• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang ada secara cepat seperti televisi, internet dan smartphone.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. informasi yang ada secara cepat seperti televisi, internet dan smartphone."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses interaksi antar manusia dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan, apalagi di zaman globalisasi saat ini yang dimana manusia dapat memperoleh informasi dengan cepat dari berbagai penjuru dunia dengan tidak mengenal batas ruang dan waktu, sehingga dapat dikatakan informasi antar benua dapat diperoleh dalam waktu yang bersamaan tanpa mengenal batasan ruang dan waktu selama manusia memiliki teknologi informasi yang dapat memperoleh informasi yang ada secara cepat seperti televisi, internet dan smartphone.

Dalam zaman globalisasi saat ini yang didorong dengan berkembangnya teknologi informasi membuat seluruh masyarakat dunia mampu mengenal karakteristik dan kebudayaan di seluruh dunia secara luas, meskipun penggunaan bahasa dalam proses interaksi masyarakat global saat ini tentunya menggunakan bahasa universal dan dapat dimengerti oleh sebagian besar masyarakat dunia. Penggunaan bahasa universal yang dipakai dalam interaksi masyarakat global biasanya didominasi oleh negara yang maju dalam melakukan hegemoni politik, seperti Amerika dan beberapa negara Eropa dengan bahasa Inggrisnya. Selain itu penggunaan bahasa dalam interaksi masyarakat global juga didominasi oleh negara atau peradaban yang memiliki jumlah komunitas yang cukup besar di dunia seperti Cina dan Arab, sehingga penggunaan bahasa dari kedua peradaban tersebut tak asing didengarkan dalam proses interaksi masyarakat global saat ini.

(2)

2

Dengan adanya globalisasi, dengan dalih mengikuti kemajuan zaman dalam persaingan global membuat penggunaan bahasa tradisional dalam interaksi menjadi luntur, karena dalam globalisasi yang memiliki kata kunci dalam interaksi lebih dituntut penggunaan bahasa yang simpel dan mudah dipahami oleh masyarakat banyak dengan berbagai latar belakang suku yang berbeda-beda. Apalagi yang terjadi di Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa dengan latar belakang bahasa yang berbeda dan sulit dimengerti oleh komunitas yang beragam di Indonesia.

Proses interaksi global saat ini bisa terjadi dimana saja tidak mengenal ruang dan waktu, bisa melalui penggunaan media dan berbagai macam tempat yang memungkinkan masyarakat dari berbagai macam latar belakang yang beragam untuk melakukan interaksi secara berkelanjutan khususnya di ruang publik seperti taman, sekolah, pusat perkantoran, pusat perbelanjaan restoran bahkan cafe sekalipun. Khususnya kafe yang dikenal sebagai tempat interaksi berbagai macam kalangan masyarakat dianggap sebagai tempat pertemuan dan interaksi bagi masyarakat dari berbagai macam latar belakang suku bangsa membuat penggunaan bahasa global menjadi sangat lazim. Kata kafe berasal dari bahasa Perancis yaitu cafe yang berarti coffee dalam bahasa Indonesia kopi atau coffeehouse dalam bahasa Indonesia kedai kopi, istilah ini muncul pada abad ke 18 di Inggris. Pada awalnya kopi pertama kali masuk ke Eropa pada tahun 1669 ketika utusan sultan Mohammed IV berkunjung ke Paris, Perancis, dengan membawa berkarung-karung biji misterius yang nantinya dikenal dengan nama coffee.

(3)

3

Setelah adanya perkenalan dari utusan sultan tersebut membuat kebiasaan menikmati kopi yang dikenalkannya pada kaum bangsawan Paris telah menjadi mode baru yang kemudian di tahun 1672 seorang pengusaha muda asal Armenia, yang dikenal dengan nama Pascal menjualnya secara umum, pertama-tama di sebuah pameran besar di Saint Germain dan kemudian di sebuah toko kecil yang berlokasi di Quai de Evole. Dalam sejarahnya di Perancis sendiri adalah Jean de la Rogue yang berperan penting dalam sejarah kopi di Perancis, pada saat itu dia menulis bahwa ketika tahun 1714 dia telah berjalan menuju jalan besar ke arah Jardin des Plants, dimana hampir tidak ada satu kota pun yang tidak memiliki kedai kopi atau kafe.

Pada awalnya penyebaran Kafe atau Coffee House di Eropa ini terjadi melalui jalur perdagangan, ke wilayah Italia yang dikenal dengan sebutan Caffe yang hanya berbeda penulisan saja. Yang kemudian pada tahun 1839 muncul kata cafetaria dalam bahasa Amerika English yang berasal dari bahasa Mexican Spanish untuk menyebutkan sebuah kedai kopi. Pada mulanya kafe hanya berfungsi sebagai kedai kopi, tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, kafe telah memilih banyak konsep, diantaranya sebagai tempat menikmati hidangan lainnya.

Setelah berkembang pesat di Eropa, kafe mulai merambah hampir diseluruh penjuru negara-negara di dunia dan menjamurnya kafe di seluruh dunia dibawa dan dikenalkan oleh negara-negara kolonial Eropa yang memperkenalkan kafe di negara-negara jajahannya. Termasuk di Indonesia yang mulai menjamur disebagian besar kota-kota di Indonesia. Dan keberadaan kafe di kota-kota besar

(4)

4

seringkali meminggirkan penggunaan bahasa lokal sebagai bahasa interaksi, sehingga seringkali dalam interaksi di kafe lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul yang berasal dari Jakarta dan biasanya dikenal oleh orang-orang melalui media, hal ini terjadi karena orang-orang Indonesia yang melakukan interaksi di kafe saat ini lebih cenderung sebagai gaya hidup. Fenomena budaya tersebut juga berlaku di Yogyakarta yang masyarakatnya dalam interaksi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa.

Kehidupan manusia selalu ingin bertambah, rasa ketidakpuasan akan hal-hal yang sudah diperoleh membuatnya selalu menginginkan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah dimilikinya sekarang. Begitu juga dengan teknologi yang semakin canggih membuat manusia lebih mudah melakukan apa pun. Keinginan untuk selalu tampil baik dihadapan semua orang menyebabkan terbentuknya life style. Salah satunya kebiasaan berkumpul di kafe yang saat ini menjadi tren anak muda di Yogyakarta.

Sejarah “Cafe” berasal dari Eropa sekitar abad ke-18. Seiring perkembangan jaman, kafe pun mengalami perkembangan hingga ke Asia bahkan ke Indonesia. Berbagai kota besar di Indonesia, hampir memiliki kafe disetiap sudut kotanya. Salah satunya adalah Yogyakarta, Yogyakarta kota yang lebih dikenal sebagai kota pendidikan ini mengalami perubahan yang sangat besar. Memasuki tahun millenium, Yogyakarta mengalami perubahan di berbagai aspek. Perubahan itu meliputi berbagai aspek termasuk sumber perekonomian. Karena “nongkrong” sudah menjadi gaya kehidupan sehari-hari, pasti membawa dampak, baik berdampak positif maupun berdampak negatif.

(5)

5

Pada awalnya pertumbuhan kafe di Yogyakarta, dimulai di pusat kota seperti di wilayah Malioboro, namun saat ini pertumbuhan sampai ke daerah-daerah pinggiran di kota Yogyakarta, dan pertumbuhan kafe di daerah-daerah pinggiran kota Yogyakarta seperti di daerah Seturan dan Nologaten telah menimbulkan banyak pro dan kontra dari masyarakat, terlebih masyarakat di sekitar kafe tersebut. Masyarakat menilai dengan adanya cafe di sekitar wilayah mereka tidak memberikan dampak yang posif bagi mereka, malah sebaliknya banyak membawa dampak negatif. Terlebih keberadaan kafe yang dekat dengan Universitas dapat juga mengundang banyak pelajar yang “nongkrong”. Dampak negatif pun mendominasi pembangunan kafe tersebut. Keributan antar individu, perkelahian, hingga tawuran antar warga pun pernah terjadi hanya karena keberadaan kafe ini. Menurut beberapa warga sekitar kafe, selain hal tersebut banyak gangguan yang terjadi seperti musik yang begitu keras, kegaduhan suara, dan parkir kendaraan yang sembarangan.

Kenyamanan warga yang terganggu, secara tidak langsung memberikan nilai kurang terhadap kafe tersebut. Keberadaan kafe yang berada di sekitar pemukiman penduduk kurang berpartisipasi dalam acara yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar kafe. Kurangnya rasa sosial serta kurangnya kontribusi dari pihak pemilik kafe yang berada di dekat pemukiman warga dipandang sebelah mata. Kurangnya kontribusi kafe kepada warga di sekitar, membuat warga kurang respect dengan keberadaan kafe tersebut. Seakan-akan kafe hanya sekedar menyewa lahan tanpa ada komunikasi dengan warga di sekitar. Padahal, jika ada

(6)

6

kontribusi dari kafe untuk warga sekitar, maka akan menimbulkan sebuah hubungan yang baik antara warga sekitar dengan kafe.

Jika hubungan yang baik dibangun antara warga dan pemilik kafe tersebut, maka segala macam agenda atau kegiatan dari kafe tersebut akan didukung sepenuhnya oleh warga sekitar. Warga juga bisa memanfaatkan kafe sebagai ajang untuk mendukung program-program kerja desa. Contohnya, kafe bisa digunakan untuk tempat rapat RT maupun RW. Bagi masyarakat penduduk sekitar kafe, kafe bukan tempat yang efektif untuk bersosialisasi. Kafe dipandang sebagai sebuah gaya hidup (life style) yang mengikuti perkembangan zaman, karena kafe adalah tempat untuk bersosialisasi zaman yang modern. “Seiring perkembangan, sosialisasi tidak hanya dilakukan di wilayah Rukun Tetangga (RT), tetapi bisa dilakukan di berbagai tempat yang memberikan kenyamanan bagi setiap orang”.

Trend lifestyle bersosialisasi di kafe mampu membuat kafe menjamur khususnya di daerah Nologaten dan Seturan. Berbagai macam kafe berada di sekitar jalan ini, dari kafe dengan harga murah serta sederhana, hingga berharga mahal serta mewah. ”Nongkrong” di kafe menjadi trend tersendiri bagi beberapa komunitas. Berbagai macam komunitas menjadikan kafe sebagai fasilitas mereka untuk bertemu dan berdiskusi. Berubahnya pola perilaku masyarakat yang konsumsif pun merupakan salah satu peluang yang mungkin terjadi dengan keberadaan kafe ini.

Pada perkembangannya keberadaan kafe di Yogyakarta telah menjadi gaya hidup bagi sebagian remaja dan anak muda di Yogyakarta, seringkali

(7)

7

penggunaan bahasa oleh anak muda Yogyakarta dalam melakukan interaksi di kafe lebih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul yang diserap dari Jakarta seperti ‘gue dan lo’ ketimbang bahasa Jawa, penerimaan bahasa gaul dari Jakarta tidak lepas dari peran televisi dan media sosial lainnya yang dominan menggunakan bahasa gaul tersebut.

Salah satu kafe di Yogyakarta yang banyak pengunjungnya adalah kafe Legend di sekitaran Kridosono tepatnya di Jalan Abu Bakar Ali, Yogyakarta. Kafe yang buka selama 24 jam nostop tersebut seringkali dikunjungai oleh berbagai kalangan anak muda Yogyakarta, mulai dari pelajar, mahasiswa dan eksekutif muda bahkan turis domestik maupun asing juga tampak beberapa kali mengunjungi tempat tersebut. Dari banyak pengunjung degan latar belakang berbeda-beda yang ada di tempat tersebut, jarang sekali kita mendengar bahasa Jawa sebagai bahasa interaksi antar individu, dan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia biasa ataupun bahasa gaul.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana ragam dan posisi bahasa ibu dalam komunikasi di ruang publik khususnya di Legend Coffee. Pertanyaan pokok yang hendak di jawab adalah :

1. Mengapa bahasa ibu tidak menjadi pilihan dalam berkomunikasi di Legend Coffee?

2. Ragam bahasa apakah yang digunakan dalam komunikasi di Legend Coffee dan bagaimana posisi bahasa Ibu?

(8)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat terjadinya perubahan perilaku dalam berkomunikasi, khususnya di ruang publik seperti di kafe. Dapat terlihat jelas bahwa terdapat banyak ragam bahasa yang digunakan oleh orang-orang dalam melakukan interaksi di ruang publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan bahasa ibu di ruang publik khususnya di Legend Coffee yang menjadi tempat interaksi dari berbagai kalangan masyarakat yang berlatar belakang berbeda. Yang ke dua untuk mengetahui ragam bahasa yang digunakan dalam melakukan komunikasi dan untuk mengetahui proses interaksi khususnya penggunaan bahasa di ruang publik seperti kafe di Yogyakarta. Selain itu untuk mengetahui alasan remaja dan kalangan anak muda memilih suatu bahasa dalam proses interaksi di ruang publik seperti kafe. Sehingga dalam penelitian ini dapat dipahami yaitu, bagaimana ragam dan posisi bahasa ibu dalam komunikasi di ruang publik khususnya di Legend Coffee.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam mengenai fungsi kafe sebagai tempat interaksi dan berkumpul masyarakat perkotaan dari berbagai macam golongan dan penggunaan bahasa di kafe dalam proses interaksi antar individu. Kerangka pemikiran yang menjadi patokan bagi peneliti dalam melanjutkan penelitian ini sebagai berikut :

(9)

9

1. Perubahan Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan

Zaman globalisasi yang ditandai perkembangan teknologi informasi dan pengetahuan membuat semakin majunya pola pikir tiap individu dengan semakin

mudahnya akses terhadap informasi. Perkembangan informasi yang

mempengaruhi pola pikir individu-individu juga turut mengubah selera dan pandangan tiap individu terhadap sesuatu model pakaian, gaya rambut sampai makanan. Dengan hal tersebutlah membuat terjadinya perubahan gaya hidup tiap individu khususnya masyarakat perkotaan.

Gaya menurut Meyer Schapiro dalam Alfathri Adlin merupakan suatu sistem bentuk dengan kualitas dan ekspresi bermakna yang menampakan kepribadian suatu kelompok, selain itu gaya merupakan wahana ekspresi dalam kelompok yang mencampurkan nilai-nilai tertentu dari agama, sosial dan

kehidupan moral melalui bentuk-bentuk yang mencerminkan perasaan.1

Mudahnya akses terhadap informasi bagi masyarakat perkotaan di Indonesia membuat perubahan gaya hidup mereka. Hal tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian, gaya rambut sampai tempat makan. Saat ini fungsi tempat makan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk menghabiskan waktu luang bagi masyarakat perkotaan. Seperti di kafe yang pada awalnya berfungsi untuk tempat minum kopi, namun saat ini dijadikan sebagai tempat menghabiskan waktu bagi para pengunjungnya,

1 Alfathri Adlin. Design, Teknologi, Gaya Hidup: Perangkat Elektronik sebagai Simbol Status Sosial. Budaya Simbolik dan Komodifikasi Gaya Hidup Bagian Ketiga.

(10)

10

sehingga seringkali kebiasaan nongkrong di kafe dijadikan sebagai gaya hidup masyarakat perkotaan.

Keberadaan kafe di Indonesia saat ini semakin menjamur dan menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan dari berbagai macam kalangan dan kebanyakan diminati oleh anak muda yang berlatar belakang sebagai mahasiswa dan eksekutif muda. Konsep kafe yang memberikan kenyaman bagi konsumen seringkali dimanfaatkan bukan hanya sekedar untuk menikmati kopi atau hidangan tertentu. Kafe juga dimanfaatkan untuk menghabiskan waktu bersama suatu kelompok bahkan pertemuan dalam melakukan diskusi dengan pembahasan topik-topik yang diminati oleh kelompok tertentu, sehingga kafe seringkali menjadi tempat interaksi berbagai kelompok dalam menghabiskan waktu bersama atau membahas berbagai permasalahan yang mereka minati. Hal tersebut tidak lepas dari konsep kafe yang memberikan kenyamanan lebih kepada pelanggannya, mulai dari kenyamanan tata ruang hingga berbagai fasilitas penunjang lainnya seperti hotspot untuk akses internet dan membantu bagi pengunjung untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Bagi masyarakat perkotaan di Indonesia saat ini keberadaan kafe bisa dikatakan sebagai gaya hidup, dimana peran kafe saat ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan dan pertukaran budaya bagi masyarakat perkotaan, fungsi kafe bagi masyarakat perkotaan saat ini menjadi pilihan dan gaya hidup bagi mereka yang memerlukan suasana santai untuk melepaskan kejenuhan dari berbagai macam aktifitas sehari-hari, bahkan bagi para eksekutif muda dan mahasiswa kafe sering dipakai sebagi tempat untuk mengerjakan tugas mereka

(11)

11

dan menunjukan kelas sosial dan gaya hidup bagi mereka sebagai masyarakat kelas menengah perkotaan.

Perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan banyak dimulai dari dunia barat dan selalu menunjukan status sosial seseorang, seperti kasus yang terjadi pada Mc Donald, menurut Gary Day dalam Bre Redana yang melihat bahwa kemunculan Mc Donald merupakan bentuk telah terjadinya proses Amerikanisasi

dan menjadi simbol kebangkitan kelas menengah di Asia.2 Dari fenomena tersebut

menjelaskan bahwa telah terjadinya pergeseran orientasi pada kalangan anak muda perkotaan yang tadinya mencari status menjadi mencari uang. Sehingga bisa dikatakan bahwa dulu orang bisa mendapat uang karena status, namun saat ini orang mendapat status karena uang.

2. Penggunaan Bahasa Ibu di Tempat Umum

Dalam suatu daerah tentunya memiliki ciri khas tersendiri mulai dari budaya, gaya hidup, tata cara berpakaian berperilaku dan juga bahasa. Sehingga dari berbagai faktor tersebut bisa dikatakan sebagai pembeda karakteristik masyarakat suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Bagi masyarakat suatu daerah tentunya menjadi sebuah kebanggaan dapat menonjolkan karakter kebudayaan mereka dan dari situlah menjadi alat pemersatu bagi kalangan atau komunitas masyarakat suatu etnis.

Bagi kalangan atau komunitas suatu etnis penggunaan bahasa lokal daerah dapat mempermudah dalam melakukan proses interaksi diantara kalangan mereka

2 Bre Redana, Ongkos Sosial Gaya Hidup Mutakhir, Budaya Simbolik dan Komodifikasi Gaya Hidup, Bagian Ketiga.

(12)

12

sendiri. Seringkali penggunaan bahasa daerah lokal dipakai oleh suatu etnis untuk interaksi antar kelompok mereka karena penggunaanya mudah dimengerti. Dan bahasa daerah lokal bisa dikatakan menjadi bahasa sehari-hari dalam berinteraksi bagi kelompok etnis di daerah asal mereka, seperti penggunaan bahasa Minang di Sumatera Barat, bahasa Batak di Sumatera Utara dan bahasa Jawa di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, meskipun gaya bahasanya terdapat beberapa perbedaan akan tetapi makna yang terkandung cenderung memiliki banyak kesamaan. Sehingga penggunaan bahasa daerah lokal dapat digunakan dimana saja dalam suatu daerah, baik di rumah dan di tempat umum seperti pasar, kafe dan berbagai tempat umum lainnya.

3. Penggunaan Bahasa Universal di Kafe

Semakin mudahnya akses terhadap informasi bagi tiap individu di seluruh dunia, membuat orang semakin cerdas dan semakin mudah melakukan interaksi antar individu dari berbagai macam latar belakang. Seperti halnya konsep internet yang mampu menyatukan masyarakat di seluruh dunia membuat tiap individu mampu melakukan interaksi dengan siapapun. Semakin mudahnya interaksi yang tanpa batas tanpa mengenal batasan ruang dan waktu membuat banyaknya keragaman bahasa yang terjadi dalam interaksi, sehingga dalam interaksi internasional dapat disatukan dengan bahasa Inggris.

Keragaman bahasa yang digunakan membuat posisi bahasa dalam kebudayaan dapat disesuaikan berdasarkan fungsi dan strukturnya. Berdasarkan konsep fungsional struktural menurut Arthur Maurice Hocart dalam

(13)

13

Koentjaraningrat adalah sebuah sudut pandang luas dalam Sosiologi dan

Antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai

sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan.

Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya, terutama norma, adat tradisi dan

institusi.3 Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer

menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah

mazhab pemikiran.4

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran fungsional struktural sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan fungsionalisme

3 Koentjaraningrat, (1987), Sejarah Teori Antropologi, Jakarta, UI Press. Hal. 184 4 Ibid, Hal. 185

(14)

14

struktural ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.5 Teori struktural

fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi

panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional.6

Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminologi organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai fungsional struktural.

Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya dengan banyaknya keanekaragaman suku bangsa yang dimiliki tentunya memilki ciri khas yang berbeda-beda mulai dari adat istiadat hingga bahasa, sehingga untuk menyatukan keragaman tersebut dibuatlah konsep kebhinekaan sebagai konsep pemersatu bangsa ketika para pendiri bangsa ini mempersiapkan kemerdekaan. Dalam konsep kebhinekaan yang dibuat secara matang tentunya juga dicari

5 Ibid, Hal. 177 6 Ibid, Hal. 189

(15)

15

bahasa yang menjadi kesepakatan untuk alat interaksi yang dapat menyatukan keragaman, untuk di Indonesia tentunya dipilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu keragaman budaya dan etnis masyarakat Indonesia yang dikenal cukup banyak. Penggunaan bahasa Indonesia sampai saat ini dipakai sebagai bahasa yang mudah dimengerti dalam interaksi antar individu yang memiliki latar belakang suku bangsa yang berbeda.

Penggunaan bahasa Indonesia saat ini sudah digunakan di seluruh wilayah Indonesia dan menjadi bahasa sehari-hari di berbagai tempat wilayah Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia sangat bermanfaat dimanapun dan menjadi alat interaksi yang mudah dimengerti bagi individu dari latar belakang etnis yang berbeda-beda. Bahasa Indoensia sering dipakai di tempat umum seperti pasar dan kafe yang memungkinkan terjadinya pertemuan individu antar etnis yang berbeda. Sehingga bisa dikatakan bahasa Indonesia menjadi bahasa universal yang dapat menyatukan proses interaksi antar individu dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda. Termasuk juga penggunaan bahasa universal di kafe, ditempat seperti kafe ini sering kali digunakan bahasa universal karena pengunjungnya berasal dari berbagai macam etnis. Kalau yang terjadi di Indonesia, penggunaan bahasa di berbagai daerah khususnya kafe di daerah perkotaan seringkali menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa universal, meskipun terkadang kita juga sering mendengar bahasa gaul seperti ‘loe-gue’ yang diserap dari bahasa Jakarta sebagai ibukota negara. Karena fungsi kafe selain sebagai tempat makan juga merupakan sebagai gaya hidup anak-anak gaul perkotaan.

(16)

16

E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian secara kualitatif . Menurut Koentjaraningrat, metodologi kualitatif adalah metode penelitian berdasarkan cara-cara pengumpulan dan analisis data yang khusus dan mandalam. Dengan melakukan penelitian lapangan, peneliti memberikan deskripsi dan analisis dengan pendekatan menyeluruh yang diungkapkan menurut

konsep dan kategori perilaku budaya7 (emik) di lingkungan aslinya. Peneliti

melakukan penelitiannya yang bersifat kualitatif agar dapat memudahkan metode

analisis data, yaitu melakukan pengamatan langsung diLegend coffe, Kridosono,

Yogjakarta.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini berfokus data hasil observasi dan wawancara pengunjung dan karyawan kafe Legend, Kridosono, Yogyakarta. Peneliti akan menekankan pada data-data yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk mendeskripsikan tentang proses interaksi antar individu di Legend coffe, Kridosono, Yogyakarta. Sementara itu, Legend coffe, Kridosono, Yogyakarta dipilih karena merupakan salah satu tempat berkumpulnya anak muda yang memiliki latar belakang etnis dan budaya yang berbeda-beda.

7Malinowski “to grasp the natives point of view, his relation to life, to realise his vision and his world” (menangkap sudut pandang pelaku budaya, hubungannya dengan kehidupan, menyadari

(17)

17

3. Pengumpulan Data dan Sumber Data

Sumber data utama penelitian ini berasal dari wawancara peneliti dengan informan. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan wawancara langsung sambil dilakukan percakapan dan wawancara dilakukan secara mendalam di Legend Coffe. Pada proses wawancara ini peneliti dibantu oleh alat berupa tape recorder dan juga catatan mengenai interview guide agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak melenceng dari topik penelitian. Ketika mewawancarai, peneliti menggunakan tahap-tahap pertanyaan sesuai dengan tema pembicaraan antara si peneliti dengan informan. Tahap-tahap pertanyaan tersebut menjadi pedoman wawancara, tetapi tidak menutup kemungkinan jika pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan jawaban informan.

Teknik wawancara secara langsung (tatap muka) ini digunakan karena dengan cara ini peneliti mampu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan demi melengkapi data yang dibutuhkan di Legend Coffe. Metode wawancara ini dilakukan peneliti untuk mendapatkan informasi yang akurat dari orang-orang yang berkepentingan dalam penelitian ini. Untuk melengkapi data-data penelitian yang dilakukan, peneliti juga akan menganalisis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan apa yang diteliti.

Selain data primer berupa wawancara dengan pihak yang terkait, peneliti juga akan menggunakan data sekunder untuk melengkapi data-data penelitian yang dibutuhkan peneliti. Data-data tersebut adalah dokumen-dokumen yang didapatkan dari Legend coffe yang menjadi obyek penelitian ataupun studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data ini merupakan suatu cara untuk

(18)

18

memperoleh atau mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan data-data yang diperlukan selama penelitian. Bahan-bahan ini dapat diperoleh dengan cara mempelajari berbagai literatur atau buku-buku, majalah, koran, makalah atau jurnal ilmiah. Untuk melengkapi bahan-bahan tersebut, terdapat juga sumber-sumber informasi yang lain seperti dokumen dan rekaman atau catatan otentik mengenai objek yang diteliti.

4. Teknik Analisa Data

Suatu penelitian membutukan analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif menurut Burhan Bungi bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas

atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi.8

Analisa data dilakukan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang sudah dikumpulkan ke dalam bentuk deskripsi yang sistematis dan berdasarkan sifat data yang ada. Analisis merupakan satu alat untuk menemukan makna budaya (Spradley, 1997: 117). Analisis meliputi pemeriksaan ulang catatan lapangan untuk mencari simbol-simbol budaya dan mencari hubungan antar simbol itu. Dari analisis inilah alur hasil penelitian lebih jelas dan mudah dipahami untuk keperluan penulisan yang didukung dengan berbagai literatur yang relevan.

(19)

19

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Untuk menganalisis berbagai data yang sudah ada digunakan metode deskriptif analitis data. Metode ini digunakan untuk menggambarkan data yang sudah diperoleh melalui proses analisis yang mendalam dan selajutnya diakomodasikan dalam bentuk bahasa secara runtut atau dalam bentuk naratif. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan cara proses pengumpulan data.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analis secara deskriptif-kualitatif tanpa menggunakan teknik kuantitatif. Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M.Nazir (2003:16) bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Referensi

Dokumen terkait

3HQGDSDWDQ SHPLOLN ,05 \DQJ EHUDVDO GDUL JDML GDQ NHXQWXQJDQ GLKLWXQJ GHQJDQ PHQJJXQDNDQUXPXVEHULNXW QQ , 3L4L;&L4L L L GLPDQD , SHQGDSDWDQ5SWDKXQ3L KDUJDPHEHOPRGHOL5SVHW4L

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pelajar dalam Mengakses Situs Porno: Sebuah Penelitian Perilaku Pelajar terhadap Media Massa Internet di SMA Negeri 3 Semarang..

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa modifikasi permainan “Cublak-cublak Suweng” dapat meningkatkan keterampilan

Ikterus/jaundice adalah Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning pada jaringan yang disebabkan oleh kelebihan kadar bilirubin di dalam plasma dan

15 H. Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam h.. c) ﻞﻤﻋ dimana masing-masing dari kedua yang berserikat mengeluarkan harta yang sama seperti harta yang dikeluarkan oleh pihak yang

Dengan demikian dampak turunan terhadap persepsi masyarakat tidak banyak berpengaruh dengan kata lain persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan di

Berfungsi sebagai pengendali kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi fungsi kehumasan baik internal maupun eksternal antara lain pengelolaan website, company profile,

Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥ 10