• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor

Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana tahun 2005 peran sektor industri sekitar 28, 10% atas dasar harga konstan tahun 2000, dimana pada tahun 2009 peran tersebut meningkat menjadi 28,25%. Struktur perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,16% dan sektor industri pengolahan (sub sektor non migas) sebesar 25,90% dimana kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, industri dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan serta yang kedua adalah Kelompok Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka. Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan kemudian dibagi lagi menjadi sub bagian yaitu makanan, minuman, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas, bahan kimia dan karet, bahan galian non Logam, dan kimia seperti diperlihatkan pada Lampiran 4. Perkembangan jumlah industri di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007-2009 baik untuk jumlah industri kecil formal maupun non formal (Gambar 6). Industri formal adalah industri yang telah memenuhi persyaratan legalitas/ijin terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor.

  Gambar 6 Perkembangan jumlah industri kecil formal dan non formal

di Kota Bogor (2007-2009)

(2)

52

Jumlah industri kecil non formal lebih banyak daripada industri kecil formal.

Hal yang sama terlihat pada struktur industri Kota Bogor tahun 2011 masih didominasi oleh industri kecil yaitu industri kecil non formal berjumlah 2.295 unit usaha (66%), industri kecil formal berjumlah 1.046 unit usaha (30%) dan industri besar-menengah berjumlah 143 unit usaha (4%).

Pada tahun 2011, jumlah industri kecil di Kota Bogor yang terlibat dalam pengolahan makanan total sebanyak 1.366 unit usaha. Terdapat peningkatan jumlah sebesar 16,89% untuk industri kecil formal dan 3,95% untuk industri kecil non formal pada tahun 2009-2011 (Tabel 7).

Tabel 7 Jumlah industri makanan di Kota Bogor tahun 2009 – 2011

Jumlah Unit Usaha Prosentase

Peningkatan (2009-2011)

(%) Kategori Industri

Makanan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 I. Industri Besar dan

Menengah 25 25 25 0,00

II. Industri Kecil

Formal 225 240 263 16,89

II.Industri Kecil

Non Formal 1.037 1.057 1.078 3,95

Jumlah 1.287  1.322  1.366  6,14

Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011)

Dua indikator pertumbuhan industri utama yaitu jumlah tenaga kerja dan nilai investasi pada tahun 2009- 2011 mengalami pergerakan positif. Jumlah total tenaga kerja pada sektor industri makanan meningkat sebesar 3,91 % yang terdiri dari 5,63% pada industri kecil formal dan 4,65% pada industri kecil non formal.

Sedang industri besar dan menengah mengalami penurunan 1,2% (Tabel 8).

Tabel 8 Perkembangan penyerapan tenaga kerja industri makanan di Kota Bogor tahun 2009 – 2011

Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Prosentase

Peningkatan (2009-2011)

(%) Kategori Industri

Makanan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 I. Industri Besar dan

Menengah 1.422  1.422  1.405  -1,20

II. Industri Kecil

Formal 2.167  2.213  2.289  5,63

II.Industri Kecil

Non Formal 4.793  4.895  5.016  4,65

Jumlah 8.382  8.530  8.710  3,91

Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011)

(3)

Realisasi investasi industri makanan pada tahun 2009-2011 meningkat sebesar Rp 1.727.031.000 (17,4%) pada industri kecil formal dan sebesar Rp.

128.682.250,- ( 12,62 %) pada industri kecil non formal, sedang pada industri besar dan menengah mengalami penurunan investasi sebesar 5, 43 % (Tabel 9).

Tabel 9 Perkembangan nilai investasi industri makanan di Kota Bogor tahun 2009 – 2011

Kategori Industri Makanan

Nilai Investasi (Rp) Prosentase Peningkatan (2009-2011)

(%) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

I. Industri Besar dan Menengah

29.763.047.278 30.171.184.400 28.146.024.400 -5,43 II. Industri Kecil

Formal 9.926.348.800 10,620.830.800 11.653.379.800 17,4 II.Industri Kecil

Non Formal 1.019.265.388 1.082.969.470 1.147.947.638 12,62 Jumlah 40.708.661.466 31.254.153.870 40.947.351.838 0,59 Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011)

4.2 Pontensi IKM Roti Kota Bogor

Berdasarkan data Disperindag Kota Bogor (Lampiran 5) terdapat 46 industri kecil formal yang bergerak pada pembuatan roti di Kota Bogor, dimana kapasitas produksi per tahun dan nilai investasi dari industri kecil tersebut bervariasi. Nilai Investasi ini terdiri dari nilai : mesin / peralatan, modal kerja selama 4 bulan meliputi: bahan baku, upah/gaji dan lain-lain (biaya air, listrik, telepon). Industri pangan roti di Kota Bogor bila dikelompokkan berdasarkan interval / range investasi Rp. 50 juta, mayoritas berada pada nilai investasi di bawah Rp. 50 juta berjumlah 36 industri (78,3%) (Tabel 10). Sisanya adalah industri dengan nilai investasi lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta sebanyak 10 industri. Pengelompokan ini mengacu kepada pengelompokan usaha mikro dan usaha kecil berdasarkan Undang- undang No. 20 tahun 2008.

Jika dilihat pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja menurut definisi Biro Pusat Statistik, industri rumah tangga adalah unit usaha dengan pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha, sedangkan industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang. Mayoritas industri roti di Kota Bogor adalah industri kecil dengan

(4)

54

Tabel 10 Distribusi jumlah industri roti di Kota Bogor tahun 2011 berdasarkan pengelompokan nilai investasi

No

Pengelompokan Nilai Investasi (RP)

Jumlah Unit Usaha

Prosentase (%) Nilai Investasi s.d Rp.50.000.000 36 78,3 Rp. 50.000.001 - Rp.100.000.000 3 6,5 Rp. 100.000.001 - Rp.150.000.000 2 4,3 Rp. 150.000.000 - Rp.200.000.000 1 2,2 Rp.200.000.001 atau lebih 4 8,7

   Total 46

Sumber : Disperindag Kota Bogo (2011) diolah

Tabel 11 Distribusi jumlah industri roti di Kota Bogor tahun 2011 berdasarkan pengelompokan jumlah tenaga kerja

No Jumlah Tenaga Kerja

(orang) Jumlah Unit

Usaha Prosentase (%)

1 1 s/d 4 8 17,4

2 5 s/d 19 31 67,4

3 20 keatas 7 15,2

Total 46

Sumber : Disperindag Kota Bogor (2011) diolah

jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang sebanyak 31 industri (67%) dan sisanya industri rumah tangga dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang sebanyak 8 industri (17,4%) dan industri menengah 7 industri (15,2%) (Tabel 11).

4.3 Kondisi Umum Pemenuhan Aspek GMP / CPPB pada IKM Roti

Berdasarkan definisi Peraturan BPOM Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012, yang termasuk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga wajib memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) yang diterbitkan oleh Bupati/WaliKota dan Kepala Daerah.

SP-PIRT adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/WaliKota terhadap pangan produksi IRTP di wilayah kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SP-PIRT dalam rangka peredaran Pangan Produksi IRTP.

(5)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, jumlah IRTP untuk keseluruhan komoditi pangan yang telah mendapatkan SP-PIRT per tahunnya seperti pada Tabel 12. Rata-rata jumlah industri yang memperoleh SP-PIRT per tahunnya adalah 82 industri dan rata-rata sertifikat produk yang terbit sebanyak 144 buah. Masa berlaku SP-PIRT adalah 5 tahun. Jika industri yang memperoleh SP-PIRT tersebut dijumlahkan seluruhnya yaitu sebanyak 497 maka sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah industri kecil pangan keseluruhan tahun 2011 di Kota Bogor sebanyak 1.366 industri. Hal tersebut menandakan masih banyak industri yang belum memperoleh SP-PIRT.

Tabel 12 Jumlah industri pangan Kota Bogor yang memperoleh SP-PIRT dan sertifikat produk yang terbit tahun 2006-2011

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor ( 2011) diolah

Untuk memperoleh SP-PIRT maka Industri Rumah Tangga Pangan dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatannya wajib menerapkan CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga). CPPB-IRT ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup : a) Lokasi dan lingkungan produksi; b) Bangunan dan fasilitas; c) Peralatan produksi; d) Suplai air atau sarana penyediaan air; e) Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi; f) Kesehatan dan higiene karyawan; g) Pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan; h) Penyimpanan; i) Pengendalian proses;

(6)

56

j) Pelabelan pangan; k) Pengawasan oleh penanggungjawab; l) Penarikan produk;

m) Pencatatan dan dokumentasi; n) Pelatihan karyawan.

Persyaratan CPPB-IRT terdiri atas 4 (empat) tingkatan, yaitu: "harus"

(shall), “seharusnya”(should), “sebaiknya” (may) dan "dapat" (can), yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang terkait dengan proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan IRT dengan rincian sebagai berikut:

a) Persyaratan "harus" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung dan / atau merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian kritis;

b) Persyaratan "seharusnya" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian serius;

c) Persyaratan "sebaiknya" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi efisiensi pengendalian keamanan produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mayor;

d) Persyaratan "dapat" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi mutu (wholesomeness) produk, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian minor.

Pemeriksaan sarana produksi pangan SP-PIRT didahului dengan pemeriksaan awal dan diikuti dengan pemeriksaan lanjutan. Selama pemeriksaan, petugas didampingi oleh penanggungjawab perusahaan yang diperiksa. Pemeriksaan awal petugas melakukan pemeriksaan singkat yang sifatnya umum tetapi menyeluruh.

Pada pemeriksaan lanjutan terdapat 13 (tiga belas) grup yang perlu dinilai selama pemeriksaan yaitu : (A) Lingkungan Produksi, (B) Bangunan dan Fasilitas, (C) Peralatan Produksi, (D) Suplai Air, (E) Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi, (F) Pengendalian Hama, (G) Kesehatan dan Higiene Karyawan, (H) Pengendalian Proses, (I) Label Pangan, (J) Penyimpanan, (K) Manajemen Pengawasan, (L) Pencatatan dan Dokumentasi, dan (M) Pelatihan Karyawan. Formulir yang digunakan seperti tercantum dalam Lampiran 7. Nilai diberikan dalam bentuk

(7)

kode, yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang). Masing-masing kelompok diberikan penilaian sendiri-sendiri. Penilaian masing-masing grup pada prinsipnya merupakan rata-rata dari nilai masing-masing unsur dengan memberikan skor 3, 2 dan 1 masingmasing untuk B, C dan K. Kemudian dilakukan pembulatkan hasil rata-ratanya ke atas atau kebawah untuk mendapatkan hasil penilaian. Diantara 12 grup terdapat 4 (empat) grup yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 8 (delapan) grup lainnya. Keempat grup ini dikategorikan sebagai kelompok utama dalam pemeriksaan yang terdiri dari :

a. Grup D – Suplai air

b. Grup F – Pengendalian Hama

c. Grup G – Kesehatan dan higiene karyawan d. Grup H – Pengendalian proses

Penilaian mutu didasarkan atas hasil penilaian ke 12 grup yang tercantum pada formulir pemeriksan. Cara perhitungan dalam penilaian mutu adalah sebagai berikut :

• Baik : Jika 4 (empat) grup utama, yaitu : Grup D (Suplai air), Grup F (Pengendalian Hama ), Grup G ( Kesehatan dan higiene karyawan ), dan Grup

H(Pengendalian proses), semuanya mendapat nilai “Baik” dan grup lainnya maksimum 2 (dua) yang mendapat nilai “Kurang”

• Cukup : Jika 4 (empat) grup utama, mendapat nilai “Baik” atau “Cukup” dan grup lainnya minimal 5 (lima) yang mendapat nilai “Cukup”

• Kurang : Jika tidak memenuhi kriteria Cukup

Data hasil pemeriksaan SP-PIRT tahun 2006-2010 (Gambar 7) memperlihatkan bahwa prosentase hasil penilaian SP-PIRT sebagian besar termasuk skala “cukup” dan terdapat peningkatan prosentase skala “ kurang” pada periode 2008-2010. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak IRTP yang belum memenuhi keseluruhan aspek CPPB-IRT dengan baik.

Berdasarkan data BPOM terhadap penilaian 13 parameter/ Grup CPPB-IRT di 21 Propinsi (tahun 2003-2005) dengan variasi produk yang dihasilkan IRTP terdapat pola kecendenderungan seperti Gambar 8. Berdasarkan data tersebut, aspek yang cenderung rendah pemenuhannya oleh IKM yaitu grup a) Lokasi dan

(8)

58

lingkungan produksi; b) Bangunan dan fasilitas; e) Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi; f) Kesehatan dan higiene karyawan, g) Pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan; j) Pelabelan pangan; dan m) Pencatatan dan dokumentasi.

Sumber : BPOM (2010)

Gambar 7 Prosentase kategori hasil penilaian SP-PIRT tahun 2006- 2010

Sumber : BPOM (2008)

Gambar 8 Pola kecenderungan hasil pemeriksaan 13 parameter/ grup CPPB-IRT di 21 propinsi tahun 2003-2005

(9)

Berdasarkan data hasil pemeriksaaan sarana produksi IRTP roti (tahun 2006-2011) di Kota Bogor oleh petugas inspektor pengawas pangan, menunjukkan 75,51%

IRTP yang dinilai memperoleh skala nilai kategori C (Lampiran 6). Artinya 4 grup utama yaitu aspek penilaian suplai air, pengendalian hama, kesehatan dan hygiene karyawan, pengendalian proses bernilai baik atau cukup dan grup lainnya bernilai kurang maksimal 4. Hal ini menandakan bahwa belum semua aspek GMP diterapkan dengan baik oleh IRTP roti di kota Bogor.

Gambaran aspek pemenuhan persyaratan CPPB-IRT pada IKM roti di Kota Bogor sebagai berikut:

1. Lokasi dan lingkungan produksi

Penetapan lokasi produksi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya. Lokasi IKM seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau,asap, kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut :1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk, 2) Tempat sampah selalu tertutup, 3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik.

Sebagian besar IKM roti di Kota Bogor memulai usaha dengan lokasi produksi yang digunakan sama atau berdekatan dengan lokasi tempat tinggal tanpa ada pertimbangan khusus. Di Kota Bogor belum ada kawasan yang ditetapkan sebagai lokasi khusus industri pangan, sehingga IKM roti menyebar di berbagai kecamatan Kota Bogor. Kondisi lokasi produksi IKM roti cenderung sulit untuk diubah. Kondisi lingkungan produksi IKM roti juga dipengaruhi dari kondisi fasilitas dan sarana yang dikelola oleh pemerintah daerah/desa seperti fasilitas jalan yang tidak berdebu, selokan pembuangan yang berfungsi baik, pengelolaan sampah yang baik. Umumnya fasilitas jalan dan selokan maupun pengelolaan sampah di Kota Bogor cukup baik.

2. Bangunan dan fasilitas

Bangunan dan fasilitas IKM seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Disain dan tata letak ruang produksi sebaiknya

(10)

60

cukup luas, mudah dibersihkan dan tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan.

Sebagian besar IKM roti di Kota Bogor kesulitan memenuhi persyaratan terkait bangunan dan fasilitas, mengingat bangunan produksi tidak didesain dari awal untuk produksi pangan yang memenuhi persyaratan GMP namun memanfaatkan bangunan yang sudah ada. Umumnya desain konstruksi sudut pertemuan dinding dengan lantai tidak dibuat landai/ cekung , dinding atau lantai tidak seluruhnya dibuat dari bahan kedap air, rata , halus tetapi tidak licin (Gambar 9). Tata letak di ruang produksi tidak didesain sesuai aliran proses produksi dan mencegah proses kontaminasi. Pintu masuk bahan baku/ karyawan dan pintu keluar produk yang sudah jadi tidak dibuat terpisah. Kondisi lantai masih terdapat yang pecah-pecah sehingga ada celah sebagai sumber kontaminan.

Dinding atau pemisah ruangan jarang dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Tidak semua pintu dan jendela dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan (Gambar 10). Di ruang produksi tidak semua IKM selalu menyediakan tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

Gambar 9 Dinding tidak seluruhnya Gambar 10 Jendela tidak dilengkapi dari bahan kedap pintu kasa yang mudah dibersihkan

(11)

3. Peralatan produksi

Tata letak peralatan produksi seharusnya diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didesain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP).

Sering kali IKM roti tidak cermat meletakkan peralatan proses produksinya sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

Misal penempatan peralatan proses produksi yang di dekat jendela yang terbuka tanpa kasa cenderung dapat menyebabkan kontaminsi silang (Gambar 12). Tidak semua peralatan dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih (Gambar 11).

Gambar 11 Peralatan proses produksi Gambar 12 Letak peralatan proses produksi yang tidak terpelihara kebersihannya di sebelah jendela berpotensi kontaminasi

(12)

62

4.Suplai air atau sarana penyediaan air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. Umumnya IKM roti Kota Bogor menggunakan suplai air dari PDAM atau dari mata air tanah. Kualitas air yang ada di Bogor relatif tidak bermasalah. PDAM secara rutin melakukan pengujian laboratorium terhadap kualitas air yang disalurkan ke pelanggannya. Pengujian di laboratorium dibutuhkan untuk membuktikan pemenuhan persyaratan kualitas air yang digunakan sesuai standar kualitas air menurut PerMenKes No.

907/MenKes/SK/Per./VII/2002.

5. Fasilitas serta kegiatan higiene dan sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik. Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet / jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.  Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih.

Sarana toilet / jamban seharusnya: a) didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan; b) diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet; c) terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup; d) mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi.

Pada IKM roti di Kota Bogor masih ada yang belum mempunyai sarana cuci tangan di dekat ruang produksi yang selalu dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan , alat pengering tangan seperti handuk, lap atau kertas serap yang bersih (Gambar 13). Pada Gambar 14, terlihat masih ada IKM yang belum tertib melakukan pembersihan/pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin setiap habis digunakan.

(13)

Gambar 13 Belum tersedia sarana Gambar 14 Pembersihan peralatan proses cuci tangan di dekat ruang produksi produksi yang tidak rutin dilakukan

6. Kesehatan dan higiene karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Dalam keadaan sehat, jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi; 2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota tubuh dengan perban khusus luka

Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja. Namun tidak semua pekerja IKM roti di Kota Bogor roti selalu patuh menggunakan penutup kepalam sarung tangan seperti terlihat pada Gambar 15. Karyawan tidak selalu mencuci tangan dengan sabun sesudah menangani bahan mentah, atau bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban. Masih terlihat karyawan yang bekerja makan dan minum, merokok di ruang produksi. Karyawan di bagian pangan ada yang mengenakan perhiasan seperti anting, cincin, gelang, kalung, jam tangan, bros dan peniti atau

(14)

64

benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah. Hal ini sering dilanggar karena kurangnya kesadaran dan pemahaman pekerja.

Gambar 15 Pekerja pengolah pangan yang tidak menggunakan tutup kepala dan sarung tangan

7. Pemeliharaan dan program higiene dan sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah. Program higiene dan sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih. Program higiene dan sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Belum seluruhnya IKM mempunyai jendela, pintu dan lubang ventilasi yang telah dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama serta menutup lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama. Mengingat lokasi produksi IKM roti umumnya menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal, maka masih memungkinkan ditemui adanya hewan peliharaan seperti anjing, kucing, ayam dan burung berkeliaran di sekitar/ di dalam ruang produksi.

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

(15)

Penyimpanan bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup.

Penyimpanan bahan baku (Gambar 16) tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit (Gambar ). Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan ditempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk. Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dan lain-lain harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan. Bahan pengemas (Gambar 17) harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir.

Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran.

Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

Gambar 16 Penyimpanan bahan baku Gambar 17 Penyimpanan kemasan 9. Pengendalian proses

Pengendalian proses produksi pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Penetapan spesifikasi bahan; b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan; c) Penetapan cara produksi yang baku ; d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan; e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa.

(16)

66

Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan. Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya. Air yang merupakan bagian dari pangan maupun yang kontak dengan bahan pangan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundangundangan. IKM harus membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas kondisi baku dari setiap tahap proses produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan.

10. Pelabelan pangan

Kemasan pangan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan IRT. Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi. Label pangan IKM belum seluruhnya telah memuat sekurang-kurangnya hal berikut yang dipersyaratkan:

a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c) Berat bersih atau isi bersih

d) Nama dan alamat IRTP

e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f) Kode produksi

g) Nomor P-IRT.

11. Pengawasan oleh penanggungjawab

Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip- prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP).

12. Penarikan produk

Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persyaratan

(17)

peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Penanggung jawab IRTP mempersiapkan prosedur penarikan produk pangan.

13. Pencatatan dan dokumentasi

Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan : 1) Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama  bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok;

2) Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan; 3) Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting. Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan mutakhir. Pada umumnya IKM mempunyai kelemahan dalam dokumentasi karena terbatasnya tenaga kerja serta waktu yang tersedia, kurangnya disiplin dalam pencatatan.

14. Pelatihan karyawan

Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT)/. Pemilik / penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain. Pada umumnya IKM mempunyai kelemahan dalam kegiatan pelatihan tenaga kerja karena terbatasnya dana, kemampuan serta waktu yang tersedia. IKM cenderung menggunakan fasilitas pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah secara cuma-cuma.

4.4 Instansi Pembina dan Pengawas IKM terkait GMP

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan, mengamanatkan bahwa pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga merupakan urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Program pembinaan IRTP terkait hal keamanan pangan banyak dilakukan oleh Badan POM yang

(18)

68

bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 pasal 43 mengamanatkan pengawasan dan pembinaan IRTP kepada Bupati/Walikota, dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Daerah.

Pembinaan teknologi, manajemen dan permesinan IKM banyak dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah.

Dinas kesehatan daerah Kota Bogor

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi pemerintah di bidang kesehatan yang menjadi Urusan Rumah Tangga Daerah. Dinkes mempunyai fungsi antara lain mencakup pengembangan dan pembinaan pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan keluarga dan penyuluhan kesehatan serta pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum.

Struktur organisasi Dinkes Kota Bogor ,berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 13 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lampiran 2, mencakup : a. Kepala Dinas ;

b. Sekretariat, membawahi :

1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ; 2. Sub Bagian Keuangan ;

3. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan .

c. Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, membawahi : 1. Seksi Promosi Kesehatan ;

2. Seksi Peran Serta Masyarakat ;

3. Seksi Pembiayaan Kesehatan Masyarakat .

d. Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, membawahi :

1. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular ; 2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular ; 3. Seksi Penyehatan Lingkungan .

e. Bidang Pembinaan Kesehatan Keluarga, membawahi : 1. Seksi Kesehatan Ibu dan Anak ;

2. Seksi Kesehatan Remaja dan Lansia ; 3. Seksi Gizi .

(19)

f. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi :

1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan ;

2. Seksi Pembinaan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Swasta ; 3. Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan . g. UPTD Puskesmas (jumlah 24) ;

h. UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) .

Pada Seksi Perbekalan Kesehatan Pengawasan Obat dan Makanan POM (Perbekas) salah satu tugasnya adalah menjalankan pembinaan dan pengawasan SP- PIRT melalui kegiatan Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan kegiatan Pengawas Keamanan Pangan Kota / Food District Inspector (FDI). Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai kualifikasi PKP yang mempunyai kompetensi sesuai dengan bidangnya dalam produksi pangan dan diberi tugas untuk melakukan penyuluhan keamanan pangan dari organisasi yang kompeten. Pengawas Pangan Kabupaten/Kota (District Food Inspector/DFI) adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai kualifikasi DFI, yang mempunyai kompetensi sesuai dengan bidangnya dalam produksi pangan dan diberi tugas untuk melakukan pengawasan keamanan pangan IRTP dalam rantai pangan dari organisasi yang kompeten. Sumberdaya pada Seksi Perbekas ini saat ini memiliki 4 tenaga PKP yang aktif bertugas , dimana 3 orang tersebut juga merangkap sebagai tenaga Pengawas Pangan Kota (DFI) . Latar belakang pendidikan sumberdaya yang ada adalah semua Sarjana S1 bidang Farmasi. Selain itu sumberdaya yang sama dihunakan untuk melaksanakan tugas dalam pembinaan dan pengawasan obat-obatan.

Sumber dana untuk kegiatan penyuluhan diperoleh dari APBD Kota Bogor dan penarikan biaya pendaftaran SP-PIRT sebesar Rp. 300.000,-/pendaftar. Namun sejak tahun 2011, kebijakan biaya pendaftaran SP-PIRT telah dihapus. Alokasi dana yang ada pada Seksi Perbekas tahun 2012 kurang lebih 150 juta dengan proporsi pendanaan untuk kegiatan penyuluhan dan pengawasan pangan hanya sebesar kurang-lebih 75 juta. Target output sarana produksi pangan yang terbina sebanyak 100 buah. Hal ini antara lain menyebakan kegiatan penyuluhan terbatas

(20)

70

dan pengawasan (survailen) yang seharusnya dilakukan setahun sekali tidak dapat dilaksanakan.

Kegiatan penyuluhan keamanan pangan umumnya dilakukan Dinkes Kota Bogor 3-4 kali dalam jangka waktu setahun, dengan batasan peserta 20-30 orang setiap kegiatan penyuluhan. Penyuluhan dilakukan kepada pemilik atau penanggung jawab IRTP. Penyuluhan dilakukan selama 2 (dua ) hari dengan materi yang umum digunakan dalam kegiatan penyuluhan keamanan pangan terdiri dari : (1) Materi Utama mencakup : a) Peraturan perundang-undangan di bidang pangan;

b) Keamanan dan Mutu pangan; c) Teknologi Proses Pengolahan Pangan; d) Prosedur Operasi Sanitasi yang Standar /SSOP); e) Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT); f) Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP); g) Persyaratan Label dan Iklan Pangan.

(2) Materi Pendukung mencakup : a) Pencantuman label Halal; b) Etika Bisnis dan Pengembangan Jejaring Bisnis IRTP.

Bahan untuk penyuluhan yang diberikan kepada peserta berupa “hand out”

presentasi materi, dan belum ada publikasi lain yang diterbitkan dalam kegiatan penyuluhan.

Kegiatan penilaian pemeriksaan sarana produksi dilakukan setelah pemilik atau penangungjawab telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan.

Kegiatan pemeriksaan hanya dilakukan oleh tenaga FDI yang ada di Seksi Perbekas Dinkes Kota Bogor. Lama pemeriksaan sekitar 1 atau 2 hari tergantung luasan atau kompleksitas sarana produksi yang diperiksa. Laporan hasil pemeriksaan sarana produksi menjadi dasar untuk dapat diterbitkan SP-PIRT ditembuskan kepada Pusat Pelayanan Ijin Terpadu Kota Bogor yang akan menerbitkan sertifikat dan ijin nomor pendaftaran produk.

Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Bogor

Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Lampiran 3) terdiri dari:

Kepala Dinas, Sekretaris, dan 3 (tiga) Kepala Bidang dengan rincian sebagai berikut :

1. Sekretaris membawahi : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; Sub Bagian Keuangan; dan Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan.

(21)

2. Bidang Perindustrian membawahi: Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan;

Seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka; Seksi Industri kima.

3. Bidang Perdagangan membawahi : Seksi Perdagangan Dalam Negeri; Seksi Perdagangan Luar Negeri; dan Seksi Perlindungan Konsumen.

4. Bidang Metrologi membawahi : Seksi Ukur Arus, Panjang, Volume dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT); Seksi Masa dan Timbangan;

Seksi Penyuluhan dan Pengawasan Kemetrologian.

Bidang yang membidangi kegiatan pembinaan IKM makanan adalah bidang perindustrian khususnya Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan . Pada bidang perindustrian, jumlah SDM aparatur di tahun 2012, adalah sebanyak 13 orang PNS.

Jumlah SDM aparatur yang merupakan pasca sarjana adalah sebanyak 3 orang , lulusan sarjana S1 sebanyak 4 orang , lulusan Diploma III sebanyak 1 orang, lulsan setingkat SLTA sebanyak 4 orang dan lulusan setingkat SLTP sebanyak 1 orang.

Khusus SDM pada Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan hanya ada 2 (dua ) orang.

Anggaran belanja untuk urusan perindustrian di tahun 2011 adalah sebesar Rp 725 juta,   namun alokasi anggaran belanja untuk bidang Sekretariat lebih besar dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk bidang substantif, yaitu porsinya di atas sebesar 70 persen dari total anggaran belanja di instansi tersebut.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor proaktif dalam melakukan pembinaan kepada IKM, terlihat dari capaian indikator kinerja. Terdapat dua indikator kinerja yang telah ditentukan dalam RPJMD, yaitu jumlah industri kecil dan menengah (IKM), dengan target sebanyak 3510 unit IKM, dan jumlah industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna, dengan target sebanyak 750 unit IKM. Jenis kegiatan yang telah dilakukan antara lain memfasilitasi IKM mendapat sertifikasi halal, memfasilitasi IKM mendapatkan sertifikasi SP-PIRT, pelatihan dan bimbingan teknis untuk penerapan GMP/ HACCP/SNI, pameran produk IKM, memfasilitasi promosi produk IKM serta memfasilitasi terbentuknya wadah/asosiasi IKM. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor dalam kegiatannya terlait keamanan pangan telahi berkoordinasi/ melibatkan Dinas Kesehatan Kota Bogor khususnya Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan.

Gambar

Tabel 9   Perkembangan nilai investasi industri makanan di Kota Bogor                  tahun 2009 – 2011
Tabel 12  Jumlah industri pangan Kota Bogor yang memperoleh SP-PIRT                  dan sertifikat produk yang terbit tahun 2006-2011
Gambar 7  Prosentase kategori hasil penilaian SP-PIRT tahun 2006- 2010
Gambar 9   Dinding tidak seluruhnya          Gambar 10  Jendela tidak dilengkapi                     dari bahan kedap                             pintu kasa yang mudah dibersihkan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil seleksi pohon induk kopi Arabika varietas Maragogip di Kebun Pancur Angkrek didapatkan dua genotipe unggul yang memiliki potensi dayahasil tinggi dan bercita rasa baik,

Hasil uji HSD Tukey dari kedelapan formula, diperoleh nilai sig.< α (0,05) sehingga H 0 ditolak (*), berarti rata-rata kerapuhan tablet ibuprofen dari kedelapan formula

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) | Vol. 4) Variabel ROE signifikan pengaruhnya terhadap harga saham. ROE yang termasuk dalam rasio profitabilitas ini mengukur efektivitas

Dari 13 komponen tersebut didapatkan 7 komponen yang memiliki RPN diatas nilai kritis dibawah ini diberikan rekomendasi perbaikan pada 7 komponen penyebab

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bentuk usaha masyarakat yang mampu menopang perekonomian di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No.

Berdasarkan uraian sebagaimana terungkap dalam poin 1, 2, 3 dan 4 di atas, maka terhadap kemungkinan respon dan berdampak negatif di masa yang akan datang terhadap operasional

Dunia sastra ini berkaitan dengan wujud dan unsur kebudayaan Bali dalam kumpulan cerpen Perempuan yang Mengawini Keris terutama bagi yang memiliki keinginan

Dari ketiga tipe rumah adat Desa Tigawasa yang dijelaskan diatas, perubahan terhadap bentuk serta penambahan fungsi ruang pada rumah adat di Desa Tigawasa ini