• Tidak ada hasil yang ditemukan

Algoritma DC shock.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Algoritma DC shock.doc"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Azhari Ganesha Nama : Azhari Ganesha

Algoritma DC shock  Algoritma DC shock 

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia:aritmia: fib

fibrilrilasi asi venventriktrikel el (VF(VF), ), taktakhikhikardardi i venventritrikel kel (VT(VT), ), aktaktifitifitas as lislistrik trik tantanpa pa nadnadi i (PE(PEA),A),dandan asistol.

asistol.

a) Fibrilasi ventrikel a) Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini  jantung

 jantung tidak tidak dapat dapat melakukan melakukan fungsi fungsi kontraksinya, kontraksinya, jantung jantung hanya hanya mampu mampu bergetar bergetar saja.saja. Pa

Pada da kakasusus s inini i titindndakakan an yayang ng haharurus s segsegerera a didilalakukukakan n adadalalah ah CPCPR R dadan n DC DC shshocock k ataatauu defibrilasi.

defibrilasi.

 b) Takhikardi ventrikel  b) Takhikardi ventrikel

Mekan

Mekanisme isme penyepenyebab bab terjadterjadinyan takhikardi inyan takhikardi ventrventrikel ikel biasanbiasanya ya karenkarena a adanyadanya a ganggangguanguan otom

otomatisasi (pembenatisasi (pembentukan impuls) ataupautukan impuls) ataupaun n akibat adanya akibat adanya ganggangguan konduguan konduksi. Frekuensksi. Frekuensii nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya  pengisian

 pengisian darah darah ke ke ventrikel ventrikel juga juga berkurang berkurang sehingga sehingga curah curah jantung jantung akan akan menurun. menurun. VTVT den

dengan gan keakeadaadaan n hemhemodiodinamnamik ik stabstabil, il, pempemiliilihan han terterapi api dendengan gan medmedika ika menmentostosa a leblebihih diutamakan. Pada kasus

diutamakan. Pada kasus VTdengan ganggVTdengan gangguan hemodinamik sampai uan hemodinamik sampai terjadi terjadi henti jantung (VThenti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah  pilihan utama.

 pilihan utama.

c)

c) Pulseless Electrical Activity Pulseless Electrical Activity (PEA)(PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau

(2)

DC Shock 

Indikasi : Shockable

- Ventricular Tachycardia (VT) tanpa pulsasi carotis (pulseless) - Ventricular Fibrilation (VF) coarse (kasar)

Kontraindikasi : Un-shockable - Asystole

- Pulseless Electrical Activity (PEA) - Electro Mechanical Dissociation (EMD) Cara :

- Gunakan DC shock unsynchronized, single shock 360 Joule (monophasic), 200 Joule (biphasic)

- Bila tetap VT (pulseless)/VF coarse, lakukan defibrilasi 360/200 J berulang bergantian dengan pijat jantung

- Adrenalin 1 mg (1 ampul) dimasukkan setiap 3 – 5 menit

- Lidocaine atau amiodarone dapat diberikan setelah pemberian 3 shock dan irama tetap VT/VF

Penyulit : luka bakar bila jelly kurang, shock listrik (shock electric) bila ada kebocoran arus listrik 

(3)

VT (pulseless)/VF coarse

Cardiac arrest

2 menit 2 menit

Evaluasi CPR : tiap 2 menit

ASYSTOLE/PEA/EMD Cardiac arrest 2 menit 2 menit 2 menit 2 menit Intubasi : as soon as possible, without

stop CPR Pijat 100 x/menit Nafas 8 – 10 x/menit VT/V F Adrenali n Adrenali n CPR-1 30 : 2 Call for help Pasan g monit or a single shock CPR-2 a single shock CPR-3 adrenalin a single shock CPR-4 amiodaron a single shock CPR-5 a single shock CPR-6 Adrenalin : 1mg, i.v., repeated every 3-5 minutes

AMIODARON is the first choice 300 mg, bolus. Repeated 150 mg for recurrent VT/VF. Followed by 900 mg infusion over 24 hours

LIDOCAINE. Do not exceed a total dose of 3 mg/kg, during the first hour

2 menit

2 menit Intubasi : as soon as possible, without

stop CPR Pijat 100 x/menit Nafas 8 – 10 x/menit ASYS  T Evaluasi Adrenali n Evalua si CPR-1 30 : 2 Call for CPR-2 adrenalin CPR-3 CPR-4 CPR-5 CPR-6 Adrenalin : 1mg, i.v., Evalua si Evaluasi Adrenali n

(4)
(5)

Algoritme Ventrikel Fibrilasi dan Ventrikel Tachicardia tanpa nadi 1. pendekatan Umum

2. Gambaran Ventrikel Fibrilasi / Ventrikel tachycardia tanpa nadi

3. Lakukan Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap

4. Lakukan Resusitasi jantung paru, berikan Epineprin 1 mg IV bisa di ulang 3 – 5 menit / Vasopresin 40 unit IV dosis tunggal,kaji irama bila irama menetap

5. Lakukan kembali Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap

6. Lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru, berikan Epineprin 1 mg IV, kaji irama bila tetap 7. Lakukan kembali Defibrilasi 360 joule untuk Monophasic / 250 joule untuk Biphasic, kaji irama setelah dilakukan defibrilasi, bila irama menetap

8. Lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru, pertimbangkan pemberian Amiodaron 300 mg  bolus IV lambat, dapat diulang dengan dosis 150 mg.

Algoritme Asystole dan PEA 1. Dari Pendekatan Umum 2. Asystole atau PEA

3. Lakukan resusitasi jantung paru secara terus menerus ( Kaji keefektifan RJP setiap 2 menit )

4. Berikan Epineprin 1 mg IV , bolus 20 cc dengan NaCl 0,9%, bisa di ulang 3 – 5 menit / Vasopresin 40 unit IV dosis tunggal,kaji irama bila irama menetap

5. Berikan Atropin 1 mg IV , bolus 20 cc dengan NaCl 0,9% bisa di ulang 3 – 5 menit ( Dosis maksimal 0,04 mg/KgBB

(6)

REAKSI TRANSFUSI

Reaksi transfusi adalah suatu komplikasi dari transfusi darah yang berupa respon imun terhadap sel darah transfusi atau komponen lain yang di transfusikan secara langsung atau dapat juga berupa respons non imun sebagai akibat dari kelebihan beban sirkulasi, siderosis transfusi atau penularan infeksi.

R EAKSIIMUNOLOGI:

Reaksi Hemolitik Akut ( Acute Hemolytic Reaction)

Reaksi hemolisis akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko

Pasien yang mengalami reaksi hemolitik akut mungkin mengalami mengeluh rasa  panas di muka ( flushing), nyeri di tempat infuse, nyeri dada atau punggung, gelisah, cemas, mual, atau diare, dispnea. Tanda berupa demam dan menggigil serta temuan khas pada syok  dan gagal ginjal. Pada pasien koma atau dalam anestesi, indikasi pertama mungkin hemoglobulinuria, atau perdarahan generalisata akibat koagulasi intravaskuler diseminata. Reaksi Alergi

Reaksi alergi terjadi pada 1% dari semua transfusi darah, sering terjadi pada orang –  orang dengan riwayat alergi, dan yang lebih sering lagi pada orang – orang yang telah banyak  mendapat transfusi darah sebelumnya. Reaksi alergi ini disebabkan oleh adanya antibody dalam tubuh penderita terhadap protein dalam plasma donor, atau pemindahan alergi dari donor 

Reaksi Anafilaksis

(7)

Reaksi Hemolitik Non Imun

Reaksi hemolitik non imun merupakan reaksi akibat transfusi yang disebabkan bukan karena reaksi antara antigen dan antibody, melainkan karena pemberian darah yang telah mengalami hemolisis atau oleh karena pemberian transfusi bersama – sama dengan larutan hipotonis. Pada pemberian darah yang telah terhemolisis disebabkan oleh ; Darah donor  sudah terlalu lama disimpan, Cara penyimpanan yang kurang baik, sehingga eritrosit dapat membengkak atau hancur, Pemanasan tiba - tiba dengan diberikan atau dimasukkan air panas yang temperaturnya melebihi panas tubuh atau suhu yang terlalu rendah, Pemberian transfusi dengan cara memompa atau dengan tekanan, Telah terkontaminasi dengan bakteri, sehingga eritrosit hancur 

Keracunan Sitrat

Darah simpan supaya awet dan tidak membeku diberikan pengawet campuran sitrat untuk mengikat kalsium agar tidak terjadi pembekuan, fosfat sebagai penyangga (buffer), dan dekstrosa sebagai sumber energi sel darah merah serta Ademin untuk membantu resistensi adenosin Trifosfat dan menjaga supaya 2,3 DPG tidak cepat rusak.

Pada penderita yang mengalami penyakit hepar dan ginjal yang berat, akan menderita intoksikasi sitrat oleh karena sitrat dimetabolisme di hati dan diekskresi di ginjal.

Pasien yag berisiko untuk berkembang menjadi keracunan sitrat atau deficit kalsium ialah mereka yang mendapat transfusi plasma, wholeblood, trombosit dengan kecepatan melebihi 100 mL/menit, atau lebih rendah pada pasien dengan penyakit hati. Dimana hati tidak bias mengikuti pemberian yang cepat, tidak bisa memetabolasi sitrat,mengurangi kalsium yang terionisasi. Hipokalsemia dapat memicu aritmia jantung.

Referensi

Dokumen terkait

1. Kadar feritin serum kelompok pasien hemodialisis regular dengan riwayat transfusi darah yang menggunakan eritropoetin lebih rendah dibanding kelompok pasien yang tidak

Ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap protein atau zat lain dalam darah yang kita terima. Reaksi ini biasanya terjadi cepat selama atau setelah

Terdapat tiga faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya penularan infeksi BBV pada pasien hemodialisis yaitu, riwayat transfusi darah, riwayat transplantasi

Subjek penelitian adalah 45 orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi, diambil darah sampel untuk diperiksa kadar IgE sebelum dan setelah diberi susu yang mengandung

Basofil di dalam sirkulasi darah memiliki fungsi yang sama dalam beberapa reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi yaitu Imunoglobulin E (IgE)

Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntikyang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau

Indikator kualitas pelayanan darah, antara lain menilai ketersediaan darah, waktu tunggu pelayanan darah (Turn Around Time / TAT), reaksi transfusi, dan darah yang

Febrile non hemolytic transfusion reaction (FNHTR) merupakan reaksi transfusi akut yang paling banyak terjadi pada pemberian transfusi TC, walaupun tidak mengancam jiwa tetapi