• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR 2.1 Beton Semen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DASAR 2.1 Beton Semen"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TEORI DASAR

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mencakup dasar teori material beton beserta komposisi dasar penyusun-penyusunnya, bahan tambah yang umum digunakan, aspek kimia material beton, proses pengerjaan beton serta metoda karakterisasi.

2.1 Beton

Beton adalah material konstruksi yang terdiri dari agregat (umumnya berupa batu dan pasir) yang diikat dengan pasta yang terbuat dari campuran antara semen dengan air. Komponen penyusun beton yang secara umum terdiri dari semen, agregat, air dan bahan tambah (admixture) bercampur menghasilkan suatu bentukan yang padat dan kuat. Ketika dicampur dengan air, semen akan bereaksi dan membentuk pasta yang kemudian akan mengeras dan mengikat agregat dalam campuran beton. Reaksi yang berlangsung antara semen dengan air ini merupakan reaksi hidrasi. Secara umum, beton memiliki kekuatan tekan yang tinggi tetapi kekuatan tariknya rendah. Dalam aplikasinya sebagai material konstruksi, beton sering ditambahkan dengan bahan penguat, contohnya baja dan polimer.

Komponen pembentuk beton dapat dibagi kedalam 4 bagian, yaitu : • Semen.

• Air. • Agregat.

• Bahan tambah (admixture).

2.1.1 Semen

Semen adalah suatu bahan pengikat yang terbuat dari campuran antara batu kapur (limestone) dan lempung (clay) yang dihaluskan, dibakar, ditambahkan dengan gipsum dan kemudian dihaluskan kembali sampai kehalusan tertentu. Semen dapat berfungsi sebagai pengikat dalam campuran beton dengan cara bereaksi dengan air membentuk pasta yang kemudian mengeras sekaligus mengikat agregat membentuk beton. Semen

(2)

nama yang dipakai Joseph Aspdin ketika pertama kali mempatenkan produk hasil pembakaran campuran kapur (lime) dan lempung (clay) pada tahun 1824. Nama ini diambil dari kemiripan warna antara semen yang dihasilkan dengan warna batu portland (portland stone). Menurut ASTM C 150, semen portland didefenisikan sebagai “a hydraulic cement produced by pulverizing clinker consisting essentially of hydraulic calcium silicates, usually containing one or more of the forms of calcium sulfate as an interground addition” atau dapat diartikan sebagaisemen hidrolik yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Proses produksi semen melibatkan penghalusan bahan – bahan penyusunnya seperti kapur (lime) dan lempung (clay), serta proses pembakaran campuran ini yang dilanjutkan dengan penambahan gipsum dan penghalusan tahap akhir. Proses produksi semen dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

(3)

Bahan baku pembuatan semen berupa kapur (lime) dan lempung (clay) digiling atau dihaluskan terlebih dahulu menggunakan crusher. Setelah melalui proses penimbangan (proportioning), bahan – bahan dasar ini kemudian dihaluskan lagi dan ditambahkan dengan air membentuk larutan pekat yang disebut slurry. Proses dilanjutkan dengan pembakaran menggunakan rotary mill menghasilkan klinker. Setelah itu dilakukan penambahan gipsum dilanjutkan dengan proses penggilingan sampai mencapai kehalusan atau ukuran semen yang ditentukan.

Semen portland memiliki komposisi kimia sebagai berikut : Kandungan (%) CaO 60 – 67 SiO2 17 – 25 Al2O3 3,0 – 8,0 Fe2O3 0,5 – 6,0 MgO 0,1 – 5,5 Na2O + K2O 0,5 – 1,3 SO3 1,0 – 3,0

Tabel 2.1 Kandungan oksida pada semen portland

Senyawa – senyawa utama yang terdapat di dalam semen portland antara lain : C3S (tricalcium silicate – 3CaO.SiO2), C2S (dicalcium silicate – 2CaO.SiO2), C3A

(tricalcium aluminate – 3CaO.Al2O3) dan C4AF (tetracalcium aluminoferrite -

4CaO.Al2O3.Fe2O3). Komposisi senyawa – senyawa ini dapat dilihat pada tabel di bawah

ini : Senyawa Kandungan (%) C3S 45 – 65 C2S 10 – 25 C3A 7 – 12 C4AF 5 – 11

(4)

Ketika dicampur dengan air, senyawa – senyawa tersebut di atas akan mengalami reaksi hidrasi. C3S dan C2S adalah senyawa utama yang berkontribusi terhadap kekuatan

pasta hasil hidrasi semen. C3S bereaksi dengan cepat dengan air dan menyumbangkan

kekuatan awal beton sedangkan C2S bereaksi dengan lebih lambat dibandingkan C3S.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik dasar senyawa – senyawa penyusun semen:

Senyawa C3S C2A C3A C4AF

Kecepatan reaksi dengan air sedang lambat cepat Sedang Kontribusi terhadap kekuatan awal baik buruk baik baik Kontribusi terhadap kekuatan akhir baik Sangat baik sedang sedang

Tabel 2.3 Karakteristik senyawa penyusun semen

Semen portland memiliki beberapa tipe yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Semen portland tipe I, semen untuk penggunaan secara umum, yang diterapkan pada keadaan lingkungan biasa.

2. Semen portland tipe II, semen yang memiliki ketahanan terhadap serangan sulfat yang cukup baik.

3. Semen portland tipe III, semen yang memiliki laju pengerasan awal yang tinggi, digunakan untuk konstruksi yang membutuhkan kekerasan awal yang tinggi. 4. Semen portland tipe IV, semen yang memiliki panas hidrasi yang rendah. 5. Semen portland tipe V, semen yang memiliki ketahanan sulfat yang tinggi.

(5)

Gambaran kontribusi senyawa – senyawa penyusun semen terhadap kekuatan beton dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Grafik 2.1 Kenaikan kekuatan berbanding waktu empat komponen kimia semen portland

Dari gambar di atas terlihat bahwa C3S memiliki kontribusi yang paling besar

terhadap kekuatan beton di usia dini (di awal reaksi hidrasi). Bentuk reaksi hidrasi senyawa pada semen adalah sebagai berikut : i) 2C3S + 6H2O Æ C3S2.3H2O + 3Ca(OH)2

Calcium silicate hydrate Calcium hydroxide ii) 2C2S + 4H2O Æ C3S2.3H2O + Ca(OH)2

iii) C3A + 6H2O Æ C3A.6H2O (CAH)

Calcium aluminate hydrate

Hasil reaksi diatas berupa senyawa kalsium silikat hidrat (C3S2.3H2O/ CSH), yang

merupakan hasil utama reaksi hidrasi, dan senyawa kalsium hidroksida Ca(OH)2 yang

merupakan hasil samping yang memiliki ikatan yang lebih lemah dibandingkan CSH dan CAH. Sedangkan rekasi C3A dengan air berlangsung sangat cepat, sehingga biasanya

dapat dicegah dengan menambahkan gypsum pada klinker semen.

Reaksi-reaksi hidrasi lain yang dapat terjadi dalam campuran beton adalah sebagai berikut :

Ca(OH)2 + [SiO2, Al3O3] Æ C3S2H3, C3AH6

(6)

C3A + 3(CaSO4. 2H2O) + 20 H2O Æ C6AS3H32

gypsum ettringite

2.1.2 Agregat

Menurut ASTM C 125, agregat dapat didefenisikan sebagai ”granular material, such as sand, gravel, crushed stone, or iron blast-furnace slag, used with a cementing medium to form hydraulic-cement concrete or mortar” atau dapat diartikan sebagai material dengan bentuk granular seperti pasir, batu pecahan, atau slag hasil pelelehan besi, yang dicampurkan dengan media sementisius membentuk beton semen hidrolik atau mortar.

Berdasarkan ukurannya, agregat yang dipakai sebagai bahan campuran beton dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu agregat kasar dan agegat halus. Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,75 mm sedangkan agegat halus adalah agregat yang berukuran lebih kecil dari 4,75 mm.

Pada campuran beton, agregat dapat mengisi 60 – 80 % dari volume beton. Untuk mendapatkan beton dengan sifat – sifat mekanik yang baik, agregat yang digunakan harus memiliki gradasi yang baik. Selain itu, agregat juga harus memiliki kekuatan yang tinggi, serta memiliki ukuran dan bentuk partikel yang sesuai. Bentuk partikel agregat akan mempengaruhi luas permukaan spesifik (specific surface), yaitu luas permukaan per satuan berat agregat. Agregat dengan bentuk spherical (bulat) akan memiliki luas permukaan spesifik yang lebih kecil dibandingkan agregat dengan bentuk pelat atau serpih dengan berat yang sama. Luas permukaan spesifik mempengaruhi besarnya kebutuhan air dalam campuran beton karena dalam proses pencampuran air akan menutupi permukaan dari partikel agregat. Semakin kecil luas permukaan partikel agregat semakin kecil pula jumlah air yang dibutuhkan dalam campuran.

Karakter pori agregat dapat mempengaruhi rasio air semen dalam campuran. Karena memiliki pori, agregat dapat menyerap maupun menyumbang air sehingga dapat mempengaruhi jumlah air dalam campuran. Jumlah air dalam campuran berpengaruh terhadap kelecakan (workability) dari campuran beton. Ditinjau dari kadar kelembaban agregat, ada beberapa kondisi yang dapat dialami agregat, antara lain :

(7)

1. Kering oven (oven dry), yaitu kondisi dimana seluruh air yang ada telah dihilangkan, baik air yang ada di permukaan maupun yang berada dalam pori. Pemanasan pada 105°C dilakukan selama 24 jam untuk memperoleh kondisi ini, dan ditimbang hingga mempunyai berat konstan.

2. Kering udara (air dry), seluruh air yang ada di permukaan telah dihilangkan, namun masih menyisakan air di dalam pori internalnya.

3. Jenuh dengan permukaan kering (saturated surface dry), seluruh pori masih terisi air, namun dengan permukaan yang kering. Agregat pada keadaan ini tidak dapat mempengaruhi kadar air dalam campuran beton, sebab tak dapat lagi menyerap maupun menyumbang air. Agregat seperti ini ideal untuk dijadikan komponen penyusun dalam beton.

4. Basah (wet), dimana seluruh pori yang ada terisi air dan mempunyai permukaan yang dilapisi air. Agregat tipe ini tidak akan mampu lagi menyerap air, namun akan menyumbang air pada proses pencampuran beton sehingga rasio air semen dalam beton dapat berubah.

2.1.3 Air

Air dibutuhkan pada pembuatan beton untuk memicu reaksi hidrasi pada semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton. Reaksi hidrasi adalah suatu reaksi kimia dimana senyawa utama di dalam semen membentuk ikatan kimia dengan molekul air membentuk hidrat atau produk hidrasi. Reaksi hidrasi yang berlangsung antara semen dengan air bersifat sensitif terhadap beberapa bahan kimia yang mungkin terkandung dalam air pencampur, sehingga dianjurkan untuk menggunakan air bersih untuk digunakan sebagai air pencampur dalam proses mixing campuran beton. Air yang dapat diminum (potable water) umumnya dapat digunakan dalam campuran beton. Air dengan kadar pengotor yang besar dapat mengganggu jalannya reaksi hidrasi sehingga dapat menurunkan kekuatan beton.

Air memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencampuran beton karena mempengaruhi rasio air semen (water cement ratio) campuran beton. Penggunaan air yang terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan beton sementara jika terlalu sedikit dapat menurunkan kelecakan (workability) beton tersebut. Beton harus memiliki

(8)

kelecakan yang baik agar dapat dibentuk dengan mudah sesuai dengan konstruksi yang diinginkan. Karena beton harus memiliki kekuatan yang tinggi sekaligus memiliki kelecakan yang baik, maka perencanaan dan perhitungan rasio air semen harus dilakukan dengan tepat.

2.1.4 Admixture

Berdasarkan ASTM C 125, bahan tambah (admixture) didefinisikan sebagai “material other than water, aggregates, hydraulic cementitious material, and fiber reinforcement that is used as an ingredient of a cementitious mixture to modify its freshly mixed, setting, or hardened properties and that is added to the batch before or during its mixing” atau dapat diartikan material selain air, agregat, semen dan serat yang digunakan sebagai bahan pencampuran beton untuk mengubah beberapa sifat semen atau beton yang dihasilkan yang ditambahkan sebelum atau selama pencampuran. Bahan tambahan ada yang berupa additive dan admixture. Admixture adalah bahan tambah yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya, sedangkan additive merupakan bahan yang ditambahkan pada semen pada tahap pembuatannya.

Admixture dapat diklasifikasikan menjadi chemical admixture dan mineral admixture. Chemical admixture adalah bahan tambah pada campuran beton yang dapat larut di dalam air sedangkan mineral admixture adalah bahan – bahan tambah yang tidak dapat larut dalam air. Beberapa contoh chemical admixtures antara lain : water reducer, retarder, dan accelerator. Water reducer adalah admixture yang dapat digunakan untuk mengurangi proporsi air dalam campuran beton sehingga menghasilkan rasio air semen yang rendah namun tetap menjaga konsistensi beton. Retarder adalah bahan tambah yang dapat memperlambat waktu setting beton. Sebaliknya, accelerator adalah bahan tambah yang digunakan untuk mempercepat waktu pengikatan beton. Contoh mineral admixtures antara lain : silica fume, fly ash, slag, rice husk ash (abu sekam padi) dan lainnya. Fly ash didefinisikan sebagi butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batubara (ASTM C 618). Silica fume adalah produk sampingan dari pembuatan paduan besi dengan silikon. Slag merupakan limbah hasil produksi baja sedangkan abu sekam padi adalah hasil pembakaran sekam padi yang merupakan lapisan keras yang membungkus butir beras.

(9)

2.2 Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan hasil samping dari proses penggilingan tebu di pabrik gula. Tebu adalah tanaman yang sarinya dapat diolah menjadi gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal lebih dari 232 ribu hektar yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo dan Makassar. Produksi tebu di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 10,2 juta ton[1]. Ampas tebu sebagai hasil samping produksi gula memiliki beragam manfaat, antara lain : untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, bahan baku ethyl alcohol, bahan pembuat particle board, bahan baku pulp dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula.

Dalam pemanfaatannya sebagai bahan bakar boiler di pabrik gula, ampas tebu dibakar untuk memanaskan air pada boiler sehingga menghasilkan uap yang akan digunakan untuk menggerakkan pembangkit listrik. Dari proses pembakaran ampas tebu ini akan dihasikan abu ampas tebu yang berwarna kelabu kehitaman. Di PT PG Jatitujuh, dibutuhkan sekitar 51 ton ampas tebu tiap jamnya untuk memanaskan 3 buah boiler yang mereka miliki. Hal ini berarti dalam satu hari dibutuhkan sekitar 1224 ton ampas tebu untuk dijadikan sebagai bahan bakar boiler tersebut. Dengan asumsi abu ampas tebu memiliki proporsi sekitar 2 % dari ampas tebu, maka dalam satu hari akan dihasilkan kira – kira 24,48 ton abu ampas tebu di pabrik ini.

Proses produksi yang berlangsung di PT PG Jatitujh dapat ditunjukkan secara sedaerhana melalui skema di bawah ini :

Gambar 2.2 Skema pengolahan tebu Mill Kristal gula Evaporator Nira Murni Purifier Abu Ampas Tebu Boiler Nira Ampas Tebu Tebu

(10)

Dari skema di atas tampak bahwa boiler yang terdapat di PT PG Jatitujuh digunakan untuk menggerakkan purifier dan evaporator untuk menghasilkan kristal gula.

Abu ampas tebu yang digunakan pada penelitian ini adalah abu ampas tebu yang lolos saringan 0,6 mm. Namun demikian, abu ampas tebu ini tidak dihaluskan terlebih dahulu sebelum disaring. Untuk melihat morfologi dari abu ampas tebu ini dilakukan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera digital. Hasil pengambilan gambar dan analisis SEM dapat dilihat pada bagian 4.11.

Dari hasil analisis kimia basah tampak bahwa abu ampas tebu ini memiliki kadar silika yang relatif tinggi sehingga memiliki prospek untuk dijadikan sebagai bahan substitusi semen dalam campuran beton. Bahan ini diharapkan akan bereaksi secara pozzolanik dengan kalsium hidroksida hasil reaksi hidrasi semen untuk menghasilkan senyawa kalsium silikat hidrat yang berkontribusi dalam menaikkan kekuatan tekan beton. Sebagai perbandingan, berikut ini adalah data beberapa komposisi senyawa yang dimiliki bahan- bahan pozzolan lainnya.

Senyawa Semen portland

Slag Silica Fume

Fly Ash Abu

sekam padi Abu ampas tebu CaO % 60 – 67 30-46 0,1-0,6 2-7 0,55 3,91 SiO2 % 17 – 25 30-40 85-98 40-55 93,81 70,7 Al2O3 % 3,0 – 8,0 10-20 0,2-0,6 20-30 1,1 6,59 Fe2O3 % 0,5 – 6,0 4 0,3-1 5-10 0,19 1,03 MgO % 0,1 – 4,0 2-16 0,3-3,5 1-4 0,4 2,87 SO3 % 1,0 – 3,0 3 - 0,4-2 - - Na2O % - 3 0,8-1,8 1-2 0,23 - K2O % - 3 1,5-3,5 1-5 0,017 -

Tabel 2.4 Komposisi kimiawi beberapa bahan tambah

Hasil analisis kimia basah yang dilakukan pada Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) dapat dilihat pada bagian 4.1.1.

(11)

2.3 Karakterisasi dan Pengujian

Sifat-sifat dari material sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat mikrostrukturnya. Beberapa teknik dan metoda diperlukan untuk mengakarakterisasi material sehingga sifat-sifat dari material dapat diketahui. Beberapa teknik karakterisasi material yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kimia, XRD dan SEM.

2.3.1 Analisis Kimia Basah

Analisis kimia diperlukan untuk mengetahui komposisi kimia senyawa – senyawa

penyusun material penelitian. Beberapa oksida sering disebut sebagai oksida utama, yaitu silika (SiO2), alumina (Al2O3), Oksida besi dan titania (Fe2O3 dan TiO2), lime dan

magnesia (CaO, MgO), dan oksida-oksida alkali (K2O, Na2O).

Dalam penelitian ini, digunakan analisis kimia basah (wet chemical analysis) untuk mendapatkan persentase senyawa-senyawa utama tersebut. Prinsip analisis kimia basah adalah pelarutan dan penggunaan berbagai teknik (titrasi, spektroskopi).

2.3.2 X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar-x adalah salah satu metode karakterisasi yang dapat digunakan untuk menentukan senyawa-senyawa yang terdapat dalam suatu material sampel. Pada metode ini, sinar-x dihasilkan dengan menembakkan elektron ke suatu material target (contoh: Cu). Elektron ini berasal dari suatu sumber elektron berupa filamen (katoda) yang bergerak menuju material target (anoda) akibat adanya beda potensial. Interaksi antara elektron ini dengan material target akan menghasilkan sinar-x yang memiliki panjang gelombang tertentu sesuai dengan material target tersebut. Setelah difilter untuk mendapatkan sinar x yang bersifat monokromatik, sinar x tersebut akan ditembakkan ke arah sampel yang hendak dikarakterisasi. Sinar-x ini akan bertumbukan dengan atom-atom yang terdapat pada sampel dan dihamburkan. Sinar-x yang dihamburkan ini akan saling berinterferensi baik saling menghilangkan (destructive interference) maupun saling menguatkan (constructive interference). Difraksi terjadi ketika hamburan sinar-x dari salah satu bidang atom sefasa dengan hamburan dari bidang atom lainnya. Difraksi sinar-x ini akan dideteksi oleh detektor dan ditampilkan dalam grafik yang menggambarkan hubungan antara sudut difraksi (2θ) dengan intensitas. Setiap jenis material akan

(12)

menghasilkan peak yang spesifik pada 2θ yang tertentu. Dari harga 2θ yang menghasilkan peak-peak pada grafik 2θ terhadap intensitasnya, akan dapat dihitung besarnya d-spacing atau jarak antar bidang seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 dengan menggunakan hukum Bragg. Nilai d-sapacing yang diperoleh dari perhitungan ini kemudian dicocokkan dengan data d-spacing yang terdapat pada indeks Hanawalt untuk mengidentifikasi senyawa apa yang terdapat di dalam material sampel.

Gambar 2.3 Difraksi sinar-X oleh bidang – bidang atom

Sinar datang 1 dan 2 adalah berkas sinar-x yang ditembakkan ke material sampel yang memiliki bidang atom A-A’ dan bidang B-B’. Bidang atom ini memiliki jarak antar bidang dhkl yang juga disebut d-spacing. Sinar datang tersebut akan dibelokkan oleh atom yang terdapat dalam material sampel dengan contoh atom P dan atom Q seperti yang terlihat pada gambar. Sinar-x yang mengenai atom-atom pada material sampel ini akan menghasilkan sinar 1’ dan sinar 2’ yang membentuk sudut sebesar θ terhadap bidang A-A’. Agar difraksi dapat berlangsung maka perbedaan lintasan sinar-X yang terjadi (yaitu S-Q-T) harus sebesar nλ, dimana n adalah bilangan asli dan λ merupakan panjang gelombang sinar-X. Maka kondisi difraksi dapat dirumuskan sebagai berikut

nλ = SQ + QT (1)

(13)

nλ = dhkl sinθ + dhkl sinθ = 2 dhkl sinθ (2) Persamaan 2 tersebut merupakan persamaan yang dikenal dengan hukum Bragg. Dengan mensubstitusikan nilai θ pada rumus tersebut maka kita dapat mengetahui nilai dhkl dan selanjutnya nilai dhkl tersebut dapat dicocokkan pada indeks Hanawalt hingga kita dapat mengetahui jenis senyawa dari sampel yang dikarakterisasi.

2.3.3 Scanning Electon Microscopy ( SEM )

SEM adalah metode yang dapat digunakan untuk mengamati morfologi suatu material dengan perbesaran yang jauh melebihi mikroskop optik biasa. Syarat yang harus dipenuhi oleh material sampel yang hendak dikarakterisasi menggunakan scanning electron microscopy adalah harus bersifat konduktif dengan tujuan agar dapat berinteraksi dengan baik dengan primary electron yang berasal dari electron gun pada perangkat scanning electron microscope. Sampel material yang tidak bersifat konduktif harus dilapisi dengan bahan yang konduktif (contoh: emas) agar terbentuk lapisan tipis yang konduktif pada permukaan sampel.

Pada perangkat scanning electron microscope, elektron yang berasal dari electron gun akan menumbuk permukaan sampel sehingga terjadi interaksi antara elektron yang berasal dari electron gun ini (disebut primary electron) dengan elektron yang terdapat pada permukaan sampel menghasilkan sinar-x, secondary electron, back scattered electron dan auger electron. Secondary electron inilah yang dimanfaatkan dan dideteksi menggunakan detektor untuk menghasilkan image dari sampel yang dikarakterisasi.

2.3.4 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada 48 buah sampel uji yang terdiri dari masing – masing 12 buah sampel untuk tiap komposisi beton. Tiap komposisi beton diuji kuat tekannya pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing – masing berjumlah 3 sampel. Tiap sampel diuji tekan sampai mengalami kegagalan/rusak dan beban tertinggi yang dapat ditahan oleh sampel dicatat dan dikonversi ke dalam satuan Mega Pascal (Mpa).

Gambar

Gambar 2.1   Proses produksi semen
Tabel 2.2   Komposisi senyawa semen portland
Tabel 2.3   Karakteristik senyawa penyusun semen
Grafik 2.1   Kenaikan kekuatan berbanding waktu empat komponen kimia semen  portland
+4

Referensi

Dokumen terkait

untuk uk mem membu buat at set setia iap p me meja ja. {en {endek dekata atan n pen pengan gangg ggara aran n kai kaizen zen aka akan n mem memasu asukka kkan n

Strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dalam melakukan city branding Jakarta sebagai ibukota multikultural

Pengertian preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan

Semester Akhir adalah situasi yang mencemaskan bagi setiap individu, demikian halnya dengan mahasiswa Program Khusus. Menghadapai semester akhir banyak tangung jawab yang

Data di atas juga menunjukkan bahwa variabel pemahaman perpajakan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan dengan nilai

Skripsi ini fokus terhadap efektivitas sistem informasi dan komputerisasi haji terpadu dalam pelayanan penyelenggaraan ibadah haji dan umroh di Kantor Wilayah

Anak dengan ADHD yang cenderung sulit berkonsentrasi dan memiliki aktivitas yang berlebih sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan alat yang selain dapat membantu

Kegiatan pelatihan media pembelajaran ma- tematika berlangsung pada hari Selasa-Rabu, 5-6 Februari 2019 pukul 08.00 – 14.00 WIB ber- tempat di SDLB Negeri