• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Akademik Penanggulangan Kemiskinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Naskah Akademik Penanggulangan Kemiskinan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN BANTUL KABUPATEN BANTUL  TENTANG  TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa Tahun 1945 disebutkan untuk membentuk suatu Indoneisa Tahun 1945 disebutkan untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

perdamaian abadi dan keadilan social.  Tujuan

 Tujuan nasional nasional bangsa bangsa Indonesia, Indonesia, khususnya khususnya dalam dalam memajukanmemajukan kesejahteraan umum perlu diupayakan pembangunan secara kesejahteraan umum perlu diupayakan pembangunan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terarah dalam semua bidang menyeluruh, berkesinambungan dan terarah dalam semua bidang terutama untuk memajukan kesejahteraan sosial. Kemiskinan terutama untuk memajukan kesejahteraan sosial. Kemiskinan merupakan sebuah masalah pemerintahan yang masih banyak kendala merupakan sebuah masalah pemerintahan yang masih banyak kendala dalam penyelesaiannya. Pemerintah memerlukan sebuah dalam penyelesaiannya. Pemerintah memerlukan sebuah langkah-langkah penyelesaian masalah kemisikinan yang sistematis dan langkah penyelesaian masalah kemisikinan yang sistematis dan menyeluruh untuk mencapai kehidupan masyarakat Indonesia yang menyeluruh untuk mencapai kehidupan masyarakat Indonesia yang adil, sejahtera dan bermartabat, guna mengurangi beban negara.

adil, sejahtera dan bermartabat, guna mengurangi beban negara.

Kemiskinan secara konseptuan dapat dibedakan menjadi dua, Kemiskinan secara konseptuan dapat dibedakan menjadi dua, relatif (Relative Poverty) dan kemiskinan absolut (Absolute Poverty). relatif (Relative Poverty) dan kemiskinan absolut (Absolute Poverty). Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan pendapatan. kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum

(2)

diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut menjadi penting saat akan menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antarwaktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil).

BKKBN mendefinisikan miskin berdasarkan konsep/pendekatan kesejahteraan keluarga, yaitu dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu keluarga prasejahtera (KPS), keluarga sejahtera I (KS

I), keluarga sejahtera II (KS

II), keluarga sejahtera III (KS

III), dan keluarga sejahtera III plus (KS

III Plus). Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan dengan menggunakan 21 indikator sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi dalam membangun keluarga sejahtera dengan mengetahui faktor

faktor dominan yang menjadi kebutuhan setiap keluarga. Faktor

faktor dominan tersebut terdiri dari (1) pemenuhan kebutuhan dasar; (2) pemenuhan kebutuhan psikologi; (3) kebutuhan pengembangan; dan (4)kebutuhan aktualisasi diri dalam berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Dalam hal ini, kelompok yang dikategorikan penduduk miskin oleh BKKBN adalah KPS) dan KS

I.

Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan pokok (pangan), sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama. Mereka yang dikategorikan sebagai KPS adalah keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam) kriteria KS

I. Kriteria tersebut yaitu : 1)Makan dua kali sehari atau lebih, 2) Memiliki pakaian yang berbeda, 3) Rumah yang ditempati mempunyai atap,lantai dan dinding yang baik, 4) Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan, 5) PUS ingin ber

KB ke sarana pelayanan kontrasepsi, 6) Semua anak

(3)

umur 7

15 th dalam keluarga bersekolah Selanjutnya, KS

I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi,  yaitu satu atau lebih indikator pada tahapan KS

II.

Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami sesorang atau rumahtangga, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal  yang layak bagi kehidupannya. Terdapat 14 variabel rumah tangga miskin program sosial ekonomi dari BPS yang digunakan pada tahun 2008 yaitu: 1) luas lantai < 8 m2, 2) lantai rumah terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, 3) dinding rumah terbuat dari bambu/kayu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester, 4) tidak punya fasilitas buang air buang air besar atau bersama-sama dengan rumah lain, 5) sumber penerangan rumah bukan listrik, 6) sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, 7) bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, 8) hanya mengkonsumsi daging /susu/ayam satu kali dalam seminggu atau tidak pernah, 9) hanya dapat membeli pakaian baru sebanyak satu kali dalam setahun atau tidak pernah, 10) hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari, 11) tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik pemerintah, 12) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah pertanian dengan luas tanah < 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lain dengan pendapatan per bulan < Rp. 600.000,00, 13) pendidikan kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD, 14) Tidak mempunyai tabungan/barang yang mudah dijual minimal Rp.500.000,00 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Kemudian terdapat dua indicator tambahan di luar 14 indikator tersebut yaitu : Jenis atap bangunan tempat tinggal terluas adalah sirap, genteng/seng/asbes kondisi jelek/kualitas rendah atau ijuk, rumbia dan Sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari

hari

Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian peting bagi Pemerintah Indonesia. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk penanggulangan kemiskinan yaitu dengan tersedianya data yang akurat mengenai kemiskinan supaya pemerintah dapat mengevaluasi kebijakannya dalam menaggulangi kemiskinan serta menentukan target

(4)

penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka menuju kehidupan yang sejahtera.

Berdasarkan data pada tahun 2017 penduduk miskin di Kabupaten Bantul mencapai 133. 079 jiwa atau 14,33 persen dari total penduduk 928.676 orang. Angka tersebut masih tergolong tinggi. Mereka yang masuk dalam kategori keluarga miskin sebetulnya masih mempunyai potensi antara lain di bidang pertanian, peternakan, kelautan, kerajinan, katering dan lainnya. Pemberdayaan yang telah, sedang dan akan dilakukan berupa pelatihan ketrampilan, bantuan pinjaman modal, pendampingan, workshop dan sebagainya. Sedang terhadap keluarga miskin yang tidak dapat diberdayakan maka intervensi yang dapat dilakukan berupa pengurangan beban seperti santunan, bantuan, jaminan kesehatan dan sebagainya.

B. Identifikasi Masalah

 Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Bantul yang mecapai 133.079 jiwa atau 14,33 persen dari total penduduk 928.676 orang di Kabupaten Bantul, merupakan permasalahan yang membutuhkan keseriusan di dalam langkah-langkah penanggulangannya secara cepat. Program dan kegiatan sebetulnya sudah banyak dikerjakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan, baik itu yang merupakan program  yang bersumber dari APBN, APBD DIY ataupun yang berasal dari APBD kabupaten Bantul. Namun demikian masih terdapat paling tidak 5 (lima) permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam program penanggulangan kemiskinan yaitu :

a. Lemahnya institusi berwajib dalam melakukan penanggulangan kemiskinan

b. Data keluarga miskin yang tersedia belum memadai sehingga Pemerintah belum maksimal dalam mengevaluasi kebijakannya c. Dukungan anggaran penanggulangan kemiskinan yang masih

terbatas

d. Keterbatasan petugas lapangan

e. Keterbatasan kesadaran masyarakat

Disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin merupakan pedoman dalam menyusun regulasi berupa peraturan daerah yang mengatur dan

(5)

mengamanatkan secara tegas mengenai penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bantul.

Kemiskinan merupakan massalah yang kompleks dan menyangkut banyak hal serta harus segera diselesaikan karena menyangkut kesejahteraan masyarakat maka perlu keterpaduan antara lembaga, dunia usaha dan partisipasi masyarakat yang besar dalam masalah penanggulangan kemiskinan.

Upaya penanggulangan kemiskinan dapat berjalan optimal, efektif, efisien, dan terprogram secara terpadu serta berkelanjutan, maka diperlukan peraturan berupa peraturan daerah bagi penyelenggara pemerintah Kabupaten Bantul, dunia usaha dan seluruh komponen masyarakat.

C.  Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik 1.  Tujuan

Seiring dengan hal tersebut, maka tujuan penyusunan naskah akademis ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi mengenai persoalan mendasar dan kebutuhan Pembentukan Produk-Produk Hukum Daerah, yakni Rancangan Peraturan Daerah Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bantul. Terkait dengan tujuan dibuatnya naskah akademis ini, antara lain:

1. Memberikan landasan dan kerangka pemikiran bagi Produk Hukum Daerah, yakni Perancangan Peraturan Daerah Kabupaten bantul tentang Penanggulangan Kemiskinan .

2. Memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan yuridis tentang perlunya Produk Hukum Daerah, tentang Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Penanggulangan Kemiskinan

3. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Penanggulangan Kemiskinan

4. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.

(6)

Kegunaan dari penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai acuan atau referensi Perancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Penanggulangan Kemiskinan. Dengan demikian diharapkan dengan naskah akademik perancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Penanggulangan Kemiskinan dapat berjalan sesuai kegunaannya yaitu :

1. Memberikan landasan hukum atau regulasi dalam Penanggulangan Kemiskinan.

2. Dengan adanya peraturan daerah ini diharapkan terjadi mekanisme  yang baku dalam Penanggulangan Kemiskinan.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

 Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library reseacrh ) dengan menelusuri buku-buku dan dokumen yang berkaitan.

2. Subyek Penelitian

Dalam hal ini yang menjadi subyek penelitian adalah warga masyarakat kabupaten Bantul.

3. Teknik Pendekatan

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Hukum (normative ) yaitu meneliti bahan pustaka atau data sekunder  yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

4. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

Sekunder yaitu sumber bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut mengalami atau hadir pada waktu kejadian sedang berlangsung.

5. Tekhnik Pengumpulan Data

 Teknik yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah :

Data sekunder, teknik pengumpulan data adalah melalui studi pustaka  yang terdiri dari :

1). Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat  yang terdiri dari norma atau kaidah dasar,peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak terkodifikasi,

(7)

 yurisprudensi, traktat, bahan hukum lainnya yang masih berlaku sebagai hukum positif.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya.

3) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, dan sekunder, misalnya kamus hukum, ensiklopedia, indek komulatif, dan lain-lainnya.

(8)

BAB III

ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kebijakan yang ingin dibentuk dalam Raperda tentang Penaggulangan Kemiskinan adalah mengakomodir peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan dan dinamika yang dalam masyarakat yang berhubungan dengan bidang kemiskinan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat mengenai Penanggulangan Kemiskinan menurut  Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang dibagi dalam tiga kluster,

maka kebijakan penanggulangan kemiskinan meliputi:

1. Bantuan dan perlindungan sosial yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;

2. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip pemberdayaan masyarakat; 3. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan

kecil yang bertujuan memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha/koperasi berskala mikro.

Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan 4 prinsip utama penanggulangan kemiskinan yaitu:

1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial, yaitu dengan Bantuan Sosial Berbasis Keluarga (Raskin), Bantuan Kesehatan bagi Keluarga Miskin serta Bantuan Pendidikan bagi Masyarakat Miskin (Program Keluarga Harapan) 2. Meningkatkan Akses Pelayanan Dasar dalam Pendidikan, kesehatan dan

pelayanan dasar sanitasi dan air bersih

3. Memberdayakan Kelompok Masyarakat Miskin yaitu dengan

menyempurnakan pelaksanaan PNPM Mandiri

4. Pembangunan yang inklusif yaitu dengan membangun yang dapat diakses semua lapisan, golongan masyarakat terutama masyarakat miskin dengan membantu UMKM (KUR dan Bantuan kepada Usaha Mikro), Industri Manufaktur Padat Pekerja, Konektivitas Ekonomi (Infrastruktur),

menciptakan Iklim Usaha (Pasar Kerja yang Luwes dan

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Badan Pusat Statistik: Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten kota di Indonesia 2004.. Indonesia: Badan

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur tahun 2010-2019. Penelitian ini menggunakan metode

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu adalah bagian integral dari Badan.. Pusat Statistik (BPS) yang melakukan tugas, fungsi, dan wewenang BPS

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Binjai, Binjai Dalam Angka 2013..

Badan Pusat Statistik (BPS), Medan Dalam Angka.. Medan: Badan

Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004, Buku 1 : Provinsi.Jakarta: Badan Pusat Statistik.. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2005, Buku 1 : Provinsi.Jakarta: Badan

Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2006.. Badan Pusat Statistik

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan, secara umum tingkat kemiskinan masih relatif tinggi. Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase jumlah