• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya yang terkandung dalam makanan yang akan dikonsumsi dan menyebarluaskan bahaya secara global pula. Oleh karena itu, tuntutan akan jaminan keamanan pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan pangan yang akan dikonsumsi.

Seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pangan yang aman dan bermutu. Namun kenyataannya, belum semua masyarakat dapat mengakses makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat food borne illness. Food borne illness atau penyakit bawaan makanan (PBM) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dijumpai. Penyakit ini pada umumnya menunjukkan gejala gangguan saluran pencernaan dengan rasa sakit perut, diare, dan kadang disertai muntah. Penyebabnya bersifat toksik maupun infeksius dan disebabkan oleh agen-agen penyakit seperti bakteri E coli, salmonella, hepatitis dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini menyerang bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006).

(2)

Di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya sehingga bahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengalami perubahan baik dari jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, jumlah produksi pangan juga mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Disamping itu, perubahan jenis dan jumlah pangan juga disebabkan oleh kemajuan teknologi, ekonomi dan pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan yang baik akan mengupayakan pangan yang dikonsumsinya berkualitas baik (Cahyono, 2002). Masyarakat telah menyadari bahwa industri yang bergerak di bidang pangan harus memberikan jaminan bahwa suatu produk yang akan dikonsumsi aman dari potensi bahaya yang berasal dari cemaran fisik, kimia, dan biologi sehingga industri pangan perlu menerapkan sistem quality control pada proses pengolahan makanan.

Salah satu tempat penyelenggaraan atau pengelolaan makanan adalah Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2012, IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Untuk mendukung upaya penerapan sistem quality control di IRTP, pemerintah memberlakukan sertifikasi terhadap IRTP dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi dan kesadaran produsen serta karyawan tentang pentingnya standar higiene sanitasi dalam pengolahan makanan. Produsen juga diharapkan bertanggung jawab

(3)

terhadap keselamatan konsumen sehingga implikasinya adalah meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang dihasilkan serta meningkatkan daya saing IRTP. Menindaklanjuti hal tersebut maka ditetapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRTP sebagai panduan bagi pihak yang berkecimpung di bidang keamanan pangan. CPPB IRTP diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK. 03.1.23.04.12.2206 tanggal 5 April 2012 tentang CPPB untuk IRTP. CPPB IRTP merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat terpenuhinya standar mutu atau persyaratan keamanan pangan dan dengan menerapkan CPPB-IRTP ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi sehingga masyarakat yang mengkonsumsinya terlindung dari bahaya kesehatan akibat pangan.

Di Indonesia, belum tersedia data yang lengkap mengenai jumlah IRTP namun dari hasil pengawasan ditemukan bahwa belum semua IRTP memiliki izin produksi bagi produknya. Temuan lain berupa penggunaan bahan makanan berbahaya, konstruksi bangunan yang tidak sesuai maupun higiene sanitasinya yang tidak memadai. Tindak lanjut yang dilakukan oleh Badan POM dan Balai Besar POM adalah berupa pembinaan sampai dengan penegakan hukum (BPOM RI, 2013a).

BPOM melaporkan jumlah sarana IRTP di Provinsi Bali sampai dengan tahun 2014 adalah 765 sarana. Selama tahun 2014, BPOM telah melakukan pemeriksaan terhadap penerapan higiene sanitasi pada 128 IRTP dan hasilnya adalah 116 (90,63%) IRTP tidak memenuhi ketentuan (BPOM RI, 2014). Tindak lanjut yang

(4)

sudah dilakukan oleh BPOM adalah pembinaan pada IRTP yang belum memenuhi ketentuan dan peringatan bagi IRTP yang menggunakan bahan berbahaya. Data mengenai penerapan quality control pada IRTP belum tersedia baik di Indonesia maupun di Bali, namun beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pangan di Bali dalam upaya promosinya mengklaim telah menerapkan sistem ini.

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, jumlah IRTP mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah IRTP yang terdata pada tahun 2012 adalah sebanyak 179, tahun 2013 meningkat menjadi 231 dan sampai dengan bulan Juni 2014 terdata sebanyak 270 IRTP. Peran Dinas Kesehatan adalah menerbitkan rekomendasi pada penerbitan izin, pembinaan, pemantauan ulang dan pemeriksaan sarana IRTP. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Registrasi,Akreditasi, Sertifikasi dan Perizinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, diketahui bahwa sampai dengan bulan Juni 2014, IRTP yang telah memiliki izin sebanyak 10 sarana dan telah dilakukan pemantauan ulang sebanyak satu kali ke masing-masing sarana tersebut. Hasil yang diperoleh adalah hanya satu IRTP yang telah menerapkan CPPB IRTP sedangkan sembilan dari sarana tersebut tidak lagi menerapkan beberapa aspek dalam CPPB IRTP.

Keberadaan IRTP memberi lapangan pekerjaan bagi tenaga penjamah makanan. Tenaga penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan dan terlibat langsung dalam menyiapkan, mengolah, maupun menyajikan makanan (BPOM RI, 2013b). Tenaga penjamah makanan memiliki risiko menularkan penyakit melalui perilakunya dalam pengolahan makanan (Fatima dkk, 2002). Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan dan sikap sangat

(5)

dibutuhkan untuk mendorong penjamah makanan berperilaku baik khususnya dalam penerapan higiene dan sanitasi pengolahan pangan (Azira dkk, 2012).

Penelitian mengenai IRTP dan penjamah makanannya di Kabupaten Karangasem belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu pengkajian lebih mendalam diperlukan untuk mengetahui sejauh mana IRTP dan penjamah makanannya sudah menerapkan CPPB dan permasalahan yang dihadapi IRTP dalam menerapkan CPPB tersebut. Perhatian besar penelitian ini adalah pelaksanaan CPPB IRTP oleh penjamah makanan di IRTP yang ada di Kabupaten Karangasem terutama untuk IRTP yang produknya telah mendapatkan izin produksi sebab apabila penjamah makanan tidak melaksanakan aspek higiene dan sanitasi dalam CPPB IRTP, dikhawatirkan pangan yang diedarkan ke masyarakat melalui pasar tradisional dan toko modern adalah pangan yang tidak aman mengingat IRTP yang telah memiliki izin produksi memiliki akses masuk ke pasar tradisional dan toko modern lebih mudah dibandingkan IRTP tanpa izin produksi. Perlu juga diketahui apakah setelah mendapat izin tersebut penjamah makanan di IRTP Kabupaten Karangasem masih melaksanakan CPPB-IRTP dengan baik secara berkesinambungan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaanya di sarana IRTP tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian yaitu, apakah:

1. umur mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

2. jenis kelamin mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

3. tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

4. masa kerja mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

5. pengetahuan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

6. sikap mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

7. penyuluhan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

8. ketersediaan fasilitas mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

9. dukungan pengelola IRTP mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

(7)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Karangasem.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh:

1. umur terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

2. jenis kelamin terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

3. tingkat pendidikan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

4. masa kerja terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

5. pengetahuan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

6. sikap terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

7. Penyuluhan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

(8)

8. ketersediaan fasilitas terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

9. dukungan pengelola IRTP terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik

Untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam hal CPPB dan sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi tempat penelitian: sebagai masukan kepada IRTP dalam mengembangkan dan menyempurnakan proses produksi di IRTP berkaitan dengan CPPB IRTP.

2. Bagi masyarakat: sebagai informasi serta pertimbangan dalam memilih makanan yang aman dan sesuai dengan syarat higiene sanitasi.

3. Bagi peneliti: menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pengolahan pangan yang baik di khususnya IRTP.

4. Bagi pengambil kebijakan: untuk membantu dalam perencanaan program intervensi pendidikan kesehatan bagi penjamah makanan agar memiliki peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku penerapan CPPB.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kecemasan bertanding atlet, khususnya bagi atlet Taekwondo yang tergabung dalam Taekwondo Dojang/Klub

Strategi umum – khusus merujuk kepada penggunaan kata atau frasa yang membawa makna umum pada bahagian awal ayat sebelum bergerak kepada makna khusus pada bahagian tengah

Untuk memperoleh SP-PIRT maka Industri Rumah Tangga Pangan dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatannya wajib menerapkan CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri

Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan

Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Energi potensial disebut juga dengan energi diam karena benda yang dalam keaadaan diam dapat memiliki energi.. Jika benda tersebut bergerak, maka benda itu

Singkong keju frozen adalah produk makanan siap saji yang terbuat dari singkong yang telah dikukus kemudian direndam dalam bumbu, lalu dikemas dan dibekukan. Praktik