• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Merek

1. Pengertian Merek

Suatu merek adalah sutau nama, istilah, simbol, desain atau gabungan keempatnya yang mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Nama merek merupakan bagian dari merek yang dapat di ucapkan, termasuk huruf-huruf, kata-kata, dan angka-angka. Merek mempunyai manfaat utama: identifikasi produk, penjualan berulang dan penjualan produk baru. Dan tujuan paling utama adalah identifikasi produk. Merek memperbolehkan para pemasar membedakan produk mereka dari semua produk lainnya.

Menurut UU Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, sususan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa (Tjiptono, 2008:2).

Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk asing (Aaker, 2008:98).

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol / lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat

(2)

memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono, 2008:104).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa merek (brand) merupakan sebuah nama, tanda, simbol, dan desain yang dapat memberikan identitas terhadap suatu produk atau jasa, serta membedakan produk atau jasa tersebut dari produk atau jasa pesaingnya.

Menurut Aaker (2008:118), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian, yaitu:

1. Atribut : merek mengingatkan atribut-atribut.

2. Manfaat : Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3. Nilai : Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai prosedurnya. 4. Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5. Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca. Serta brand merek yang berbentuk simbol atau desain yang berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang akan dibeli. Dengan demikian, merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut (Rangkuti, 2004:37) :

(3)

2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat. 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik. 4. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan.

Menilai baik-tidaknya suatu merek dapat dilihat dari kriteria-kriteria mengenai merek yang baik. Menurut (Setiawan 2007) kriteria merek yang baik diantaranya terlindung dengan baik, mudah diucapkan, mudah diinget, mudah dikenali, menarik, menampilkan manfaat produk, menonjolkan perbedaan produk dibanding pesaing.

Definisi lain tentang merek dijelaskan oleh Kotler dan Amstrong (2007:70) dalam bukunya Dasar-dasar Pemasaran (Principles of Marketing). Menurut mereka merek adalah nama, istilah, tanda, simbol rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimakudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing, jadi merek mengidentifikasi pembuat dan penjual dari suatu produk. Merek juga merupakan janji penjual untuk menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli. Merek dapat menyampaikan empat tingkat arti: a. Atribut

Merek akan mengingatkan seseorang pada atribut tertentu. Misalnya keawetan dan sebaginya sehingga hal ini memberikan suatu landasan pemosisian bagi atribut lain dari produk tersebut.

b. Manfaat

Pelanggan tidak akan membeli atribut tetapi membeli manfaat dari produk tersebut. Oleh Karena itu atrut harus diterjemahkan menjadi manfaat

(4)

fungsional dan emosional. c. Nilai

Merek juga mencerminkan sesuatu mengenai nilai-nilai pembeli misalnya saja menilai prestasi, keamanan, dan prestice tinggi suatu produk.

d. Kepribadian

Merek menggambarkan kepribadian. Merek akan menarik orang yang gambaran sebenarnya dan citra dirinya cocok dengan citra merek.

2. Makna Merek

Menurut Kotler (2003:82) dalam peneltian Isyanto, Hersona, Darmawan (2012:3) tersebut menyatakan ada enam makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu:

1. Atribut (attributes) merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Misalnya Mercedes menyiratkan mobil yang kokoh, mahal, tahan lama, dan bergengsi tinggi.

2. Manfaat (benefits) merek tidak hanya serangkaian atribut. Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. Sebagai gambaran, atribut “mahal” cenderung diterjemahkan sebagai atribut emosional. Sehingga seseorang yang mengendarai Mercedes akan merasa dirinya dinggap penting dan dihargai.

3. Nilai (values) merek juga menyatakan nilai produsen. Misalnya mobil Mercedes berarti kinerja tinggi, keelamatan dan gengsi.

4. Budaya (culture) merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, mobil Mercedes berasal dari Jerman, yang melambangkan budaya Jerman itu efisien

(5)

dan bermutu tinggi.

5. Kepribadian (personality) merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Mobil Mercedes mungkin menyiratkan bos yang serius atau istana yang agung.

6. Pemakai (user) merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.

Menurut Aaker sebagaimana dikuti oleh Kotler (2009:150) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan tas 5 tingkat, yaitu:

1. Konsumen akan selalu mengganti merek, khususnya karena masalah harga. Tidak memiliki loyalitas harga.

2. Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek

3. Konsumen yang merasa puas akan suatu merek akan merasa rugi bila mengganti atau mencoba merek lain.

4. Konsumen memberikan niai yang tinggi bagi suatu merek. Menghargai dan mengganggap merek menjadi bagian dari dirinya atau seperti teman.

5. Konsumen yang setia terhadap merek. 3. Manfaat Merek

Kotler (2009:164) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan beberapa manfaat bagi penjual, yaitu:

1. Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah. 2. Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan atau

(6)

3. Merek memberikan kesempetakan kepada penjualan untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanaan program pemasarannya.

4. Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

5. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh distributor dan pelanggan.

Tjiptono (2008:21) mengemukakan manfaat-manfaat merek bagi konsumen, yaitu:

1. Kemudahan dalam mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk.

2. Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas. 3. Memberikan jaminan pada konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan di waktu dan tempat yang berbeda.

4. Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi.

5. Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunikasinya. 4. Tujuan Digunakan Merek

Menurut Tjiptono (2008:104), merek digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu:

(7)

membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

2. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

3. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan, kualitas serta prestise tertentu kepada konsumen.

4. Untuk mengendalikan pasar. 5. Syarat merek

Menurut Tjiptono (2008:106), agar suatu merek dapat mencerminkan makna-makna yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yaitu:

1. Merek harus khas atau unik.

2. Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakainnya.

3. Merek harus menggambarkan kualitas produk. 4. Merek harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat.

5. Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk dinegara dan bahasa lain. 6. Merek harus dapat meyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru

yang mungkin ditambahkan kedalam lini produk. 2.1.2 Ekuitas merek

Terdapat banyak makna dalam konsep ekuitas merek (brand equity), dalam perspektif finansial, ekuitas merek sebagai Net Present Value (NPV) dari aliran kas masa datang yang dihasilkan oleh suatu merek. Dengan kata lain ekuitas merek terhitung berdasarkan nilai incremental diatas nilai yang diperoleh

(8)

produk tanpa merek. Berikut beberapa pendapat dari para ahli tentang ekuitas merek:

1. Menurut Kotler dan Keller

Kotler dan keller (2009:263), ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Suatu produk yang mempunyai ekuitas merek yang kuat mempunyai kelebihan tersendiri yang memberikan keuntungan pada perusahaan ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga pangsa pasar, dan profitabitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

2. Menurut David A. Aaker

a. Pengertian Ekuitas Merek

Aaker (2008:53) mendefinisikan ekuitas merek sebagai serangkaian asset dan kewajiban merek yang terkait dengan nama, simbol sebuah merek, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahan maupun pada pelanggan perusahaan. Jika nama dan simol suatu merek diubah, baik sebagian atau semua asset dan kewajiban merek tersebut maka pengaruh yang dihasilkan dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian bagi perusahaan.

b. Indikator ekuitas merek

Selanjutnya Aaker (2008:70) mengembangkan 10 variabel sebagai indikator ekuitas merek, dan dinamakan the brand equity ten , yaitu: 1. Ukuran loyalitas

(9)

2. Premi harga kepuasan

3. Loyalitas ukuran kepemimpinan 4. Persepsi kualitas kepemimpinan 5. Popularitas ukuran asosiasi 6. Diferensiasi

7. Persepsi nilai (perceived value) kepribadian merek asosiaisi organisasional ukuran kesadaran

8. Kesadaran merek ukuran perilaku pasar 9. Pangsa pasar

10. Cakupan distribusi

Walaupun Aaker mengajukan 10 indikator yang bisa dipakai itu, masih dipertanyakan kemungkinan premi harga (sebagai ukuran loyalitas) menjadi indikator tunggal ekuitas merek.

Aaker (dalam Ferrianadewi, 2008) mendefinisikan brand equity atau ekuitas merek sebagai sejumlah asset dan kewajiban yang berhubungan dengan merek, nama dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai produk atau jasa bagi perusahaan atau pelanggan. Dikenalnya suatu merek dilihat dari sudut pandang konsumen sehingga Keller (dalam Ferrianadewi,2008) memberikan definisi dari segi psikologi kognitif, menurut customer-based brand equity sebgai efek diferensial pengetahuan konsumen terhadap pemasaran sebuah merek. Sedangkan menurut Kapferer (dalam Ferrianadewi, 2008) dari sudut pandang konsumen, brand equity adalah bagian dari daya tarik kepada suatu produk dari sebuah perusahana yang ditumbuhkan bukan dari atribut itu sendiri melainkan dari iklan,

(10)

pengalaman konsumsi aktifitas lain, hal-hal semacam ini dapat mengembangkan asosiasi dan hubungan dekat antara merek dan konsumen.

2.1.3 Kesadaran merek

Menurut Aaker (dalam Hasan 2009:158) mendefinisikan brand awarenesssebagai tingkat kesadaran seseorang untuk mengenai adanya suatu merek sebagai bagian dari kategori produk. Kesadaran merek terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu merek kepada konsumen.

Tingkat kesadaran merek menurut Durianto (2004:31) mengungkapkan bahwa tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya berikut :

1. Suatu merek harus dapat menyampaikan pesan yang mudah diingat konsumen.

2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan merek ainnya. Selain itu, pesan yang disampaikan harus memiliki hubungan dengan merek dan kategori produknya.

3. Perusahaan disarankan memakai jingle lagu dan slogan yang menarik agar merek lebih mudah diingat oleh konsumen.

4. Simbol yang digunakan perusahaan sebaiknya memiliki hubungan dengan mereknya.

5. Perusahaan dapat menggunakan merek untuk melakukan perluasan produk, sehingga merek tersebut akan semakin diingat oleh konsumen.

(11)

dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

7. Membentuk ingatan dalam pikiran konsumen akan lebih sulit dibandingkan dengan memperkenalkan produk baru, sehingga perusahaan harus selalu melakukan pengulangan untuk meningkatkan ingatan konsumen terhadap merek.

Kesadaran konsumen terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sarana untuk memberikn pengalaman yang lebih mendalam mengenai suatu merek kepada konsumen. Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengakali bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto et al. 2004:136).

Berikut nilai-nilai kesadaran merek yang diciptakan oleh perusahaan:

Gambar 1

Nilai-nilai Kesadaran Merek Sumber : Durianto et al.(2004)

Gambar tersebut menunjukkan nilai-nilai dari kesadaran merek, yaitu: 1. Jangkar yang menjadi acuan asosiai lain

Kesadaran Merek

Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain Familier atau rasa suka

Substansi atau komitmen

Mempertimbangkan Merek

(12)

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah pada merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Sebaliknya, jika kesadaran akan merek tersebut rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

2. Familier atau Rasa suka

Jika kesadaran akan suatu merek tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama- kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan.

3. Substansi atau Komitmen

Kesadaran merek dapat menanfakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi, jika kesadaran akan merek tingi, kehadiran merek tersebit akan dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Diiklankan secara luas.

2. Eksistensi yang sudah teruji dengan waktu. 3. Jangkauan distribusi yang luas.

4. Merek tersebut dikelola dengan baik. Oleh karena itu kualitas kedua merek adalah sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.

5. Mempertimbangkan merek. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak

(13)

tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

2.1.4 Asosiasi merek

Menurut Aaker (dalam Hasan 2009:158) mendefinisikan brand association adalah segala sesuatu berkaitan dengan merek dalam ingatan atau sekumpulan merek yang berasosiasi (memiliki hubungan) yang dibentuk oleh konsumen atau terbentuk dalam pikiran benaknya. Menurut Widjaja (2007:121) hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek merupakan asosiasi yang menunjukkan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran profesional atau yang dapat mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal-hal berikut:

1. Atribut produk

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Atribut tak berwujud

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi, kualitas kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengiktisarkan

(14)

serangkaian atribut yang objektif. 3. Manfaat bagi pelanggan

Karena sebagian besar atribut memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya.

4. Harga relatif

Evaluasi suatu merek di kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua hari dari tingkat harga.

5. Pengangguran

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. Pengguna atau pelanggan

Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Orang terkenal / khalayak

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat menstransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8. Gaya hidup

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

(15)

Mengasosiasikan sebuah merek dengan kelas produknya. 10. Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11. Negara / wilayah geografis

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan dan kemampuan.

Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek yang juga memiliki asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebutkan dan kenyataanya tidak semua merek memiliki semua asosiasi diatas.

Fungsi asosiasi merek pada umumnya adalah asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek. Berbagai fungsi-fungsi asosiasi adalah (Durianto et al. 2004:69):

1. Help process / retrieve information. Membantu proses penyusunan informasi. 2. Reason to buy / alasan pembelian. Brand association membangkitkan

berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

3. Differentiate / membedakan. Asosiasi membangkitkan berbagai landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lainnya.

4. Create positive attitude or feelings / menciptakan sikap atau perasaan positif. Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut

(16)

dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya.

5. Basis for extension / landasan untuk perluasan. Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu penyesuaian dengan menciptakan asa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

2.1.5 Persepsi Kualitas

Menurut Aaker (2008:15) persepsi kualitas (perceived quality) adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan uang diharapkan. Perceived quality adalah salah satu kunci dimensi brand equity. Bila berbicara masalah kualitas, maka terdapat kualitas objektif dan kualitas menurut persepsi konsumen.

Menurut Durianto (2004:96) kualitas produk adalah cerminan kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemanjuran, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya.

Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti:

1. Kualitas actual atau objektif (actual or objective quality)

Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.

(17)

Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian atau pelayanan yang disertakan. 3. Kualitas proses (manufacturing quality)

Kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect).

Gambar 2

Nilai-nilai Persepsi Kualitas Sumber : Durianto et al. (2004)

Gambar tersebut menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas dalam bentuk:

1. Alasan untuk membeli

Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas atau informasi itu memang tidak tersedia atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumberdaya untuk mendapatkan atau memproses informasi.

2. Diferensiasi / posisi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum, bernilai, atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.

Persepsi Kualitas

Alasan Untuk Membeli Diferensiasi / Posisi

Harga Optimum Perluasan Merek Minat Saluran Distribusi

(18)

3. Harga optimum

Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba dan memberikan sumberdaya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “anda mendapatkan yang anda bayar”.

4. Minat saluran distribusi

Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik atau menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi termotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.

5. Perluasan merek

Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek dengan pesepsi kualitas yang lemah.

Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil, diantara:

1. Merek tersebut harus kuat karena hal ini akan mempermudah perluasan merek.

2. Merek tersebut masih bias diperluas, jadi belum over-extension sehingga akan mudah diterima oleh konsumen dan tidak menimbulkan kebingungan dalam benak mereka.

3. Keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dengan yang lain. Misalnya produk Pepsodent mempunyai asosiasi yang kuat mengenai

(19)

gigi, sehingga pada saat diperluas ke sikat gigi ternyata dapat diterima oleh konsumen karena keduanya memiliki hubungan yang erat.

2.1.6 Loyalitas Merek

Menurut Aaker (dalam Hasan 2009:158) mendefinisikan brand loyalty adalah ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek, dan perasaan positif terhadap sebuah merek. Menurut Aaker (2006:98) loyalitas merek adalah cerminan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk atau jasa. Loyalitas merek sangat berpengaruh terhadap kerentanan pelanggan dari serangan pesaing, hal ini sangat penting dan berkaitan erat dengan kinerja masa depan perusahaan. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, maka hal tersebut dapat menunjukan loyalitas terhadap merek rendah.

Loyalitas merek mempunyai beberapa manfaat nilai bagi perusahaan. Manfaat-manfaat tersebut antra lain sebagai berikut (Durianto et al. 2004:104): 1. Mengurangi biaya pemasaran (Reduced Marketing Cost)

Akan lebih mudah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya utnuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri dari jenis pelanggan ini adalah merek membeli suatu poduk karena harganya murah.

2. Meningkatkan perdagangan (Trade Leverage)

Loyalitas yang kuat terhadap merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas

(20)

kebiasaan merek selama ini.

3. Menarik minat pelanggan baru (Attracting new customer)

Semakin banyak pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (Provide time to respond competitive threats)

Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberi waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.

Menurut Aaker (2006:145) loyalitas merek memiliki beberapa tingkatan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pembeli yang berpindah-pindah (Switcher pricer buyer)

Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen akan berpindah ke merek lain yang mengidentifikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah merek membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.

(21)

2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)

Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Jadi, ia membeli suatu merek karena alasan kebiasaan. 3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satified buyer)

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namum mereka dapat saja berpindah marek dengan menanggung swithching cost (biaya peralihan) seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli. Pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4. Menyukai merek (Like the brand)

Adalah kategori pembeli yang setia. Merek mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan merek yang ia gunakan kepada orag lain.

2.1.7 Keputusan Pembelian

1. Konsep perilaku konsumen

Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli. Berikut ini beberapa pendapat para ahli. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005:9) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision unit), baik individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya.

(22)

Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005:20) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai berikut: “suatu pengakhiran / pemutusan dari suatu proses pemikiran tentang suatu masalah untuk menjawab suatu pertanyan apa yang harus diperbuat untuk menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif yang tertentu”.

Menurut Kotler dan Keller (2007:214) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah :

a. Budaya : sub-budaya dan kelas sosisal sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya yang merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar.

b. Sosial : selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status social c. Pribadi : keputusan pembelian juga dipengaruhi karakteristik pribadi.

Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus itu, pekerjaan dan keadaan ekonomi.

d. Psikologis : suatu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan konsumen.

2. Proses keputusan pembelian

Kotler dan Amstrong (2008:181), keputusan pembelian adalah suatu proses pengambilan keputusan tentang merek mana yang akan dipilih. Kotler dan keller (2009:268), pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.

(23)

Menurut Kotler dan Keller (2007:235) proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.

a. Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, ekuitas merek, marketing strategi, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan perilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

b. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

Menurut Simamora (2006:15) suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengarahui pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan untuk membeli, yaitu:

1. Pemrakarsa (iniator) orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

2. Pemberi pengaruh (influenzer) orang yang pandangannya atau nasehatnya diperhitungkan dalam pengambilan nasehat terakhir.

(24)

sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli. Apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli.

4. Pembeli (buyer) orang yang melakukan pembelian nyata.

5. Pemakai (user) orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa. Menurut Kotler dan Amstrong (2003:224) menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian konsumen melewati tahap-tahap tertentu yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3

Proses Keputusan Pembelian Sumber : Kotler dan Amstrong (2003:224).

Dari gambar tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengenalan kebutuhan

Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau luar.

Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Setelah Pembelian

(25)

b. Pencarian informasi.

Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak mencari informasi yang lebih banyak. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan objek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, maka konsumen akan membeli objek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap dalam ingatannya.

c. Evaluasi alternatif

Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal, selanjutkan konsumen harus melakukan penilaiannya tentang beberapa alternatif yang ada dan menentukan langkah selanjutnya. Penilaian ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sumber-sumber yang dimiliki oleh konsumen (waktu, uang, dan informasi) maupun resiko keliru dalam penilaian.

d. Keputusan pembelian

Setelah tahap-tahap awal tadi telah dilakukan, sekarang tiba saatnya bagi pembeli untuk menentukan pengambilan keputusan apakah jadi membeli atau tidak terhadap keputusan yang menyangkut jenis produk, bentuk produk, merek, penjual, kualitas, dan sebagainya.

e. Perilaku setelah pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau tidak ada kepuasan. Ada kemungkinan bahwa pembeli memiliki ketidakpuasan setelah melakukan pembelian untuk mencapai keharmonisan meminimumkan kepuasan pembeli harus mengeluarkan waktu lebih banyak lagi untuk melakukan evaluasi sebelum membeli.

(26)

3. Tingkatan pengambilan keputusan

Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007:487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu: a. Pemecahan masalah yang luas; pada tingkat ini, konsumen membutuhkan

informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang biasanya dilakukan pada pembelian barang tahan lama dan barang mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik.

b. Pemecahan masalah yang terbatas pada tingkat ini. Konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun, konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi tambahan untuk melihat perbedaan diantara berbagai merek.

c. Perilaku sebagai respon yang rutin; pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang merek pertimbangkan. Konsumen mencari informasi tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui.

4. Model pengambilan keputusan

(27)

gambaran yang menyeluruh mengenai kerumitan pengambilan keputusan konsumen. Sebaliknya, dirancang untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi satu keseluruhan. Model tersebut memiliki tiga komponen utama yaitu masukan, proses, dan keluaran.

1. Masukan

Komponen masukan dalam pengambilan keputusan konsumen memiliki berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dari bebagai masukan ini adalah: a. Masukan pemasaran

Kegiatan pemasaran merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Kegiatan strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran, dan jaminannya), iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan promosi lainnya, kebijakan harga, dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagaian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap semua usaha ini. Jadi para pemasar harus senantiasa mewaspadai persepsi konsumen dengan mensponsori riset konsumen daripada bergantung kepada dampak pesan pemasaran merek yang diharapkan.

(28)

Tipe masukan kedua, lingkungan sosial budaya juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Pengaruh kelas sosial, budaya, dan sub-budaya walaupun kurang nyata merupakan faktor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap serta mempengaruhi bagaimana konsumen menilai dan akhirnya menolak produk. Dampak kumulatif usaha pemasaran setiap perusahaan pengaruh keluarga, teman-teman, para tetangga, dan aturan perilaku masyarakat yang ada semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang merek beli.

2. Proses

Komponen proses dalam model ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan untuk memahami proses ini, kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen (apa yang mereka butuhkan, atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam pengumpulan informasi dan penilaian mereka mengenai berbagai alternatif). Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari 2 tahap yaitu :

a. Pengenalan kebutuhan menurut Schiffman dan Kanuk (2007:494) pengenalan kebutuhan mungkin terjadi jika konsumen dihadapkan dengan suatu “masalah” dikalangan konsumen ada 2 gaya pemahaman masalah pengenalan kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe

(29)

keadaan yang sebenarnya yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru menggerakan proses keputusan. b. Penelitian sebelum pembelian; penelitian sebelum pembelian dimulai

ketika konsumen merasa adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya ia harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan diluar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan.

Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari berbagai sumber informasi eksternal mengenai kebutuhan yang berhubungan dengan konsumsi tertentu. Pengalaman yang lalu dianggap sebagai sumber informasi internal. Semakin besar kaitannya dengan pengalaman yang lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada penggabungan pengalaman yang lalu dan informasi pemasaran dan non komersial. Tindak resiko yang demikian juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan.

Menurut Kotler dan Keller (2007:235) konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya dalam dua tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan

(30)

dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat ini seorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi konsumen mengetahui tentang merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut.

Dalam pencarian informasi proses keputusan pembelian mencari informasi yang relevan dari lingkungan luar untuk memecahkan masalah atau dengan cara mengaktifkan pengetahuan dari ingatan yaitu:

1. Informasi eksternal

a. Sumber atau informasi dari public yaitu variasi tingkat produknya, harganya, atau dikenal dengan laporan konsumen.

b. Dominasi pemasaran yaitu, iklan, website perusahaan, dan para pelaku konsumen.

2. Informasi internal

a. Menggunakan ingatannya kembali dalam menggunakan merek atau produk tersebut.

b. Merasa cukup puas dengan produk yang digunakan.

Penilaian alternatif rangkaian merek yang diminati. Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen, rangkaian merek yang diminati mengacu pada merek-merek khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu. Rangkaian merek yang diminati seorang konsumen dibedakan dari rangkaian merek tidak layak yang terdiri dari berbagai merek yang dikeluarkan konsumen dari petimbangan pembelian karena dirasa tidak dapat diterima dan dari rangkaian merek yang tidak aktif yang terdiri

(31)

dari berbagai merek yang tidak menarik perhatian konsumen karena dirasa tidak mempunyai keuntungan khusus apapun. Terlepas dari jumlah merek dalam suatu kategori produk, rangkaian merek yang di minati seorang konsuman rata-rata cenderung sangat kecil. Sering hanya terdiri dari tiga sampai lima merek. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa rangkaian merek dipertimbangkan konsumen meningkat jumlahnya jika pengalaman dengan suatu golongan produk bertambah. Rangkaian merek yang diminati dari sedikit merek yang dikenal baik, diingat, dan dirasakan dapat diterima oleh konsumen.

3. Keluaran

Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang beehubungan erat yakni :

a. Perilaku pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:500) perilaku pembelian konsumen mempunyai tiga tipe yaitu :

1. Pembelian percobaan

Yaitu ketika konsumen membeli suatu produk atau merek pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, jadi pembelian percobaan ini merupakan tahap perilaku pembelian yang bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. 2. Pembelian ulang

Yaitu berdasarkan percobaan yang dirasakan lebih memuasakan atau lebih baik dari merek-merek lainnya. Pembelian ulang biasa menandakan produk memenuhi persetujuan konsumen bersedia untuk memakaiannya

(32)

lagi dalam jumlah yang lebih besar. 3. Pembelian komitmen jangka panjang

Yaitu pembelian yang dilakukan konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian terharap komitmen jangka panjang (melalui pembelian) tanpa kesempatan untuk percobaan yang sesungguhnya. Biasanya untuk barang-barang yang tahan lama.

b. Penilaian pasca pembelian

Ketika konsumen menggunakan suatu produk terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. Ada tiga hasil yang mungkin timbul yaitu :

1. Kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral.

2. Kinerja yang melebihi harapan yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan harapan secara positif.

3. Kinerja dibawah harapan yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negatif dan ketidakpuasan konsumen mempunyai hubungan erat, yaitu konsumen cenderung menilai pengalaman mereka terhadap harapan-harapan mereka ketika melakukan penilaian pasca pembelian.

5. Tipe Perilaku Pembelian Konsumen

Tipe-tipe perilaku konsumen membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan diantara berbagai merek adalah sebagai berikut (Kotler, 2009:129) :

(33)

Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan perilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, berisiko jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. Konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut.

b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behaviour)

Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi jika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada.

c. Perilaku membeli karena kebiasaan

Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku membeli konsumen yang situsi bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek-merek apapun.

(34)

d. Perilaku membeli yang mencari variasi

Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Dalam kasus ini, konsumen sering mengganti merek. Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan memilih merek tanpa banyak evaluasi lalu mengevaluasi merek tersebut ketika dimakan. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan dan menjadi acuan oleh peneliti. Seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1

Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Tahun Hasil Penelitian

1. Zulkarnain et al. 2015 Menyatakan bahwa keempat dimensi ekuitas merek, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh pada keputusan pembelian Donat di DK Cafe.

2. Widhiarta dan Wardana

2015 Menyatakan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Iphone di kota Denpasar

3. Runtuwene 2015 Menyatakan bahwa keempat dimensi ekuitas merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian produk Sepeda Motor Yamaha Mio-J dan variabel yang paling dominan adalah kesadaran merek.

4. Nugraha 2014 Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek mempunyai

(35)

pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian produk Mie Instan Sedaap

5. Hanandre 2015 Menyatakan bahwa variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kulitas dan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian di Starbuck Galaxy Mall.

Sumber : Jurnal (Zulkarnain et al. 2015; Widhiarta dan Wardana, 2015; Runtuwene,2015) Skripsi (Nugraha,2014; Hanandre,2015)

2.3 Pengaruh Antar Variabel

1. Pengaruh Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika suatu nama dikenal karena beberapa alasan, mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam industri dan lain-lain. Jika dua merek sama, kesadaran akan merek menjadi faktor yang menentukan keputusan pembelian. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi mempunyai nilai yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak konsumen.

Dalam penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kesadaran merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian suatu produk. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Runtuwene (2015) menyatakan bahwa kesadaran merek memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan pembelian produk Sepeda Motor Yamaha Mio-J. Dan penelitian yang dilakukan oleh Widhiarta dan Wardana juga menyatakan bahwa kesadaran merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian Iphone di Denpasar. Juga penelitian oleh Zulkarnain (2015) menyatakan bahwa kesadaran merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian donat di DK café.

(36)

2. Pengaruh Asosiasi Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Pada umumnya, asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian pada suatu merek. Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk melakukan proses pembelian dan menggunakan merek tersebut. Menurut Durianto (2004), semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan maka akan semakin kuat citra mereknya. Selain itu, asosiasi merek juga dapat menjadi sebuah identitas yang menjadi penentu diferensiasi dan akan menjadi faktor penentu yang penting jika merek yang dimilki perusahaan mirip dalam hal atribut dengan merek lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Widhiarta dan Wardana (2015) Menyatakan bahwa variabel asosiasi merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian. Peneliti beranggapan bahwa apabila variabel asosiasi merek mengalami peningkatan akan berpengaruh dengan meningkatnya pula variabel keputusan merek. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain et al ,(2015) menyatakan bahwa asosiasi merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian donat di DK café.

3. Pengaruh Persepsi KualitasTerhadap Keputusan Pembelian

Persepsi yang positif akan mendorong keputusan pembelian suatu produk dan akan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan konsumen (Knapp:2001). Persepsi kualitas tidak dapat ditetapkan secara objektif,

(37)

karena akan melibatkan hal-hal apa saja yang dianggap penting bagi pelanggan. Sedangkan antara pelanggan yang satu dengan yang lainnya memiliki kepentingan yang relatif berbeda terhadap suatu produk.

Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain et al, (2015) yang menyatakan bahwa persepsi kualitas mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian Donat di DK café. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Runtuwene (2015), menjelaskan bahwa persepsi kualitas yang dimiliki produk Sepeda Motor Yamaha Mio-J mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian konsumennya di kota Tomohon. 4. Pengaruh Loyalitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Merek yang kuat akan mendapatkan manfaat, yaitu loyalitas yang memungkinkan konsumen melakukan pembelian ulang. Jika konsumen termotivasi sekaligus tertarik oleh suatu merek, maka konsumen akan melakukan keputusan pembelian terhadap merek tersebut. Hal ini akan membuathubungan antara merek dengan konsumen akan semakin kuat. Hasilnya adalah loyalitas merek yang tinggi. Selain itu, konsumen yang loyal juga akan dengan sukarela merekomendasikan untuk menggunakan merek tersebut kepada orang lain yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Karena loyalitas merek adalah loyalitas yang diberikan pelanggan kepada sebuah merek. Loyalitas merek ini akan menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan konsumen akan pindah ke merek lain terutama jika pada merek tersebut didapati terjadinya perubahan baik menyangkut harga ataupun atribut lain (Durianto et al :2004)

(38)

Penelitian yang dilakukan oleh Widhiarta dan Wardana (2015) menyatakan bahwa loyalitas merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian Iphone di Denpasar. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain et al, (2015) juga menyatakan hal yang sama yaitu bahwa loyalitas merek berpengaruh positif pada keputusan pembelian konsumen donat di DK café. Dan penelitian yang dilakukan oleh Runtuwene (2015) menyatakan bahwa loyalitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk Sepeda Motor Yamaha Mio-J di kota Tomohon.

2.3 Rerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan pola konseptual yang akan menjadi pijakan peneliti untuk menetapkan solusi terbaik dalam mengetahui permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas kerangka proses berpikir dalam penelitian ini tampak pada gambar 4. Gambar 4 Rerangka Pemikiran Keputusan Pembelian (KP) Kesadaran Merek (KM) Persepsi Kualitas (PK) Loyalitas Merek (LM) Asosiasi Merek (AM) Ekuitas Merek

(39)

2.4 Perumusan Hipotesis

Dari perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dibahas dengan melihat hasil penelitian terdahulu dan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka peneliti samapai pada suatu dugaan bahwa:

H1 : Kesadaran merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian Provider Telkomsel

H2 : Asosiasi merek berpengaruh signifkan terhadap keputusan pembelian Provider Telkomsel

H3 : Pesepsi kualitas berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian Provider Telkomsel

H4 : Loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian Provider Telkomsel

Referensi

Dokumen terkait

Menurut siaran pers dari pemerintah Jepang bulan Mei 2002, bahwa “operasi logistik dan dukungan kepada [Per- serikatan Bangsa-Bangsa] … diharapkan menyediakan bantuan bagi

Sebagai salah satu biota yang hidup di daerah pasang surut, kerang Kepah mempunyai karakteristik pertumbuhan dan pola pertumbuhan alami yang disesuaikan dengan

Hasil penelitian ini adalah aplikasi multimedia sebagai media pembelajaran Aljabar Linier pada materi Matrik Transformasi bagi mahasiswa Program Studi

Dengan metode ini dihasilkan algoritma untuk mekanisme safe autonomous landing dengan mengikuti sinyal eksponensial di mana quadcopter mencapai titik 0 (nol) meter dalam

 Laporan Data Siswa  Daftar Mata Pelajaran  Laporan Data Guru  Laporan Data Kelas  Laporan Absensi Siswa  Menu Utama. Penekanan tombol tiap laporan akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapan metode pembelajaran eksperimen berbantuan media visual yang sesuai sintaks dapat meningkatkan hasil belajar IPA

Yaitu, bahwa pengembangan ilmu pengetahuan di negara-negara Muslim adalah mutlak, baik ditinjau dari segi ajaran Islam, dari fakta bahwa Muslim sempat menjadi pelopor pengembangan

Pemeriksaan pada mayat, atau dalam istilah kedokteran forensik dikenal dengan Otopsi Mediko-Legal (bedah mayat) adalah pemeriksaan yang dilakukan pada mayat yang