• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cybercrime saat ini menjadi salah satu tempat berkembangnya suatu

tindak kejahatan. Dimana semakin banyak kejahatan yang memanfaatkan kecepatan dari teknologi modern yang sedang berkembang dan menawarkan untuk melakukan kejahatan maupun kegiatan kriminal melalui media sosial maupun internet. Seperti halnya pada serangan tertulis di media social yaitu pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan penipuan melalui sms. Karena pada saat ini perkembangan teknologi informatika sudah sangat pesat dan menglobal dan membawa dampak yang sangat signifikan di dalam kehidupan manusia.

Kejahatan sesungguhnya kini mulai tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat yang membuatnya. Kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada di masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.1

R. Soesilo dalam bukunya kitab undang – undang Hukum Pidana Serta Komentar – Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal menjelaskan arti dari

1. Agus Raharjo, 2002, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi, Bandung, hal.29.

(2)

menghina. Menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.2 Dimana R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP Bab XVI tentang penghinaan, menjelaskan penghinaan dibagi menjadi enam macam yaitu:

1. Penistaan ( Pasal 310 ayat (1) KUHP)

a. R. Soesilo mengatakan, agar dapat di hukum di dalam pasal ini penghinaan penghinaan harus di lakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan tersebut diketahui oleh orang banyak. Unsur – unsur yang terdapat di dalam penistaan atau pencemaran nama baik yaitu :

- Unsur Objektif Perbuatannya (menyerang) adalah perbuatan dengan menyampaikan ucapan atau dengan tulisan yang isinya menuduhkan melakukan perbuatan tertentu yang ditujukan pada nama baik dan kehormatan seseorang yang dapat menimbulkan akibat rasa harga diri atau martabat orang yang di tuduh dicemarkan atau direndahkan atau dipermalukan.

- Unsur Subjektif yaitu kesalahan: sengaja dan maksud terangnya supaya diketahui oleh umum. Terdapat dua unsur kesalahan (subjektif) dalam pencemaran yaitu Sengaja (opzattelijk) dan maksud (doel). Sengaja ditujukan terhadap semua unsur pencemaran yang dimana termasuk juga pada unsur maksud yang meliputi kesengajaan.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

2. R. Soesilo, 1990, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Serta Komentar – Komentarnya,

(3)

Sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat. Jadi seseorang dfapat dituntut jika tuduhan atau kata – kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)

Sebagaimana yang sudah di jelaskan, perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat di hukum), apabila tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Dalam hal ini hakim akan mengadakan pemeriksaan apakah betul penghinaan itu telah dilakukan oleh terdakwa karena tterdorong membela kepentingan umum atau membela diri, jika terdakwa meminta untuk diperiksa (Pasal 312 KUHP).

Apabila soal pembelaan itu tidak dapat di anggap oleh hakim, sedangkan dalam pemeriksaan itu ternyata, bahwa apa yang di tuduhkan oleh terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan Pasal 311 KUHP (menfitnah).

Jadi yang di maksud dengan menfitnah dalam pasal ini adalah kejahatan menista atau menista dengan tulisan dalam hal ketika ia di izinkan untuk membuktikan bahwa tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau membela diri, ia tidak dapat membuktikannya dan tuduhan itu tidak benar.

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata – kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasannya di Pasal 315

(4)

KUHP, sebagaimana di sarikan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing, asu, sundel, bajingan” dan sebagainya termasuk dalam Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan”.

5. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)

R Sugandhi, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya memberikan uraian Pasal tersebut, yakni diancam hukuman dalam Pasal 317 KUHP ini adalah orang yang dengan sengaja :

a. Memasukan surat dan pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri,

b. Menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik seseorang itu terserang.3

6. Perbuatan Fitnah (Pasal 318 KUHP)

Menurut R Sugandhi terkait Pasal 318 KUHP, sebagaimana kami sarikan, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana. Misalnya saja : dengan diam – diam menaruh suatu barang asal dari kejahatan yang di lakukan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu yang di tuduh melakukan kejahatan.

Tindak pidana merupakan suatu perbuatan pidana yang dapat dijatuhi hukuman, setiap perbuatan yang diancam sebagai kejahatan, pelanggaran baik

3. R. Sugandhi, 1980, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya. Usaha

(5)

yang disebut dalam KUHP maupun perundang – undangan lainnya.4 Secara umum yang dimaksud dengan pencemaran nama baik adalah suatu tindakan pencemaran nama baik seseorang dengan cara menyatakan sesuatu baik melalui lisan maupun tulisan yang tidak benar. Penghinaan atau pencemaran nama baik melalui internet biasanya sulit untuk di telusuri dan ditemukan pelakunya. Sedangkan korban yang nama baiknya telah tercoreng atau di cemarkan sangat sulit untuk membuktikan bahwa hal itu tidak benar dan menunjuk siapa pelakunya.

Selain itu yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana adalah penilaian keadaan dan kemampuan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, apakah orang tersebut dipidana atau tidak.

Konsep liability atau pertanggungjawaban pidana adalah ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan dapat dikatakan mens rea. Doktrin mens rea berlandaskan pada maxim actus nonfocit reum nisi mens sitrea, yang berarti suatu perbuatan tidak dapat mengakibatkan seorang bersalah kecuali jika dalam pikiran orang itu jahat.

Sistem dari pertanggung jawaban pidana di dalam hukum positif pada saat ini menganut asas kesalahan yang dimana asas ini merupakan asas yang berada di samping asas legalitas. Selain itu sistem pertanggung jawaban pidana dalam hukum pidana nasional menerapkan tidak akan ada pidana tanpa adanya kesalahan yang merupakan salah satu dari suatu asas fundamental.

4 M. Marwan & Jimmy P, 2009, Kamus Hukum Dictonary Of Law Complate Edition, Reality

(6)

Contoh kejahatan pencemaran nama baik melalui internet yang terjadi di Bali adalah pencemaran dan penghinaan melalui facebook yang di duga dikarenakan sakit hati akibat perjodohan, ada pula yang membuat account palsu atas nama korban yang di sertai foto – foto fulgar sehingga nama baik korban tercemar. Terdapat juga kasus pencemaran nama baik yang terjadi melalui emai, korban sebagai pelapor telah di tuduh menggelapkan sejumlah uang.

Bertitik tolak dari hal – hal diatas maka penulis merasa terdorong untuk meneliti dan berusaha menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “PROSES

PENYELESAIAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU TINDAK

PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka timbullah beberapa permasalahan yang dianggap perlu untuk mendapatkan pembahsannya, dianataranya adalah:

1. Bagaimanakah proses penyelesaian perbuatan pencemaran nama baik melalui internet ?

2. Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana bagi pelaku pencemaran nama baik melalui internet ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam setiap penulisan karya ilmiah perlu ditegaskan mengenai ruang lingkup masalah yang akan di uraikan sehingga jelas batasannya, karena tanpa adanya ruang lingkup yang jelas maka masalah tersebut sulit untuk dikaji. Oleh karena itu di dalam penulisan skripsi ini batasan masalah yang terkait adalah

(7)

Bagaimana proses penyelesaian perbuatan pencemaran nama baik melalui internet dan Bagaimana pertanggung jawaban pidana bagi pelaku pencemaran nama baik melalui internet.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pelaku dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatan pidana pencemaran nama baik melalui internet. Dimana untuk kedepannya dalam menghadapi kasus pencemaran nama baik kita dapat mengetahui ancaman pidana apa yang akan diterima bagi pelaku pencemaran nama baik.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian perbuatan pencemaran nama baik melalui internet.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku dalam pencemaran nama baik melalui media sosial maupun internet.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Untuk dapat mengembangkan hukum pidana khususnya dalam kejahatan internet. Sehingga dalam menghadapi kasus kejahatan melalui internet aparat negara dapat lebih mewaspadai dan lebih tegas dalam menangani kasus seperti ancaman, penipuan melalui sms maupun hinaan yang menyerang masyarakat melalui media sosial dan internet.

(8)

1.5.2 Manfaat Praktis

Untuk masyarakat yang mengalami kasus penghinaan melalui internet dapat mengadukan permasalahannya kepada kepolisian setempat sehingga masyarakat yang mengalami tindak pidana pencemaran nama baik dapat merasa lebih tenang karena aparat kepolisian akan segera melacak orang yang melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan masyarakat akan mengetahui aturan dan sanksi pidana apa yang dapat diterima jika melakukan suatu perbuatan penghinaan terhadap orang lain melalui internet. Sedangkan bagi aparat penegak hukum penelitian ini bermanfaat karena lebih efektif dalam menyelesaikan masalah pencemaran nama baik melalui internet. Dan untuk para mahasiswa, penelitian ini sangat bermanfaat dan berguna agar lebih mendalami masalah khususnya masalah cybercrime.

1.6 Landasan Teoritis

Kaidah hukum pidana dalam suatu peraturan perundang – undangan berkaitan dengan beberapa teori dan asas hukum, yaitu:

1. Teori Pemidanaan

Pemidanaan merupakan suatu penjatuhan atau pengenaan penderitaan pada seseorang yang melanggar hukum oleh petugas yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ada tiga teori pemidanaan yaitu:

a. Teori Pembalasan atau Teori Absolute (vergerldingstheorien)

Teori pembalasan menyatakan bahhwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang

(9)

mengandung unsur – unsur untuk dijatuhkan pidana, Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan manfaat penjatuhan pidana.5 Teori pembalasan atau absolute ini terbagi atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.6

Menurut J.E. Sahetapy, apabila pidana itu dijatuhkan dengan tujuan semata – mata hanya untuk membalas dan menakutkan, maka belum pasti tujuan ini akan tercapai, karena dalam diri si terdakwa belum tentu di timbulkan rasa bersalah atau menyesal, mungkin pula sebaliknya, bahkan ia menaruh rasa dendam.7

b. Teori Tujuan (doeltheorien) atau Teori Relatif

Teori pembalasan kurang memuaskan, kemudian timbullah teori tujuan. Teori ini memberikan dasar pemikirannya bahwa dasar hukuman dari pidana adalah terletak dari tujuannya sendiri. Teori ini terbagi menjadi dua bagian, pertama teori pencegahan umum (algemene preventive atau

general preventive).8 Teori ini ingin mencapai tujuan dari pidana, yaitu

semata – mata untuk membuat jera semua orang agar mereka tidak

5. Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Pradnya Paramita,

Jakarta, (Selanjutnya disebut Andi Hamzah I), hal.26.

6. Andi Hamzah, 1994, Asas – Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, (selanjutnya

disebut Andi Hamzah II), hal.31.

7. J.E Sahetapy, 1979, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Alumni,

Bandung, hal.149.

8. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,

(10)

melakukan kejahatan – kejahatan. Sementara teori tujuan khusus

(bijondere preventie, atau speciale preventie) mempunyai tujuan agar

pidana itu mencegah penjahat dalam mengulangi lagi kejahatannya, dengan memperbaikinya lagi.

c. Teori Gabungan

Selain teori absolute dan teori relatif tentang hukum pidana, kemudian muncul teori ketiga, yaitu teori gabungan. Teori ini menggabungkan antara teori absolute dan teori relatif. Teori ini menggunakan kedua teori tersebut diatas (teori absolute dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan – kelemahan yaitu: 9

- Kelemahan Teori Absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangan bukti – bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan.

- Kelemahan Teori Relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukuman berat, kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat, dan mencegah kejahatan dengan menakut – nakuti sulit dilaksanakan.

Menurut Sholehuddin tujuan pemidanaan yaitu :

9. Koes Wadji, 1995, Perkembangan Macam – Macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan

(11)

- Memberikan efek penjeraan dan penangkalan. Penjeraan berarti menjauhkan si terpenjara dari kemungkinan menanggulangi kejahatan yang sama, sedangkan tujuan sebagai penangkal berarti pemidanaan berfungsi sebagai contoh yang mengingatkan dan menakutkan bagi penjahat potensial dalam masyarakat.

- Pemidanaan sebagai rehabilitasi. Teori tujuan menganggap pemidanaan sebagai jalan untuk mencapai reformasi atau rehabilitasi pada si terpidana. Ciri khas dari pandangan tersebut adalah pemidanaan merupakan proses pengobatan sosial dan moral bagi seorang terpidana agar kembali berintegrasi dalam masyarakat secara wajar.

- Pemidanaan sebagai wahana pendidikan moral atau merupakan proses reformasi. Karena itu dalam proses pemidanaan, si terpidana di bantu untuk menyadari dan mengakui kesalahan yang dituduhkan kepadanya.10

2. Teori Locus Delicti

Dalam yurisprudensi mengenal tiga macam teori locus delicti yaitu sebagai berikut:

a. Teori perbuatan materiil

Delicta commissionis (delik – delik yang di wujudkan dengan berbuat

aktif) pada umumnya terjadi ditempat dan waktu pembuatannya mewujudkan segala unsure perbuatan dan unsur pertanggung jawaban

10. Sholehuddin, 2003, System Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System

(12)

pidana.11 Delicta omissionis (delik yang hanya dapat diwujudkan dengan perbuatan pasif atau tidak berbuat atau berbuat lain dari pada yang diperintahkan oleh hukum pidana) terwujud di tempat dan waktu pembuat, seharusnya berbuat menurut perintah hukum pidana.

b. Teori alat

Pengertian alat, instrument, langen hand, dapat diartikan berupa binatang, benda, bahkan orang yang tidak mampu bertanggung jawab. Menurut pendapat Hazelwinkel-Suringa bahwa “teori alat berguna antara lain untuk melindungi kepentingan negara dari serangan orang asing. Inti dari teori ini adalah delik terwujud ditempat dimana alat yang digunakan itu mulai menyelesaikan delik.

c. Teori akibat

Van Hamel mengemukakan bahwa yang dapat diterima sebagai locus

delicti adalah sebagai berikut:

1. Tempat seseorang pembuat telah melakukan perbuatan yang dilarang, atau yang diperintahkan oleh undang – undang pidana;

2. Tempat alat yang dipergunakan oleh pembuat pekerja; 3. Tempat akibat langsung perbuatannya telah terwujud; 4. Tempat suatu akibat konstitutif telah terwujud. 3. Teori Tempus Delicti

Vos berpendapat bahwa waktu delik ialah saat pembuat melakukan perbuatan materiil. Sedangkan Jonkers mengemukakan, bahwa untuk menentukan

(13)

tempus delicti, saat terwujudnya delik maka teori – teori tentang locus delicti berlaku juga. Jonkers mengatakan untuk melengkapi teori – teori locus delicti perlu ditambahkan satu teori lagi yaitu ajaran tentang tempat dan waktu yang jamak.12

4. Teori pertanggungjawaban pidana 1. Dolus (kesengajaan)

- Teori kehendak (wilstheori) :

Apabila seseorang melakukan perbuatan tertentu, maka orang itu melakukannya dengan maksud untuk menimbulkan akibat tertentu. Oleh karena itu orang yang melakukan perbuatan itu karena ia menghendaki timbulnya suatu maksud atau akibat tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan secara pidana.

- Teori pengetahuan atau membayangkan (voonstellingstheori):

Sengaja berarti membayangkan akibat dari perbuatannya tetapi orang tidak dapat menghendaki akibat yang terjadi, hanya dapat membayangkan. 5. Culpa (kealpaan)

Terdakwa tidak bermaksud untuk melanggar larangan tersebut, tetapi dia tidak mengindahkan larangan itu. Ia lalai, teledor, dalam melakukan perbuatan itu.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

12. Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System

(14)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini termasuk kedalam penelitian hukum empiris. Artinya, penelitian hukum tersebut dalam penulisannya mengkonsepkan hukuman sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata.13 Contohnya saja dalam kasus – kasus yang ada di internet dengan meneliti atau mencari data secara langsung kita dapat memahami bagaimana putusan serta penerapannya dalam kasus pencemaran nama baik maupun jenis cybercrime lainnya.

1.7.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk dalam penelitian ilmu hukum, yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, gejala, keadaan atau kelompok tertentu dalam penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu gejala. Dalam penelitian ini teori – teori, ketentuan peraturan, norma – norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur.

1.7.3 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah berasal dari data primer. Dimana data primer dapat diperoleh secara langsung dengan wawancara melalui sumber – sumber yang ada di lapangan maupun study document di Reskrimsus Polda Bali. Selain menggunakan data primer untuk mendukung data yang di perlukan kita dapat juga menggunakan data skunder. Dimana data skunder ini dapat di temukan di perpustakaan. Data skunder ini merupakan data primer yang telah diolah dan

13. Nomense Sinamo, 2009, Metode Penelitian Hukum, PT. Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta,

(15)

disajikan secara baik oleh pihak pengumpul data primer. Adapun bahan hukum primer dimana berupa peundang – undangan yaitu:

- Kitab undang – undang Hukum Pidana,

- Undang – Undang No 11 tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan menggunakan data primer dan skunder. Dimana data primer yang dimaksud adalah secara langsung melakukan wawancara sedangkan data skunder yang dimaksudkan adalah studi kepustakaan.

- Teknik wawancara (interview)

Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan guide kuisioner atau daftar pertanyaan dengan pihak – pihak yang relevan dan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan maupun responden.

- Teknik Studi Kepustakaan

Maksud dari studi kepustakaan yakni mencatat dan mempelajari bahan – bahan yang ada melalui litelatur maupun buku – buku yang ada.

1.7.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Dalam mengolah dan menganalisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif

(16)

analisis. Maksudnya adalah data yang telah rampung yang di dapatkan melaui wawancara langsung di paparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku – buku literatur dan peraturan perundang – undangan yang berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Rekod Latihan Jurulatih penggunaan sumber/ peralatan yang berkaitan Jika perlu Penilaian boleh dibuat berdasarkan contoh yang berikut: penggunaan sumber yang relevan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai komunikasi persepsi remaja dari keluarga

Algoritma Blowfish memiliki keunikan dalam hal proses dekripsi, yaitu proses dekripsi dilakukan dengan urutan yang sama persis dengan proses enkripsi, hanya saja

Menurut Heidjrahman dan Suad husnan (1990 : 231), konflik mempunyai arti ketidak setujuan, antara dua atau lebih anggota organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan

Jika pada penelitian Widyaningrum (2013) mengangkat judul tentang kelengkapan ringkasan keluar pasien terkait akreditasi versi 2012 pada kelompok standar Berfokus Kepada

Dengan demikian tipe penelitian ini adalah melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dan Undang-undang yang berlaku dan KUHP yang mana cara ini digunakan

Pada dasarnya setiap orang yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa yang ada sangkut pautnya dengan tindak pidana dapat menjadi saksi, namun demikian agar

Model Pendidikan Matematika Realistik Indonesia berbasis pendidikan karakter diharapkan dapat mengembangkan karakter positif dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta