramayu.Kabupaten pada tahun 2011 dapat masuk dalam kategori daya dukung yang baik disebabkan adanya peningkatan produktivitas pakan yang dapat dihasilkan dan adanya sedikit penurunan populasi ternak unggasnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan kesesuaian agroekosistem daya dukung tanaman makanan ternak, maka potensi kawasan peternakan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:

Ruminasi besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau)

a. Indeks daya dukung >2, memiliki potensi pengembangan tertinggi berada pada

Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Karawang, Subang, Indramayu dan Majalengka

b. Indeks daya dukung >1, memiliki potensi yang relatif cukup berada pada

Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Cirebon

c. Indeks daya dukung ≤1, wilayah yang sangat kritis untuk pengembangan kawasan peternakan ruminansia besar berada pada daerah perkotaan dan daerah sub-urban: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi.

Ruminansia kecil (domba dan kambing)

a. Indeks daya dukung >2: Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Bogor dan Ciamis

b. Indeks daya dukung >1: Kabupaten Bandung, Kuningan, Majalengka, Sumedang,

Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kabupaten Bekasi, Bandung Barat

c. Indeks daya dukung ≤1: Cirebon diikuti oleh kota-kota yang ada di Jawa Barat Unggas (ayam ras pedaging, petelur, dan itik)

a. Indeks daya dukung > 2: Kabupaten Garut, Majalengka, dan Sumedang

b. Indeks daya dukung >1, yaitu Kabupaten Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Kabupaten Bekasi dan Bandung Barat

c. Indeks daya dukung ≤1, yaitu Kabupaten Karawang

Saran

1. Kawasan peternakan yang ada di Jawa Barat sebaikya ditata ulang dengan tetap berdasar pada daya dukung lokal, yaitu:

(i) Kawasan pesisir, kawasan peternakan yang terpadu dengan perikanan. Umumnya lahan yang ada bergaram dengan tekstur kasar. Pengembangan peternakan pada kawasan ini adalah ternak itik;

(ii) Kawasan padang rumput/lahan kering, kawasan yang ditumbuhi berbagai jenis rumput alam dan tanaman semak jenis Leguminosa yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia;

(iii) Kawasan tanaman pangan dan hortikultura, kawasan peternakan yang dikembangkan bersamaan dengan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura. Pengembangan peternakan pada kawasan ini adalah ternak ruminansia, ayam ras, dan kelinci;

(iv) Kawasan perkebunan, kawasan peternakan yang diusahakan di kawasan perkebunan: teh, karet, kelapa, dan kelapa sawit.

(13)

847

(v) Kawasan kehutanan, kawasan peternakan yang diusahakan di dalam kawasan kehutanan, apakah hutan rakyat atau hutan industri (Perhutani)

2. Gunapengembangan kawasan peternakan rakyat yang lebih terarah maka perlu diklasifikasikanke dalam kelompok: kawasan baru, binaan, dan madiri. Oleh karena itu, perlu ditetapkan indikator penilaian kawasan peternakan sebagai dasar penilaian kelayakan suatu kawasan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak, diantaranya kepada: Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat beserta para stafnya atas segala bantuan dan kerjasamanya menfasilitasi segala kebutuhan penelitian inisehingga dapat berjalan dengan lancar, dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjadi staf ahli dalam pekerjaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

BPS Jawa Barat. 2012. Jawa Barat dalam Angka. Bandung: BPS Jawa Barat.

BAPPEDAJawa Barat. 2013. “Penentuan Kawasan Tematik”. Musrembang Provinsi Jawa Barat 2013.

Fitiriani, Anita., Hasni Arief, dan Sondi Kuswaryan. 2007. “Analisis Potensi Wilayah dalam Pengembangan Populasi Ternak Domba di Kabupaten Garut”. Laporan Penelitian Peneliti Muda Universitas Padjadjaran.

Mueller-Dombois, D., dan Ellemberg, H. 1974. Aims and Method of Vegetation Ecology. New York: Jhon Wiley & Sons. dalam Hadiana, Hasan., Sondi Kuswaryan, Achmad Firman, dan Cecep Firmansyah. 2004. “Kawasan Peternakan di Indramayu, Majalengka, dan Cirebon”. Laporan Penelitian Kerjasama Fakultas PEternakan - Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Bandung.

Fapet UGM dan Dirjenak. 2002. Metode Ekologi. Yogyakarta: UGM. dalam Hadiana, Hasan., Sondi Kuswaryan, Achmad Firman, dan Cecep Firmansyah. 2004. “Kawasan Peternakan di Indramayu, Majalengka, dan Cirebon”. Laporan Penelitian Kerjasama Fakultas PEternakan - Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Bandung.

Nasir, Moh. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sumanto. E., dan Juarini. 2006. “Potensi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan

Ternak Ruminansia di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Iptek Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan. Bogor 4-5 Agustus 2004. Puslitbangnak, Balitbangtan. Bogor.

Gambar

Tabel 2  Kriteria Status Daya Dukung   No.  Indeks Daya
Tabel 3. Produksi Sisa-sisa Pertanian sebagai Pakan Ternak di Jawa Barat (per tahun)
Tabel 4.  Kapasitas Tampung Ternak Ruminasia Besar  di Jawa Barat (per tahun)
Tabel 5.  Produktivitas Pakan di Berbagai Tipe Lahan (ton BK per tahun) serta Populasi  Ruminansia Kecil di Jawa Barat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi ini adalah Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus : Kawasan Usaha Petemakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey dengan melakukan wawancara dengan beberapa peternak domba terkait kondisi peternakan, serta

Pada pengembangan wisata agro di Barudua limbah peternakan bisa menjadi bahan baku pen- dukung usaha pertanian berupa pupuk kompos demikian juga dengan limbah organic

Pengembangan biogas di Jawa Barat sangat potensial, mengingat potensi limbah dari berupa kotoran ternak sapi khususnya sapi perah cukup besar, khususnya di sentra populasi sapi perah

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul analisis potensi dan pemanfaatan hijauan pakan pada peternakan domba rakyat

Dalam hubungannya dengan pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, pengembangan agribisnis berbasis peternakan secara potensial akan dapat mengintegrasikan perekonomian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian studi kasus di peternakan Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat dengan analisis deskriptif terhadap

Studi ini bertujuan untuk membuat pengembangan model pembelajaran berbasis potensi lokal bidai pada mata pelajaran Kewirausahaan dan menguji kevalidan dan keefektifan dari model pembelajaran yang