• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri pada penetapan kadar campuran metil salisilat dan eugenol dalam sediaan krim ``X`` - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) densitometri pada penetapan kadar campuran metil salisilat dan eugenol dalam sediaan krim ``X`` - USD Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR METIL SALISILAT DAN

EUGENOL DALAM SEDIAAN KRIM ‘X’

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Vinsensia Vica Dwi Ediningtyas NIM: 088114176

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR METIL SALISILAT DAN

EUGENOL DALAM SEDIAAN KRIM ‘X’

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Vinsensia Vica Dwi Ediningtyas NIM: 088114176

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bingkisan kecil yang tak berpita ini aku persembahkan untuk

Bapak, Ibu, Mas Yosef

Orang-orang yang menyayangiku, dan

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih atas segala berkat dan pendampingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Metode Kromatografi Lapit Tipis (KLT) -Densitometri Pada Penetapan Kadar Metil Salisilat dan Eugenol Dalam Sediaan Krim ‘X’” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm).

Penulis menyadari bahwa selama menuntut ilmu S1 di Fakultas Farmasi dan penyusunan skripsi ini mendapat banyak bantuan, saran, bimbingan, nasihat, kritikan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga segalanya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, meluangkan waktu untuk diskusi dan selalu mendampingi selama masa studi.

3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. yang telah meluangkan waktu untuk diskusi, masukan, dan kritikan selama pembuatan skripsi ini.

(9)

viii

5. Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran selama penyusunan skripsi.

6. Mas Bimo, Pak Parlan, dan Pak Kethul yang telah banyak membantu dan selalu memberikan canda tawa selama penulis melakukan penelitian. 7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu dan pengalaman yang berharga

sehingga berguna dalam proses penyusunan skripsi dan kehidupan sehari-hari.

8. Seluruh staff laboratorium, keamanan, dan kebersihan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

9. Bapak YB. Sukardi dan Ibu Margareta Sriwidiyati, orang tua tercinta yang telah bekerja keras demi pendidikan penulis dan selalu mendoakan serta memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10.Mas Yosef Wismo Eko Subroto, kakak yang paling cuek tapi baik hati dan perhatian yang selalu memberikan dukungan dan masukan.

11.Vincentkaun Sanggraha M.T. yang selalu ada untuk penulis, memberikan perhatian, selalu mendukung dan menyemangati penulis, terutama ketika rasa jenuh melanda.

12.Rosita Secoadi dan Dhimas Bayu Kinasih, sahabat sekaligus rekan skripsi yang sangat hebat dan luar biasa.

(10)

ix

14.Kelompok AntiStress : Velly, Novie, Heppy, Ike, Yuni, Paul, Adi, Elisa, dan Sasa atas kebersamaan, kebahagiaan, semangat, dan masukan yang selalu diberikan.

15.Dian, Anna, Pius, Agnes dan teman-teman kelompok praktikum C atas dukungan, kebersamaan, dan keceriaan selama ini.

16.Teman-teman angkatan 2008, khususnya kelas C dan FST B, karena bersama kalian penulis belajar, bertumbuh, dan berkembang menjadi lebih baik.

17.Intan, Tyas, Ines, Monik, Evy, Etha, Lina, dan penghuni kost Palem lainnya, yang selalu menemani, memberikan keceriaan dan mendengarkan segala keluh kesah penulis.

18.Kelompok KKN 29 : Ratih, Aldo, Intan, Fajar, Steffi, Gita, Valent, dan Helga atas keceriaan dan kebersamaan dari KKN hingga saat ini.

19.Dhom-dhom, Yenny, Asdo, dan David untuk persahabatan dan kebersamaan yang penulis rasakan dari SMA hingga sekarang.

20.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan semangatnya selama masa studi dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga segala kritik dan saran dari semua pihak demi perkembangan selanjutnya sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama dalam dunia Kefarmasian.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(12)
(13)

xii

F. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Pembuatan Fase Gerak ... 22

2. Pembuatan Larutan Baku Asam Salisilat ... 23

3. Pembuatan Larutan Baku Eugenol ... 23

4. Pembuatan Larutan Baku Campuran Asam Salisilat dan Eugenol ... 24

5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Salisilat dan Eugenol ... 24

6. Preparasi Sampel ... 25

7. Optimasi Metode KLT-Densitometri ... 25

G. Analisis Hasil ... 27

BAB IV HASIL PEMBAHASAN... 29

A. Pembuatan Larutan Baku ... 29

B. Preparasi Sampel ... 30

C. Jenis Dan Komposisi Fase Gerak ... 31

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Eugenol dan Asam Salisilat ... 32

E. Optimasi Pemisahan Asam Salisilat dan Eugenol dengan Metode KLT-Densitometri ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

(14)

xiii

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Indeks polaritas pelarut ... 10 Tabel II. Parameter aplikasi penotolan yang direkomendasikan... 11 Tabel III. Komposisi dan jenis fase gerak ... 23 Tabel IV. Nilai Rf dan As pada asam salisilat dan eugenol dengan

metode KLT-densitometri pada berbagai jenis dan komposisi fase gerak ... 37 Tabel V. Nilai Rf, As, dan Rs pada larutan baku campuran asam salisilat

dan eugenol dengan tiga seri konsentrasi dan tiga kali replikasi menggunakan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol

p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) ... 44 Tabel VI. Nilai % KV dari Rf asam salisilat dan eugenol, As puncak

asam salisilat dan eugenol, serta Rs pada tiga konsentrasi seri larutan baku campuran dengan tiga kali replikasi ... 44 Tabel VII. Nilai Rf, As, dan Rs pada larutan sampel dari krim Counterpain®

tiga kali replikasi menggunakan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a: metanol p.a (65,2 ; 2,4 : 32,4) ... 45 Tabel VIII. Nilai % KV (Rf, As, dan Rs) larutan sampel dari krim

(16)

xv

Gambar 6. Perhitungan nilai Rs pada puncak yang berdekatan ... 14

Gambar 7. Ilustrasi pengaruh lintasan ganda (multiple-path effect), longitudinal or axiak diffusion, dan transfer massa ... 15

Gambar 8. Puncak asimetri ... 16

Gambar 9. Perhitungan Nilai As 10 % dari bagian bawah puncak ... 16

Gambar 10. Perhitungan Nilai As ... 27

Gambar 11. Reaksi metil salisilat menjadi asam salisilat dan reaksi eugenol menjadi bentuk garam dan molekul utuh ... 30

Gambar 12. Auksokrom dan kromofor ... 32

Gambar 13. Spektra pada konsentrasi sedang ... 33

Gambar 14. Interaksi hidrogen dengan fase diam ... 35

Gambar 15. Bagian polar dan non polar ... 35

Gambar 16. Densitogram hasil elusi menggunakan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) ... 40

(17)

xvi

Gambar 18. Densitogram hasil elusi larutan baku campuran asam salisilat

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis Baku Asam Salisilat for Synthesis ... 53

Lampiran 2. Certificate of Analysis Baku Eugenol for R & D ... 54

Lampiran 3. Data Penimbangan dan Pengambilan Baku dan Sampel serta Contoh Perhitungan Konsentrasi Baku ... 54

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak ... 56

Lampiran 5. Sistem KLT-Densitometri yang digunakan ... 57

Lampiran 6. Hasil Scanning Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Salisilat dan Eugenol ... 58

Lampiran 7. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Metanol p.a. : Air : Asam Asetat Glasial p.a. (40 : 60 : 1) ... 59

Lampiran 8. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena p.a. : Etil Asetat p.a. (95 : 5) ... 60

Lampiran 9. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena p.a. : Etil Asetat p.a. : Metanol p.a. (25 : 50 : 25) ... 61

Lampiran 10. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena p.a. : Etil Asetat p.a. : Metanol p.a. (30 : 45 : 25) ... 62

Lampiran 11. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena p.a. : Etil Asetat p.a. : Metanol p.a. (30 : 50 : 20) ... 63

Lampiran 12. Densitogram Reprodusibilitas Baku ... 64

Lampiran 13. Densitogram Reprodusibilitas Sampel ... 68

(19)

xviii

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Nilai Rs (Resolusi) Puncak Asam Salisilat dan Eugenol ... 72 Lampiran 16. Contoh Perhitungan Nilai Asymmetry Factor (Aa) Puncak

(20)

xix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi yang optimal dari pemisahan metil salisilat yang dihidrolisis terlebih dahulu menjadi asam salisilat dan eugenol menggunakan metode KLT-densitometri. Metode KLT-densitometri pada penelitian ini menggunakan fase diam silika gel F254 dengan beberapa komposisi dan jenis fase gerak, yaitu metanol p.a : air : asam asetat glasial p.a (40:60:1); toluena p.a : etil asetat p.a (95:5); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (25:50:25); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (30:45:25); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (30:50:20) dan toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) serta panjang gelombang 288 nm untuk mendeteksi dengan densitometer. Parameter pemisahan yang baik, yaitu nilai asymmetry factor (As) 0,95–1,1; nilai resolusi (Rs) > 1,5; nilai Rf 0,2-0,8 dan %KV nilai Rf ≤ 2.

Kondisi optimal metode KLT-densitometri diperoleh dengan menggunakan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a (65,2:2,4:32,4) menghasilkan nilai Rf 0,23 untuk asam salisilat dan 0,61 untuk eugenol, nilai As kedua puncak 1, nilai Rs kedua puncak antara 4,35 – 5,20 serta %KV Rf 1,361 untuk asam salisilat dan 0,514 untuk eugenol.

(21)

xx ABSTRACT

There are many creams to relieve pain with main component is methyl salicylate that is an ester and phenolic group can acts as analgesic. Besides that, there are eugenol that also a phenol group and can act as analgesic. The purpose of this study to obtain the optimal conditions of separation of methyl salicylate and eugenol using TLC-densitometry method, in which methyl salicylate first hydrolyzed into salicylic acid. Therefore, the standard used is salicylic acid and eugenol.

TLC-densitometric method in this study using silica gel F254 stationary

phase with a mobile phase composition and type, is methanol p.a : water : glacial acetic acid p.a (40 : 60 : 1); toluene p.a : ethyl acetate p.a (95 : 5); toluene p.a : ethyl acetate p.a : methanol p.a (25 : 50 : 25); toluene p.a : ethyl acetate p.a : methanol p.a (30 : 45 : 25); toluene p.a : ethyl acetate p.a : methanol p.a (30 : 50 : 20); and toluene p.a : ethyl acetate p.a : methanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) and 288 nm wavelength to detect with the densitometer. Good separation parameters is the asymmetry factor (As) between 0,95 to 1,1; the resolution (Rs) > 1,5; Rf values

between 0,2-0,8 and % CV of Rf value of salicylic acid and eugenol ≤ 2.

Optimal conditions of the TLC-densitometric method for analyzing methyl salicylate and eugenol in ‘X’ cream obtained in this study using silica gel F254 stationary phase and mobile phase toluene p.a : ethyl acetate p.a : methanol

p.a (65,2 : 2,4 : 32,4). Optimal conditions resulted in the value of Rf 0,23 for

salicylic acid and 0,61 for eugenol, the peak value of As 1, the value of Rs two

peaks between 4,35 to 5,20 and % CV Rf 1,361 for salicylic acid and 0,514 for

eugenol .

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Aktivitas yang tinggi dari masyarakat menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot dan sendi. Nyeri merupakan rasa sensorik tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan atau adanya potensi untuk terjadinya kerusakan jaringan (Ibrahim, 2011).

Banyak obat yang beredar untuk mengurangi rasa nyeri yang biasanya berupa krim dan digunakan secara topikal. Krim topikal ini biasanya digunakan

untuk pengobatan awal kaku di leher, tegang, dan sakit otot. Salah satu krim yang banyak digunakan oleh masyarakat memiliki komponen utama metil salisilat sebesar 102 mg/g yang merupakan golongan fenol. Selain metil salisilat, terdapat golongan fenol yang juga bertindak sebagai analgesik yaitu eugenol sebanyak 13,2 mg/g.

(23)

peranan penting sebagai bahan dasar pembuatan produk dalam industri farmasi. Selain itu, eugenol dapat diproses menjadi isoeugenol, eugenol asetat, dan vanilin yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri parfum dan makanan (Harnani, 2010).

(24)

salisilat yang terhidrolisis (Gearin and Grabowski, 1969) sehingga kadar asam salisilat hasil hidrolisis akan ekivalen dengan kadar metil salisilat di dalam sampel krim.

Sebelum dilakukan penetapan kadar, perlu dilakukan optimasi untuk memperoleh sistem yang optimal. Optimasi yang akan dilakukan adalah optimasi jenis dan komposisi fase gerak yang akan digunakan dalam sistem KLT-densitometri supaya dapat dihasilkan pemisahan yang baik dari campuran eugenol dan asam salisilat (hasil hidrolisis metil salisilat pada sampel) dengan nilai asymmetry factor (As) pada rentang 0,95 – 1,1, nilai Rs >1,5, nilai Rf antara 0,2 –

0,8, dan %KV ≤ 2.

1. Permasalahan

Bagaimanakah kondisi optimal dalam pemisahan metil salisilat dan eugenol pada krim ‘X’ menggunakan metode KLT-densitometri?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh yang peneliti ketahui, optimasi metode KLT-densitometri untuk penetapan kadar metil salisilat dan eugenol dalam sediaan krim ‘X’ belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu terkait penelitian yaitu Densitometric Determination of Betamethasone Dipropionate and Salicylic Acid in Lotions, and

Validation of the Method oleh Wulandari dan Indrayanto (2000) menggunakan

fase gerak etanol : toluena : kloroform : asam asetat glasial (6 : 2 : 14 : 0,5) dan Quantitive HPTLC Analysis of the Eugenol Content Leaf Powder and a Capsule

(25)

Penelitian lain menggunakan metode spektrofotometri yaitu Determination of Benzoic Acid and Salicylic Acid in Commercial Benzoic and Salicylic Acid

Ointments by Spectrophotometric Method oleh Ahmad and Vaid (2009).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai sistem yang optimal untuk validasi dan penetapan kadar campuran metil salisilat dan eugenol dalam sediaan krim ‘X’.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan untuk melakukan validasi metode dan penetapan kadar metil salisilat dan eugenol dalam sediaan krim ‘X’.

B. Tujuan Penelitian

(26)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Krim

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung bahan obat terlarut dan terdiri dari tidak lebih dari 60% air (Syamsuni, 2006). Sediaan krim diaplikasikan pada kulit dan mukus membran untuk tujuan melindungi, terapi, atau mencegah penyakit(The Department of Health, 2010b).

Krim diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak. Saat ini krim lebih diarahkan untuk produk minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan tujuan estetika dan untuk penggunaan kosmetika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Stabilitas krim akan rusak apabila terjadi perubahan suhu dan komposisi. Pengenceran krim dilakukan bila sesuai dengan pengenceran yang cocok dan dilakukan secara aseptis. Penggunaan krim yang telah diencerkan harus dalam waktu satu bulan (Syamsuni, 2006).

B. Metil salisilat

(27)

Metil salisilat terdiri dari tidak kurang 99,0% b/b dan tidak lebih dari 100,5 % b/b metil 2-hidroksibenzoat, tidak berwarna atau kuning terang, sangat larut dalam air, larut dalam alkohol, minyak lemak dan minyak esensial (The

Department of Health, 2010a). Nilai dalam etanol sekitar 570 pada λmaks 238 nm dan 280 pada λmaks 306 nm (Clarke, 1971). Metil salisilat memiliki titik didih 221oC, nilai log (koefisien partisi oktanol-air) 2,55 (Rhodia, 2011), water solubility 7400 mg/L pada suhu 30oC, dan konstanta Henry 9,3 x 10-7 atmm3/ mol (Toxnet, 1994)

Metil salisilat merupakan komponen utama minyak wintergreen, yang merupakan minyak dengan harum alami. Metil salisilat dapat diperoleh dari destilasi daun Gaultheria procumbens Lime atau dari kulit kayu Betula lenta. Biasanya metil salisilat digunakan sebagai analgesik, counterirritant¸ pestisida dan parfum (Environmental Protection Agency, 2005).

(28)

C

Gambar 2. Pembentukan asam salisilat (Newton, 2011)

Asam salisilat sukar larut dalam air dan mudah larut dalam alkohol (The Department of Health, 2010a), memiliki titik didih 211o C, tekanan uap 3,19

Gambar 3. Struktur asam salisilat

C. Eugenol

(29)

Nama lain dari eugenol adalah 2-metoksi-4(prop-2-enil)fenol. Eugenol memiliki kelarutan dalam alkohol (70% v/v), asam asetat glasial dengan alkohol, minyak lemak dan metilklorida. Akan tetapi, tidak dapat larut dalam air dan gliserol. Eugenol tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, berbentuk cairan, menjadi gelap apabila terpapar oleh cahaya dan berbau daun yang kuat (The Department of Health, 2010c). Eugenol memiliki titik didih 248oC, nilai 2,7, tekanan uap 1 mmHg pada suhu 78,4 oC (TCI America, 2008), konstanta Henry 2 x 10-6 atm m3/mol pada suhu 25 oC, dan water solubility 0,0398 mol/L (National

Toxicology Program, 2012) Nilai eugenol dalam etanol sebesar 406 dengan λmaks 231,5 nm dan 193 pada λmaks 282 nm serta dalam 0,1 N N aOH sebesar 552

pada λmaks 246 nm dan 262 pada λmaks 296 nm (Clarke, 1971).

Eugenol merupakan komponen utama dari minyak cengkeh yaitu sebesar 70-80% yang bersifat sebagai anestetik lokal, karminatif, stimulan, antiseptik, antipasmodik, analgesik, antiemetik dan penambah aroma. Oleh sebab itu, eugenol dapat digunakan dalam pembuatan sabun, detergen, pasta gigi, parfum dan produk farmasi. Penggunaan eugenol dalam produk farmasi di antaranya balsam untuk mengurangi rasa nyeri, obat sakit gigi, dan bahan campuran untuk menambal gigi (Nurdjannah, 2004).

D. Kromatografi Lapis Tipis 1. Tinjauan Umum

(30)

kromatografi, di mana pemisahan dapat dilihat dari bercak-bercak yang ditimbulkan (Braithwaite and Smith, 1999). Dalam pelaksanaannya, KLT lebih murah, lebih mudah, dan peralatannya lebih sederhana dibandingkan dengan kromatografi kolom. Keuntungan lainnya adalah sebagai berikut :

a. KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis.

b. Pemisahan analit dapat diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi warna, fluoresensi, atau radiasi menggunakan sinar UV.

c. Elusi dapat dilakukan dengan cara menaik, menurun atau elusi 2 dimensi.

d. Analit yang ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak sehingga ketepatan penentuan kadar akan lebih baik (Gandjar dan Rohman , 2007).

2. Fase diam

(31)

3. Fase gerak

Fase gerak dalam KLT dapat menggunakan pustaka atau dengan mencoba-coba. Fase gerak yang paling sederhana jika menggunakan 2 pelarut organik karena daya elusi dapat diatur sehingga pemisahan akan optimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fase gerak :

a. Kemurnian fase gerak harus sangat tinggi karena KLT merupakan metode yang sensitif.

b. Harga Rf solut terletak antara 0,2-0,8 supaya pemisahan maksimal. Oleh karena itu, kemampuan fase gerak untuk mengelusi harus diatur. c. Apabila fase diam yang digunakan bersifat polar, maka polaritas dari fase gerak akan menentukan nilai Rf. Misalnya penambahan dietil eter yang sifatnya sedikit polar ditambahkan ke dalam metil benzil yang bersifat non polar akan menyebabkan harga Rf meningkat secara signifikan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel I. Indeks polaritas pelarut (Byers, 2003)

(32)

akan ditotolkan lebih dari 15µL karena dapat menyebabkan terjadinya pelebaran bercak dan puncak ganda (Adamovics, 1997).

Tabel II. Parameter aplikasi penotolan yang direkomendasikan (Adamovics, 1997)

Tujuan Diameter Bercak (mm)

Konsentrasi Sampel

(%) Jumlah Sampel (µg) Densitometer 2 mm untuk volume

sampel 0,5 µL 0,02-0,2

0,1-1(plat KLT-KT) 1-10 (konvensional) Identifikasi 3 mm untuk volume

sampel 1 µL 0,1-1 1-20

Uji kemurnian 4 mm untuk volume

sampel 2 µL 5 100

Reprodusibilitas aplikasi penotolan secara manual dapat diperoleh apabila sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µL. Jika volume yang akan ditotolkan lebih dari 2-10 µL maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Adamovics, 1997).

Gambar 5. Automatic TLC sampler (Sherma, 2002)

5. Pengembangan

(33)

pengembangan secara menaik (ascending) dan secara menurun (descending). Namun, cara yang paling popular adalah cara pengembangan secara menaik (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Deteksi

Pada umumnya bercak pada KLT merupakan bercak yang tidak berwarna sehingga untuk mendeteksinya dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Secara fisika yang biasa digunakan adalah dengan flouresensi di bawah sinar ultraviolet yang akan membuat bercak terlihat jelas. Namun, jika senyawa tidak dapat berfluoresensi, fase diam perlu diberi indikator supaya dapat berfluoresensi sehingga bercak akan kelihatan hitam (Gandjar dan Rohman, 2007).

Deteksi bercak juga dapat menggunakan cara kimia yaitu dengan cara : a. Menyemprot plat dengan reagen yang akan bereaksi dengan analit

sehingga bercak yang muncul akan berwarna.

b. Plat dilihat di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap.

c. Plat disemprot dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat dan dipanaskan supaya analit organik teroksidasi sehingga akan muncul bercak coklat hingga kehitaman.

d. Plat dipaparkan dengan uap iodium pada chamber tertutup.

(34)

7. Penilaian Kromatogram

Pada KLT hasil yang diperoleh diterangkan dengan nilai Rf (retardation factor) yang merupakan parameter fundamental karena menggambarkan posisi

bercak pada kromatogram (Lepri and Cincinelli, 2002).

(1)

Beberapa variabel dapat mempengaruhi nilai Rf , di antaranya komposisi pelarut, suhu, ukuran chamber, dan lapisan sorbent (Braithwaite and Smith, 1999). Nilai Rf memiliki nilai maksimum adalah 1 yang diperoleh ketika perbandingan antara distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan nol yang berarti solut dan fase gerak memiliki kecepatan migrasi yang sama. Sedangkan, nilai minimum Rf adalah 0 yang berarti solut berada pada titik penotolan atau dengan kata lain tertahan pada fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam analisis kuantitaif dengan metode KLT, nilai Rf berada antara 0,2 dan 0,8 (Prus and Kowalska, 2003).

Resolusi (Rs) menggambarkan pemisahan antar puncak yang berdekatan. Puncak yang overlapping memiliki nilai resolusi yang kecil. Pemisahan antar puncak yang berdekatan apabila memiliki nilai Rs > 1,5. Cara perhitungan nilai Rs sebagai berikut :

(2)

(35)

Gambar 6. Perhitungan nilai Rs pada puncakyang berdekatan (Snyder, Kirkland, and

Glaich, 2010)

Selama pemisahan krmatografi, kromatogram akan memiliki bentuk yang simetris atau dikenal dengan bentuk Gaussian. Namun, terkadang akan terjadi pelebaran puncak karena solut-solut akan bermigrasi ke fase diam sehingga akan membentuk puncak yang asimetri. Prinsip yang mendasari bentuk dan pelebaran puncak sebagai berikut :

a. Proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam (sorpsi) dan sebaliknya (desorpsi) yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan pelebaran puncak.

b. Pengaruh lintasan ganda (multiple-path effect) yang menyebabkan solut memiliki perjalanan yang sedikit berbeda dalam melewati fase diam sehingga puncak melebar secara simetris.

c. Solut akan berdifusi di dalam fase gerak dengan arah yang sama dan berlawanan dengan aliran fase gerak (longitudinal or axiak diffusion) sehingga akan terjadi pelebaran puncak secara simetris.

(36)

terikat sedikit pada fase diam dibanding pada fase gerak akan menghasilkan puncak yang asimetris (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 7. Ilustrasi pengaruh a). lintasan ganda (multiple-path effect) b). longitudinal or axiak diffusion c). transfer massa (Braithwaite and Smith, 1999).

(37)

Gambar 8. Puncak asimetri a). fronting b). tailing (Braithwaite and Smith, 1999).

Gambar 9. Perhitungan Nilai As 10 % dari bagian bawah puncak (Snyder, Kirkland, dan

Glaich, 2010).

Presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata apabila prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Kriteria presisi diperoleh apabila metode memliki simpangan baku relatif atau koefisien variasi ≤ 2 % (Harmita, 2004). Simpangan baku relatif atau koefisien variansi (KV) adalah sebagai berikut :

(38)

E. Densitometri

Densitometri merupakan kuantifikasi secara langsung pada KLT dengan tujuan mendapatkan akurasi, preparasi dan sensitivitas yang optimal (Cimpan, 2004). Adanya interaksi radiasi elektromagnetik dengan bercak yang ada pada KLT adalah dasar dari densitometri (Gandjar dan Rohman, 2007).

Densitometer memiliki kemampuan untuk mengukur jarak migrasi dengan akurat dan memeriksa spektra UV-Vis pada bercak secara in situ (Cimpan, 2004). Densitometer mengukur perbedaan absorbansi atau sinyal fluoresensi antara bercak dan plat dan pengukuran sinyaldari seri standar hingga sampel yang diidentifikasi. Densitometer dengan komputer modern bisa menghasilkan kurva kalibrasi yang menguhubungkan antara absorbansi atau fluoresensi dengan besar atau konsentrasi standar dan menetapkan kadar yang tidak diketahui dengan interplasi otomatis dari kurva. Pada densitometer terdapat 2 lampu, yaitu tungsten atau lampu halogen yang digunakan untuk membaca panjang gelombang antara 400-800 nm (absorpsi visibel) dan lampu deuterium untuk membaca panjang gelombang antara 190-450 (absorpsi ultraviolet) (Sherma, 2002).

F. Analisis Kuantitatif

Penyiapan sampel dan proses kromatografi dalam analisis kuantitatif harus dalam keadaan stabil, sehingga beberapa syarat yang harus dipenuhi :

(39)

b. Standar yang digunakan harus telah diketahui dan memiliki kemurnian yang tinggi.

c. Prosedur kalibrasi harus digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Kuantifikasi pada kromatografi planar, seperti KLT dan kromatografi kertas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Metode in situ, yaitu mengukur bercak pada plat dengan menggunakan densitometer yang akan menghasilkan kromatogram.

b. Mengkerok bercak senyawa yang akan dianalisis pada plat dan dimasukkan ke dalam tabung. Setelah itu, ditambahkan pelarut yang dapat melarutkan senyawa tersebut dan dilakukan sentrifugasi. Supernatan yang terbentuk diambil dan dianalisis dengan teknik kuantitatif, seperti spektrometri ultraviolet, visibel atau fluoresensi atau dengan kromatografi gas atau cair (Jeffery et al., 1989).

G. Landasan Teori

Sediaan krim ‘X’ dengan komponen utama metil salisilat yang merupakan golongan fenol banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi nyeri otot. Selain metil salisilat, terdapat pula komponen lain yang termasuk golongan fenol yaitu eugenol dan juga bertindak sebagai analgesik.

(40)

untuk memecah matriks krim ‘X’. Metil salisilat merupakan komponen utama minyak wintergreen sedangkan eugenol merupakan komponen utama dalam minyak cengkeh.

(41)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “ Optimasi Metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) – Densitometri Pada Penetapan Kadar Campuran Metil Salisilat dan

a. Kemurnian pelarut yang digunakan. Penelitian menggunakan pelarut

(42)

b. Kemurnian bahan baku yang digunakan. Penelitian menggunakan

bahan baku asam salisilat for synthesis dengan kemurnian 99,8% dan eugenol for

R & D dengan kemurnian 99% yang dibuktikan dengan adanya Certificate of

Analysis.

c. Paparan cahaya akan mempengaruhi stabilitas eugenol dan asam

salisilat sehingga saat preparasi ditutup dengan aluminium foil.

C. Definisi Operasional

1. Metil salisilat dan eugenol merupakan senyawa yang terdapat dalam sediaan

krim ‘X’.

2. Sistem Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah seperangkat

alat KLT dan densitometri dengan fase diam silika gel60 F254 dan fase gerak

metanol p.a : air : asam asetat glasial p.a (40 : 60 : 1); toluena p.a : etil asetat

p.a (95 : 5); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (25 : 50 : 25); toluena

p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (30 : 45 : 25); toluena p.a : etil asetat p.a :

metanol p.a (30 : 50 : 20) dan toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 :

2,4 : 32,4).

3. Optimasi dilakukan dengan mengubah-ubah jenis dan komposisi fase gerak.

4. Parameter pemisahaan yang optimal dengan metode KLT dilihat dari bentuk

(43)

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah baku asam salisilat

for synthesis (E. Merck), baku eugenol for R&D (Aldrich), etanol pro analysis (E.

Merck), toluena pro analysis (E. Merck), etil asetat pro analysis (E. Merck),

metanol pro analysis (E. Merck), asam asetat glasial pro analysis (E. Merck),

NaOH pro analysis (E. Merck), HCl pro analysis (E. Merck), aquadest, metanol

teknis (Alfa Kimia), kloroform teknis (Bratachem), dan plat KLT silika gel 60

F254 (E. Merck).

E. Alat Penelitian

Seperangkat alat densitometer (CAMAG TLC Scanner 3 CAT. No.

0277.6485 SER. No. 160602), autosampler (CAMAG Linomat 5 CAT. No.

027.7808. SER. No. 170610), neraca kasar, neraca analitik (Scaltec SBC 22 max

60/210 g; min 0,001 g; d=0,01/0,1 mg; e=1 mg), seperangkat komputer merk Dell

B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP

Deskjet D2566 HP-024-000 625 730, seperangkat alat gelas (Pyrex), indikator

PH, termometer, chamber, oven (POSTBUS 7018-3502 KA Utrecht), dan

mikropipet 100 – 1000 µL(Socorex ACURA 825)

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak dibuat dalam labu takar 25 mL kemudian digojog homogen

(44)

Tabel III. Komposisi dan jenis fase gerak

2. Pembuatan larutan baku asam salisilat

a. Pembuatan larutan stok asam salisilat 20000 ppm. Serbuk baku

asam salisilat sebanyak 0,501 gram ditimbang kemudian dimasukkan kedalam

labu takar 25 mL dan ditambah etanol p.a hingga tanda.

b. Pembuatan seri larutan baku asam salisilat 816; 1020; 1224 ppm.

Larutan stok asam salisilat 20000 ppm masing-masing diambil sebanyak 0,204;

0,255 dan 0,306 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan tersebut

ditambah dengan etanol p.a hingga tanda.

3. Pembuatan larutan baku eugenol

a. Pembuatan larutan stok eugenol 20000 ppm. Larutan baku eugenol

diambil sebanyak 0,473 mL dimasukkan kedalam labu takar 25 mL dan ditambah

dengan etanol p.a hingga tanda.

b. Pembuatan seri larutan baku eugenol 560; 680; 800 ppm. Larutan

(45)

mL dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL dan ditambah dengan etanol p.a hingga

tanda.

4. Pembuatan larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol

Larutan stok baku asam salisilat dan eugenol diambil masing-masing

sebanyak 0,204 mL dan 0,140 mL; 0,255 mL dan 0,170 serta 0,306 mL dan 0,200

mL dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Campuran larutan lalu ditambah

dengan etanol p.a hingga tanda. Pembuatan larutan campuran baku eugenol dan

asam salisilat dilakukan sebanyak 3 kali replikasi.

5. Penentuan panjang gelombang maksimum asam salisilat dan eugenol

Larutan baku asam salisilat dengan konsentrasi 816; 1020 dan 1224 ppm

dan larutan baku eugenol dengan konsentrasi 560; 680 dan 800 ppm

masing-masing ditotolkan sebanyak 2 µL dengan menggunakan autosampler pada plat

silika gel 60 F254 dengan ukuran 8 x 20 cm. Plat yang telah ditotolkan lalu

dikeringkan dan dikembangkan dalam chamber kromatografi yang telah jenuh

dengan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a perbandingan 65,2 :

2,4 : 32,4 dengan jarak pengembangan 15 cm. Setelah jarak pengembangan

tercapai, plat diambil dan dikeringkan. Plat lalu di scanning pada panjang

gelombang 250 – 330 nm dengan menggunakan TLC scanner. Data densitogram

yang diperoleh dari masing-masing zat dibandingkan dan ditentukan panjang

(46)

6. Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan dua kali yaitu untuk menganalisis eugenol dan

asam salisilat.

a. Larutan sampel untuk analisis eugenol. Sampel krim ‘X’

dikeluarkan dan dicampur homogen kemudian ditimbang lebih kurang 1 gram

dengan neraca analitik dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 mL

kemudian ditambah NaOH 6 M 25 mL. Campuran direfluks dengan menggunakan

mantel heater pada suhu antara 800C - 1000C selama 3 jam. Larutan yang

diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring dan ditambah HCL 6 M

hingga pH 2. Larutan diekstraksi dengan kloroform sebanyak 4 x @ 10 mL . Hasil

ekstraksi dikeringkan kemudian ekstrak yang sudah kering dilarutkan kembali

dengan 5 mL etanol p.a (Campuran A).

b. Larutan sampel untuk menganalisis asam salisilat. Campuran A

diambil sebanyak 0,7 mL dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, ditambah

etanol p.a hingga tanda (Campuran B).

7. Optimasi Metode KLT-Densitometri

a. Optimasi fase gerak dalam pemisahan asam salisilat dan eugenol.

Larutan baku asam salisilat dengan konsentrasi 816; 1020 dan 1224 ppm dan

larutan baku eugenol dengan konsentrasi 560; 680; dan 800 ppm masing-masing

sebanyak 2 µL ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 ukuran 8 x 20 cm dengan

menggunakan autosampler. Plat yang telah ditotol dikeringkan dan dimasukkan

ke dalam chamber yang telah jenuh dengan fase gerak metanol p.a : air : asam

(47)

asetat p.a : metanol p.a (25 : 50 : 25); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (30

: 45 : 25); toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (30 : 50 : 20) dan toluena p.a :

etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) dengan jarak pengembangan 15 cm.

Setelah itu, plat dikeluarkan dan dikeringkan kemudian di scanning pada panjang

gelombang maksimum.

b. Reprodusibilitas resolusi sampel dari fase gerak hasil optimasi.

Seri larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol dengan 3 tingkat

konsentrasi dan larutan sampel (campuran A dan campuran B) yang

masing-masing telah dipreparasi sebanyak tiga kali ditotolkan pada plat silika gel 60 F254

ukuran 17 x 20 cm dengan menggunakan autosampler. Plat yang telah ditotol

dikeringkan dan dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh oleh fase gerak

hasil optimasi (point 7a) dengan jarak pengembangan 15 cm. Setelah itu, plat

dikeluarkan dan dikeringkan kemudian di scanning pada panjang gelombang

maksimum. Densitogram hasil pemisahan campuran baku asam salisilat dan

(48)

G. Analisis Hasil

Hasil optimasi metode untuk pemisahan metil salisilat dan eugenol dalam

krim ‘X’ ditentukan dengan melihat bentuk puncak(nilai As), nilai Rs, nilai Rf dan

%KV.

1. Bentuk peak yang baik adalah simetris yang diperoleh dengan menghitung

asymmetry factor (As) menggunakan cara sebagai berikut :

Gambar 10. Perhitungan Nilai As (Snyder, Kirkland, dan Glaich, 2010)

di mana : As = asymmetry factor

a = lebar sebelum puncak yang diukur pada ketinggian 10% dari bawah

b = lebar setelah puncak yang diukur pada ketinggian 10% dari bawah

2. Nilai resolusi diperoleh dengan cara sebagai berikut :

=

( ) (5)

di mana : Rs = nilai Resolusi

t1 = jarak geometrik bagian tengah pada puncak 1 t2 = jarak geometrik bagian tengah pada puncak2 W1 = lebar puncak pada puncak 1

(49)

3. Nilai Rf diperoleh dengan cara sebagai berikut :

=

(6)

4. Nilai %KV diperoleh dengan cara sebagai berikut :

=

100%

(7)

(50)

29

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

A. Pembuatan Larutan Baku

Larutan baku tunggal dan campuran dibuat dari baku asam salisilat dan

eugenol dengan menggunakan pelarut etanol karena kedua analit tersebut larut di

dalam etanol. Larutan baku tunggal dibuat untuk memastikan bahwa analit yang

akan dianalisis berada dalam sampel dengan melihat kesamaan atau kedekatan

nilai Rf peak baku dengan sampel. Larutan baku campuran dibuat sebagai

simulasi keadaan analit yang berada dalam sediaan krim ‘X’.

Larutan baku masing-masing dibuat dalam tiga konsentrasi untuk

melihat kenaikan respon detektor yang dinyatakan dengan AUC (Area Under

Curve) apabila konsentrasi analit ditingkatkan. Seri konsentrasi yang dibuat yaitu

816 ppm, 1020 ppm, dan 1224 ppm untuk asam salisilat serta 560 ppm, 680 ppm,

dan 800 ppm untuk eugenol. Larutan baku juga dibuat sebanyak tiga kali

replikasi untuk melihat keterulangan respon detektor (AUC) dari masing-masing

analit. Perbandingan seri konsentrasi antara asam salisilat dengan eugenol

memiliki perbandingan 3 : 2. Seharusnya pembuatan larutan baku mengikuti

perbandingan asam salisilat dengan eugenol yang berada dalam larutan sampel

krim ‘X’ yaitu 7,4 : 1 namun pada saat orientasi,. eugenol tidak dapat dibaca

(51)

B. Preparasi Sampel

Sampel krim yang telah dicampur homogen ditimbang sebanyak 1 gram

sampel dilarutkan dengan 25 mL 6 N NaOH dan dipanaskan dengan refluks pada

suhu 800C - 1000C selama 3 jam untuk memecah matriks sampel dan

menghidrolisis metil salisilat menjadi Na salisilat. Selain itu, untuk mengubah

eugenol menjadi bentuk garamnya sehingga dapat larut di dalam air. Penggunaan

refluks untuk mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tanpa mengurangi

jumlah zat yang ada karena adanya kondensasi kembali pelarut dan hasil reaksi

yang menguap.

Langkah selanjutnya, hasil refluks disaring untuk memisahkan matriks

pada krim yang tidak larut. Setelah itu, dilakukan penambahan 6 N HCl hingga

pH 2 untuk membentuk Na salisilat menjadi asam salisilat dan mengembalikan

eugenol ke bentuk molekul utuh. Kemudian sampel diekstraksi dengan

menggunakan kloroform untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol dari

komponen-komponen vanishing cream. Penggunaan kloroform karena asam

salisilat dan eugenol dapat larut di dalam kloroform.

O

Gambar 11. Reaksi yang terjadi pada preparasi sampel a.) metil salisilat menjadi asam salisilat b.) eugenol

A

(52)

Fraksi kloroform yang telah dikumpulkan kemudian diuapkan sehingga

yang tersisa tinggal asam salisilat dan eugenol. Asam salisilat dan eugenol

memiliki titik didih yang tinggi sehingga tidak akan ikut menguap bersama

kloroform. Setelah kloroform menguap, asam salisilat dan eugenol dilarutkan

dengan menggunakan etanol.

C. Jenis dan Komposisi Fase Gerak

Pemisahan asam salisilat dan eugenol dipengaruhi oleh jenis dan

komposisi fase gerak sehingga untuk mendapatkan pemisahan yang optimal, perlu

dilakukan optimasi jenis dan komposisi fase gerak. Selain itu, optimasi dilakukan

dalam metode KLT karena metode ini belum pernah dilakukan sebelumnya untuk

pemisahan eugenol dan asam salisilat.

Jenis dan komposisi fase gerak I campuran metanol p.a.: air : asam asetat

glasial p.a. (40 : 60 :1) merupakan fase gerak yang dapat digunakan untuk

mengelusi asam salisilat (The Department of Health, 2010a). Jenis dan komposisi

fase gerak II campuran toluena p.a.: etil asetat p.a. (95 : 5) merupakan fase gerak

yang dapat digunakan untuk mengelusi eugenol (The Department of Health,

2010c).

Jenis dan komposisi fase gerak III, IV, V, dan VI merupakan hasil

modifikasi untuk mendapatkan indeks polaritas yang sesuai dengan analit

sehingga bisa diperoleh pemisahan yang paling baik untuk asam salisilat dan

(53)

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Eugenol dan Asam Salisilat

Penentuan panjang gelombang (λ) pengamatan asam salisilat dan eugenol

bertujuan untuk menentukan panjang gelombang yang optimal dalam mendeteksi

bercak masing-masing analit oleh densitometer. Penentuan panjang gelombang

maksimum dilakukan dengan mendeteksi bercak ketiga tingkat konsentrasi

masing-masing larutan baku asam salisilat dan eugenol yang telah dielusi dengan

fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) pada λ 250 –

330 nm dengan menggunakan densitometer. Syarat senyawa yang dapat diukur

dengan panjang gelombang ultraviolet adalah adanya kromofor dan auksokrom.

OH

Gambar 12. Auksokrom dan kromofor pada a). asam salisilat b). eugenol ... = kromofor

= auksokrom

Dalam menentukan λ pengamatan asam salisilat dan eugenol dipengaruhi

oleh nilai yang menyatakan nilai serapan pada konsentrasi 1 g/100 mL

dengan tebal kuvet 1 cm. Berikut adalah profil spektra asam salisilat dan eugenol

pada konsentrasi sedang (680 ppm eugenol dan 1020 ppm asam salisilat) :

(54)

Gambar 13. Spektra asam salisilat (a) dan eugenol (b) pada konsentrasi sedang

Gambar 13 menunjukkan bahwa pada konsentrasi sedang asam salisilat

memliki panjang gelombang serapan maksimal (λmaks) sebesar 298 nm. Eugenol,

jika dilihat dari spektra yang diperoleh (gambar 13) memiliki λmaks sebesar 282

nm. λmaks ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa eugenol memiliki

serapan maksimal dalam etanol sebesar 282 nm (Clarke, 1971).

Panjang gelombang pengamatan ditentukan dengan melihat spektra hasil

perpotongan asam salisilat dan eugenol berdasarkan gambar 13, maka panjang

gelombang pengamatan yang digunakan adalah 288 nm dengan pertimbangan

bahwa pada panjang gelombang tersebut dapat membaca serapan kedua analit,

yaitu asam salisilat dan eugenol dalam satu kali deteksi.

B

282 nm

A 298 nm

(55)

E. Optimasi Pemisahan Asam Salisilat dan Eugenol dengan Metode

KLT-Densitometri

Optimasi pemisahan asam salisilat dan eugenol menggunakan

konsentrasi tengah, yaitu 1020 ppm untuk asam salisilat dan 680 ppm untuk

eugenol yang dianggap dapat mewakili seri konsentrasi rendah hingga tinggi. Fase

diam yang digunakan adalah silika gel F254 karena silika gel memiliki ukuran

partikel yang kecil dan seragam sehingga dapat dihasilkan resolusi serta

pemisahan yang efisien.

Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus Si-OH

(silanol). Adanya gugus silanol dapat membentuk interaksi hidrogen dengan

analit. Selain dengan analit, gugus silanol juga dapat membentuk interaksi

hidrogen dengan air yang membuat silka gel terdeaktivasi sehingga sebelum

digunakan, silika gel perlu dipanaskan pada suhu 120oC selama 30 menit. Hal ini

dilakukan untuk mengaktivasi kembali permukaan silika gel sehingga gugus

silanol dapat berinteraksi dengan analit. F254 menunjukkan bahwa senyawa

fluoresense yang ditambahkan dalam plat memiliki panjang gelombang eksitasi

254 nm. Senyawa yang ditambahkan biasanya berupa seng silikat yang teraktivasi

(56)

O

Gambar 14. Interaksi hidrogen a). asam salisilat b). eugenol dengan fase diam --- = interaksi hidrogen

Pada gambar 14, dapat dilihat bahwa asam salisilat dan eugenol dapat

berinteraksi hidrogen dengan fase diam. Interaksi hidrogen antara asam salisilat

dengan fase diam lebih banyak dibandingkan interaksi antara eugenol dan asam

salisilat. Oleh karena banyaknya atom O pada asam salisilat yang dapat

membentuk interaksi hidrogen dengan fase diam, maka asam salisilat akan

tertahan lebih lama pada fase diam jika dibandingkan dengan eugenol.

HO

(57)

Komposisi fase gerak I berdasarkan pada British Pharmacopoeia 2011

yang digunakan untuk mengelusi asam salisilat dengan indeks polaritas 7,61.

Hasil pemisahan asam salisilat dan eugenol setelah dielusi dengan fase gerak ini

menunjukkan bahwa asam salisilat dapat terelusi dengan nilai Rf 0,88 dengan

peak yang simetris, namun eugenol tidak dapat terelusi dengan baik karena

eugenol masih tertahan pada fase diam. Komposisi fase gerak II berdasarkan pada

British Pharmacopoeia 2011 yang digunakan untuk mengelusi eugenol dengan

indeks polaritas 2,60. Hasil pemisahan asam salisilat dan eugenol setelah dielusi

menunjukkan bahwa eugenol dapat terelusi dengan baik karena memiliki nilai Rf

0,39 dengan peak yang simetris, namun asam salisilat tidak dapat terelusi dengan

baik dilihat dari nilai Rf yang hanya sebesar 0,02 atau dengan kata lain tertahan di

fase diam. Masih tertahannya asam salisilat pada fase diam dikarenakan kepolaran

yang kurang cocok dengan analit. Kedua komposisi ini digunakan untuk melihat

sejauh mana asam salisilat dan eugenol terelusi jika menggunakan fase gerak

masing-masing dan dapat digunakan untuk memodifikasi jenis dan komposisi fase

(58)

Hasil pemisahan asam salisilat dan eugenol menggunakan jenis dan

komposisi fase gerak yang dioptimasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV. Nilai Rf dan As pada asam salisilat dan eugenol dengan metode KLT-densitometri

pada berbagai jenis dan komposisi fase gerak

No Jenis dan Komposisi Asam asetat glasial p.a

(59)

Pemilihan jenis dan komposisi fase gerak berdasarkan nilai indeks

polaritasnya caranya dengan meningkatkan fase gerak berdasarkan kepolarannya.

Oleh karena itu ditambahkan metanol yang memiliki kepolaran (IP = 5,1) dan

eluent strength (0,7) yang lebih besar dari toluena dan etil asetat sehingga

diharapkan dapat menghasilkan pemisahan yang baik untuk campuran asam

salisilat dan eugenol.

Fase gerak yang ke III merupakan hasil modifikasi jenis dan komposisi

fase gerak dengan indeks polaritas 4,07. Hasil pemisahan asam salisilat

menggunakan jenis dan fase gerak ini menunjukkan bahwa asam salisilat dan

eugenol dapat terelusi dengan nilai Rf masing-masing 0,36 dan 0,89 dengan nilai

As 2,57 untuk asam salisilat dan 1 untuk eugenol. Hasil ini menunjukkan bahwa

fase gerak komposisi III bukan merupakan komposisi fase gerak yang optimal

sehingga masih perlu dilakukan modifikasi komposisi fase gerak supaya dapat

diperoleh pemisahan asam salisilat dan eugenol yang baik.

Hasil modifikasi komposisi fase gerak, yaitu fase gerak IV memiliki

indeks polaritas 3,975. Setelah dielusi, asam salisilat dan eugenol dapat memiliki

nilai Rf masing-masing 0,30 dan 0,74 dengan nilai As 1,71 untuk asam salisilat

dan 1 untuk eugenol. Hasil ini menunjukkan bahwa fase gerak komposisi IV

bukan merupakan komposisi fase gerak yang optimal sehingga masih perlu

dilakukan modifikasi komposisi fase gerak supaya dapat diperoleh pemisahan

asam salisilat dan eugenol yang baik.

Komposisi fase gerak V merupakan hasil modifikasi fase gerak

(60)

eugenol setelah dielusi dengan fase gerak ini menghasilkan nilai Rf

masing-masing 0,25 dan 0,73 dengan nilai As 1,5 untuk asam salisilat dan 1 untuk

eugenol. Hasil ini menunjukkan bahwa fase gerak komposisi V bukan merupakan

komposisi fase gerak yang optimal sehingga masih perlu dilakukan modifikasi

komposisi fase gerak supaya dapat diperoleh pemisahan asam salisilat dan

eugenol yang baik.

Pada komposisi III – V asam salisilat dan eugenol sudah dapat terelusi

dengan baik akan tetapi masih menghasilkan puncak yang asimetris sehingga

perlu dilakukan modifikasi dengan menurunkan indeks polaritas dari fase gerak

yang diharapkan dapat menghasilkan pemisahan asam salisilat dan eugenol yang

baik. Modifikasi komposisi fase gerak selanjutnya memiliki indeks polaritas 3,32.

Gambar 16 menunjukkan bahwa jenis dan komposisi fase gerak VI mampu

menghasilkan pemisahan yang optimal. Asam salisilat dan eugenol dapat terelusi

dengan baik karena memiliki Rf masing-masing sebesar 0,23 dan 0,61. Puncak

yang dihasilkan sempit dan simetris dengan As = 1 untuk puncak kedua analit.

Nilai resolusi untuk keduanya > 1,5. Nilai Rf , As, dan Rs yang dihasilkan telah

sesuai dengan syarat pemisahan yang optimal sehingga dapat dikatakan bahwa

(61)

Hasil pemisahan asam salisilat dan eugenol setelah dielusi dengan fase

gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (62,5 : 2,4 : 32,4) sebagai berikut :

Gambar 16. Densitogram hasil elusi asam salisilat dan eugenol menggunakan fase gerak toluena p.a. : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4)

(a). asam salisilat ; (b). eugenol ; (c). fase gerak

A

B

(62)

Interaksi antara asam salisilat dan eugenol dengan fase gerak toluene : etil asetat :

= interaksi van der Waals --- = interaksi hidrogen

A

(63)

Jika dilihat dari gambar 17, interaksi antara eugenol dengan fase gerak lebih

banyak dibandingkan interaksi antara asam salisilat dengan fase gerak sehingga

eugenol akan lebih mudah terbawa oleh fase gerak dan memiliki nilai Rf lebih

besar dibandingkan nilai Rf asam salisilat.

Nilai Rf eugenol yang lebih tinggi dibandingkan asam salisilat juga dapat

dilihat dari nilai log yang dimiliki antara asam salisilat dan eugenol, eugenol

memiliki nilai log lebih besar yaitu 2,7 sedangkan asam salisilat 2,26. Nilai

log ini menunjukkan bahwa eugenol akan lebih mudah larut dalam pelarut

organik (fase gerak) dibandingkan asam salisilat sehingga eugenol akan lebih

mudah terbawa oleh fase gerak. Bagian polar dari fase gerak akan berinteraksi

dengan bagian polar dari analit, sedangkan bagian non polar akan berinteraksi

dengan bagian non polar dari analit.

Hasil optimasi jenis dan komposisi fase gerak VI dipastikan dengan uji

reprodusibilitas. Pada uji reprodusibilitas ini menggunakan larutan baku campuran

asam salisilat dan eugenol dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi serta

larutan sampel sebanyak tiga kali replikasi. Penggunaan larutan sampel yang

berasal dari krim ‘X’ pada uji reprodusibilitas bertujuan untuk melihat jenis dan

komposisi fase gerak VI ini benar-benar dapat memisahkan asam salisilat dan

eugenol yang berada dalam sampel sehingga ketika digunakan pada tahapan

selanjutnya yaitu validasi dan penetapan kadar dapat memberikan hasil yang

(64)

Densitogram hasil elusi larutan baku campuran asam salisilat dan

eugenol menggunakan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 :

2,4 : 32,4) sebagai berikut :

Gambar 18. Densitogram hasil elusi larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol a). asam salisilat seri menengah 1020 ppm ; b). eugenol seri menengah 680 ppm ; c). fase

gerak

Densitogram hasil elusi larutan sampel menggunakan fase gerak toluena

p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4) sebagai berikut :

Gambar 19. Densitogram hasil elusi larutan sampel a). asam salisilat; b). eugenol; c). fase gerak

A

B C

A

B

(65)

Berikut rangkuman hasil elusi dari baku campuran asam salisilat dan

eugenol :

Tabel V. Nilai Rf, As, dan Rs pada larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol dengan

tiga seri konsentrasi dan tiga kali replikasi menggunakan fase gerak toluene : etil asetat : metanol (65,2 ; 2,4 : 32,4)

Replikasi Seri Analit Konsentrasi

(ppm) Rf As Rs

Tabel VI. Nilai % KV dari Rf asam salisilat dan eugenol pada tiga konsentrasi seri larutan

baku campuran dengan tiga kali replikasi

Analit %KV Rf

Asam Salisilat 1,361

(66)

Tabel V dan VI menggambarkan bahwa telah diperoleh pemisahan yang

optimal antara asam salisilat dan eugenol dengan menggunakan fase gerak toluena

p.a : etil asetat p.a : metanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4). Nilai Rf yang dihasilkan untuk

asam salisilat dan eugenol sudah berada pada rentang 0,2 – 0,8 (0,23 untuk asam

salisilat dan 0,61 untuk eugenol) dengan %KV 1,361 untuk asam salisilat dan

0,514 untuk eugenol. Puncak asam salisilat dan eugenol yang dihasilkan simetris

dengan nilai As 1. Selain itu antara puncak asam salisilat dan eugenol telah

terpisah dengan nilai Rs > 1,5. Puncak-puncak pengotor (gambar 18 C) yang

berasal dari fase gerak tidak mengganggu puncak analit karena puncak asam

salisilat dan eugenol terpisah dari puncak pengotor terdekat yang berasal dari fase

gerak yang ditunjukkan oleh nilai resolusi yang lebih dari 1,5.

Rangkuman hasil elusi tiga replikasi sampel asam salisilat dan eugenol

adalah sebagai berikut :

Tabel VIII. Nilai % KV dari Rf asam salisilat dan eugenol pada tiga konsentrasi seri larutan

baku campuran dengan tiga kali replikasi

Analit %KV Rf

Asam Salisilat 0

(67)

Pada tabel VII dan VIII menggambarkan bahwa komposisi dan jenis fase

gerak ketika diaplikasikan ke dalam sampel menghasilkan densitogram dengan Rf

antara 0,2 – 0,8. Bentuk puncak kedua analit simetris dengan nilai As 1 dan nilai

Rs sampel I dan III > 1,5. Nilai Rs pada sampel II tidak memenuhi syarat karena

puncak asam salisilat yang terlalu melebar. Nilai % KV untuk Rf telah memenuhi

persyaratan yaitu 0 untuk asam salisilat dan 0,777 untuk eugenol. Hal ini

menunjukkan bahwa fase gerak ini dapat memisahkan asam salisilat dan eugenol

(68)

47 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Metode KLT-densitometri dengan fase diam silika gel F254 dan fase gerak toluena p.a : etil asetat p.a : metanol p.a perbandingan 65,2 : 2,4 : 32,4 dapat menghasilkan pemisahan asam salisilat dan eugenol yang optimal dengan nilai Rf 0,23 untuk asam salisilat dan 0,61 untuk eugenol, nilai As kedua puncak 1, nilai Rs kedua puncak antara 4,35 – 5,20 serta nilai %KV Rr 1,361 untuk asam salisilat dan 0,514 untuk eugenol.

B. Saran

(69)

48

DAFTAR PUSTAKA

Adamovics, J.A., 1997, Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, pp. 57-60

Ahmad, I., and Vaid F.HM., 2009, Determination of Benzoic Acid and Salicylic Acid in Commercial Benzoic and Salicylic Acids Ointments by Spectrophotometric Method, Pak. J. Pharm. Sci., vol. 22, 18-22

Ameen, O.M., and Olantuji, G.A., 2009, The Preparation of Methyl Benzoate and Methyl Salicylate on Silca Gel Column, African Journal of Pure and Applied Chemistry, vol. 3, 120-121

Braithwaite, A. and Smith, F.J., 1999, Chromatographic Methods, 5th ed., Kluwer Academic Publishers, Netherlands, pp. 29, 39, 44-46

Byers, 2003, Solvent Polarity and Miscibility, http://www.chemical-ecology.net/java/solvents.htm, diakses 22 September 2011

Cimpan, G., 2004, Solute Identification in TLC, in Cazes, Jack, (Ed.), Encyclopedia of Chomatography, Marcel Dekker, Inc., New York,

pp.1430

Clarke, E.G.C, 1971, Isolation and Identification of Drugs, 343, 42, 539, The Pharmaceutical Press, London, pp. 42, 343, 539

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI, pp. 6

Environmental Protection Agency, 2005, Biopesticide Registration Action Document : Methyl Salicilate, US Environmental Protection Agency

(70)

Gandjar, I.G., dan Rohman , A., 2007, Kromatografi Untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 353-363

Gearin, J.E., and Grabowski B.F., 1969, Methods of Drug Analysis, Lea & Febiger, USA, pp. 74

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. I, No. 3, 122

Harnani, E. D., 2010, Perbandingan Kadar Eugenol Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Szygium aromaticum (L.) Meer. & Perry) dari Maluku, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa dengan Metode GC-MS

Ibrahim, N., 2011, Fisiologi Nyeri, Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Indrayanto, G., and Yuwono, M., 2003, Validation of TLC Analyses, in Cazes, Jack, (Ed.), Encyclopedia of Chomatography, Marcel Dekker, Inc., New York, pp.1634

Jeffery, G.H., Bassett, J., Mendham. J., and Denney, R.C., 1989, Vogel's: Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 5th ed., John Wiley & Sons, Inc., New York, pp. 229, 231

Lalla, J.K., Hamrapurkar, P.D., and Singh A., 2007, Quantitative HPTLC Analysis of the Eugenol Content of Leaf Powder and a Capsule Formulation of Ocimum sanctum, Journal of Planar Chromatography 20, 135-139

Lepri, L, and Cincinelli, A, Rf, in Cazes, Jack, (Ed.), Encyclopedia of Chomatography, Marcel Dekker, Inc., New York, pp.1307

(71)

National Toxicology Program, 2012, http://ntp.niehs.nih.gov/index.cfm?objectid=E8848B15-BDB5-82F8-F2450B0677EFC801, diakses pada 10 Juni 2012

Newton, J., 2011, Condensation Reactions of Esters, The University of Southern Maine, South Chicago

Nurdjannah, N., 2004, Difersifikasi Penggunaan Cengkeh, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Bogor

Oketips, 2010, http://oketips.com/8797/tips-sejarah-manfaat-efek-samping-asam-salisilat/, diakses pada 16 Juni 2012

Prus, W., and Kowalska, T., 2003, Optimization of Thin –Layer Chromatography, in Cazes, Jack, (Ed.), Encyclopedia of Chomatography, Marcel Dekker, Inc., New York, pp.1009

RSC, 2012, Salicylic Acid, http://www.chemspider.com/Chemical-Structure.331.html, diakses pada 10 Juni 2012

Sherma., J., 2002, Optical Quantification (Densitometry) in TLC, in Cazes, Jack, (Ed.), Encyclopedia of Chomatography, Marcel Dekker, Inc., New York, pp.1004

Snyder, Kirkland, and Glaich, 2010, Practical HPLC Method Development, 2nd edition, pp. 23-24

Syamsuni, H., 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 102

TCI America, 2008, Material Safety Data Sheet A0232, https://www.spectrumchemical.com/MSDS/TCI-A0232.pdf, diakses pada 5 Juni 2012

(72)

The Department of Health, 2010b, British Pharmacopoeia 2011, Volume 2, The Department of Health, London, pp. 1425

The Department of Health, 2010c, British Pharmacopoeia 2011, Volume 3, The Department of Health, London, pp. 2376

Toxnet, 1994, Methyl Salicylate, http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/a?dbs+hsdb:@term+@DOCNO+1935, diakses pada 10 Juni 2012

Vijon, 2008, Material Safety Data Sheet,

http://www.vijon.com/data/resources/219.pdf, diakses pada 5 Juni 2012

Wulandari, L., dan Indrayanto, G., 2000, Densitometric Determination of Betamethasone Dipripionate and Salicylic Acid in Lotions, and

Validation of the Method,

(73)

52

(74)
(75)

Lampiran 2. Certificate of Analysis Baku Eugenol for R & D

Lampiran 3. Data Penimbangan dan Pengambilan Baku dan Sampel serta Contoh Perhitungan Konsentrasi Baku

1. Penimbangan Baku Asam Salisilat

Bobot Asam Salisilat

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Gram 0,5010 0,5010 0,5010

Baku asam salisilat memiliki kemurnian 99,8 %, sehingga di dalam 0,5010 gram serbuk baku asam salisilat terdapat 0.5000 gram asam salisilat

Contoh perhitungan kadar seri larutan baku asam salisilat

(76)

Konsentrasi seri baku yang dibuat :

2. Pengambilan Baku Eugenol (berat jenis = 1,067 g/mL)

Volume Eugenol

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

mL 0,473 0,473 0,473

Baku eugenol memiliki kemurnian 99%, sehingga di dalam 0,773 mL baku eugenol yang diambil terdapat 0,5000 gram eugenol

Contoh perhitungan kadar seri larutan baku eugenol

Konsentrasi stok = = 20000 ppm

Konsentrasi seri baku yang dibuat : a. V1 C1 = V2 C2

(77)

b. V1 C1 = V2 C2

0,170 mL . 20000 ppm = 5 mL . C2 C2 = 680 ppm

c. V1 C1 = V2 C2

0,200 mL . 20000 ppm = 5 mL . C2 C2 = 800 ppm

3. Penimbangan Sampel

Bobot Replikasi

I II III

Gram 1,1044 1,1049 1,1052

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak Indeks polaritas dari : Air = 9,0

Asam asetat glasial = 6,2

Metanol = 5,1

Etil Asetat = 4,4

Toluena = 2,4

a. Metanol p.a : air : asam asetat glasial p.a (40 : 60 : 1)

Indeks polaritas = x 5,1 + x 9,0 + x 6,2 = 7,61

b. Toluena p.a : etil asetat p.a (95 : 5)

(78)

c. Toluena p.a : etil asetat p.a : methanol p.a (65,2 : 2,4 : 32,4)

Indeks polaritas = x 2,4 + x 4,4 + x 5,1 = 3,32

(79)

Lampiran 6. Hasil Scanning Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Salisilat dan Eugenol

Asam Salisilat

282 nm

Eugenol 300 nm

(80)

Lampiran 7. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Metanol

p.a : Air : Asam Asetat Glasial p.a (40 : 60 : 1) 1. Densitogram asam salisilat

(81)

Lampiran 8. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena

p.a : Etil Asetat p.a (95 : 5) 1. Densitogram asam salisilat

(82)

Lampiran 9. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena

p.a : Etil Asetat p.a : Metanol p.a (25 : 50 : 25) 1. Densitogram asam salisilat

(83)

Lampiran 10. Densitogram Hasil Elusi Menggunakan Fase Gerak Toluena

p.a : Etil Asetat p.a : Metanol p.a (30 : 45 : 25) 1. Densitogram asam salisilat

Gambar

Tabel I.  Indeks polaritas pelarut ............................................................
Gambar 19. Densitogram hasil elusi larutan sampel .....................................
Gambar 1. Struktur metil salisilat (The Department of Health, 2010a).
Gambar 2. Pembentukan asam salisilat (Newton, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode KLT- Densitometri yang optimal sebagai metode analisis asam ursolat dalam ekstrak etanol daun binahong.. Analisis

Tujuan penelitian ini adalah membuktikan metode KLT Densitometri yang akan digunakan untuk melakukan penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode KLT-Densitometri guna kontrol kualitas obat influenza dalam bentuk kaplet sebagai metode alternatif, dengan cara

Untuk itu, tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk mengetahui bahwa validasi metode KLT-Densitometri pada penetapan kadar kurkumin dalam kapsul lunak OHT Rheumakur ®

Di dalam penelitian ini, metode yang dipilih adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-densitometri karena dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, serta

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa metode KLT-Densitometri dapat digunakan untuk memisahkan nikotin dari senyawa alkaloid lain dalam fraksi

Tujuan penelitian ini adalah membuktikan metode KLT Densitometri yang akan digunakan untuk melakukan penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan