PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA
BATU
Puspa Permanasari, M.Bisri, Agus Suharyanto
Program Magister Teknik Sipil Minat Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono No. 167 Malang 65145 Telp. (0341) 587710
e-mail: puspa.permanasari@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan lahan kondisi eksisting tahun 2010 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu tahun 2003 – 2013 guna menentukan pengaruh guna lahan terhadap infiltrasi di kota Batu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi dan AHP. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh dominan pada guna lahan terhadap infiltrasi dan terdapat hasil analis yang berbeda tiap kecamatan. Penggunaan lahan pada kondisi eksisting 2010 mempunyai pengaruh pada penurunan daya resap air hujan kedalam tanah. Hal ini dapat diketahui dari menurunnya nilai infiltrasi di kota Batu yakni menurun 34.915.235 m³/ tahun atau 13% dari penggunaan lahan di tahun 2003. Untuk menjamin konservasi sumber daya air dalam hal mencegah daya rusak air, maka cadangan air tanah di 3 (tiga) kecamatan di kota Batu perlu memperhatikan tata guna lahan yang tertuang dalam RTRW sehingga tidak lagi terdapat konversi lahan menjadi lahan terbangun yang dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan dan kapasitas potensi air. Kata Kunci : Konservasi, Penggunaan lahan, Infiltrasi.
ABSTRACT
This study aimed to evaluate the condition of existing land use in years 2010 with the Spatial Plan Batu years 2003 to 2013 to determine the effect of land use on infiltration in Batu City. The method used in this study is regression analysis and Analysis Hierarky Proces. The results showed there is a dominant influence of land use on infiltration and analysts have a different outcome each district. Existing land use conditions in 2010 have an influence on the decline in power of absorbing rainwater into the soil. It can be seen from the declining value of the infiltration in Batu declined 34.915.235 m³ / year or 13% of land use in 2003. To ensure the conservation of water resources in terms of preventing the destructive force of water, the ground water reserves in 3 (three) districts in the town of Batu need to consider land use contained in the spatial plan that no longer have the conversion of land to land up which can lead to reduced capacity and water potential capacity.
Keywords: conservation, land use, infiltration.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kebutuhan ruang yang semakin tinggi dengan jumlah luasan ruang yang terbatas tentu menuntut ruang tersebut untuk dilakukan perubahan dari segi penggunaannya atau peruntukannya. Fenomena ini dikenal sebagai konversi lahan atau pengalihfungsian lahan, terutama pengalihfungsian lahan yang dilakukan tidak sesuai peruntukannya, misalnya di daerah resapan atau ruang terbuka hijau. Lahan yang semula merupakan daerah terbuka maupun daerah resapan air, berubah menjadi daerah yang tertutup perkerasan dan bersifat kedap air sehingga menyebabkan, air hujan tidak dapat lagi meresap ke dalam tanah kondisi ini mengakibatkan peningkatan limpasan di permukaan kemudian menjadi genangan atau banjir.
Konservasi merupakan sebagai usaha-usaha untuk memanfaatkan dan menjaga serta melindungi sumberdaya alam (Kamus Besar Indonesia, 2001). Menurut Muhammad Bisri (2008), konservasi air merupakan usaha-usaha dalam pemanfaatan serta perlindungan terhadap sumberdaya air, dimana usaha untuk memasukkan air ke dalam tanah dalam rangka pengisian airtanah, baik secara alami maupun buatan. Pengertian masuknya air atau meresapnya air ke dalam tanah identik dengan pengertian infiltrasi. Dikatakan bahwa konservasi air yang dimaksud dalam perhitungan jumlah air yang meresap ke dalam tanah adalah diidentifikasi dengan besarnya laju infiltrasi di suatu wilayah.
Rumusan Permasalahan
Beranjak dari latar belakang permasalahan di Kota Batu yang terkait dengan konservasi sumber daya air apabila dikaitkan dengan
PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA BATU
130 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 4, Nomor 2, Desember 2012 kebijakan RTRW didapatkan rumusan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan lahan kondisi eksisting (tahun 2010) dalam rangka implementasinya Rencana Tata Ruang Wilayah 2003 - 2013?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan lahan dalam implementasi rencana tata ruang terhadap konservasi sumber daya air di Kota Batu?
Tujuan
Berdasarkan pada permasalahan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam kajian penulisan ilmiah ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengevaluasi penggunaan lahan kondisi eksisting (tahun 2010) dalam implementasinya pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu tahun 2003 – 2013.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan lahan dalam rangka implementasi RTRW terhadap konservasi sumber daya air di Kota Batu.
METODE PENELITIAN
Output dari penelitian tesis ini adalah
pengaruh rencana tata ruang wilayah dari
variabel penggunaan lahan, kondisi fisik
dasar dan kebijakan terhadap konservasi
sumber daya air serta rekomendasi yang
berkaitan dengan konservasi air guna
menjaga perlindungan terhadap kelestarian
air tanah seiring dengan berkembangnya
jumlah penduduk dan meningkatnya lahan
terbangun.
Metode
penelitian
yang
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian
adalah:
1.
Variabel Penelitian
Variabel diartikan sebagai segala
sesuatu yang akan dijadikan sebagai objek
studi,
dapat
pula
diartikan
variabel
merupakan faktor-faktor yang berperan
dalam suatu peristiwa atau gejala yang akan
diteliti.
Adapun
variabel-variabel
yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a.
Infiltrasi menjadi variabel terikat dalam
analisis dan indikator yang diambil
adalah curah hujan tahunan dan luas
kawasan penutup lahan.
b.
Pola pemanfaatan ruang berhubungan
dengan
fungsi
kawasan
dimana
dilakukan
overlay
dengan
peta
kesesuaian lahan..
c.
Jenis Penggunaan lahan terdiri dari
lahan terbangun dan non terbangun
(sawah, ruang terbuka hijau, ladang,
semak belukar, hutan) mempengaruhi
daya resap air hujan kedalam tanah.
2.
Metode Analis
Analis Deskriptif
Digunakan untuk menggambarkan kondisi fisik dasar dengan input tata ruang tentang kondisi fisik dasar, pola pemanfaatan ruang (fungsi kawasan), ketersediaan ruang (alih fungsi lahan), kebutuhan ruang (luasan lahan terbangun dan tidak terbangun), dan jenis penggunaan lahan dipakai analisa kondisi fisik dasar dan analisa penggunaan lahan menyeluruh sebanyak 23 (dua puluh tiga) desa dan kelurahan yang ada di kota Batu. Sehingga didapatkan:
Analis Evaluatif
1. Analisa Daya Resap Air Hujan
Digunakan untuk mengetahui pengaruh besaran daya resap air hujan ke dalam tanah terhadap konservasi air di Kota Batu, yakni dengan menghitung daya resap air hujan ke dalam tanah melalui besaran infiltrasi pada tahun 2003 sesuai dengan penggunaan lahan pada RTRW 2003 – 2013 dan nilai infiltrasi tujuh
Analisis Kesesuaian Lahan (Perbandingan antara penggunaan
lahan secara eksisting, dengan RTRW Kota Batu Tahun 2003-2013
serta peta kesesuaian lahan
Kesesuaian dan ketidak sesuaian lahan antara peta penggunaan lahan dengan peta kesesuaian lahan
serta RTRW Kota Batu Tahun 2003-2013 Analisis Kondisi Fisik Dasar Analisis Penggunaan Lahan 23 desa/kel
Puspa Permanasari, M.Bisri, Agus Suharyanto
tahun setelahnya yakni 2010 sesuai dengan kondisi eksisting yang ada.
Keterangan :
Ia = Imbuhan Alami (m3/ tahun) C = angka koefisien resap
H = curah hujan tahunan (mm/ tahun) ß = persentase ruang terbuka hijau A = luas kawasan penutup lahan (m³)
Dalam formula di atas, angka koefisien resapan diasumsikan sebagai sisa dari koefisien aliran permukaan. Dengan demikian besarnya c adalah sebagai berikut : C = 1-f
Selain penggunaan lahan dan morfologi tanah, faktor curah hujan juga berpengaruh terhadap besarnya infiltrasi, dimana untuk perhitungan curah hujan menggunakan metode Poligon Thiessen. Stasiun curah hujan yang digunakan untuk menghitung besaran curah hujan di Kota Batu menggunakan 6 stasiun curah hujan dengan jumlah data selama sepuluh tahun terakhir. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
2. Analisa Regresi
Analisis regresi yang dilakukan adalah disetiap kecamatan, sehingga dapat diketahui penggunaan lahan mana yang paling berpengaruh di setiap kecamatan dengan rekomendasi yang diberikan juga setiap kecamatan. nilai positif dan negative hanya menunjukkan arah hubungan bukan kekuatan hubungan. Nilai koefisien korelasi yang dipakai dalam variabel penentu mempunyai ukuran nilai yang berfungsi untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X). Nilai koefisien korelasi yang telah diperoleh pada hasil analisis korelasi masih perlu diuji signifikansinya, yaitu apabila suatu korelasi memiliki nilai signifikansi <0.05, maka hubungan korelasi tersebut adalah signifikan. A. Variabel terikat atau dependen
Sebagai variable terikat yang dikem-
bangkan adalah konservasi air dalam satuan m3/tahun. Perhitungannya dilakukan melalui formula yang melibatkan besaran koefisien tanaman, curah hujan rata-rata tahunan, dan luas penutup lahan secara time series dengan periode waktu tahun 2003 hingga tahun 2010.
B. Variable bebas atau independen
Sebagai variable bebas yang dikembangkan adalah penggunaan lahan di Kota Batu dari setiap tahun dalam satuan m². Penggunaan lahan terdiri dari beberapa subvariabel, yaitu:
Lahan terbangun sebagai X1
Lahan pertanian kering atau tanah ladang sebagai X2
Sawah sebagai X3
Semak belukar sebagai X4
Ruang terbuka hijau sebagai X5
Hutan sebagai X6
Lahan terbuka sebagai X7 (subvariabel untuk di Kecamatan Bumiaji)
Dengan kandidat variabel tersebut kemudian dilakukan analisis korelasi, untuk melihat tingkat hubungan (secara statistik) antara penggunaan lahan dengan konservasi air. Nilai korelasi yang bernilai mendekati angka 1 memiliki nilai korelasi. Analisis Proses Hierarki
Untuk mengetahui pendapat responden tentang Pengaruh Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah terhadap Konservasi Sumber Daya Air melalui angket dimana yang akan diketahui melalui AHP. Metode tersebut dapat digunakan untuk mengukur peran serta stakeholders dalam merumuskan dan menentukan kebijakan berdasar kepentingan bersama (Akhwadhy, 2002).
Hasil dari AHP berbagai pihak kepentingan dari golongan pemerintah menentukan bahwa hutan, lahan terbangun, dan sawah memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya terhadap konservasi air akibat implementasi rencana tata ruang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penggunaan lahan ruang terbuka hijau, lahan terbangun, dan sawah memiliki pengaruh dominan akibat implementasi rencana tata ruang terahadap konservasi air di Kecamatan junrejo.
Lahan terbangun dan tanah ladang pada kecamatan Batu memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya. Namun, mengingat kondisi guna lahan kecamatan Batu yang didominasi oleh tanah Ia = cH (βA) 1000
n i i n i i i n n nA
A
P
A
A
A
A
P
A
P
A
P
P
1 1 2 1 2 2 1 1....
....
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 4, Nomor 2, Desember 2012 132 ladang sebesar 1.247,1 ha dan lahan terbangun
sebesar 1.181,2 ha maka akan dapat mengurangi tingkat infiltrasi. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan jumlah ruang terbuka hijau di kecamatan Batu. Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau di kecamatan Batu adalah dengan membangun taman maupun hutan kota di sekitar stadion kota Batu. Selain melalui pembangunan taman juga direkomendasikan untuk dilakukan penambahan RTH dengan menambah jalur hijau di pinggir jalan maupun median jalan serta di sekitar permukiman penduduk.
Pengembalian konversi lahan dari hutan menjadi tanah ladang dan semak belukar pada kecamatan Bumiaji dikembalikan menjadi hutan perlu mendapat penanganan yang serius berupa program dan kegiataan berkelanjutan dan mempunyai keluaran yang terukur dan pasti. Desa berpengaruh terhadap konservasi air yang berbatasan langsung dengan tanah hutan rakyat dan hutan lindung adalah Sumberbrantas, Tulungrejo, Sumbergondo dan Bumiaji agar hutan di keempat desa tersebut tidak lagi dikonversi dan mendesak untuk reboisasi kembali.
Kedua analisa ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh konservasi sumber daya air di kota Batu terhadap implementasi RTRW.
HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu berdasarkan RTRW 2003 – 2013 dapat dilihat pada tabel 2 dan penggunaan lahan kondisi eksisting 2010 pada tabel 3.
Daya Resap Air Hujan
Analisa Daya Resap Air Hujan menggunakan dua periode, yaitu tahun 2003 dan 2010. Perhitungan dua periode tersebut dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan daya resap air hujan setelah beberapa tahun mendatang akibat perubahan penggunaan lahan dan pertambahan jumlah luas lahan terbangun. Metode perhitungan hujan daerah ini menggunakan metode Polygon Thiessen dengan menghitung hujan rata-rata pada titik pengamatan 6 (enam) stasiun hujan yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan di kota Batu.
Pengaruh Perubahan Guna Lahan Terhadap Konservasi
Analis ini menyajikan pengaruh perubahan penggunaan lahan dan besaran infiltrasi untuk selanjutnya didapatkan persentase perubahan daya resap air hujan terhadap penggunaan lahan dan konversi lahan yang terjadi antara tahun 2003 dan 2010.
Besaran daya resap air hujan di tahun 2010 turun sebesar 34.915.235 m³/tahun atau 13% dengan perincian sebagai berikut: Kecamatan Junrejo menurun 8.497.145 m³/tahun atau 24%, Kecamatan Batu menurun sebesar 11.788.712 m³/tahunatau 29% dan Kecamatan Bumiaji turun sebesar 14.629.378 m³/tahun atau 7% dari tahun 2003. Analisa keseluruhan perubahan lahan terhadap daya resap air hujan pada setiap kelurahan/desa, secara keseluruhan penurunan terbesar terjadi di kelurahan Temas yakni menurun sebesar 3.347.504 m³/tahun atau 59% dari keseluruhan infiltrasi di kecamatan Batu. Mengingat kelurahan Temas berada pada pusat kota dengan fasilitas perdagangan, pariwisata, pendidikan dan perumahan padat tanpa RTH dan lahan terbuka yang memadai.
Pola pemanfaatan ruang (fungsi kawasan)
Jenis penggunaan lahan
Besaran infiltrasi Program pengendalian pemanfaatan ruang kawasan)
Analisa Regresi dan Analisa AHP REKOMEN DASI Pengaruh penggunaan lahan pada RTRW berdasarkan analisa terhadap Konservasi Sumber Daya Air
PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA BATU
Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Kota Batu Tahun 2003
No. Jenis
Penggunaan
Kec. Junrejo Kec. Batu Kec. Bumiaji Total
Luas (Ha) Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Luas Lahan Terbangun 304,5 12 677,8 15 661,4 5 1.373,7
Lahan Non Terbangun 2.260,5 88 3.867,2 85 12.407,6 95 18.534,8
1. Tanah Ladang 401,8 20 1186,2 25 3.499,3 27 5.083,3 2. RTH 251 0.5 252 5,5 1084,6 0.8 15.887,6 3. Sawah 914,4 41 401,8 8,8 287,2 6 1.603,4 4 Semak Belukar 93,6 4 794,2 17,5 321,7 6 1.209,5 5 Hutan 599,7 23 1.233 27,2 5.943,8 49 7.776,5 6 Lahan terbuka - - - 1.269,2 7 1.269,2 Total 2.565 100 4.545 100 12.799 100 19.807
Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Kota Batu Tahun 2010
No. Jenis
Penggunaan
Kec. Junrejo Kec. Batu Kec. Bumiaji Total
Luas (Ha) Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Luas Lahan Terbangun 604,3 24 1.180,2 25 1.121,6 9.2 2.906,1
Lahan Non Terbangun 1.960,7 76 3.426,1 75 1.161,6 90.8 17.002,8
1. Tanah Ladang 443,4 17 1247,1 29 3080,3 39.9 4770,8 2. RTH 200,2 0 218.6 2 893,4 0.3 1312,2 3. Sawah 781,1 35 309,6 6 0 0.0 817.7 4 Semak Belukar 0 4 614,3 16 114 0.4 939,6 5 Hutan 536 21 1.035,2 23 6.426,1 50.2 7.998,6 Total 2.565 100 4.545 100 12.799 100 19.807
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan Kota Batu sesuai RTRW 2003
PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA BATU
134 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 4, Nomor 2, Desember 2012 Gambar 2. Diagram LuasanPenggunaan Lahan Kota Batu Tahun 2003
Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Batu 2010 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 L u a sa n P e n g g u n a a n L a h a n ( Ha)
Jenis Penggunaan Lahan
Junrejo Batu Bumiaji
Puspa Permanasari, M.Bisri, Agus Suharyanto
Gambar 4. Diagram LuasanPenggunaan Lahan Kota Batu Tahun 2003
Tabel 4. Besaran Curah Hujan Kota Batu Tahun 2003
No Nama stasiun Luas (A)
(ha)
Besaran curah hujan (P) (mm/thn) (PxA) 1 Tlekung 58,15 1.651 139.296,14 2 Temas 116,91 1.651 25.265,61 3 Pendem 63,50 1.250 79.377,81 4 Ngaglik 84,37 1.747 246.294,16 5 Tunjungmoyo 121,83 1.533 179.227,49 6 Sumbergondo 140,98 1.268 73.730,54 Total 601,0465 930.686,6403
Tabel 5. Besaran Curah Hujan Kota Batu Tahun 2010
No Nama stasiun Luas (A)
(ha)
Besaran curah hujan (P) (mm/thn) (PxA) 1 Tlekung 58,15 2.817 237.672,45 2 Temas 116,91 3.107 47.537,10 3 Pendem 63,50 2.711 172.154,60 4 Ngaglik 84,37 2.079 293.099,92 5 Tunjungmoyo 121,83 2.513 293.802,15 6 Sumbergondo 140,98 2.382 138.506,42 Total 601.0465 1.526.452,351
Tabel 6. Besaran Daya Resap Air Hujan Tahun 2003 dan 2010
No Jenis Penggunaan Lahan
Kec.Junrejo Kec.Batu Kec.Bumiaji
(m³/tahun) (m³/tahun) (m³/tahun)
2003 2010 2003 2010 2003 2010 Lahan Terbangun 4.643.916 2.548.883 5.314.861 4.010.246 10.160.689 7.013.178 1 Tanah Ladang 5.107.153 4.756.622 10.862.138 9.328.562 45.376.774 51.771.997 2 RTH 3.143.240 2.631.254 2.529.289 1.062.887 16.754.489 12.411.384 3 Sawah 11.224.719 7.486.689 4.403.263 2.134.853 0 0 4 Semak Belukar 1.672.838 908.107 5.559.308 4.289.529 3.559.656 543.312 5 Hutan 9.527.074 8.490.240 10.953.514 7.007.584 129.024.144 115.489.616 Total 35.318.940 26.821.795 39.622.373 27.833.661 201.316.096 186.686.718 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 L u a sa n P e n g g u n a a n L a h a n ( Ha)
Jenis Penggunaan Lahan Junrejo
Batu Bumiaji
PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA BATU
136 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 4, Nomor 2, Desember 2012
Gambar 5. Diagram Besaran Daya Resap Air Hujan Kota Batu Tahun 2003
Gambar 6. Diagram Besaran Daya Resap Air Hujan Kota Batu Tahun 2010 SIMPULAN
Penggunaan Lahan
Perbandingan lahan terbangun pada tahun 2003 sebesar 8:92, tahun 2006 perbandingan 12:88, sedangkan tahun 2010 perbandingan bertambah menjadi 15:85. Secara detai luas hutan tahun 2003 sebesar 7.776,5 Ha atau 39%, tahun 2006 bertambah menjadi 8.928 Ha atau 40,5% namun tahun 2010 menurun menjadi 7.998,6 Ha atau 40,3% dari seluruh luas kota yakni 19.807 Ha. Namun perbandingan luas yang ada masih belum mencukupi untuk menjamin ketersediaan air bersih kota Batu sendiri, kota dan kabupaten Malang yang menggantungkan suplay air dari kota Batu. Daerah resapan dan daerah tangkapan yang ada di Kota Batu sangat terancam keberadaannya karena rawan terkonversi dengan lahan terbangun karena belum ada ketegasan pengambil kebijakan dalam konservasi Sumber Daya Air di daerah.
Daya Resap Air Hujan Kecamatan Junrejo
Daya resap air hujan di kecamatan Junrejo kontribusi terbesar berasal dari desa Tlekung karena satu-satunya desa di kecamatan Junrejo yang masih memiliki wilayah hutan, yakni seluas 9.527.074 Ha dengan total infiltrasi desa Tlekung sebesar 13.855.404 m3/tahun atau 39% di tahun 2003 dan di tahun 2010 wilayah hutan desa Tlekung tetap mendominasi daya resap meski menurun 8%. Sedangkan lahan terbangun di kecamatan Junrejo dari 304,5 Ha berkembang menjadi 604,3 Ha atau naik 100% sehingga berakibat pada penurunan nilai infiltrasi sebesar 2.185.033 m3/tahun atau menurun 47% pada kurun waktu 7 tahun.
Kecamatan Batu
Daya resap air hujan di kecamatan Batu sebesar 39.622.373 m3/tahun dominasi 0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 140000000 B es a ra n I n fi lt ra si Junrejo Batu Bumiaji 0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 140000000 B e sa ra n I n fi ltra si Junrejo Batu Bumiaji
Puspa Permanasari, M.Bisri, Agus Suharyanto
terbesar dari wilayah hutan yakni 10.953.514 m3/tahun menyumbang 28% dari seluruh besaran infiltrasi pada tahun 2003. Kontribusi terbesar berasal dari hutan di desa Oro – oro Ombo sebesar 12.240.327 m3/tahun atau menyumbang 33% daya resap air hujan di kecamatan Batu. Pada tahun 2010 luas hutan di desa Oro-oro Ombo terkonversi menjadi ladang dan semak belukar, sehingga hutan tdk lagi menyumbang nilai infiltrasi sebesar 7(tujuh) tahun yang lalu, pada tahun 2010 hutan di desa oro-oro ombo hanya menyumbang 4.338.720 m3/tahun, ladang sebesar 4.707.014 m3/tahun dan semak belukar sebesar 2.706.026 m3/tahun. Dari penambahan luasan terbangun dan konversi hutan tersebut, daya resap air hujan di kecamatan Batu tahun 2010 menurun menjadi 27.833.661 m3/tahun.
Kecamatan Bumiaji
Penggunaan lahan hutan seluas 7.751,7 ha atau sebesar 60,5% dengan kontribusi terbesar berasal dari kawasan lindung Tahura R. Soerjo Kota Batu yang disusul dengan tanah ladang sebesar 3.287,3 ha atau 25%. Pada tahun 2003 hutan di Bumiaji menyumbang nilai infiltrasi sebesar 129.024.144 m3/tahun dengan persentase 77% dari total daya resap air hujan di kecamatan Bumiaji sebesar 201.316.095 m3/tahun. Pada tahun 2010 karena pengurangan hutan di desa Sumbergondo dan Tulungrejo serta konversi hutan menjadi ladang dan senak belukar pada desa Gunungsari, Pandanrejo, Sumberbrantas.
Pengaruh Tata Ruang Terhadap Konservasi Air
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penutup lahan terhadap konservasi air digunakan dengan mengambil bentuk korelasi dan analisa regresi antara penggunaan lahan sebagai variabel bebas dan konservasi air sebagai variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari X1.Lahan terbangun; X2.Ladang; X3.Sawah; X4.Semak Belukar; X5.RTH; X6.Hutan; X7.Lahan Terbuka khusus di kecamatan Bumiaji. Variabel terikat adalah konservasi air yang melibatkan koefisien penggunaan lahan, curah hujan rata-rata tahunan dan luas penutup lahan. Analisa regresi yang dilakukan disetiap kecamatan dapat diketahui penggunaan lahan apa saja yang paling berpengaruh.
Kecamatan Junrejo
Pengaruh paling besar dalam penurunan daya resap air hujan kedalam tanah di kecamatan Junrejo adalah lahan terbangun, hutan dan sawah. Setiap m² lahan terbangun berpengaruh pada penurunan daya resap air hujan ke dalam tanah sebesar 15.957 m³/tahun. Setiap m² hutan meningkatkan besaran infiltrasi sebesar 74.736 m³/tahun dan setiap m² sawah berpengaruh pada konservasi air sebesar 366 m³/tahun.
Kecamatan Batu
Pengaruh yang paling besar terhadap konservasi sumber daya air di kecamatan Batu adalah lahan terbangun yang menurunkan nilai infiltrasi sebesar 22.388 m³/tahun dan ladang di kecamatan Batu menurunkan besaran infiltrasi sebesar 41.077 m³/tahun. Hutan dan RTH di kecamatan ini sangat kurang sehingga tidak mampu berpengaruh pada peningkatan daya serap air hujan ke dalam tanah.
Kecamatan Bumiaji
Hutan mempunyai pengaruh paling kuat dalam konservasi sumber daya air di kecamatan Bumiaji setiap m² hutan berpengaruh 184.603 m³/tahun.
Penutup Rekomendasi
Kecamatan Junrejo
Di kecamatan Junrejo lahan terbangun mengalami peningkatan sebesar 299.8 ha atau 98.45% hampir seratus persen dalam kurun waktu tujuh tahun, jika hal ini dibiarkan tanpa ada program untuk penyelamatan ekologi lingkungan, maka kota Batu tidak lama lagi akan mengalami kenaikan suhu udara, kekurangan suplay air bersih, kepadatan hunian yang menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan. Rekomendasi untuk kecamatan Junrejo adalah pengendalian dan pengawasan ketat dalam pemberian rekomendasi tata ruang, penerapan KDH (koefisien dasar hijau) 30% dalam pengendalian konversi lahan non terbangun menjadi lahan terbangun.
Kecamatan Batu
Penggunaan lahan dominan di desa Pesanggrahan adalah tanah ladang dengan luas sebesar 202,6 ha, luas hutan 214 ha dan semak belukar yang masih perlu penghijauan dan penanaman hutan kembali. Peningkatan kelurahan Ngaglik pada penggunaan lahan terbangun sebesar
PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP PENURUNAN INFILTRASI DI KOTA BATU
138 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 4, Nomor 2, Desember 2012 69,7 ha atau 71% dalam waktu tujuh tahun
hasil konversi RTH, Kelurahan Temas konversi ladang, RTH, semak dan sawah menjadi lahan terbangun sebesar 117,6 ha atau bertambah 25% dari luas kelurahan, dan penambahan lahan terbangun yang semakin pesat mengurangi ruang terbuka hijau yang ada, oleh karena itu pemerintah harus tegas menetapkan kebijakan pengembangan RTH kota demi pemenuhan amanat 30% luas RTH kota diluar hutan lindung dan Tahura.
Kecamatan Bumiaji
Kecamatan Bumiaji dikembalikan menjadi hutan perlu mendapat penanganan yang serius berupa program dan kegiataan berkelanjutan dan mempunyai keluaran yang terukur dan pasti. Desa berpengaruh terhadap konservasi air yang berbatasan langsung dengan tanah hutan rakyat dan hutan lindung adalah Sumberbrantas, Tulungrejo, Sumbergondo dan Bumiaji agar hutan di keempat desa tersebut tidak lagi dikonversi dan mendesak untuk reboisasi kembali. Desa Sumberbrantas, Pandanrejo dan Punten samasekali tidak memiliki hutan, sedangkan daerah ini dari hasil analis kesesuaiana lahan dan peta arahan RTRW 2003 adalah kawasn peyangga oleh sebab itu perlu penanaman hutan kembali.
Penghijauan di sumberbrantas sbg lokasi mata air Arboretum, kenyataan desa ini sendiri tidak memiliki wilayah hutan, padahal desa-desa dibawahnya sangat tergantung oleh persediaan air sumber dari daerah resapan yakni hutan di desa Sumberbrantas dan sekitar. Ladang sayur yang mendominasi daerah ini berakibat pada kualitas air bersih yang ada di kota Batu, karena pestisida yang dipakai, terserap kedalam tanah sehingga kandungan besi air di kota Batu, sebagian besar diatas rata-rata standart dan baku mutu air.
Saran
Pengembalian semak belukar menjadi hutan menjadi utama di kota Batu disebabkan ketersediaan sumber daya air sangat bergantung akan keberadaan hutan, karena kondisi hutan di kota Batu 60% belum bisa mencukupi suplay air bersih untuk jangka waktu yang panjang apalagi ketergantungan kota lain terhadap Batu dalam hal suplay air bersih dan air minum. RTH di semua
kecamatan kondisinya sangat kurang oleh karena itu pengembangan, pembangunan dan pencarian lokasi baru untuk dibangun sebagai ruang terbuka hijau. Kecamatan Batu sebagai pusat pariwisata, perdagangan dan perhotelan, selain RTH dan Hutan Kota, diperlukan penambahan sumur resapan secara tepat dan lubang bipori pada setiap kawasan untuk menambah daya resap air hujan ke dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
Bisri, Mohammad, 2008, Konservasi Air Dalam
Perencanaan Ruang, Malang :
Penerbit Tirta Media
Bisri, Mohammad, 2009, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Malang : Penerbit Asrori
Direktur Penatan Ruang wilayah Tengah, 2001
Pemanfaatan Sumber Daya Air
Melalui Pendekatan Penataan Ruang, Ditjen Penatan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah J. Kodoatie Robert dan Sjarief Roestam, 2010,
Tata Ruang Air. Yogyakarta : Penerbit Andi
Jayadinata, Johara .T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Institut Teknologi Bandung : Bandung
Kobayashi, Kiyoshi, 2010, Water Supply
Management System and Social
Capital. Bandung : Publised by Regional and Infrastructure System Research Group ITB
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Saaty, L. Thomas.1998. Fundamental Of Decision Making and Priority With The Hierarchy Process. ISBN 0-9620117-6-1.RWS
Sunaryo, M Trie, 2004 .Pengelolaan Sumber Daya Air Konsep dan Penerapnnya. Malang : Bayumedia Publishing Suripin. 2003. Pelestarian Sumberdaya Tanah
dan Air. Andi : Jogjakarta
Undang – undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang