• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL MENGGAMBAR SISWA MELALUI

PENDEKATAN COTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DI TK KEMALA

BHAYANGKARI 12

Pratiwi Mugi Lestari

Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari 12 Murung Pudak

Tabalong Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Berdasarkan pengamatan peneliti pada Tk Kemala Bhayangkari 12, khususnya dalam

pembelajaran menggambar di Tk Kemala Bhayangkari 12 anak masih kurang kreatif

dalam menggambar. Hal ini terlihat dari hasil karya anak dalam menggambar. Coretan

yang dihasilkan anak masih berkesan umum dan menampilkan gambar yang sama setiap

pengerjaan tugas menggambar. Misal: anak hanya menggambar rumah saja, anak

menggambar gunung saja, atau anak menggambar pohon saja. Selain itu ketika anak

diberikan tugas untuk mengambar suasana kelas sering ramai, anak sering jalan-jalan

sendiri dan tidak serius dalam menggambar. Hal ini jika dibiarkan terus menerus tanpa

adanya inovasi dari guru dikhawatirkan akan berdampak pada hasil pembelajaran anak

yang menjadi tidak bermakna. Salah satu upaya meningkatkan kreativitas menggambar

dapat dilakukan dengan pendekatan contextual teaching and learning. Pendekatan inipun

dapat digunakan pada pembelajaran yang dilakukan secara kelompok. Permasalahan

yang terlihat selama ini dalam pembelajaran menggambar pada TK Kemala Bhayangkari

12 adalah rendahnya kreativitas anak pada pembelajaran menggambar yang dapat

disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri anak dan faktor yang berasal dari

luar diri anak. Penggunaan pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor dari

luar diri anak yang dapat mempengaruhi motivasi dan rendahnya kreativitasanak. Oleh

sebab itu perlu dilakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning, dengan tujuan dapat meningkatkan kreativitas anak

dalam menggambar di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong. Penelitian ini

merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus.

Adapun setting penelitian adalah anak kelompok A TK Kemala Bhayangkari 12 tahun

ajaran 2016/2017. Data kuantitatif diperoleh melalui teknik pengukuran dengan tes

tertulis secara individu maupun kelompok, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui

instrument penelitian berupa lembar observasi. Untuk lembar observasi berupa aktivitas

guru dalam pembelajaran, aktivitas anak dalam pembelajaran maupun kelompok. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning dalam menggambar pada TK Kemala Bhayangkari 12

tahun Pelajaran 2016/2017, dapat meningkatkan kreativitas anak secara bertahap siklus

I rata-rata 47,37 % dan siklus II rata-rata 78,95 %. Aktivitas anak pada siklus I dengan

skor perolehan sebesar 58,69(mulai muncul) meningkat pada siklus II sebesar 82,38

(berkembang sesuai harapan). Disarankan kepada guru agar menggunakan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran menggambar untuk

meningkatkan kreativitas anak.

Kata Kunci: Pendekatan CTL, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, mengambar

PENDAHULUAN

Taman Kanak – Kanak (TK) merupakan

lembaga

pendidikan

formal

sebelum

anak

memasuki sekolah dasar, lembaga ini dianggap

penting karena bagi anak usia ini merupakan

golden age

(usia emas) yang didalamnya terdapat

“masa peka” yang hanya datang sekali. Masa peka

merupakan

suatu

masa

yang

menuntut

perkembangan

anak

perkembangan

anak

dikembangkan secara optimal.

Sejak usia dini anak sudah dikenalkan

menggambar.

Dalam

pembelajaran

di

TK

kebanyakan guru kurang memperhatikan hasil

belajar anak terhadap pembelajaran yang satu ini.

Guru sering menggunakan menggambar sebagai

pembelajaran

relaksasi

pada

anak

tanpa

memperhatikan hasil karya anak sehingga didapati

hasil karya anak dalam pembelajaran menggambar

terkesan tanpa arahan. Pada prinsipnya kegiatan

menggambar yang dilakukan oleh anak merupakan

kegiatan naluriah, seperti halnya kegiatan makan,

minum, berbicara, dan bercerita kepada orang lain.

Kegiatan menggambar bersamaan dengan kegiatan

orang lain seperti memilih dan mengenakan

(2)

pakaian yang dilakukan oleh anak.

Rasa seni dimulai dengan bagaimana anak

bisa menata benda-benda disekitarnya. Jika hal

tersebut tidak dilakukan oleh anak, maka pendidik

perlu segera mendidik dan membimbingnya.

Ditjen Dikdasmen, (2006), tentang standar

kompetensi kelompok B, menyebutkan bahwa

anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi

dengan

berbagai

gagasan,

imajinasi

dan

menggunakan berbagai media/bahan menjadi

suatu karya seni. Kemudian dalam hasil belajar

anak,

diharapkan

agar

dapat

menggambar

sederhana dengan berbagai media seperti arang,

kapur, crayon, pensil warna, pastel dan lain-lain.

Untuk saat ini tuntutan dari kurikulum tersebut

belum bisa direalisasikan di TK Kemala

Bhayangkari 12 Murung Pudak.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada TK

Kemala Bhayangkari 12, khususnya dalam

pembelajaran menggambar di

TK

Kemala

Bhayangkari 12anak masih kurang kreatif dalam

menggambar. Hal ini terlihat dari hasil karya anak

dalam menggambar. Coretan yang dihasilkan anak

masih berkesan umum dan menampilkan gambar

yang sama setiap pengerjaan tugas menggambar.

Misal: anak hanya menggambar rumah saja, anak

menggambar gunung saja, atau anak menggambar

pohon saja. Selain itu ketika anak diberikan tugas

untuk mengambar suasana kelas sering ramai,

anak sering jalan-jalan sendiri dan tidak serius

dalam menggambar. Hal ini jika dibiarkan terus

menerus tanpa

adanya

inovasi

dari

guru

dikhawatirkan akan

berdampak

pada hasil

pembelajaran anak yang menjadi tidak bermakna.

Melihat kondisi yang seperti ini penulis

mencoba meningkatkan kreatifitas anak dalam

menggambar melalui pendekatan C

ontekstual

Teaching

learning

.

Kepada

anak

akan

diperlihatkan bentuk asli dalam pembelajaran

menggambar.

Pendekatan

ini

dirasa

perlu

diterapkan untuk mengganti metode konvensional

dalam pembelajaran menggambar di TK Kemala

Bhayangkari 12.

Dari

ketidak

berhasilan

tersebut

guru

berupaya untuk menuntaskan pembelajaran dalam

menggambar

dengan

melakukan

Penelitian

Tindakan

Kelas

yang

berjudul

Upaya

Meningkatkan

Aktivitas

dan

hasil

belajar

Menggambar

Siswa

Melalui

Pendekatan

Contextual Teaching and Learning Pada Tema

Kebutuhankudi TK Kemala Bhayangkari 12.

Rumusan, Tujuan, dan Manfaat

Rumusan masalah penelitian ini adalah (1)

Bagaimana

aktivitas

siswa

dalam

melaksanakan

pembelajaran

Mengambar

dengan mengunakan Pendekatan

Contextual

Teaching and Learning

Pada Tema

Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12

Kabupaten

Tabalong?,

(2)

Bagaimana

aktivitas

guru

dalam

melaksanakan

pembelajaran

dengan

mengunakan

Pendekatan

Contextual Teaching and

Learning

Pada Tema Kebutuhanku di TK

Kemala

Bhayangkari

12

Kabupaten

Tabalong?,

dan

(3)

Apakah

terdapat

peningkatan hasil belajar Mengambar Pada

Tema Kebutuhanku Dengan menggunakan

Pendekatan

Contextual

Teaching

and

Learning

di TK Kemala Bhayangkari 12

Kabupaten Tabalong?

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

ini adalah (1)

Untuk mengetahui peningkatan

aktivitas

guru

dalam

melaksanakan

pembelajaran

dengan

mengunakan

Pendekatan

Contextual Teaching and

Learning

Pada Tema Kebutuhanku di TK

Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong,

(2) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas

siswa dalam melaksanakan pembelajaran

dengan mengunakan Pendekatan

Contextual

Teaching

and

Learning

Pada

Tema

Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12

Kabupaten

Tabalong,

dan

(3)

Untuk

mengetahui

peningkatan

hasil

belajar

mengambar

siswa

dengan

mengunakan

Pendekatan

Contextual Teaching and

Learning

Pada Tema Kebutuhanku di TK

Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian

ini adalah (1) Manfaat teoritis yakni mendapatkan

teori baru tentang peningkatan hasil belajar siswa

TK Kemala Bhayangkari 12 Murung Pudak

melalui metode yang diterapkan; (2) Manfaat

Praktis

yakni

(a)

Bagi

Siswa

adalah

meningkatkan peran aktif siswa dalam

kegiatan belajar mengajar, meningkatkan

semangat belajar siswa, dan meningkatkan

hasil belajar siswa; (b) Bagi Guru yakni

sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam

memilih model dan strategi pembelajaran yang

sesuai untuk menyelenggarakan pembelajaran

aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

siswa, (c)

Bagi sekolah yakni hasil penelitian

ini dapat memberikan sumbangan yang baik

bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan

meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran

sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA

(3)

Belajar merupakan kegiatan semua orang.

Pengetahuan

terbentuk

dan

berkembang

disebabkan adanya belajar. OIeh karena itu

seseorang

dikatakan

belajar

bila

dapat

diasumsikan dalam diri seseorang itu menjadi

suatu proses kegiatan yang mengakibatkan

perubahan tingkah Iaku. Perubahan tanpa disertai

usaha bukanlah di namakan belajar.Belajar adalah

proses melibatkan manusia secara orang perorang

sebagai satu kesatuan organism sehingga terjadi

perubahan pada pengetahuan, ketrampilan dan

sikap.

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu

usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem

lingkungan yang mendukung dan memungkitkan

untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau

belajar dikatakan milik anak, maka mengajar

sebagai kegiatan guru. (Dimyati 2006 : 156 )

Pengertian Aktivitas Belajar

Menurut Mulyono (2001), aktivitas artinya

“kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang

dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik

fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.

Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau

perilaku yang terjadi selama proses belajar

mengajar. Kegiatan–kegiatan yang dimaksud

adalah kegiatan yang mengarah pada proses

belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

mengerjakan

tugas–tugas,

dapat

menjawab

pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan

siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas

yang diberikan.

Aktivitas Belajar

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara

guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu

sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas

menjadi segar dan kondusif, dimana

masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya

semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari

siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya

pengetahuan

dan

keterampilan

yang

akan

mengarah pada peningkatan prestasi

.

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan

yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan

pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan

keterampilan pada siswa sebagai latihan yang

dilaksanakan secara sengaja.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar

merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam

proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka

mencapai

tujuan

belajar.

Aktivitas

yang

dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada

siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran terciptalah situasi belajar

aktif. Belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar

mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara

fisik, mental intelektual dan emosional guna

memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara

aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.

Jenis Aktivitas Belajar Siswa

Berdasarkan pengetahuan tentang

prinsip-prinsip diatas, diharapkan kepada guru untuk dapat

mengembangkan

aktivitas

siswa.

Jenis-jenis

aktivitas yang dimaksud dapat digolongkan

menjadi:

1.

Visual Activities

, yaitu segala kegiatan yang

berhubungan dengan aktivitas siswa dalam

melihat, mengamat, dan memperhatikan.

2.

Oral

Activities

,

yaitu

aktivitas

yang

berhubungan dengan kemampuan siswa dalam

mengucapkan, melafazkan, dan berfikir.

3.

Listening

Aktivities

,

aktivitas

yang

berhubungan dengan kemampuan siswa dalam

berkonsentrasi menyimak pelajaran.

4.

Motor Activities

, yakni segala keterampilan

jasmani siswa untuk mengekspresikan bakat

yang dimilikinya.

Faktor

-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas

Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas

belajar, yaitu (a) faktor Internal (dari dalam

individu yang belajar) yakni faktor yang

mempengaruhi

kegiatan

belajar

ini

lebih

ditekankan pada faktor dari dalam individu yang

belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi

kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara

lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan,

tanggapan dan lain sebagainya; (b)

Faktor

Eksternal (dari luar individu yang belajar)

yakni

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan

adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif.

Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar

siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah

mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep

dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Peran Guru dan Anak dalam Pembelajaran

Dalam proses belajar – mengajar, guru

mempunyai

tugas

untuk

mendorong,

membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi

anak untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai

tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang

terjadi dalam kelas untuk membantu proses

perkembangan anak. Secara lebih terperinci tugas

guru berpusat pada:

1)

Mendidik dengan titik berat memberikan arah

dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka

pendek maupun jangka panjang.

2)

Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui

pengalaman belajar langsung.

(4)

seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.

Melalui peranannya sebagai pengajar, guru

diharapkan mampu mendorong anak untuk

senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan

melalui berbagai sumber dan media. Guru

hendaknya mampu membantu setiap anak untuk

secara efektif dapat mempergunakan berbagai

kesempatan belajar dan berbagai sumber serta

media belajar.

Pengertian Menggambar

Kreativitas adalah proses mental yang

melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru,

atau hubungan baru antara gagasan dan konsep

yang sudah ada. Kreativitas adalah proses

timbulnya ide baru, sedangkan inovasi adalah

pengimplementasian ide itu sehingga dapat

merubah dunia (Santoso, 2008:45).

Dalam

melakukan

sesuatu

seperti

menggambar

dibutuhkan

kreativitas

karena

kreativitas mampu membelah batasan dan asumsi

dan membuat koneksi pada hal lama yang tidak

berhubungan

menjadi

sesuatu

yang

baru.

Menggambar tidak hanya sekedar kegiatan

membuat sebuah gambar namun lebih dari itu

yaitu sebuah kegiatan yang menyenangkan bagi

anak-anak. Kegiatan untuk menyalurkan ide dan

gagasan kedalam kertas gambar.

Menggambar adalah membuat gambar.

Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencoret,

menggores, menorehkan benda tajam ke benda

lain

dan

memberi

warna,

sehingga

menimbulkan gambar (Pamadhi, 2008).

Menggambar adalah kegiatan-kegiatan

membentuk imajinasi, dengan menggunakan

banyak pilihan tehnik dan alat. Bisa pula

menggambar berarti membuat tanda-tanda

tertentu di atas permukaan dengan mengolah

goresan dari alat gambar

Kegiatan menggambar dilakukan dengan

kesadaran penuh berupa maksud dan tujuan

tertentu maupun sekedar membuat gambar

tanpa arti. Kegiatan ini dimulai dari

menggerakkan tangan untuk mewujudkan

sesuatu bentuk gambar secara tidak segaja,

sampai dengan menggambar untuk maksud

tertentu. Anak-anak akan merasa senang

setelah menggambar karena hal itu menjadi

suatu cara berkomunikasi kepada orang lain.

Apalagi,

ketika

gambar

anak

tersebut

ditanggapi oleh orang tua dengan pertanyaan

tentang makna dan arti bentuk gambar yang

dihasilkan.

Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

Model

Contextual

Teaching

and

Learning

( CTL) sebagai sebuah sistem

mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa

makna muncul dari hubungan antar isi dan

konteksnya. Konteks memberikan makna

pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang

ditemukan anak dalam suatu konteks yang

luas, semakin bermaknalah isinya bagi

mereka. Model

Contextual Teaching and

Learning ( CTL)

melibatkan para anak dalam

aktivitas penting yang

membantu mereka

mengaitkan

pelajaran

akademis

dengan

konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi.

Ketika para anak menyususn proyek atau

menemukan permasalahan yang menarik,

mencari informasi dan menarik kesimpulan,

ketika

mereka

secara

aktif

memilih,

menyusun,

mengatur,

menyentuh,

merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan,

dan membuat keputusan, mereka mengaitkan

isi akademis dengan konteks dalam situasi

kehidupan, dan dengan cara ini mereka

menemukan makna. (Jhonson 2008:35).

Bagi anak normal ketika melihat suatu

gambar maka terjadi proses

berpikir, dimana

cita-cita

dan angan-angannya akan tumbuh

terus. Pada saat ini gambar berfungsi sebagai

stimulasi munculnya ide, pikiran maupun

gagasan baru. Gagasan ini selanjutnya

mendorong anak untuk berbuat, mengikuti

pola berpikir seperti gambar atau justru

muncul ide baru dan menggugah rasa. Proses

ini kadangkala tidak disadari oleh orang tua,

sehingga kritikan atau evaluasi diberikan

kepada anak seolah-olah diberikan kepada

orang dewasa.

Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia

masih didominasi oleh kelas yang berfokus

pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,

sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama

dalam menentukan strategi belajar. Sehingga

sering mengabaikan pengetahuan awal anak.

Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar

yang memberdayakan anak didik. Salah satu

pendekatan yang memberdayakan anak didik

adalah pendekatan kontektual learning.

Contektual learning dikembangkan oleh

The Washington State Concortium for

Contextual Teaching And

Learning yang

melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah,

dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam

dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah

satu kegiatannya adalah melatih dan memberi

(5)

kesempatan kepada guru-guru dari enam

propinsi

di

Indonesia

untuk

belajar

pendekatan kontekstual di Amerika Serikat

melalui Direktorat Depdiknas.

Pendekatan

contextual

learning

merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan

dengan situasi dunia nyata anak dan

mendorong anak membuat hubungan antara

pengetahuan

yang

dimilikinya

degan

penerapannya

dalam

kehidupan

mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US

Departement

of

Education)

(dikutip

Depdiknas, 2006).

Dalam konteks ini anak perlu mengerti

apa makna belajar, manfaatnya, dalam status

apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Dengan ini anak akan menyadari bahwa apa

yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya

nanti. Sehingga akan membuat mereka

memposisikan sebagai diri sendiri yang

memerlukan suatu bekal yang bermanfaat

untuk hidupnya nanti dan anak akan berusaha

untuk menanggapinya. Tugas guru dalam

pembelajaran contextual adalah membantu

anak dalam mencapai tujuannya. Maksudnya,

guru lebih berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Guru hanya mengelola

kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama

untuk menemukan suatu yang baru bagi anak.

Proses belajar mengajar lebih diwarnai

student centered daripada teacher centered.

Menurut

Depdiknas

guru

harus

melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:

1.

Mengkaji konsep atau teori yang akan

dipelajari oleh anak.

2.

Memahami latar belakang dan pengalaman

hidup anak melalui proses pengkajian secara

seksama.

3.

Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat

tinggal anak yang selanjutnya memilih dan

mengiyakan dengan konsep atau teori yang

akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.

4.

Merancang pengajaran dengan mengkaitkan

konsep atau teori yang dipelajari dengan

mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki

anak dan lingkungan hidup mereka.

5.

Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman

anak, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan

refleksi terhadap rencana pembelajaran dan

pelaksanaannya. Depdiknas, (2006)

Dalam

pengajaran

contextual

memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar

yang penting, yaitu mengaitkan

(relating),

mengalami

(experiencing),

menerapkan

(applying),

kerjasama

(coorperating)

dan

mentransfer

(transfering)

Depdiknas, (2006)

.

1.

Mengaitkan

(relating)

adalah strategi yang

paling

hebat

dan

merupakan

inti

konstruktivisme. Guru menggunakan strategi

ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan

sesuatu yang sudah dikenal anak. Jadi dengan

demikian mengkaitkan apa

yang

sudah

diketahui anak dengan informasi baru.

2.

Mengalami (experiencing) merupakan inti

belajar contextual dimana mengaitkan berarti

menghubungkan

informasi

baru

dengan

pengalaman maupun mengetahui sebelumnya.

Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika anak

dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta

melakukan bentuk-betuk penelitian yang aktif.

3.

Menerapkan (applying), anak menerapkan

suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan

pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi

anak dengan memberikan latihan yang realistik

dan relevan.

4.

Kerjasama (coorperating), anak yang bekerja

secara

individu

sering

tidak

membantu

kemajuan yang signifikan. Sebaliknya anak

yang bekerja secara kelompok sering dapat

mengatasi masalah yang komplek dengan

sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak

hanya membantu anak mempelajari bahan ajar

tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5.

Mentransfer (transfering

),

peran guru membuat

bermacam-macam pengalaman belajar dengan

fokus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Blanchard (dikutip Depdiknas,

2006) ciri-ciri contextual adalah:

a)

Menekankan pada pentingnya pemecahan

masalah.

b)

Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai

konteks.

c)

Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar

anak dapat belajar mandiri.

d)

Mendorong

anak

untuk

belajar

dengan

temannya dalam kelompok atau secara mandiri

e)

Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan

anak

yang

berbeda-beda

Menggunakan

penilaian otentik

Menurut Rachmadiarti (2002), suatu

proses kegiatan belajar mengajar dapat

dikatakan

berorientasi

pada

kontekstual

learning apabila mempunyai tujuh pilar yaitu:

1.

Konstruktivisme

(constructivisme).

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir

contextual learning and teaching (CTL), yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar

menghafal, mengingat pengetahuan tetapi

merupakan suatu proses belajar mengajar

(6)

dimana anak sendiri aktif secara mental

membangun pengetahuannya, yang dilandasi

oleh struktur pengetahuan yang dimiliki.

2.

Menemukan

(inquiry.

Menemukan merupakan

bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

konstektual

karena

pengetahuan

dan

keterampilan yang diperoleh anak diharapkan

bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta

tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan

menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus

yang terdiri dari observasi (observation),

bertanya (questioning), mengajukan dugaan

(hiphotesis),

pengumpulan

data

(data

gathering), penyimpulan (conclusion.

3.

Bertanya

(questioning).

Pengetahuan yang

dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.

Bertanya

merupakan

strategi

utama

pembelajaran berbasis contextual. Kegiatan

bertanya berguna untuk menggali informasi,

menggali pemahaman anak, membangkitkan

respon kepada anak, mengetahui sejauh mana

keingintahuan anak, mengetahui hal-hal yang

sudah diketahui anak, memfokuskan perhatian

pada

sesuatu

yang

dikehendaki

guru,

membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan

dari

anak

untuk

menyegarkan

kembali

pengetahuan anak.

4.

Masyarakat Belajar

(learning community).

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil

pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama

dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari

’sharing’ antar teman, antar kelompok, dan

antar yang tahu ke yang belum tahu.

Masyarakat

belajar

terjadi

apabila

ada

komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih

yag terlibat dalam komunikasi pembelajaran

saling belajar.

5.

Permodelan

(modelling).

Permodelan pada

dasarnya membahasakan yang dipikirkan,

mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan

anak didiknya untuk belajar dan melakukan apa

yang guru inginkan agar anak didiknya

melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual

guru bukan satu-satunya model.

6.

Refleksi

(reflection).

Refleksi merupakan cara

berpikir atau respon tentang apa yang baru

dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa

yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya

dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu

sejenak agar anak didik melakukan refleksi

yang berupa pernyataan langsung tentang apa

yang diperoleh hari itu.

7.

Penilaian

yang

sebenarnya

(autentic

assesment).

Penilaian

adalah

proses

pengumpulan berbagai data yang bisa memberi

gambaran mengenai perkembangan belajar

anak.

Dalam

pembelajaran

berbasis

kontekstual, gambaran perkembangan belajar

anak didik perlu diketahui guru agar bisa

memastikan

bahwa

anak

mengalami

pembelajaran yang benar. Fokus penilaian

adalah pada penyelesaian tugas yang relevan

dan kontekstual serta penilaian dilakukan

terhadap proses maupun hasil.

Langkah Model Pembelajaran Contextual

Teaching and Learning.

Kegiatan Awal

Guru menyiapkan peserta didik secara psikis

dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,

Apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan

awal siswa terhadap materi yang akan

diajarkan.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

pokok-pokok materi yang akan dipelajari

Penjelasan tentang pembagian kelompok dan

cara belajar.

Kegiatan Inti

Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan

permasalahan yang diajukan guru. Guru

berkeliling untuk

Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil

penyelesaian

dan

alasan

atas

jawaban

permasalahan yang diajukan guru.

Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar

kerja (LKS: soal cerita perkalian terlampir)

yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk

mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi

kerja sama,

Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil

kerja kelompok dan kelompok yang lain

menanggapi hasil kerja kelompok yang

mendapat tugas,

Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui

tanya jawab, guru dan siswa membahas cara

penyelesaian masalah yang tepat,

Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan

kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan

siswa, materi yang belum dipahami dengan

baik, kesan dan pesan selama mengikuti

pembelajaran.

Kegiatan Akhir

Guru dan siswa membuat kesimpulan cara

menyelesaikan soal cerita perkalian bilangan,

Siswa mengerjakan lembar tugas

Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan

yang lain, kemudian, guru bersama siswa

membahas penyelesaian lembar tugas dan

sekaligus dapat memberi nilai pada lembar

tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil

(ini dapat dilakukan apabila waktu masih

tersedia.

(7)

Penelitian Hariyatmi (2007) menunjukkan

bahwa penerapan strategi CTL pada pembelajaran

di SDN Muhammadiyah 3 Surakarta berpengaruh

positif terhadap peningkatan aktifitas siswa pada

diskusi, menjawab pertanyaan, menghargai teman

bicara, memperhatikan saat belajar. Peningkatan

aktifitas belajar siswa tersebut dapat meningkatkan

hasil belajar kognitif siswa sebesar 31%.

Selanjutnya Kartiningrum (2005) menyatakan

bahwa model pengajaran kooperatif dengan

pendekatan CTL untuk meningkatkan hasil belajar

dan aktivitas siswa pada pokok bahasan usaha dan

energi siswa kelas V semester II SDN4

Pekalongan

tahun

pelajaran

2005/2006.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan

bahwa penggunaan model CTL pada pokok

bahasan Usaha dan Energi dapat meningkatkan

hasil belajar dan mengidentifikasi sejauh mana

aktivitas mental (mental activities) siswa kelas V

SDN 4 pekalongan. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan nilai rerata dan ketuntasan

belajar pada setiap siklusnya.

METODOLOGI

Semua anak TK Kemala Bhayangkari 12

Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2016/2017

berjumlah sebanyak 19 orang terdiri dari 11 orang

laki-laki dan 8 orang perempuan. Penlitian ini

dilaksanakan secara kolaboratif dimana Pihak

yang melakukan tindakan adalah Kepala TK yang

melaksanakan pembelajaran dan berkedudukan

sebagai observer.

Terdapat empat langkah tindakan yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu perencanaan,

tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi

(Asrori, 2008:100). Faktor-faktor yang diteliti

adalah factor guru yaitu mengamati kegiatan dan

langkah-langkah

dalam

guru

dalam

menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran

serta kegiatan membimbing anak dalam kelompok

dan factor anak yakni mengamati bagaimana

aktifitas

belajar

anak

ketika

digunakan

pendekatan Contextual Teaching and Learning.

Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan teknik prosentase dengan indicator

keberhasilan a

ktivitas guru jika skor mencapai

dan indicator keberhasilan anak jika

persentase aktivitas mencapai

% berdasarkan

interpretasi keaktifan anak, selanjutnya Indikator

ketuntasan hasil belajar dalam penelitian ini

adalah apabila ketuntasan belajar individual

mencapai 65 % pada kategori BSH (Berkembang

Sesuai Harapan)

sedangkan untuk ketuntasan

klasikal apabila anak yang mendapat kategori

BSH (Berkembang Sesuai Harapan) dan BSB

(Berkembang Sangat Baik) mencapai 70% dari

seluruh anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Anak

Berdasarkan

observasi

aktivitas

anak

mengikuti kegiatan pembelajaran siklus I dan

siklus II, terlihat perbandingan hasil observasi

kegiatan pembelajaran pada table berikut.

Tabel 1. Aktivitas Anak Siklus I dan II

Aktivitas Anak dalam mengikuti pembelajaran Siklus I Siklus II P 1 P 2 P 1 P 2 53,54% 63,85% 76,25% 88,52% Rata- rata 58,69% 82,38%

Kriteria Berkembang Sesuai

Harapan

Berkembang Sangat Baik

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui

bahwa aktivitas anak disetiap kelompok pada

siklus I untuk tingkat kriteria sangat aktif dan

aktif masih belum ada hanya sampai batas kriteria

cukup aktif saja tetapi di siklus II sudah ada yaitu

untuk kriteria aktif dan sangat aktif selalu

mengalami peningkatan pada pertemuan 2 di

siklus II kemudian untuk kriteria kurang aktif dan

cukup aktif di siklus I masih ada tetapi pada siklus

II sudah tidak ada lagi khususnya pada pertemuan

kedua siklus II.

Aktivitas Guru

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru

dalam

proses

pembelajaran

yang

dilaksanakan dalam 2 siklus dapat dilihat dari

tabel berikut.

Tabel 2. Aktivitas Guru Siklus I dan II

Siklus I Siklus II Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan I Pertemuan II Skor 69 73 77 80 Nilai 78,4 82,9 87,5 90,9

Kriteria Baik Sangat

Baik

Sangat Baik

Sangat baik

Berdasarkan hasil pada table di atas,

pelaksanaan siklus I, motivasi belajar anak baik,

anak dapat menyesuaikan diri dengan pendekatan

Contextual Teaching and Learning begitu juga

pada siklus II yang telah memenuhi tujuan yang

diaharapkan.

Hasil Belajar

Nilai tes akhir anak pada siklus I dan II

disajikan dalam table berikut.

Tabel 3. Hasil Belajar Siklus I dan II

Kegiatan pembelajaran Persentase anak Kategori

Berkembang Sesuai Harapan

Siklus I Pertemuan 1 42,11%

Pertemuan 2 52,63%

Siklus II Pertemuan 1 68,42%

Pertemuan 2 89,47%

Berdasarkan table di atas dapat diketahui

bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa

dari siklus I sehingga siklus II dengan demikian

tujuan yang hendak dicapai telah terpenuhi.

SIMPULAN DAN SARAN

Sesuai dengan hasil penelitian, maka dapat

disimpulkan (1) Aktivitas belajar anak pada siklus

(8)

I memperoleh persentasi sebesar 58,69%, dan

pada siklus II sebesar 82,38%, dari persentasi

keaktifan tersebut pembelajaran dikatakan berhasil

karena sudah mencapai indikator keberhasilan

yang ditetapkan yaitu aktivitas anak dikatakan

berhasil jika persentasi aktivitas anak mencapai

berdasarkan interpretasi keaktifan anak,

(2) Aktivitas guru dalam mengajar pada siklus I

memperoleh nilai 70,38, kemudian pada siklus II

nilai yang diperoleh 87,30. Dengan demikian

pembelajaran dapat dikatakan berhasil karena

sudah memenuhi indikator keberhasilan yang telah

ditetapkan, dan (3) Hasil belajar yang diperoleh

pada siklus I untuk ketuntasan individual yaitu

sebesar 42,11% dan pada siklus II sebesar 52,63%,

dan untuk ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar

68,42 %, siklus II sebesar 89,47%. Dengan

demikian ketuntasan belajar sudah tercapai.

Selanjutnya saran yang diberikan adalah (1)

Bagi peneliti lain dan guru lain dapat

menggunakan

pednekatan

Contextual

Teaching and Learning, (2) Bagi anak anak

disarankan agar lebih aktif dan semangat

dalam mengikuti pembelajaran, (3) Bagi

peneliti

sebagai

pelaksana

penelitian

diharapkan lebih mempelajari lagi model

permainan supaya hasil pembelajaran dapat

lebih maksimal dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran, menjadi bekal sebagai calon

guru agar siap melaksanakan tugas di

lapangan.

DAFTAR RUJUKAN

Anton, M. M. (2001).

Pengertian Aktivitas

Belajar.

http://sondix.blogspot.com (diakses

21 Agustus 2016)

Arikunto, S., dkk. (2008).

Penelitian Tindakan

Kelas

. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Asrori, M. (2008).

Psikologi Pembelajaran

.

Bandung: CV Wacana prima.

Depdiknas. 2006.

Psikologi Belajar

. Semarang

Dimyati. (2006).

Belajar dan Pembelajaran

.

Jakarta. Rineka Cipta

Hariyatmi. (2007).

Penerapan strategi CTL pada

pembelajaran di SDN Muhammadiyah 3

Surakarta

. UNS

Jhonson . (2008).

Model-model pembelajaran dan

Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi

Aksara

Kartiningrum, F. (2005).

Meningkatkan hasil

belajar

Matematika

pokok

bahasan

Perbandingan dengan pendekatan CTL pada

siswa kelas V SDN 4 Pekalongan tahun

pelajaran 2005/2006

Pamadhi, H. (2008).

Pengertiam Gambar Dan

Mengambar

. http://sondix.blogspot.com

Rachmadiarti. (2002).

Perkembangan dan Konsep

Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.

Jakarta: Universitas Terbuka

Slamento.

(2006).

Pendidikan

Anak

usia

Dini.

.Cetakan 1.Di cetak dan dijilid di

Indonesia

Oleh

PT.

Macanan

Jaya

Cemerlang.

Slameto. (2008).

Belajar dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya

. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryabrata, S. (2008).

Metode Penelitian

. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Tanadi, S. (2008).

Pengembangan Kecerdasan

Majemuk

. Jakarta: Universitas Terbuka.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Prediction, Observation and Explanation (POE) disertai lembar

kehidupan keluarga berjalan dengan teratur dan harmoni, Islam menggariskan dengan terperinci peranan dan tanggungjawab seseorang sebagai ahli keluarga.Dengan adanya program ini,

Penelitian dilakukan dengan menggunakan kombinasi antara tiga formula granular, yaitu Daigle dedak jagung, Daigle semolina, dan Connick semolina dengan empat isolat

Rn : Kuat Nominal adalah kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan

Contohnya seseorang yang memiliki ekonomi cukup untuk makan , lebih mementingan membeli berpakaian yang bermotif mahal dibanding membeli makanan yang beragam kandungan

Kalimat conditional tipe II merupakan kalimat pengandaian untuk masa sekarang dimana kalimat ini bertentangan dengan kenyataan yang terjadi pada masa sekarang (present).

Ini menjadi beliau cukup mendalami bidang artistik seperti kostum yang dipakai oleh watak, set dan prop yang wajar dan sesuai dengan cerita, tatacahaya yang akan digunakan,

NO KANTOR PELAYANAN PAJAK KANTOR WILAYAH DJP 179 KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu Kanwil DJP Jakarta Selatan II 180 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Kanwil DJP