• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERAN PERUM PERHUTANI TERHADAP KEHIDUPAN PETANI PESANGGEM DI HUTAN KAYU PUTIH BKPH SUKUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERAN PERUM PERHUTANI TERHADAP KEHIDUPAN PETANI PESANGGEM DI HUTAN KAYU PUTIH BKPH SUKUN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERAN PERUM PERHUTANI TERHADAP KEHIDUPAN PETANI PESANGGEM DI HUTAN KAYU PUTIH BKPH SUKUN

A. Keadaan Masyarakat Sekitar Hutan Kayu Putih BKPH Sukun

Visi dan misi yang dilakukan oleh manajemen Perum Perhutani yang melibatkan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan ini memberikan berbagai perubahan-perubahan yang meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Pada masa lalu, keberadaan masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan tidak dianggap sebagai satu kesatuan dalam pengelolaan hutan, akan tetapi sekarang masyarakat dianggap sebagai bagian penting dalam pengelolaan hutan. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan kondisi di masyarakat sendiri yang banyak memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan hutan. Pengaruh tersebut disebabkan oleh adanya interaksi yang semakin intensif antara masyarakat dengan hutan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, Perum Perhutani memandang perlu adanya pemberdayaan masyarakat yang ada di sekitar hutan untuk berperan serta dalam membantu pengelolaan hutan.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tiap Kabupaten diketahui bahwa desa hutan yang terdapat di KPH Madiun sebanyak 87 desa hutan dengan pembagian yaitu 38 desa hutan berada di Kabupaten Madiun, 7 desa hutan berada di Kabupaten Magetan, dan 42 desa hutan berada di Kabupaten Ponorogo.1

1

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha., Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun Jangka Perusahaan 01 Januari 2011 s/d 31 Desember 2020. (Madiun: Seksi Perencanaan Hutan II Madiun, 2010), hlm

(2)

Tabel 5. Desa Hutan yang Berada di BKPH Sukun Bagian Hutan BKPH Desa Kecamatan

Sukun Sukun Ronosentanan Jenangan Mrican Nglayang Plalangan Jimbe Paringan Sidoharjo Pulung Wotan Pomahan Pijeran Siman Jarak Kaponan Candi Mlarak Totokan Sumber: Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Pada masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan keadaan ekonomi dapat tergolong sangat terbelakang. Keadaan ini dapat terlihat dari kecilnya peluang masyarakarat setempat mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan yang cukup. Kecilnya peluang tersebut dikarenakan oleh lingkungan mereka tinggal yang hanya mampu mengandalkan ladang maupun sawah yang mereka miliki serta potensi hutan dapat mereka ambil sebagai tambahan dari penghasilan mereka. Keadaan yang lebih memperburuk perekonomian masyarakat yang tinggal dikawasan sekitar hutan ialah ketika adanya musim paceklik,2 musim tanaman padi sulit untuk tumbuh dan hanya tanaman tumpangsari dan palawija yang dapat ditanam, secara tidak langsung

2

Musim Paceklik adalah musim penghujan yang menyebabkan tanaman gagal panen. Dalam istilah Jawa musim paceklik adalah musim kekurangan pangan karena sawah tidak menghasilkan tanaman pokok dan hanya dapat digunakan untuk menanam kedelai dan umbi-umbian.

(3)

pada musim paceklik terjadi krisis pangan di wilayah sekitar hutan karena musim tidak berpihak pada petani padi.3

1. Jumlah Penduduk di Kawasan Hutan Kayu Putih BKPH Sukun

Perkembangan penduduk adalah proses yang terus berlangsung, dan proses tersebut akan terus berjalan pada suatu komunitas masyarakat dengan adanya kelahiran, kematian, perpindahan penduduk. Kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk merupakan bagian dari berfungsinya suatu masyarakat. Bersamaan dengan hal itu, perubahan dalam fertilitas, moralitas dan migrasi mencerminkan perubahan yang lebih umum dalam masyarakat, dan juga membentuk, mempercepat ataupun menghambat perubahan dalam sistem sosial.4 Gambaran umum kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan BKPH Sukun dapat dilihat berdasarkan jumlah penduduk yang berada disekitar kawasan hutan BKPH Sukun, adalah sebagai berikut:

3

Nugrahaningdya Martina Susilo Putri. “Transformasi Masyarakat Hutan di Wilayah KPH Ngawi Tahun 1966-1998”. Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa. UNS. 2013, hlm. 35.

4

Calvin Goldsheider. 1971. Populasi, Modernisasi, dan Struktur Sosial, Jakarta: CV Rajawali, hlm 115.

(4)

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Jumlah Laki-laki dan Perempuan yang tinggal disekitar hutan kayu putih BKPH Sukun:

No Tahun L P Jumlah L + P 1 1990 10784 17027 27811 2 1991 13599 18003 31602 3 1992 19783 25169 44952 4 1993 23948 24010 47958 5 1994 23976 26647 50623 6 1995 25309 27647 52956 7 1996 26493 28486 54979 8 1997 39993 40125 80122 9 1998 40196 44263 84459 10 1999 44620 44792 89412 11 2000 41862 50873 92735 12 2001 44010 68932 112933 13 2002 63333 87645 150978 14 2003 77416 87793 165209 15 2004 88044 90345 178389 16 2005 90424 90789 181210 17 2006 90459 90794 181253 18 2007 90473 90801 181274 19 2008 90590 90699 181289 20 2009 91648 81661 181309 21 2010 91676 89675 181351

Sumber data: Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo tahun 1990-2010

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki dan wanita yang tinggal dikawasan hutan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya maka semakin tinggi pula keterlibatan masyarakat dengan hutan yang berada disekitarnya.

2. Penggunaan Lahan

Lahan merupakan salah satu diantara sumberdaya alam dan suatu unsur pokok dalam kehidupan, kebutuhan akan lahan tidak sekedar sebagai ruang berpijak, tetapi sebagai fac\ktor utama dalam menghasilkan bahan, sandang, dan papan. Selain harus menggunakan secara hati-hati dalam memenuhi kebutuhan,

(5)

haruslah dapat diwariskan kepada generasi mendatang dalam keadaan cukup baik. Lahan merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia karena manusia hidup diatas lahan dan mencukupi segala kebutuhan diatas lahan.5

Penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk sawah, ladang atau tegalan, pekarangan, hutan negara atau penggunaan lainnya juga mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan adapun penggunaan lahan secara lengkap terdapat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel. 7 Pola Penggunaan Lahan

N o

Penggunaan Lahan (Ha) Kecamatan Sawah Tegalan

atau Ladang Pekarangan & Bangunan Hutan Negara Hutan Rakyat

Perkebunan Lainnya Jumlah

1 Siman 1562 87 1108 956 - - 82 3795

2 Jenangan 2714 995 1395 524 58 45 213 5944

3 Mlarak 1361 812 825 596 - - 126 3720

4 Pulung 2392 1727 1505 7062 - - 69 12755

5 Jumlah 8029 3621 4833 9138 58 45 490 26214

Sumber: Badan Pusat Statistik Ponorogo Tahun. 2000-2010

Lahan yang sebagian besar berupa hutan negara, sedangkan penggunaan untuk sawah juga sedemikian luas, dengan keberadaan hutan yang sedemikian luas tersebut merupakan potensi yang diharapkan masyarakat untuk dapat menambah lapangan pekerjaan, dimana banyak penduduk sekitar hutan yang sangat bergantung dengan hutan.

5

Kartasaputra, G., Kartasaputra A.G., Mulyani Sutedjo. Tehnologi Konservasi Tanah dan Air. (Jakarta: Bina aksara, 1985), hlm 20.

(6)

Pada umumnya penduduk yang berada di pinggiran hutan adalah petani yang mem iliki lahan pertanian yang sempit sehingga hasil pertanian tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan pangan keluarga mereka. Adanya kesempatan yang diberikan pihak Perhutani kepada petani untuk mengolah lahan hutan memberikan tambahan penghasilan bagi mereka, sehingga kebutuhan pangan maupun kebutuhan materi para petani terpenuhi dari hasil panen pertanian hutan seperti singkong, ubi jalar, jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah, sumber daya hutan yang menjadi landasan perekonomian rakyat semakin hari semakin mengalami kemunduran sehingga mempersempit ruang gerak mereka dalam memperoleh sumber penghidupan6.

3. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Masyarakat juga berpengaruh dalam melihat kehidupan sosial masyarakat yang tinggal dikawasan hutan. Untuk dapat menuju pada arah modernitas diperlukan faktor-faktor tersebut antara lain adalah pendidikan. Tidak ada proses modernisasi tanpa adanya proses pendidikan sebagai sarana untuk mempercepat tujuan modernisasi, selanjutnya tujuan pendidikan adalah pengembangan potensi sumber daya manusia yang ada pada masing-masing individu yang diarahkanpada peningkatan kualitas hidup individu tersebut dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat.7

6

Warto., Desa Hutan Dalam Perubahan Eksploitasi Kolonial Terhadap Sumber Daya Lokal Di Karesidenan Rembang 1865-1940, (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 245.

7

H.A.R Tilaar, 1990, Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abcd XX, Jakarta: Balai Pustaka, hlm 20

(7)

Tabel 8. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tahun SD SMP SMA PT 1 1990 21 - - - 2 1991 37 19 - - 3 1992 98 45 30 - 4 1993 110 52 41 - 5 1994 156 56 29 - 6 1995 178 130 21 - 7 1996 270 207 36 - 8 1997 340 470 107 - 9 1998 489 509 256 2 10 1999 782 603 319 6 11 2000 875 974 395 15 12 2001 990 1140 395 13 13 2002 1687 1301 598 25 14 2003 1678 1301 767 35 15 2004 1817 1370 798 29 16 2005 1976 1401 1010 39 17 2006 2561 1567 1028 45 18 2007 3101 1890 1078 56 19 2008 3556 1934 1099 78 20 2009 3975 2098 1115 81 21 2010 4781 2973 1143 95

Sumber Data : BPS Ponorogo Tahun 1990-2010

Komposisi pendidikan penduduk diatas terlihat bahwa pendidikan didominasi lulusan Sekolah Dasar, untuk pendidikan lulusan SMA dan Perguruan Tinggi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa hutan berperan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi petani pesanggem melalui progam tumpangsari, buruh pungut, dan pemberian beasiswa kepada anak petani pesanggem yang memiliki prestasi yang baik. Hasil yang dilakukan Perum Perhutani tersebut adalah dilihat dari tingkat kelulusan penduduk yang semakin meningkat serta mengurangi buta huruf di masyarakat.

(8)

Pembahasan mengenai kehidupan sosial petani pesanggem lainnya adalah mengenai brokohan8, Brokohan ini merupakan syukuran yang hanya diikuti beberapa orang, dilakukan sebelum memanen palawija dilahan tumpangsari, yang bertujuan untuk berdoa supaya panen yang dihasilkan mendapatkan hasil yang banyak serta bersyukur kepada Allah Yang Maha Esa.

4. Mata Pencaharian

Berkaitan dengan kajian perekonomian masyarakat hutan tidak lepas dengan pembahasan mengenai mata pencaharian penduduk. Mata pencaharian menggambarkan aktivitas penduduk setempat dalam memenuhi kebutuhan hidup misalnya sebagai petani, pedagang, pegawai negeri dan lain-lain. Mata pencaharian penduduk pada wilayah hutan sebagian besar dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan tanah yang dimiliki oleh masyarakat9. Untuk melihat kondisi ekonomi penduduk sekitar hutan dapat dilihat berdasarkan mata pencaharian penduduk pada tabel di bawah ini :

Tabel 9. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Kecamatan PNS Swasta TNI Pensiunan Petani Buruh Pedagang lainnya Jumlah 1 Siman 764 888 104 230 4290 6830 770 27294 41170 2 Jenangan 950 775 42 232 13626 12316 1185 1955 29126 3 Mlarak 541 1578 47 151 6113 6931 1314 9625 26300 4 Pulung 1273 244 27 254 10792 10100 1654 18479 42823 5 Jumlah 3528 3485 220 867 34821 36177 4923 57353 141374

Sumber data : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo Th. 2009

Mata Pencaharian penduduk yang bertempat tinggal disekitar kawasan hutan pada tahun 2009 adalah yang bekerja sebagai petani dan buruh tani cukup

8

Brokohan adalah istilah yang biasa digunakan oleh petani pesanggem BKPH Sukun untuk menyebut syukuran.

9

Sutaryono., Pemberdayaan Setengah Hati Sub Ordinasi Masyarakat Lokal Dalam Pengelolahan Hutan. (Yogyakarta: Lampera Pustaka Utama, 2008), hlm. 105.

(9)

tinggi, dengan demikian penduduk memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan, dimana tidak semua petani memiliki lahan untuk bercocok tanam. Pengelolaan kayu putih di hutan BKPH Sukun mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja baik sebagai pesanggem maupun tenaga pemungutan daun kayu putih.

B. Keadaan Hutan Kayu Putih BKPH Sukun Pada Tahun 1990-2010

Sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa bermula dengan pola pendekatan polisional (security approach) namun dari tuntutan perubahan lingkungan sosial masyarakat, sejak abad 18 sudah mulai berubah menjadi pendekatan kesejahteraan

(prosperity approach) yang ditandai dengan mulainya reboisasi dengan sistem

tumpangsari. Tekanan yang begitu tinggi terhadap sumber daya hutan dan juga sejalan dengan tuntutan reformasi di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya mendorong dan menuntut Perum Perhutani untuk selalu memperbaharui sistem pengelolaan hutannya. Hingga pada akhirnya Perrum Perhutani pada tahun 1961 mulai terbentuk sebagai lembaga negera yang bertugas untuk melestarikan dan melindungi hutan dan dalam perkembangan selanjutnya Perhutani memiliki lembaga kehutanan yang didirikan pada setiap wilayah yang berbeda yang disebut KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan).10 KPH berfungsi sebagai suatu lembaga yang berfungsi sebagai lembaga pengolahan hutan yang bertugas untuk menjaga dan melestarikan htan serta menjaga hubungan baik dengan masyarakat desa hutan.

10

Nugrahaningdyah Martina Susilo Putri., Transformasi Masyarakat Hutan di Wilayah KPH Ngawi Tahun 1966-1998. (Skripsi Ilmu Sejarah UNS Surakarta: Tidak Diterbitkan, 2013), hlm 86.

(10)

1. Perubahan Pengolahan Hutan Tahun 1990-1997

Pada dekade 1970-an sampai 1990-an peran Negara dalam pengolahan hutan dinilai sangat dominan. Dominasi peran negara dalam pengolahan hutan ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, UU Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kehutanan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan.11 Dominasi pengolahan hutan oleh Negara ini mulai mengalai perubahan dengan munculnya sistem tumpangsari.

Sistem tumpangsari sudah muncul di hutan kayu putih BKPH Sukun sudah lama, banyak petani pesanggem yang menyatakan mereka mulai menggunakan lahan hutan sekitar tahun 1970 tanpa ijin dari pihak Perum Perhutani, namun sistem tumpangsari masih berpindah-pindah.12 Keberadaan pesanggem dihutan kayu putih BKPH Sukun sudah mulai banyak ditemukan pada tahun 1990. Pada tahun 1994 muncul Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 55/Kpts/1994 Tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Dijelaskan pada Bab I Pasal I bahwa Pinjam Pakai Kawasan Hutan adalah penyerahan penggunaan atas sebagian kawasan hutan baik yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan diluar sektor kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi kawasan hutan tersebut.13 Dengan munculnya Keputusan Menteri Kehutanan tersebut Pihak Perum Perhutani mulai melakukan perekrutan

11

Ibid., hlm. 87 12

Wawancara dengan Marismun Tanggal 12 Juli 2015. 13

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 55/Kpts-II/1994 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Koleksi Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(11)

masyarakat baik yang tinggal dikawasan hutan maupun yang tinggal jauh dari hutan untuk bersedia menjadi petani pesanggem di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun.

2. Kerusuhan di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun Pada tahun 1998-1999 Pengolahan hutan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik dan hanya menekankan pada aspek ekonomi tersebut telah menghasilkan beberapa dampak negative, diantaranya adalah menurunnya potensi dan kualitas sumber daya hutan dan ekosistemnya, terjadinya marginalisasi terhadap masyarakat disekitar hutan dan munculnya konflik kepentingan dalam pengolahan hutan. Sejak bergulirnya era reformasi pada tahun 1998, banyak terdapat kerusuhan-kerusuhan yang yang merugikan kehidupan nasional di Indonesia, kerusuhan juga merambah sumber daya hutan, banyak pencurian kayu jati, serta pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh petani pesanggem yang mengakibatkan kebaran hutan dan menurunnya tingkat produksi hutan, adanya kerusakan hutan itu juga terjadi di hutan kayu putih Sukun meskipun tidak termasuk Kelas Perusahaan kayu jati hal tersebut banyak merugikan pihak Perum Perhutani. Penjarahan hutan yang terus-menerus ini mengakibatkan munculnya Undang-Undang yang membatasi akses masyarakat dalam mengolah lahan hutan.

Pada tahun 1999 merupakan era reformasi penjarahan hutan dan tata guna lahan meningkat, muncul Undang-Undang Kehutanan (UU 41/1999) menggantikan UU Pokok Kehutanan (UU 55/1967). UU 41/1999 memberikan ruang terbatas bagi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Selanjutnya, untuk memperkuat keberadaan UU 41/1999 dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 53 (PP 53/1999) menegaskan peran Perum Perhutani sebagai

(12)

pengelola hutan. Pendekatan keamanan bekerjasama dengan aparat militer/polisi digunakan untuk menghadapi penjarahan hutan.14

Di bidang kehutanan, sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, dinyatakan bahwa semua hutan didalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan hutan oleh Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

b. Menetapkan status wilyah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan;

c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbutan-perbuatan hokum mengenai kehutanan.

Pengusaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Sesuai dengan asas penyelenggaraan kehutanan sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung gugat maka konsepsi penguasaan oleh negara

14

Sulistyaningsih., Perlawanan Petani Hutan Studi atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal., (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006)., hlm 124-125.

(13)

menjadi jiwa dari asas-asas penyelenggaraan kehutanan tersebut. Penguasaan oleh negara tersebut berkaitan dengan pemahaman mengenai prinsip kepemilikan. 15

3. Pembukaan Lahan di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun Pada Tahun 2000-2003

Perubahan Undang-Undang Kehutanan sering terjadi dalam melakukan pengelolaan hutan, adanya perubahan-perubahan tersebut merupakan penyesuaian masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Pada tahun 2000 muncul Surat keputusan Direksi Perhutani Nomor 1061/Kpts/Dir/2000 mengubah progam Perhutanan Sosial menjadi PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) menggunakan pendekatan joint forest management dengan tetap mengggunakan teknik silvikultur Perhutanan Sosial.16 Kemudian diperbaharui dengan munculnya Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor: 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Pengelolaan Hutan Bersama Masyrakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.17

15

Ahmad Redi., Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm 13.

16

Sulistyaningsih., op.cit., hlm. 124-125. 17

Perum Perhutani., Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor: 136/KPTS/DIR/2001 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. (Jakarta:Perum Perhutani, 2001), BAB I.

(14)

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ini meningkatkan ketahanan pangan nasional dan kemakmuran rakyat. Amanat kemakmuran rakyat pun dituangkan secara eksplisit dalam pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kemakmuran rakyat dalam konteks penguasaan sumber daya alam harus mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan bagian terpenting dari penguasaan sumber daya alam.18

4. Penerapan Sistem Tumpangsari di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun Tahun 2003-2010

Dengan adanya Surat Keputusan tersebut keadaan hutan kayu putih BKPH Sukun juga mengalami perubahan para petani pesanggem yang mengolah lahan di hutan kayu putih Sukun ini keberadaannya mulai dianggap penting oleh pihak Perum Perhutani, selain itu petani pesanggem dikelompokkan kedalam lembaga yang dinamakan MPSDH yaitu Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan. Pembentukan-pembentukan MPSDH tersebut terjadi pada tahun 2004-2007 terdapat 12 MPSDH dengan jumlah petani pesanggem sebanyak 4747 orang di hutan kayu putih BKPH Sukun.

Kegiatan dari MPSDH adalah pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan dalam mengikutsertakan masyarakat dalam segmen-segmen kegiatannya meliputi persemaian, pemeliharaan tanaman, pemungutan daun kayu putih dan lain. Dengan terbentuknya lembaga tersebut memberikan berbagai

18

(15)

dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi petani pesanggem bahkan dengan adanya petani pesanggem di hutan tersebut jumlah produksi daun kayu putih mengalami peningkatan setiap tahunnya.

C. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Kehidupan Petani

Pesanggem di Hutan Kayu Putih Sukun

1. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat

Perubahan visi dan misi yang dilakukan oleh manajemen Perum Perhutani yang berdampak pada perubahan paradigma pengolahan hutannya menjadi

Community Based on Forest Management (CBFM), memberikan dampak pada peran masyrakat dalam pengelolaan hutan. Pada masa lalu pada tahun 1970an, masyarakat sekitar hutan tidak dianggap sebagai satu kesatuan pengelolaan, akan tetapi sekarang yaitu mulai tahun 2000 masyarakat dianggap sebagai satu kesatuan pengelolaan, akan tetapi sekarang masyarakat dianggap sebagai bagian penting dalam pengelolaan hutan. Perubahan ini terjadi karena adanya interaksi yang semakin intensif antara masyarakat dengan hutan yang ada disekitarnya.

Berbagai hal dan upaya Perum Perhutani dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi petani pesanggem adalah diberikannya kebebasan terhadap masyarakat sekitar hutan untuk mengakses hutan dengan memanfaatkan lahan hutan dibawah tegakan tanaman pokok yaitu kayu putih, kegiatan tumpangsari ini merupakan salah satu kegiatan yang dapat mengurangi kebutuhan lahan untuk bercocok tanam, dimana lahan pertanian mengalami perubahan fungsi akibat adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya.

(16)

2. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Komunikasi Masyarakat

Salah satu tujuan diadakannya kegiatan pengelolaan sosial adalah meningkatkan kemandirian dari masyarakat sekitar hutan khususnya secara ekonomi. Salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi dan kemandirian masyarakat tersebut adalah dengan memperkuat kelembagaan yang ada baik sudah berdiri ataupun belum didirikan. Untuk itu perlu dilakukan dorongan sehingga terbentuk kelembagaan masyarakat yang kuat. KPH Madiun memberikan dorongan kepada masyarakat desa hutan untuk membentuk kelembagaan, salah satu bentuknya adalah Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan (MPSDH). Pengembangan MPSDH diarahkan untuk semua masyarakat yang tinggalnya berada disekitar kawasan hutan KPH Madiun. Pengembangan tersebut meliputi pembinaan dan komunikasi yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan terhadap MPSDH. Dengan adanya pembinaan dan komunikasi tersebut dapat mempererat hubungan antara masyarakat dengan pengelola hutan yang pada akhirnya tercipta suatu kerjasama yang bersifat mutual. Hasil dari kerjasama tersebut adalah dengan dikukuhkannya hubungan tersebut dalam bentuk Progam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Progam PHBM tersebut meliputi kegiatan:

a. Memfasilitasi pembentukan forum komunikasi tingkat KPH serta tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

b. Memfasilitasi pembentukan koperasi sebagai usaha yang berbadan hukum. c. Penyusunan renstra MPSDH.

(17)

e. Komunikasi dialog stakeholder tingkat kabupaten. f. Monitoring dan evaluasi PHBM tingkat KPH. g. Membuat kegiatan desa model PHBM.19

Dengan terbentuknya kelembagaan dalam masyarakat desa hutan akan mempermudah KPH Madiun sebagai pengelola hutan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat desa hutan dalam rangka ikut berperan aktif meningkatkan kesejahteraan mereka. Salah satu bentuk peran serta KPH Madiun adalah dengan memberikan kesempatan kepada MPSDH untuk memanfaatkan lahan hutan yang berada dibawah tegakan. Selain itu dilakukan juga pengelolaan hutan dengan sistem bagi hasil (sharing). Pengelolaan dengan sistem ini dilakukan dengan memberikan MPSDH syarat-syarat keberhasilan pengelolaan supaya mendapatkan sharing.

Bentuk lain progam peningkatan perekonomian masyarakat desa sekitar hutan yang telah dilakukan oleh KPH Madiun adalah melalui progam kemitraan dan bina lingkungan (PKBL). Progam ini secara garis besar memberikan pinjaman sangat lunak kepada MPSDH untuk mengembangkan sisi bisnisnya sehingga mereka dapat berbisnis secara mandiri. Dari PKBL, KPH Madiun sudah mengucurkan dana pinjaman sebesar Rp 349.500.000,- yang dikucurkan untuk jenis usaha.

Peningkatan disisi perekonomian masyarakat desa hutan harus diimbangi dengan adanya peningkatan dari sisi sumber daya manusianya sehingga tidak

19

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha., Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun Jangka Perusahaan 01 Januari 2011 s/d 31 Desember 2020. (Madiun: Seksi Perencanaan Hutan II Madiun, 2010), hlm 91

(18)

terjadi ketimpangan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini juga akan berdampak pada kelestarian pengelolaan hutan KPH Madiun karena semakin masyarakat tidak tergantung kepada hutan maka aka nada korelasi dengan tingkat kerawanan yang akan semakin menurun. Bentuk pelatihan MPSDH antara lain :

a. Pelatihan pembuatan pupuk bokasi.

b. Pelatihan pemberdayaan MPSDH dengan Dinas Kehutanan setempat. c. Pelatihan menejemen koperasi dengan pemda setempat.

d. Pelatihan organisasi kelembagaan MPSDH dengan institusi akademik. e. Mengadakan studi banding kedaerah lain, missal studi banding budidaya

tanaman cabe keriting, dll.20

Pemenuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan sedapat mungkin akan dipenuhi oleh tenaga kerja dari daerah setempat. Jika jumlah dan kualifikasi yang diperlukan tidak dapat dipenuhi dari daerah setempat, maka diupayakan untuk mendatangkan tenaga dari luar daerah. Hal ini selain untuk mengantisipasi timbulnya konflik sosial dengan masyrakat local juga merupakan bentuk dari komitmen perusahaan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Untuk itu proses penerimaan karyawan dilakukan secara transparan, yang dilakukan mulai dari pengumuman kesempatan kerja sampai proses penempatan karyawan.21

Pengelolaan hutan di BKPH Sukun tidak dapat dilepaskan dari peran serta masyarakat. Pola kemitraan menjadi bagian yang sangat penting, mulai dari kegitan persiapan tanaman, pemeliharaan, produksi, hingga pengelolaan.

20

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha., Op.cit., hlm 93-95.

21

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun., Public Summary 2010, ( Madiun: Perhutani, 2011), hlm. III-4.

(19)

Kemitraan dan pemberdayaan tersebut diimplementasikan dalam bentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dalam kegiatan tumpangsari, masyarakat berperan langsung dalam pembangunan hutan. Pemberian kesempatan kepada masyarakat menjadi sebuah pola kemitraan yang saling menguntungkan. Hak akses lahan bagi masyarakat merupakan pola kemitraan yang diterapkan di seluruh kawasan KPH Madiun sehingga keberhasilan tanaman dapat dicapai.22

Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan lainnya sebagai bentuk kemitraan dan pemberdayaan yang merupakan pola dalam pengelolaan hutan yang berada dikawasan KPH Madiun. Masyarakat sebagai mitra kerja sebagai bentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat diimplementasikan dengan pembentukan Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan (MPSDH) sebagai wadah resmi masyarakat untuk bekerjasama dan berkomunikasi dengan Perum Perhutani.23

Sebagaimana model pengelolaan sumberdaya hutan yang mengikutsertakan masyarakat sebagai mitra sejajar, pengelolaan Kelas Perusahaan Kayu Putih juga tidak terlepas dari peran masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan, oleh sebab itu pelaksanaan MPSDH merupakan prasyarat untuk mewujudkan tujuan pengelolaan kelas perusahaan kayu putih

a. Dasar dan Tujuan

Pengelolaan kondisi sosial ini didasari merupakan bagian penting dari pengelolaan hutan karena masyarakat mempunyai peran penting dalam menjaga eksistensi hutan yang ada di sekitar mereka. Rencana kelola sosial tersebut dilaksanakan berdasarkan pada:

22

Ibid, hlm. III-5. 23

(20)

1. Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani (Selaku pengurus Perusahaan) No. 02/KPTS/DWAS/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

2. Keputusan Kepala Perum Perhutani Unit II Jawa Timur No. 939/KPTS/II/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat.24

Penerapan kelola sosial ini secara umum bertujuan untuk memadukan aspek sosial dan ekologi secara proporsional sehingga kedua belah pihak dapat berkembang secara bersama-sama. Dengan adanya pengembangan sosial terutama melalui progam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM diharapakan: 1. Meningkatkan tanggung jawab meningkatkan peran perusahaan, masyarakat

desa sekitar hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan.

2. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan.

3. Meningkatkan pendapatan perusahaan dan masyarakat desa hutan serta pihak-pihak yang berkepentingan.25

24

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha., Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun Jangka Perusahaan 01 Januari 2011 s/d 31 Desember 2020. (Madiun: Seksi Perencanaan Hutan II Madiun, 2010), hlm 140.

25

(21)

b. Rencana Kerjasama

Berdasarkan rencana kerja bidang sosial yang telah disepakati oleh pihak MPSDH dengan KPH Madiun, maka telah ditetapkan pokok-pokok rencana PHBM KPH Madiun sebagai berikut:

1) Kegiatan MPSDH

a) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan persemaian, tanaman, pemeliharaan, penjarangan, dan pungutan daun kayu putih.

b) Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam segmen-segmen kegiatannya. Dalam kegiatan persemaian KPH Madiun melibatkan masyarakat dalam pembuatan plances dengan memberikan arahan terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke lapangan sehingga bibit yang dihasilkan mempunyai prosentase tumbuh yang tinggi.

c) Pada kegiatan tanaman masyarakat dilibatkan melalui MPSDH untuk ikut melakukan penanaman pohon mulai dari penyiapan lahannya sampai dengan penanaman bibit. Kegiatan penanaman ini akan dilanjtkan dengan pemeliharaan. Begitu juga pada kegiatan pemungutan hasil sehingga mereka tetap dapat bersinggungan dengan pola kehidupan asalnya yang berupa bidang pertanian. Sedangkan untuk meningkatkan rasa kepedulian masyarakat sekitar, maka diperbolehkan masyarakat untuk melakukan penanaman di areal sekitar atau sela-sela tanaman pokok. 26

26

(22)

c. Penguatan Kelembagaan

Masyarakat sekitar hutan mempunyai kecenderungan untuk mengelompok sehingga akan lebih baik jika bentuk pengelompokan tersebut diorganisasikan. Pengorganisasian ini memiliki keuntungan yaitu memudahkan KPH Madiun untuk dapat melakukan komunikasi dengan masyarakat serta melakukan pemantauan perkembangan kondisi masyarakat. Untuk memperkuat organisasi masyarakat tersebut KPH Madiun membantu dalam mendirikan kelompok masyarakat tersebut dengan sebutan Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan (MPSDH). Tujuan dari KPH Madiun dari penguatan kelembagaan ini adalah seluruh MPSDH sudah berbadan hukum, sehingga kerjasama yang terjadi dapat dianggap legal secara hukum.27

1) Pemantapan MPSDH

Dengan adanya suatu organisasi maka masyakarat yang tinggal disekitar hutan menjadi lebih terkoordinasi. Akan tetapi pembentukan tersebut harus diikuti dengan langkah-langkah yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan dari MPSDH tersebut. Langkah yang diambil KPH Madiun antara lain adalah dengan dilakukannya studi banding terkait dengan pemberdayaan masyarakat dalam hal produksi selain bidang kehutanan, mengadakan pelatihan baik terkait dengan bidang kehutanan maupun non-kehutanan, mengadakan perjanjian kerjasama dengan MPSDH terkait dengan kegitan pengamanan hutan. 28

27

Ibid.

28

(23)

2) Pertemuan Forum Komunikasi antara MPSDH dengan Perum Perhutani KPH Madiun

Kegiatan forum komunikasi ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan komunikasi antara masyarakat desa sekitar hutan yang diwakili oleh MPSDH dengan manajemen KPH Madiun. Forum komunikasi ini direncanakan diadakan secara teratur baik tingkat BKPH maupun KPH sehingga alur komunikasi dan informasi dapat tersampaikan dengan baik dan benar. Forum komunikasi ini juga digunakan oleh KPH Madiun untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh KPH Madiun.29 Pertemuan forum komunikasi antara MPSDH BKPH Sukun dan pihak Perum Perhutani (KPH Madiun) tidak dilakukan secara rutin, forum hanya dilaksanakan ketika ada hal-hal yang harus disampaikan, sebagai contoh ketika harus ditingkatkannya jumlah produksi kedelai sebagai tanaman palawija dilahan tumpangsari hutan kayu putih BKPH Sukun Ponorogo.

Gambar 6.

Pertemuan Forum Komunikasi dalam acara Panen Raya Kedelai di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun Tahun 2010 yang dihadiri oleh para pejabat Perum Perhutani

Unit II Jawa Timur serta pejabat-pejabat di Kabupaten Ponorogo Sumber: Koleksi Foto BKPH Sukun Ponorogo

29

(24)

Gambar 7.

Sambutan Kepala Balitkabi (kiri) dan Kapuslitbangtan (kanan) mengawali Panen Raya dan Temu Wicara

Sumber:Koleksi Foto Perhutani BKPH Sukun Kabupaten Ponorogo

Gambar 8.

Suasana Temu Wicara antara Perum Perhutani dan MPSDH Hutan Kayu Putih BKPH Sukun yang dihadiri pula oleh para pejabat Kabupaten Ponorogo Tahun

2010.

Sumber: Koleksi Foto Perhutani BKPH Sukun Kabupaten Ponorogo.

3) Jumlah MPSDH di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun

Petani pesanggem atau petani penggarap lahan hutan di hutan kayu putih BKPH Sukun sudah ada sejak lama berdasarkan wawancara dengan petani dihutan tersebut ada yang sudah mulai menggarap lahan hutan sejak tahun 1970an,30 namun keberadaan dan jumlah mereka tidak diketahui secara pasti dikarenakan pada awalnya Perum Perhutani tidak begitu memperhatikan fungsi

30

(25)

dari adanya petani pesanggem dihutan tersebut. Keberadaan petani pesanggem mulai menarik perhatian dengan munculnya Progam Prosperity Approach

(pendekatan kesejahteraan) pada tahun 1970-an, progam tersebut kemudian diperbaharui pada tahun 1982 menjadi progam Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dan pada tahun 1982 juga PMDH diubah menjadi Progam Perhutanan Sosial (PS), ditinjau dari adanya perubahan-perubahan progam yang terjadi pada pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat yang tinggal disekitar hutan menunjukkan bahwa mulai diperhatikannya peranan dari petani pesanggem. Selanjutnya pada tahun 2000 di keluarkan Surat Keputusan Direksi Perhutani Nomor 1061/Kpts/Dir/2000 mengubah progam Perhutanan Sosial menjadi PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) menggunakan pendekatan joint forest management dengan tetap menggunakan teknik silvikultur Perhutanan Sosial.31 Di hutan kayu putih BKPH Sukun petani pesanggem tergabung kedalam lembaga MPSDH.

31

Sulistyaningsih., Perlawanan Petani Hutan Studi atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal., (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006)., hlm 124-125.

(26)

Tabel 10. Rincian MPSDH di Hutan Kayu Putih BKPH Sukun No Nama MPSDH Jumlah Anggota Pengesahan MPSDH Luas Tanah Garapan RPH

1 Tani Makmur (Desa Pulung Merdiko)

262 Orang 10 Januari 2004 262 ha RPH Sidoharjo

2 Wono Mukti (Desa Pomahan)

266 Orang 17 Pebruari 2004 230,3 ha RPH Nglayang 3 Ngudi Makmur (Desa

Karang Patihan)

247 Orang 29 Pebruari 2004 182,8 ha RPH Sidoharjo 4 Tani Maju (Desa

Wotan)

123 Orang 1 Maret 2004 75,1 ha dan 106 ha sehingga total

181,1 ha

RPH Nglayang dan RPH Sidoharjo 5 Wono Harjo (Desa

Suren, Mlarak)

403 Orang 20 Maret 2006 398,3 ha RPH Depok

6 Karso Wonoraharjo (Desa Pijeran)

265 Orang 25 April 2006 115,2 ha RPH Depok

7 Tani Maju II (Desa Ronosentanan)

415 Orang 12 November 2006

410,7 ha RPH Tambaksari 8 Wono Asri (Desa

Mrican)

446 Orang 20 November 2006

241,6 ha RPH Tambaksari 9 Wono Mukti Lestari

(Desa Plalangan)

329 Orang 3 April 2007 233 ha RPH Nglayang

10 Teladan Jaya (Desa Nglayang)

167 Orang 28 Juni 2007 129,7 ha RPH Nglayang

11 Wono Seto (Desa Jimbe)

233 Orang 17 Juli 2007 178,8 ha RPH Nglayang

12 Wono Asri (Desa Jarak)

230 Orang 22 Agustus 2007 168,9 ha RPH Depok

13 Jumlah 4747 Orang - 3603. 9 ha BKPH Sukun

Sumber Data: Berdasarkan Naskah dan Lampiran Perjanjian Pihak Perhutani dengan Petani Pesanggem tahun 2004-2007.

Dari data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah petani pesanggem yang menggarap lahan hutan kayu putih BKPH Sukun sebanyak 4747 orang dengan luas garapan tanah sebanyak 3603.9 ha dari luas hutan sebenarnya adalah 3701,0 ha tidak semua lahan hutan boleh digunakan sebagai lahan tumpangsari yang tidak diperbolehkan merupakan kawasan hutan lindung. Selain itu dapat dilihat juga bahwa jumlah anggota terbanyak adalah dari MPSDH Wonorejo dari Desa Sidoharjo dengan anggota sebanyak 958 orang dan menggarap lahan hutan seluas 871,5 ha yang merupakan bagian dari RPH Sukun dengan luas 705,9 ha

(27)

dan 165,6 ha yang termasuk dalam wilayah RPH Sidoharjo. Hal tersebut dapat dimengerti karena masyarakat yang tinggal di Desa Sukun dan Sidoharjo merupakan desa yang lokasinya sangat dekat dengan hutan kayu putih BKPH Sukun.

3. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat

Monitoring kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh KPH Madiun bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan masyarakat desa hutan. Dengan adanya monitoring tersebut diharapkan dapat menurunkan tingkat buta aksara sehingga pengetahuan yang dibuat secara tertulis dapat diserap lebih banyak yang pada akhirnya mampu memberikan tambahan pengetahuan untuk meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat tersebut. Untuk mendukung peningkatan tingkat pendidikan masyarakat yang telah dicanangkan oleh KPH Madiun, pihak manajemen memberikan beasiswa kepada anak-anak masyarakat sekitar hutan yang berprestasi dibidang akademik.

Diharapkan dengan pemberian beasiswa tersebut dapat memacu anak-anak untuk terus mengembangkan diri. KPH Madiun memberikan progam beasiswa untuk anak-anak berprestasi dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Umum (SMU), selain itu dengan diberikannya beasiswa ini mampu menekan angka anak putus sekolah yang terjadi disekitar masyarakat sekitar hutan.32 Sebagai contoh adalah anak dari petani pesanggem yang bernama Sinah

32

(28)

juga mendapatkan beasiswa dari Pihak Perum Perhutani, yang disekolahkan hingga ke jenjang Perguruan Tinggi karena memiliki prestasi serta giat belajar.33

4. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat

Peningkatan kondisi ekonomi masyarakat juga harus didukung kondisi lingkungan masyarakat yang sehat juga. Peningkatan kondisi kesehatan masyarakat akan meningkatkan produktivitas dari masyarakat tersebut sendiri. Untuk melihat kondisi kesehatan lingkungan di masyarakat, maka perlu dilakukan pemantauan salah satunya oleh pihak KPH Madiun karena KPH Madiun mempunyai kepentingan dengan tingkat kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan produksi. Monitoring akan dilakukan secara berkala dengan cakupan untuk seluruh anggota yang berada di bawah naungan KPH Madiun.34

Monitoring kesehatan yang dilakukan KPH Madiun ini berupa kegiatan penyuluhan kesehatan seperti bahaya narkoba, bahaya demam berdarah, bahaya merokok dll, selain itu juga dilakukan kegiatan imuniasasi gratis terhadap anak-anak balita oleh pihak Perum Perhutani.35

5. Peran Perum Perhutani Dalam Meningkatkan Infrastruktur

Dalam melakukan pengelolaan hutan, infrastruktur merupakan salah satu unsur penting yang sangat menunjang keberhasilan kerja KPH Madiun memandang kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrsatruktur harus

33

Wawancara dengan Mokhamad Kamim selaku Asper BKPH Sukun Pada Tanggal 2 Agustus 2015.

34

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha ., Op.cit.,. hlm. 144.

35

Wawancara dengan Mokhamad Kamim selaku Asper BKPH Sukun Pada Tanggal 2 Agustus 2015.

(29)

diperhatikan. Sampai dengan saat ini KPH Madiun sudah melakukan pembangunan baik sarana transportasi maupun bangunan yang mendukung kerja. Pembangunan sarana transportasi tersebut meliputi pembangunan dan pemeliharaan jalan mobil baik alur yang diperkeras ataupun belum. Pengadaan dan pemeliharaan kendaraan dinas serta sarana yang mendukungnya juga dilakukan sehingga dapat memperpanjang usia kendaraan. Begitupun dengan pembangunan dan pemeliharaan gedung atau bangunan yang merepresentasikan Perum Perhutani sebagai pengelola hutan di kawasan tersebut juga terus dilakukan.

Pembangunan jalan dalam hal ini, jalan yang dapat dilalui mobil mengalami peningkatan terus-menerus secara gradual sehingga semakin mempermudah pengelola untuk mengakses ke wilayah kerjanya jalan mobil yang dibangun tersebut diperuntukkan untuk kegiatan angkutan utamanya yaitu kegiatan angkutan tebang. Untuk menunjang kelancaran kegiatan pengelolaan hutan, maka KPH Madiun melakukan perawatan jalan secara rutin untuk memperpanjang usia penggunaan.36

Realisasi perbaikan jalan di sekitar kawasan hutan kayu putih Sukun ini bertujuan mempermudah pengelola untuk mengakses ke suatu wilayah kerjanya, namun hal ini juga memberikan dampak positif kepada masyarakat yang tinggal dikawasan hutan dimana mereka juga bisa menggunakan akses jalan dan jembatan. Perbaikan dan perawatan jalan serta pembangunan jembatan oleh Perum Perhutani dilokasi hutan kayu putih BKPH Sukun dilakukan pada tahun

36

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha ., Op.cit.,. hlm. 9.

(30)

2005 dilokasi alur BF sepanjang 20.00 Hm dan di alur AB 45 Hm, selanjutnya pada tahun 2006 sepanjang 87.00 Hm. Dilakukan perbaikan kembali pada tahun 2007 sepanjang 20.00 Hm dan pada tahun 2008 sepanjang 45.00 Hm serta pembuatan sebuah jembatan di alur AD. Pada tahun 2009 dilakukan perbaikan jalan sepanjang 88.00 Hm dan pembangunan 1 buah jembatan, kemudian pada tahun 20010 sepanjang 22.00 Hm.37

6. Peran Perum Perhutani Terhadap Keamanan Hutan

Manfaat hutan berupa kayu, non kayu, tata air, iklim mikro, atmosfir global dan lain-lain tidak akan pernah ada apabila ekosistem hutan mengalami gangguan. Oleh karena itu, sumberdaya hutan mutlak harus terlindungi dari berbagai faktor pengganggu hutan, khususnya penebangan liar dan kebakaran hutan. Jaminan dan kepastian mengenai keamanan tegakan hutan (forest stands) dan sumberdaya hayati yang ada di dalam kawasan hutan tersebut juga merupakan bagian dari pra kondisi pengelolaan hutan yang berwawasan ketahanan nasional.38 Dalam rangka melindungi hutan dari kerusakan:

a. Penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan masyarakat pengguna huta, termasuk pengusaha tentang penghayatan pentingnya kelestarian hutan. b. Pengembangan sistem pengendalian kebaran hutan, mencakup penyiapan

pra kondisi kelembagaan, pemantauan, initial attack, pennggulangan, dan penilainnya.

c. Pencegahan pencurian hasil hutan dan perambahan hutan dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat.

37

Ibid, hlm, 10. 38

(31)

d. Melaksanakan penegakan hokum dalam pengelolaan hutan secara tegas dan konsisten termasuk proses yustisiterhadap pihak-pihak yang menjadi pelaku penebangan liar.

e. Menertibkan perusahaan pemegang HPH, IPK, IPKH, dan penggergajian (sawmill) liar yang terkait dengan penebangan liar.

f. Penghentian atau penundaan kegiatan konversi hutan alam. g. Mendorong dilaksanakannya low impact logging.39

Kawasan hutan kayu putih BKPH Sukun dikelilingi oleh penduduk desa yang bertempat tinggal disekitar hutan dan mempunyai mata pencaharian bersinggungan langsung dengan hutan. Oleh karena itu, tingkat ketergantungan masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan menjadi sangat tinggi, sehingga akan berkorelasi dengan tingkat kerawanan hutan juga. Tingkat kerawanan hutan yang dapat menjadi gangguan keamanan hutan antara lain kebakaran hutan, penggembalaan ternak, perambahan hutan (pembibrikan), sengketa lahan (tenurial), dan pemangkasan liar tegakan kayu putih.

Gangguan hutan yang sering terjadi di dalam kawasan hutan kayu putih BKPH Sukun berupa kebakaran hutan dan pemangkasan liar tegakan pohon kayu putih. Apabila gangguan hutan tidak diatasi dengan baik maka akan merugikan banyak pihak baik Perum Perhutani maupun masyarakat sekitar yang bermata pencaharian sebagai petani pesanggem. berbagai upaya-upaya yang dilakukan Perum Perhutani untuk mengantisipasi gangguan tersebut dapat dilakukan hal-hal anatara lain sebagai berikut:

39

(32)

1. Pembuatan menara pengamat kebakaran pada lokasi yang strategis. 2. Pembuatan sekat-sekat bakar dan pemeliharaan.

3. Mengoptimalkan fungsi dan peran SATGASDAMKAR. 4. Pengamanan secara partisipatif dari masyarakat dioptimalkan.

5. Pengawasan intensif pada lahan tumpangsari dan pemberian sanksi pada pesanggem yang mengganggu tanaman kayu putih.40

40

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Biro Perencanaan dan Pengembangan Usaha., op.cit. hlm. 37.

Gambar

Tabel 5. Desa Hutan yang Berada di BKPH Sukun  Bagian Hutan  BKPH  Desa  Kecamatan
Tabel  6.  Penduduk  Berdasarkan  Jumlah  Laki-laki  dan  Perempuan  yang  tinggal        disekitar hutan kayu putih BKPH Sukun:
Tabel 8. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan  No  Tahun  SD  SMP  SMA  PT  1  1990  21  -  -  -  2  1991  37  19  -  -  3  1992  98  45  30  -  4  1993  110  52  41  -  5  1994  156  56  29  -  6  1995  178  130  21  -  7  1996  270  207  36  -  8  199
Tabel 9. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami pengertian piranti menjahit, kegunaan piranti menjahit, mengetahui berbagai jenis mesin jahit dan mesin

[r]

Konsentrasi merkuri di Semarang secara umum dijumpai lebih tinggi dibanding konsentrasi merkuri di Demak, hal ini dapat diinterpretasikan jumlah polutan yang lebih

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Berbeda dengan program linier yang fungsi tujuannya dapat memaksimumkan atau meminimumkan, tetapi fungsi tujuan dalam Goal Programming adalah meminimumkan deviasi.Hal ini

[r]

Menindaklanjuti hasil evaluasi dokumen penawaran pekerjaan Konstruksi Pembangunan Bronjong/Pelindungan Tebing Sungai/Laut di Pasaman Barat (PDTU.BENCANA-01)(Lelang Ulang), dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi antar teman sebaya kelas V dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan